Muslim Notebook Header Ads

012. Yusuf Ayat 1 - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - 8 - 9 - 10 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook

 

12. SURAT YUSUF


تَفْسِيرُ سُورَةِ يُوسُفَ
Makkiyyah, 111 ayat. Kecuali ayat 1, 2, 3 dan 7 Madaniyyah Turun sesudah surat Hud
As-Sa'labi dan lain-lainnya telah meriwayatkan melalui jalur Salam ibnu Salim yang dikenal dengan julukan Salim Al-Madaini—yang orangnya berpredikat matruk (tidak terpakai hadisnya)—, dari Harun ibnu Kasir, dan Abu Hatim telah menegaskan dalam ketetapannya sebagai orang yang tidak dikenal, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Abu Umamah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
" عَلِّمُوا أَرِقَّاءَكُمْ سُورَةَ يُوسُفَ، فَإِنَّهُ أَيُّمَا مُسْلِمٍ تَلَاهَا، أَوْ عَلَّمَهَا أَهْلَهُ، أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُهُ، هَوَّن اللَّهُ عَلَيْهِ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ، وَأَعْطَاهُ مِنَ الْقُوَّةِ أَلَّا يَحْسِدَ مُسْلِمًا "
Ajarkanlah kepada budak-budak kalian surat Yusuf, karena sesungguhnya seorang muslim yang membacanya atau meng­ajarkannya kepada keluarganya atau kepada budak-budak milik­nya, niscaya Allah akan memudahkan baginya dalam sakaratul maut, dan Allah memberinya kekuatan untuk tidak mempunyai rasa dengki terhadap seorang muslim pun.
Bila ditinjau dari segi jalur periwayatan ini hadis ini tidak sahih, mengingat sanadnya yang daif secara menyeluruh.
Tetapi Al-Hafiz ibnu Asakir mengetengahkannya juga secara ikut-ikutan melalui jalur Al-Qasim ibnul Hakam, dari Harun ibnu Kasir dengan sanad yang sama. Juga melalui jalur Syababah, dari Muhammad ibnu Abdul Wahid An-Nadri, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an. Juga dari Ata ibnu Abu Maimunah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b, dari Nabi Saw., lalu ia menyebutkan hadis yang semisal. Akan tetapi, hadis ini ditinjau dari semua jalurnya berpredikat munkar.
Imam Baihaqi di dalam kitab Dalail-nya telah meriwayatkan bahwa sejumlah orang Yahudi masuk Islam ketika mereka mendengar Rasulullah Saw. membacakan surat Yusuf ini, karena kandungannya sesuai dengan apa yang ada pada kitab mereka. Hadis ini diriwayatkan melalui Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas.

Yusuf, ayat 1-2-3

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
{الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ (1) إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (2) نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ (3) }

Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik melalui wahyu Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum itu adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.

Adapun mengenai keterangan yang menyangkut huruf-huruf yang ada pada permulaan surat Al-Qur'an, telah dijelaskan dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah.
Firman Allah Swt.:
{تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ}
Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an). (Yusuf: 1)
Maksudnya ayat-ayat Kitab ini, yaitu Al-Qur'an yang jelas dan terang, yang mengungkapkan segala sesuatu yang samar hingga menjadi jelas dengan melalui keterangan dan penjelasannya.
{إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kalian memahaminya. (Yusuf: 2)
Demikian itu karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling jelas, paling terang, paling luas, dan paling banyak perbendaharaan kata-katanya untuk mengungkapkan berbagai pengertian guna meluruskan jiwa manusia. Karena itulah Allah menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan bahasa yang paling mulia di antara bahasa-bahasa lainnya yang disampaikan-Nya kepada rasul yang paling mulia melalui perantaraan malaikat yang paling mulia. Dan penurunannya terjadi di belahan bumi yang paling mulia, serta awal penurunannya (Al-Qur'an) terjadi di dalam bulan yang paling mulia, yaitu bulan Ramadan; sehingga sempurnalah kitab Al-Qur'an ini dari berbagai seginya. Karena itulah disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ}
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik melalui wahyu Al-Qur’an ini kepadamu. (Yusuf: 3)
Yakni dengan perantaraan penurunan Kami akan Al-Qur'an ini kepadamu.
Di dalam sebuah hadis disebutkan penyebab turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Hakam Ar-Razi, dari Ayyub, dari Amr (yakni Ibnu Qais Al-Mala-i), dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa para sahabat pernah berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau menceritakan kisah-kisah kepada kami." Maka turunlah firman-Nya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf: 3)
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Amr ibnu Qais secara mursal.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Khalid As-Saffar, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari ayahnya yang mengatakan bahwa diturunkan kepada Nabi Saw. wahyu selama beberapa masa, dan Nabi Saw. langsung membacakannya kepada mereka (para sahabat). Maka para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau bercerita tentang kisah-kisah kepada kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata (dari Allah). (Yusuf: 1) Sampai dengan firman-Nya: agar kalian memahaminya. (Yusuf: 2) Kemudian Rasulullah Saw. membacakannya kepada mereka selama beberapa masa. Maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau bercerita kepada kami." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az-Zumar: 23), hingga akhir ayat. Lalu Ibnu Jarir menceritakan hadis ini hingga selesai.
Imam Hakim meriwayatkannya melalui hadis Ishaq ibnu Rahawaih, dari Amr ibnu Muhammad Al-Qurasyi Al-Minqari dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya berikut sanadnya melalui Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah Saw. merasa bosan, lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az-Zumar: 23) Kemudian mereka merasa bosan lagi untuk kedua kalinya, maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami suatu kisah selain hukum-hukum Al-Qur'an." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf: 1-3), hingga akhir ayat.
Mereka bermaksud sesuatu yang berupa kisah, maka Allah menunjukkan kepada mereka kisah yang paling baik; dan mereka bermaksud suatu cerita, maka Allah menunjukkan mereka kepada cerita yang paling baik.
Sehubungan dengan makna ayat ini yang mengandung pujian terhadap Al-Qur'an —yang menyatakan bahwa Al-Qur'an sudah merupakan suatu kecukupan, tanpa memerlukan yang lainnya— maka kami ketengahkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Umar ibnul Khattab datang kepada Nabi Saw. dengan membawa sebuah kitab yang ia peroleh dari salah seorang Ahli Kitab. Lalu Umar membacakannya kepada Nabi Saw. Nabi Saw. marah dan bersabda:
"أمُتَهوكون فيها يا ابن الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُونَهُ، أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُونَهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا، لَمَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي"
Hai Ibnul Khattab, apakah engkau merasa bimbang terhadapnya? Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan putih bersih. Jangan sekali-kali kalian menanyakan kepada mereka (Ahli Kitab) tentang sesuatu, lalu mereka menceritakannya kepada kalian dengan benar, dan kalian pasti akan mendusta­kannya, atau dengan secara batil, dan kalian pasti akan membenarkannya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya Musa masih hidup, maka tiada jalan lain baginya melainkan mengikutiku.
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Sabit yang mengatakan bahwa Umar datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah bersua dengan seorang saudaraku dari kalangan Bani Quraizah, lalu ia menuliskan buatku sejumlah kisah dari kitab Taurat, apakah boleh aku memaparkannya kepadamu?" Wajah Rasulullah Saw. berubah. Abdullah ibnu Sabit berkata kepada Umar, "Tidakkah engkau melihat perubahan pada roman muka Rasulullah?" Umar berkata, "Kami rela kepada Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai rasul kami." Maka wajah Rasulullah Saw. kembali seperti biasanya (tidak marah), lalu beliau Saw. bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ مُوسَى ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ، إِنَّكُمْ حَظِّي مِنَ الْأُمَمِ، وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنَ النَّبِيِّينَ"
Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam geng­gaman kekuasaan-Nya, seandainya Musa masih berada di antara kalian, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkan aku, niscaya kalian sesat. Sesungguhnya kalian adalah umat bagianku, dan aku adalah nabi bagian kalian.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Abdullah ibnuz Zubair, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Khalifah ibnu Qais. dari Khalid ibnu Urfutahyang mengatakan.”Ketika aku sedang duduk dengan Khalifah Umar, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan Bani Abdul Qais yang bertempat tinggal di As-Sus. Maka Umar berkata kepadanya, 'Apakah engkau pun adalah Fulan ibnu Fulan Al-Abdi?' Lelaki itu menjawab, 'Ya.' Umar bertanya, 'Apakah engkau yang bertempat tinggal di As-Sus?' Lelaki itu menjawab, 'Ya.' Maka Umar memukulnya dengan gagang tombak yang ada di tangannya, sehingga lelaki itu bertanya, 'Apakah salahku, hai Amirul Mu’minin?' Umar berkata kepadanya, 'Duduklah kamu!' Maka lelaki itu duduk, dan Umar membacakan kepadanya firman Allah Swt. berikut, yaitu: 'Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Alif Lam Ra.. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.' (Yusuf: 1-3) Sampai dengan firman-Nya: 'termasuk orang-orang yang belum mengetahui.' (Yusuf: 3) Umar membacakan ayat-ayat tersebut kepada lelaki itu sebanyak tiga kali dan memukulnya sebanyak tiga kali pula. Maka lelaki itu bertanya, 'Hai Amirul Mu’minin, apakah salahku?' Umar menjawab, 'Engkau adalah orang yang telah menyalin kitab (nabi) Danial.' Lelaki itu berkata, 'Perintahkanlah kepadaku apa yang engkau inginkan, maka aku akan melakukannya.' Umar berkata, "Pergilah dan hapuslah salinan itu dengan arang dan kain wol putih. Kemudian janganlah kamu baca lagi, jangan pula kamu membacakannya kepada seseorang. Jika sampai kepadaku suatu berita tentang kamu bahwa kamu membacanya atau membaca­kannya kepada orang lain, niscaya aku benar-benar akan menimpakan hukuman yang berat kepadamu." Kemudian Umar berkata, 'Duduklah!' Maka lelaki itu duduk di hadapannya. Setelah itu Umar pergi dan menyalin sebuah kitab dari sebagian Ahli Kitab. Kemudian ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. seraya membawa kitab salinan itu. Maka Rasulullah Saw. bertanya kepadanya, 'Hai Umar, apakah yang kamu pegang itu?' Umar menjawab, 'Wahai Rasulullah, ini adalah sebuah kitab yang aku salin untuk menambah pengetahuanku selain dari ilmu yang telah ada pada kami.' Rasulullah Saw. marah sehingga kedua pelipisnya tampak memerah, lalu diserukan azan untuk salat berjamaah. Maka orang-orang Ansar berkata, 'Nabi kalian sedang marah.' Maka mereka bergegas datang seraya membawa senjatanya masing-masing, lalu berkumpul di hadapan mimbar Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, 'Hai manusia, sesungguhnya aku telah dianugerahi Jawami'ul Kalim dan semua penutupnya, yang semuanya itu diberikan khusus kepadaku. Dan sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan putih bersih, maka janganlah kalian bimbang, janganlah pula kalian teperdaya oleh orang-orang yang bimbang.' Umar berkata bahwa lalu ia berdiri dan berkata, 'Aku rela Allah sebagai Tuhan (ku), Islam sebagai agama (ku), dan engkau sebagai rasul (ku).' Setelah itu Rasulullah Saw. turun dari mimbarnya."
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya secara ringkas di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis Abdur Rahman ibnu Ishaq dengan sanad yang sama. Tetapi bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib, karena Abdur Rahman ibnu Ishaq yang terkenal dengan nama julukan Abu Syaibah Al-Wasiti dinilai daif oleh kalangan ahli hadis, demikian pula gurunya.
Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Ishaq tidak sahih.
Menurut kami, hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang memper­kuatnya yang diriwayatkan melalui jalur lain.
Untuk itu, Al-Hafiz Abu Bakar (yaitu Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili) mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala Az-Zubaidi, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Salim Al-Asy'ari, dari Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir; Jubair ibnu Nafir pernah menceritakan kepada mereka bahwa pernah ada dua orang lelaki di Himsa di masa pemerintahan Khalifah Umar, kemudian kedua lelaki itu menjadi delegasi kaumnya di antara delegasi penduduk Himsa lainnya. Keduanya telah menyalin sebuah kitab yang terdiri atas lembaran-lembaran kulit dari orang-orang Yahudi. Maka keduanya membawa serta kitabnya itu untuk meminta fatwa kepada Amirul Mu’minin tentang kitab tersebut. Mereka berniat, "Jika Amirul Mu’minin suka kami melakukannya, maka kami akan bertambah rajin menyalinnya; dan jika Amirul Mu’minin melarang kami menyalinnya, maka kami akan membuangnya." Ketika kedua lelaki itu tiba di hadapan Amirul Mu’minin, maka keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kami berada di negeri kaum Ahli Kitab. Dan sesungguhnya kami sering mendengar suatu kalam dari mereka yang membuat bulu kuduk kami merinding karenanya. Bolehkah kami mengambil kalam itu, ataukah kami harus meninggalkannya?" Umar bertanya, "Apakah kamu berdua telah menulis sendiri sesuatu dari kalam itu?" Keduanya menjawab, "Tidak." Umar berkata bahwa ia akan menceritakan kepada keduanya suatu hadis. Umar mengatakan, di masa Nabi Saw. masih hidup ia pergi menuju tanah Khaibar, lalu bersua dengan seorang Yahudi yang mengucapkan suatu kalam yang membuatnya kagum. Umar berkata, "Apakah engkau mau menuliskan apa yang telah kamu katakan itu buatku?" Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Maka aku (Umar) mengambil lembaran kulit, dan lelaki Yahudi itu menuliskannya buatku, sehingga tiada yang tersisa dari kulit itu melainkan dipenuhinya sampai ke kulit bagian kaki dari kulit tersebut. Umar mengatakan, "Setelah aku kembali, aku berkata kepada diriku sendiri bahwa aku akan menceritakannya kepada Nabi Saw. dan mudah-mudahan Nabi Saw. menyuruhku untuk mendatangkannya. Pada awal mulanya aku pergi untuk mencari berita dengan harapan mudah-mudahan aku dapat mendatangkan sesuatu yang membuat hati Rasulullah Saw. suka. Ketika aku tiba di hadapannya, beliau bersabda, "Duduklah dan bacakanlah kepadaku!' Maka aku membacakannya selama sesaat kepada beliau. Ketika aku pandang wajah Rasulullah Saw., ternyata roman wajahnya telah berubah memerah: lalu aku menjadi gemetar karena takut, sehingga aku tidak mampu membacakannya lagi barang satu huruf pun. Setelah beliau melihat keadaanku, maka beliau mengambilnya dan memeriksanya tulisan demi tulisan, lalu beliau hapus dengan ludahnya. Setelah itu beliau bersabda, 'Janganlah kalian mengikuti jejak mereka, karena sesungguhnya mereka (Ahli Kitab) telah ragu dan benar-benar menjadi orang-orang yang ragu.’ Sehingga seluruh huruf yang tertera pada kulit itu semuanya terhapus." Umar berkata, 'Seandainya aku mengetahui bahwa kalian berdua menulis sesuatu dari kitab itu, niscaya aku akan menimpakan hukuman kepada kalian sebagai pelajaran bagi umat ini." Keduanya berkata, "Demi Allah, kami sama sekali tidak menulis sesuatu pun dari kitab itu." Kemudian keduanya keluar dan membawa lembaran kulitnya itu, lalu keduanya menggali tanah dengan galian yang sangat dalam, kemudian lembaran-lembaran itu dikuburkannya. Demikianlah kisah yang paling akhir menyangkut tentang tulisan tersebut pada kami.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Jabir ibnu Yazid Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Sabit Al-Ansari, dari Umar ibnul Khattab dengan lafaz yang semisal.
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Marasil-nya melalui hadis Abu Qilabah, dari Umar dengan sanad yang semisal.

Yusuf, ayat 4

{إِذْ قَالَ يُوسُفُ لأبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ (4) }

(Ingatlah) ketika Yusuf berkala kepada ayahnya, "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”

Allah Swt. berfirman, "Ceritakanlah kepada kaummu, hai Muhammad, dalam kisah-kisahmu kepada mereka tentang kisah Yusuf. Yaitu ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, Nabi Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْكَرِيمُ، ابْنُ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang mulia anak orang mulia anak orang mulia adalah Yusuf ibnu Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid. Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Abdus Samad dengan sanad yang sama.
قَالَ الْبُخَارِيُّ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْد اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سُئِل رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارِكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهوا".
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Siapakah orang yang paling terhormat?" Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling terhormat di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling mulia adalah Yusuf Nabi Allah anak Nabi Allah anak Nabi Allah anak kekasih Allah. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah kalian menanyakan kepadaku tentang orang-orang Arab yang paling mulia?" Mereka menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terpandang dari kalian di masa Jahiliah adalah orang-orang yang terpandang pula di masa Islam jika mereka mengerti (yakni masuk Islam).
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa periwayatan hadis ini diikuti pula oleh Abu Usamah, dari Ubaidillah.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Ulama tafsir telah membahas tentang makna mimpi ini, bahwa ungkapan sebelas bintang dimaksudkan adalah saudara-saudara Nabi Yusuf yang jumlah keseluruhannya ada sebelas orang; jumlah anak Nabi Ya'qub ada dua belas orang termasuk Nabi Yusuf. Sedangkan yang dimaksud dengan matahari dan bulan adalah ayah dan ibunya. Hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah, Sufyan As-Sauri, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Takwil mimpi Nabi Yusuf ini baru terealisasi sesudah selang empat puluh tahun kemudian, pendapat lain mengatakan sesudah delapan puluh tahun. Yang demikian itu terjadi ketika Nabi Yusuf mempersilakan kedua orang tuanya untuk menduduki kursi singgasananya, sedangkan semua saudaranya berada di hadapannya.
{وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}
Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf "Wahai ayahku, inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.”(Yusuf: 100)
Di dalam sebuah hadis disebutkan nama bintang-bintang yang sebelas tersebut.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الْكِنْدِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ ظُهَيْرٍ، عَنِ السُّدِّيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، [عَنْ جَابِرٍ] قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مَنْ يَهُودَ يُقَالُ لَهُ: "بُسْتَانَةُ الْيَهُودِيُّ"، فَقَالَ لَهُ: يَا مُحَمَّدُ، أَخْبِرْنِي عَنِ الْكَوَاكِبِ الَّتِي رَآهَا يُوسُفُ أَنَّهَا سَاجِدَةٌ لَهُ، مَا أَسْمَاؤُهَا؟ قَالَ: فَسَكَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاعَةً فَلَمْ يُجِبْهُ بِشَيْءٍ، وَنَزَلَ [عَلَيْهِ] جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَأَخْبَرَهُ بِأَسْمَائِهَا. قَالَ: فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ فَقَالَ: "هَلْ أَنْتَ مُؤْمِنٌ إِنْ أَخْبَرْتُكَ بِأَسْمَائِهَا؟ " فَقَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "خَرْتَانِ والطارِقُ، والذَّيَّال وَذُو الكَنَفَات، وَقَابِسٌ، ووَثَّاب، وعَمُودَان، والْفَيلَقُ، والمُصَبِّحُ، والضَّرُوحُ، وَذُو الْفَرْغِ، والضِّيَاُء، والنُّور"، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: إيْ وَاللَّهِ، إِنَّهَا لَأَسْمَاؤُهَا.
telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Zahir, dari As-Saddi, dari Abdur Rahman ibnu Sabit dari Jabir yang menceritakan bahwa seorang Yahudi yang dikenal dengan nama Bustanah datang menghadap Nabi Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku bintang-bintang yang dilihat oleh Yusuf dalam mimpinya bersujud kepadanya, apa sajakah nama-nama bintang-bintang tersebut?" Rasulullah Saw. diam sesaat, tidak men­jawab sepatah kata pun. Lalu Jibril a.s. turun dan menceritakan kepada Nabi Saw. semua nama bintang itu. Maka Nabi Saw. menyuruh agar lelaki Yahudi itu dipanggil menghadap. Setelah lelaki Yahudi itu sampai, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah engkau mau beriman jika aku sebutkan kepadamu nama bintang-bintang itu?" Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jiryan, Tariq, Zayyal, Zul Kanfat, Qabis, Wassab, 'Amudan, Faliq, Misbah, Daruh, Zul Farag, Diya, dan Nur. Lelaki Yahudi itu berkata, "Memang benar, demi Allah, itulah nama bintang-bintang tersebut."
Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya melalui hadis Sa'id ibnu Mansur, dari Al-Hakam ibnu Zahir.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh dua orang Hafiz, yaitu Abu Ya'la Al-Mausuli dan Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab Musnad masing-masing, juga oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya. Adapun menurut riwayat Abu Ya’la, maka ia menceritakannya dari empat orang gurunya, dari Al-Hakam ibnu Zahir, dengan sanad yang sama. Di dalam riwayatnya ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"لَمَّا رَآهَا يُوسُفُ قَصّها عَلَى أَبِيهِ يَعْقُوبَ، فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ: هَذَا أَمْرٌ مُتَشَتَّتٌ يَجْمَعُهُ اللَّهُ مِنْ بَعْدُ؛ قَالَ: وَالشَّمْسُ أَبُوهُ، وَالْقَمَرُ أُمُّهُ"
Setelah Yusuf melihat mimpinya itu dan ia menceritakannya kepada ayahnya Ya’qub, maka Ya’qub berkata kepadanya, "Ini merupakan suatu perkara yang berpecah belah, lalu Allah menghimpunkannya kembali sesudah itu.” Matahari adalah ayahnya, sedangkan bulan adalah ibunya.
Hal ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir Al-Fazzari. Para imam menilainya daif dan banyak ulama yang tidak memakai hadisnya. Al-Jauzani mengatakan bahwa hal itu tidak benar, dia adalah pemilik hadis yang hasan. Kemudian ia menceritakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jabir, bahwa seorang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang nama bintang-bintang yang dilihat oleh Nabi Yusuf dalam mimpinya, yakni apakah nama bintang-bintang tersebut. Lalu Nabi Saw. menjawabnya. Kemudian ia menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir yang dinilai daif oleh Arba'ah.

Yusuf, ayat 5

{قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ (5) }

Ayahnya berkata "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”

Allah Swt. menyebutkan tentang perkataan Nabi Ya'qub kepada anaknya —yaitu Nabi Yusuf— setelah Yusuf menceritakan kepadanya apa yang telah dilihatnya dalam mimpinya itu. Mimpi itu berarti bahwa kelak semua saudara Yusuf akan tunduk dan menghormatinya dengan penghormatan yang sangat besar; karena kelak mereka akan bersujud kepadanya demi menghormati, mengagungkan, dan memuliakannya. Maka Ya'qub merasa khawatir bila Yusuf menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, karena mereka pasti akan merasa dengki terhadapnya, lalu mereka akan membuat tipu daya untuk membinasakannya. Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا}
Janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk mem­binasakan)mu. (Yusuf: 5)
Yakni niscaya mereka akan membuat makar dan tipu daya terhadapmu untuk membinasakan dirimu.
Di dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلْيُحَدِّثْ بِهِ، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فليتحوَّل إِلَى جَنْبِهِ الْآخَرِ وَلْيَتْفُلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا، وَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا، وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا، فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ"
Apabila seseorang di antara kalian melihat (dalam mimpinya) sesuatu yang disukainya, hendaklah ia membicarakannya. Dan apabila ia melihat sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia beralih ke sisi yang lain (dalam tidurnya), lalu hendaklah ia meludah ke arah kirinya sebanyak tiga kali dan hendaklah ia minta perlindungan kepada Allah dari kejahatan mimptnya itu, dan janganlah ia membicarakannya kepada seorang pun; maka sesungguhnya mimpi buruknya itu tidak akan membahayakannya.
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan sebagian penulis kitab Sunan disebutkan melalui riwayat Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبر، فَإِذَا عُبرت وَقَعَتْ"
Mimpi itu merupakan bayangan bagi seseorang selagi dia tidak membicarakannya; apabila dia membicarakannya, maka akan menjadi kenyataan.
Dari pengertian hadis ini dapat disimpulkan, hendaklah seseorang menyembunyikan nikmat kabar gembira melalui mimpinya itu sebelum menjadi kenyataan, seperti yang disebutkan di dalam hadis lainnya yang mengatakan:
"اسْتَعِينُوا عَلَى قَضَاءِ الْحَوَائِجِ بِكِتْمَانِهَا، فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ"
Jadikanlah menyembunyikan tujuan sebagai sarana untuk meraih hal-hal yang didambakan, karena sesungguhnya semua orang yang beroleh kenikmatan itu ada yang iri kepadanya.

Yusuf, ayat 6

{وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (6) }

Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Allah Swt. berfirman menceritakan ucapan Ya'qub kepada Yusuf —anaknya— bahwa sebagaimana Tuhanmu telah memilihmu dan memperlihatkan bintang-bintang itu bersama matahari dan bulan yang semuanya bersujud kepadamu.
{وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ}
demikianlah Tuhanmu memilih kamu. (Yusuf: 6)
Yakni memilih dan menyeleksimu untuk menjadi Nabi-Nya.
{وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ}
dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari ta’bir mimpi-mimpi. (Yusuf: 6)
Menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, makna ahadis di sini ialah ta'bir mimpi-mimpi.
{وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ}
dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu. (Yusuf: 6)
yaitu dengan mengutusmu sebagai Rasul-Nya dan menurunkan wahyu­Nya kepadamu. Karena itulah disebutkan dalam ayat selanjutnya:
{كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ}
sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu (yaitu) Ibrahim. (Yusuf: 6)
yang dikenal sebagai Khalilullah atau kekasih Allah.
{وَإِسْحَاقَ}
dan Ishaq. (Yusuf: 6)
Yakni putranya, yang menurut suatu pendapat merupakan anak yang disembelihnya, tetapi pendapat ini bukanlah pendapat yang kuat.
{إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Yusuf: 6)
Artinya, Dia Maha Mengetahui bagaimana meletakkan risalah-Nya, yakni kepada siapakah akan diberikan, seperti yang disebutkan juga dalam ayat lainnya.

Yusuf, ayat 7-8-9-10

{لَقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِلسَّائِلِينَ (7) إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (8) اقْتُلُوا يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ (9) قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ لَا تَقْتُلُوا يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (10) }

Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya. (Yaitu) ketika mereka berkata, "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayah kalian tertumpah kepada kalian saja. dan sesudah itu hendaklah kalian menjadi orang-orang yang baik.” Seorang di antara mereka berkata, "Janganlah kalian bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kalian hendak berbuat.”

Allah Swt. menyebutkan bahwa di dalam kisah Yusuf dan beritanya bersama saudara-saudaranya terkandung pelajaran dan nasihat-nasihat (pesan-pesan kebaikan) bagi orang-orang yang menanyakan tentangnya. Sesungguhnya kisah tersebut merupakan berita yang menakjubkan dan berhak untuk diceritakan.
{إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا}
(Yaitu) ketika mereka berkata, "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri.” (Yusuf: 8)
Mereka bersumpah menurut dugaan mereka, "Demi Allah, sesungguhnya Yusuf dan saudaranya, yakni Bunyamin saudara seibu dan sebapanya:
{أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ}
lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah suatu golongan (yang kuat)." (Yusuf: 8)
Yakni suatu golongan, maka mengapa ayah kita lebih menyukai keduanya daripada kita yang jumlahnya banyak?
{إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. (Yusuf: 8)
Mereka bermaksud bahwa ayah mereka keliru karena lebih memperhatikan keduanya daripada diri mereka, dan kecintaannya kepada keduanya jauh lebih besar daripada kepada mereka.
Perlu diketahui bahwa tidak ada suatu dalil pun yang menunjukkan kenabian saudara-saudara Yusuf. Makna lahiriah konteks ayat ini menunjukkan tidak adanya kenabian pada mereka. Tetapi sebagian ulama menduga bahwa mereka diberi wahyu sesudah peristiwa tersebut. Hanya pendapat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, dan orang yang menduga seperti itu dituntut mengemukakan dalil yang memperkuat pendapatnya. Ternyata mereka yang mengatakan demikian tidak menyebutkan suatu dalil pun kecuali hanya firman Allah Swt.:
{قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ}
Katakanlah (hai orang-orang mukmin), "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya.” (Al-Baqarah: 136)
Dalil ini memang mengandung pengertian ke sana, karena puak-puak Bani Israil dikenal dengan sebutan 'asbat', yang kalau menurut bangsa Arab disebut 'kabilah' dan menurut orang 'Ajam disebut 'bangsa'; disebutkan oleh Allah Swt. bahwa Dia menurunkan wahyu kepada para nabi dari kalangan asbat Bani Israil. Dalam kaitan ini Allah Swt. menyebutkan mereka secara global, karena jumlah mereka cukup banyak. Akan tetapi, masing-masing sibt (pauk) itu adalah keturunan dari saudara-saudara Yusuf, hanya tidak ada suatu dalil pun yang menunjukkan bahwa telah diberikan wahyu kepada saudara-saudara Yusuf itu.
{اقْتُلُوا يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ}
Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja. (Yusuf: 9)
Mereka mengatakan bahwa orang yang menyaingi kalian dalam memperoleh cinta ayah kalian ini harus kalian pisahkan dari ayah kalian agar perhatian ayah kalian hanya tertuju kepada kalian saja. Caranya ialah dengan membunuhnya atau membuangnya ke suatu tempat yang jauh agar kalian terbebas darinya, dan kecintaan ayah kalian hanya tercurah kepada kalian.
وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ
dan sesudah itu hendaklah kalian menjadi orang-orang yang baik (Yusuf: 9)
Mereka berniat akan bertobat sebelum melakukan dosa.
{قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ}
Seorang di antara mereka berkata. (Yusuf: 10)
Qatadah dan Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa saudara Yusuf yang tertua adalah Rubel, dialah yang mengatakan demikian. Menurut As-Saddi, orang yang mengusulkan demikian adalah Yahuza; sedangkan menurut Mujahid adalah Syam'un As-Safa.
{لَا تَقْتُلُوا يُوسُفَ}
Janganlah kalian bunuh Yusuf. (Yusuf: 10)
Maksudnya, permusuhan dan kebencian kalian terhadap Yusuf jangan sampai mendorong kalian untuk membunuhnya. Padahal mereka tidak mempunyai jalan untuk membunuhnya, karena Allah Swt. telah meng­hendaki suatu urusan baginya yang harus dilaksanakan dan disempurnakan buatnya, yaitu akan menjadikannya sebagai nabi, menurunkan wahyu kepadanya, serta menjadikannya berkedudukan kuat dan berkuasa di negeri Mesir. Maka Allah memalingkan mereka dari niatnya dan menjadikan mereka mengikuti apa yang dikatakan oleh Rubel. Rubel menyarankan, sebaiknya mereka melemparkan Yusuf ke dasar suatu sumur.
Qatadah mengatakan bahwa sumur itu terdapat di kota Baitul Maqdis.
{يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ}
supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir. (Yusuf: 10)
Yakni para musafir yang lewat, sehingga pada akhirnya mereka terbebas dari Yusuf dan tidak perlu membunuhnya lagi.
{إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ}
jika kalian hendak berbuat. (Yusuf: 10)
Yaitu jika kalian bertekad akan melaksanakan apa yang kalian katakan.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa sesungguhnya mereka telah bersepakat untuk melakukan suatu dosa tiesar, yaitu memutuskan hubungan silaturahmi, menyakiti orang tua, dan tidak mengasihi anak kecil yang tidak berdosa; juga tidak kasihan kepada orang tuanya yang telah berusia lanjut yang seharusnya dilayani, dihormati, dan diutamakan oleh mereka. Perbuatan itu sangat besar dosanya di sisi Allah karena selain itu juga berarti memisahkan antara orang tua dan anaknya yang masih membutuhkan curahan kasih sayang orang tua; sehingga kewajiban orang tua mereka menjadi terhalang karena perbuatan mereka yang memisahkan antara orang tua dan anak yang dikasihinya yang masih lemah, karena usianya masih kecil dan masih membutuhkan curahan kasih sayang serta ketenangan dari orang tuanya. Semoga Allah mengampuni mereka, Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. Sesungguhnya mereka menanggung suatu penderitaan yang sangat besar. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim melalui jalur Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar.

No comments

Tafsir Jalalain

Tafsir Ibnu Katsir

Back to top