Muslim Notebook Header Ads

004. Surat An-Nisa Ayat 053 - 076 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook


An-Nisa, ayat 53-55

أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذاً لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيراً (53) أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلى مَا آتاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ فَقَدْ آتَيْنا آلَ إِبْراهِيمَ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْناهُمْ مُلْكاً عَظِيماً (54) فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ صَدَّ عَنْهُ وَكَفى بِجَهَنَّمَ سَعِيراً (55)

Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia, ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada manusia itu? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu) ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) dari beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinya.

Allah Swt. telah berfirman:


{أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ}

Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan? (An-Nisa: 53)

Istifham atau kata tanya dalam ayat ini menunjukkan makna istifham ingkari (kata tanya yang negatif), yakni mereka tidak memperoleh bagian dari kerajaan itu.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan sifat mereka yang kikir melalui firman berikutnya, yaitu:


{فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا}

Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia. (An-Nisa: 53)

Karena sekalipun mereka memperoleh bagian dari kerajaan itu dan kekuasaan, niscaya mereka tidak akan memberikan suatu kebajikan pun kepada orang lain, terlebih lagi kepada Nabi Muhammad Saw. Yang dimaksud dengan naqir ialah secuil tembaga yang ada di dalam sebuah biji, menurut pendapat Ibnu Abbas dan kebanyakan ulama. Ayat ini semakna dengan ayat Lain, yaitu firman-Nya:


قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذاً لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْإِنْفاقِ

Katakanlah, "Seandainya kalian menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kalian tahan, karena takut membelanjakannya." (Al-Isra: 100)

Dengan kata lain, karena kalian merasa takut perbendaharaan yang ada di tangan kalian itu akan habis, padahal perbendaharaan rahmat Allah itu tidak ada habis-habisnya. Sesungguhnya sikap demikian itu hanyalah terdorong oleh sikap kikir dan sikap pelit kalian sendiri. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


وَكانَ الْإِنْسانُ قَتُوراً

Dan adalah manusia itu sangat kikir. (Al-Isra: 100)
*******************

Kemudian Allah Swt. berfirman:


أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلى مَا آتاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada manusia itu? (An-Nisa: 54)

Yakni dengki mereka kepada Nabi Muhammad Saw. yang telah dianugerahi kenabian yang besar oleh Allah Swt. Hal yang menghambat mereka untuk percaya kepada Nabi Muhammad Saw. ialah rasa dengki mereka terhadapnya, mengingat Nabi Saw. dari kalangan. bangsa Arab, bukan dari kalangan Bani Israil.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Yahya Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami Qais ibnur Rabi', dari As-Saddi, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: ataukah mereka dengki kepada manusia. (An-Nisa: 54), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan manusia adalah kami (bangsa Arab), bukan orang lain.
*******************

Allah Swt. berfirman:


فَقَدْ آتَيْنا آلَ إِبْراهِيمَ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْناهُمْ مُلْكاً عَظِيماً

Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (An-Nisa: 54)

Dengan kata lain, sesungguhnya Kami menjadikan kenabian di kalangan keturunan Israil (Nabi Ya'qub) yang juga merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim. Kami turunkan kepada mereka kitab-kitab, dan mereka berkuasa di kalangan kaumnya dengan memakai sunnah-sunnah (yakni hikmah), dan Kami jadikan raja-raja di antara mereka (nabi-nabi Bani Israil). Sekalipun demikian, di antara mereka ada yang beriman kepada anugerah dan nikmat ini, ada pula yang ingkar dan kafir kepadanya serta berpaling darinya, berupaya menghalang-halangi manusia untuk beriman kepadanya. Padahal nabi mereka dari kalangan mereka dan dari bangsa mereka sendiri (yakni Bani Israil), tetapi mereka menentangnya. Maka terlebih lagi terhadap kamu, hai Muhammad, yang bukan dari kalangan Bani Israil.
Mujahid mengatakan bahwa di antara mereka ada yang beriman kepadanya (yakni Nabi Muhammad Saw.), ada pula yang ingkar (kafir) kepadanya. Maka orang-orang yang kafir dari kalangan mereka sudah pasti lebih mendustakan kamu dan lebih jauh dari hidayah serta perkara hak yang jelas yang diturunkan kepadamu.
Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah Swt. mengancam mereka melalui firman-Nya:


{وَكَفَى بِجَهَنَّمَ سَعِيرًا}

Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala api-nya. (An-Nisa: 55)

Cukuplah neraka Jahannam sebagai siksaan buat mereka atas kekafiran dan keingkaran mereka serta'sikap menantang mereka terhadap kitab-kitab Allah dan rasul-rasul-Nya.


An-Nisa, ayat 56-57

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآياتِنا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّما نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْناهُمْ جُلُوداً غَيْرَها لِيَذُوقُوا الْعَذابَ إِنَّ اللَّهَ كانَ عَزِيزاً حَكِيماً (56) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خالِدِينَ فِيها أَبَداً لَهُمْ فِيها أَزْواجٌ مُطَهَّرَةٌ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلاًّ ظَلِيلاً (57)

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.

Allah Swt. menceritakan perihal siksaan-Nya di dalam neraka Jahannam terhadap orang-orang yang ingkar kepada ayat-ayat-Nya dan kafir kepada rasul-rasul-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami. (An-Nisa: 56), hingga akhir ayat.

Maksudnya, Kami akan masukkan mereka ke dalam neraka yang meliputi semua tubuh dan anggota mereka.
Kemudian Alah Swt. menceritakan perihal kekekalan siksa dan pembalasan yang mereka terima. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ}

Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. (An-Nisa: 56), hingga akhir ayat.

Menurut riwayat Al-A'masy, dari Ibnu Umar, apabila kulit mereka terbakar, maka kulit itu diganti lagi dengan kulit yang lain berwarna putih seperti kertas (kapas). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
Yahya ibnu Yazid Al-Hadrami mengatakan, telah sampai kepadanya sehubungan dengan makna ayat ini suatu penafsiran yang mengatakan bahwa dijadikan bagi orang kafir seratus macam kulit, di antara dua kulit ada sejenis siksaannya sendiri. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Husain Al-Ju'fi, dari Zaidah, dari Hisyam, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: Setiap kali kulit mereka hangus. (An-Nisa: 56) Dalam waktu sehari kulit mereka terbakar hangus sebanyak tujuh puluh ribu kali.
Dalam sanad hadis ini sesudah Husain ditambahkan Fudail, dari Hisyam, dari Al-Hasan, sehubungan dengan firman-Nya: Setiap kali kulit mereka hangus. (An-Nisa: 56) Dikatakan kepada mereka, "Kembalilah seperti semula!" Maka kulit mereka kembali seperti semula.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah diriwayatkan dari Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya (yakni As-Sa'dani), telah menceritakan kepada kami Nafi' maula Yusuf As-Sulami Al-Basri, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki membacakan ayat berikut di hadapan Khalifah Umar, yaitu firman-Nya: Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan yang lain. (An-Nisa: 56) Maka Umar berkata, "Ulangi lagi bacaanmu untukku!" Lalu lelaki itu mengulangi bacaan ayat tersebut. Maka Mu'az ibnu Jabal berkata, "Aku mempunyai tafsir ayat ini, kulit mereka diganti seratus kali setiap saatnya." Maka Umar berkata, "Hal yang sama pernah kudengar dari Rasulullah Saw."
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, dari Abdan ibnu Muhammad Al-Marwazi, dari Hisyam ibnu Ammar dengan lafaz yang sama.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula dengan lafaz yang Lain dari jalur yang lain. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Imran, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Farukh, telah menceritakan kepada kami Nafi' Abu Hurmuz, telah menceritakan kepada kami Nafi’, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa seorang lelaki membacakan ayat ini di hadapan Khalifah Umar, yaitu firman-Nya: Setiap kali kulit mereka hangus. (An-Nisa: 56), hingga akhir ayat. Maka Umar berkata, "Ulangi lagi bacaanmu untukku," saat itu di tempat tersebut terdapat Ka'b. Maka Ka'b berkata, "Wahai Amirul Mukminin, aku mempunyai tafsir ayat ini, aku pernah membacanya sebelum masuk Islam." Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Umar berkata, "Hai Ka'b, coba sebutkan. Jika yang kamu sebutkan itu sama dengan apa yang pernah kudengar dari Rasulullah Saw., maka aku membenarkanmu (percaya kepadamu); dan jika tidak, maka kami tidak menganggapnya." Ka'b menjawab, "Sesungguhnya aku telah membacanya sebelum masuk Islam, yaitu setiap kali kulit mereka hangus, maka Kami gantikan dengan kulit yang lain dalam satu saat sebanyak seratus dua puluh satu kali gantian." Maka Umar berkata, "Hal yang sama pernah kudengar dari Rasulullah Saw."
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, telah disebutkan di dalam kitab yang terdahulu bahwa kulit seseorang di antara mereka tebalnya empat puluh hasta, gigi mereka panjangnya empat puluh hasta, dan perut mereka saking besarnya seandainya ditaruh di dalamnya sebuah gunung, niscaya dapat memuatnya. Apabila api neraka membakar hangus kulit mereka, maka kulit itu diganti lagi dengan kulit yang lain. Di dalam hadis lain disebutkan hal yang lebih jelas daripada ini.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى الطَّوِيلُ، عَنْ أَبِي يَحْيَى الْقَتَّاتِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَعْظُمُ أَهْلُ النَّارِ فِي النَّارِ، حَتَّى إِنَّ بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِ أَحَدِهِمْ إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةَ سَبْعِمِائَةِ عَامٍ، وَإِنَّ غِلَظَ جِلْدِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا، وَإِنَّ ضِرْسَهُ مِثْلَ أُحُدٍ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Tawil, dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tubuh ahli neraka di dalam neraka menjadi besar, hingga saking besarnya jarak antara bagian bawah telinga seseorang di antara mereka sampai ke pundaknya sama dengan jarak perjalanan seratus tahun. Dan sesungguhnya tebal kulitnya adalah tujuh puluh hasta, dan sesungguhnya besar gigi kunyahnya adalah seperti Bukit Uhud.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid dari segi sanad ini.
Menurut pendapat Lain, yang dimaksud dengan firman-Nya: Setiap kali kulit mereka hangus. (An-Nisa: 56) Yakni baju-baju kurung mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Tetapi pendapat ini lemah, mengingat bertentangan dengan makna lahiriah ayat.
*******************

Firman Allah Swt.:


وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خالِدِينَ فِيها أَبَداً

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya. (An-Nisa: 57)

Hal ini menceritakan perihal tempat kembali orang-orang yang berbahagia di dalam surga 'Adn yang di dalamnya mengalir sungai-sungai di semua lembahnya, dan berbagai tempatnya menurut apa yang mereka kehendaki dan di mana pun yang mereka kehendaki, sedangkan mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya; mereka tidak akan pindah, tidak akan dipindahkan, serta tidak ingin pindah darinya.
*******************

Firman Allah Swt.:


لَهُمْ فِيها أَزْواجٌ مُطَهَّرَةٌ

mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci. (An-Nisa: 57)

Yaitu suci dari haid, nifas, dan segala penyakit, akhlak-akhlak yang buruk dan sifat-sifat yang kurang. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud ialah suci dari semua kotoran dan penyakit. Hal yang sama dikatakan oleh Ata, Al-Hasan, Ad-Dahhak, An-Nakha'i, Abu Saleh, Atiyyah, dan As-Saddi.
Mujahid mengatakan makna yang dimaksud ialah suci dari air seni, haid, dahak, ludah, mani, dan anak (yakni tidak beranak).
Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah suci dari penyakit, dosa-dosa, dan tiada haid serta tiada beban.
*******************

Firman Alah Swt.:


وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيلًا

dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (An-Nisa: 57)

Yakni naungan yang teduh, rindang, wangi lagi indah sekali.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ -وَحَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ابْنُ جَعْفَرٍ -قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الضَّحَّاكِ يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ لَشَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظِلِّهَا مِائَةَ عَامٍ لَا يَقْطَعُهَا، شَجَرَةُ الْخُلْدِ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Ja'far; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ad-Dahhak menceritakan hadis berikut dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon —bila seorang yang berkendaraan menempuh sepanjang naungannya selama seratus tahun, masih belum melewatinya— yaitu pohon khuldi.


An-Nisa, ayat 58

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَماناتِ إِلى أَهْلِها وَإِذا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كانَ سَمِيعاً بَصِيراً (58)

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia memerintahkan agar amanat-amanat itu disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
Di dalam hadis Al-Hasan, dari Samurah, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"أَدِّ الْأَمَانَةِ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ، وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ"

Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang mempercayaimu, dan janganlah kamu berkhianat terhadap orang yang berkhianat kepadamu.

Hadis riwayat Imam Ahmad dan semua pemilik kitab sunan. Makna hadis ini umum mencakup semua jenis amanat yang diharuskan bagi manusia menyampaikannya.
Amanat tersebut antara lain yang menyangkut hak-hak Allah Swt. atas hamba-hamba-Nya, seperti salat, zakat, puasa, kifarat, semua jenis nazar, dan lain sebagainya yang semisal yang dipercayakan kepada seseorang dan tiada seorang hamba pun yang melihatnya. Juga termasuk pula hak-hak yang menyangkut hamba-hamba Allah sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, seperti semua titipan dan lain-lainnya yang merupakan subjek titipan tanpa ada bukti yang menunjukkan ke arah itu. Maka Allah Swt. memerintahkan agar hal tersebut ditunaikan kepada yang berhak menerimanya. Barang siapa yang tidak melakukan hal tersebut di dunia, maka ia akan dituntut nanti di hari kiamat dan dihukum karenanya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"لَتُؤَدَّنَّ الْحُقُوقُ إِلَى أَهْلِهَا، حَتَّى يُقْتَصَّ لِلشَّاةِ الْجَمَّاءِ مِنَ الْقَرْنَاءِ"

Sesungguhnya semua hak itu benar-benar akan disampaikan kepada pemiliknya. hingga kambing yang tidak bertanduk diperintahkan membalas terhadap kambing yang bertanduk (yang dahulu di dunia pernah menyeruduknya).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Abdullah ibnus Saib, dari Zazan, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Sesungguhnya syahadat itu menghapus semua dosa kecuali amanat." Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa di hari kiamat kelak seseorang diajukan (ke hadapan peradilan Allah). Jika lelaki itu gugur di jalan Allah, dikatakan kepadanya, "Tunaikanlah amanatmu." Maka lelaki itu menjawab, "Bagaimana aku akan menunaikannya, sedangkan dunia telah tiada?" Maka amanat menyerupakan dirinya dalam bentuk sesuatu yang terpadat di dalam dasar neraka Jahannam. Maka lelaki itu turun ke dasar neraka, lalu memikulnya di atas pundaknya. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa setiap kali ia mengangkat amanat itu, maka amanat itu terjatuh dari pundaknya, lalu ia pun ikut terjatuh ke dasar neraka; begitulah selama-lamanya. Zazan mengatakan bahwa lalu ia datang menemui Al-Barra ibnu Azib dan menceritakan hal tersebut kepada Al-Barra. Maka Al-Barra mengatakan, "Benarlah apa yang dikatakan oleh saudaraku." Lalu ia membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58)
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa amanat ini bermakna umum dan wajib ditunaikan terhadap semua orang, baik yang bertakwa maupun yang durhaka.
Muhammad ibnul Hanafiyah mengatakan bahwa amanat ini umum pengertiannya menyangkut bagi orang yang berbakti dan orang yang durhaka.
Abul Aliyah mengatakan bahwa amanat itu ialah semua hal yang mereka diperintahkan untuk melakukannya dan semua hal yang dilarang mereka mengerjakannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Al-A'masy, dari Abud-Duha, dari Masruq yang mengatakan bahwa Ubay ibnu Ka'b pernah mengatakan, "Termasuk ke dalam pengertian amanat ialah memelihara farji bagi seorang wanita."
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa wanita termasuk amanat yang menyangkut antara kamu dan orang lain.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58) Termasuk ke dalam pengertian amanat ini ialah nasihat sultan kepada kaum wanita, yakni pada hari raya.
Kebanyakan Mufassirin menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah. Nama Abu Talhah ialah Abdullah ibnu Abdul Uzza ibnu Usman ibnu Abdud Dar ibnu Qusai ibnu Kitab Al-Qurasyi Al-Abdari, pengurus Ka'bah. Dia adalah saudara sepupu Syaibah ibnu Usman ibnu Abu Talhah yang berpindah kepadanya tugas pengurusan Ka'bah hingga turun-temurun ke anak cucunya sampai sekarang.
Usman yang ini masuk Islam dalam masa perjanjian gencatan senjata antara Perjanjian Hudaibiyah dan terbukanya kota Mekah. Saat itu ia masuk Islam bersama Khalid ibnul Walid dan Amr ibnul As. Pamannya bernama Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah, ia memegang panji pasukan kaum musyrik dalam Perang Uhud, dan terbunuh dalam peperangan itu dalam keadaan kafir.
Sesungguhnya kami sebutkan nasab ini tiada lain karena kebanyakan Mufassirin kebingungan dengan nama ini dan nama itu (yakni antara Usman ibnu Abu Talhah pengurus Ka'bah dan Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah yang mati kafir dalam Perang Uhud).
Penyebab turunnya ayat ini berkaitan dengan Usman tersebut ialah ketika Rasulullah Saw. mengambil kunci pintu Ka'bah dari tangannya pada hari kemenangan atas kota Mekah, kemudian Rasulullah Saw. mengembalikan kunci itu kepadanya (setelah ayat ini diturunkan).
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan perang kemenangan atas kota Mekah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Abu Saur, dari Safiyyah binti Syaibah, bahwa ketika Rasulullah Saw. turun di Mekah, semua orang tenang. Maka beliau Saw. keluar hingga sampai di Baitullah, lalu melakukan tawaf di sekelilingnya sebanyak tujuh kali dengan berkendaraan, dan beliau mengusap rukun Hajar Aswad dengan tongkat yang berada di tangannya.
Seusai tawaf, beliau memanggil Usman ibnu Talhah, lalu mengambil kunci pintu Ka'bah darinya. Kemudian pintu Ka'bah dibukakan untuk Nabi Saw., lalu Nabi Saw. masuk ke dalamnya. Ketika berada di dalam beliau melihat patung burung merpati yang terbuat dari kayu, maka beliau mematahkan patung itu dengan tangannya, lalu membuangnya. Setelah itu beliau berhenti di pintu Ka'bah, sedangkan semua orang dalam keadaan tenang dan diam dengan penuh hormat kepada Nabi Saw.; semuanya berada di masjid.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa salah seorang Ahlul Ilmi telah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah Saw. bersabda ketika berdiri di depan pintu Ka'bah:


«لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، أَلَا كُلُّ مَأْثُرَةٍ أَوْ دَمٍ أَوْ مَالٍ يُدْعَى فَهُوَ تَحْتَ قَدَمَيَّ هَاتَيْنِ، إِلَّا سِدَانَةَ الْبَيْتِ وَسِقَايَةَ الْحَاجِّ»

Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Dia telah menunaikan janji-Nya kepada hamba-Nya, dan telah menolong hamba-Nya dan telah mengalahkan pasukan yang bersekutu sendirian. Ingatlah, semua dendam atau darah atau harta yang didakwakan berada di bawah kedua telapak kakiku ini, kecuali jabatan Sadanatul Ka'bah (pengurus Ka'bah) dan Siqayalut Haj (pemberi minum jamaah haji).

Ibnu Ishaq melanjutkan kisah hadis sehubungan dengan khotbah Nabi Saw. pada hari itu, hingga ia mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw. duduk di masjid. Maka menghadaplah kepadanya Ali ibnu Abu Talib seraya membawa kunci pintu Ka'bah. Lalu Ali berkata, "Wahai Rasulullah, serahkan sajalah tugas ini kepada kami bersama jabatan siqayah, semoga Allah melimpahkan salawat kepadamu."
Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Di manakah Usman ibnu Talhah?" Lalu Usman dipanggil. Setelah ia menghadap, Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:


"هَاكَ مِفْتَاحَكَ يَا عُثْمَانُ، الْيَوْمُ يَوْمُ وَفَاءٍ وَبِرٍّ"

Inilah kuncimu, hai Usman, hari ini adalah hari penyampaian amanat dan kebajikan.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Usman ibnu Talhah. Rasulullah Saw. mengambil kunci pintu Ka'bah darinya, lalu beliau masuk ke dalam Ka'bah; hal ini terjadi pada hari kemenangan atas kota Mekah. Setelah itu beliau Saw. keluar dari dalam Ka'bah seraya membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58), hingga akhir ayat. Lalu Rasulullah Saw. memangggil Usman dan menyerahkan kepadanya kunci tersebut.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. keluar dari dalam Ka'bah seraya membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58) Maka Umar ibnul Khattab berkata, "Semoga Allah menjadikan ayah dan ibuku sebagai tebusan beliau. Aku tidak pernah mendengar beliau membaca ayat ini sebelumnya."
Telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Az-Zunji-ibnu Khalid, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa Nabi Saw. menyerahkan kunci pintu Ka'bah kepada Usman seraya berkata, "Bantulah dia oleh kalian (dalam menjalankan tugasnya sebagai hijabatul bait)."
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58) Ketika Rasulullah Saw. membuka kota Mekah, beliau memanggil Usman ibnu Talhah. Setelah Usman menghadap, beliau bersabda, "Berikanlah kunci itu kepadaku." Lalu Usman ibnu Talhah mengambil kunci itu untuk diserahkan kepada Nabi Saw. Ketika ia mengulurkan tangannya kepada Nabi Saw., maka Al-Abbas datang menghampirinya dan berkata, "Wahai Rasulullah, semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, berikanlah jabatan sadanah ini bersama jabatan siqayah kepadaku." Maka Usman menarik kembali tangannya, dan Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Usman, serahkanlah kunci itu kepadaku." Maka Usman mengulurkan tangannya untuk menyerahkan kunci. Tetapi Al-Abbas mengucapkan kata-katanya yang tadi, dan Usman kembali menarik tangannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: "Hai Usman, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, serahkanlah kunci itu." Maka Usman berkata, "Terimalah dengan amanat dari Allah." Rasulullah Saw. berdiri dan membuka pintu Ka'bah, dan di dalamnya beliau menjumpai patung Nabi Ibrahim a.s. sedang memegang piala yang biasa dipakai untuk mengundi. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


«مَا لِلْمُشْرِكِينَ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ، وَمَا شَأْنُ إِبْرَاهِيمَ وَشَأْنُ الْقِدَاحِ»

Apakah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik ini, semoga Allah melaknat mereka, dan apakah kaitannya antara Nabi Ibrahim dengan piala ini?

Kemudian Nabi Saw. meminta sebuah panci besar yang berisikan air, lalu beliau mengambil air itu dan memasukkan piala itu ke dalamnya berikut patung tersebut. Lalu beliau mengeluarkan maqam Ibrahim dari dalam Ka'bah, kemudian menempelkannya pada dinding Ka'bah. Pada mulanya maqam Ibrahim ditaruh di dalam Ka'bah. Setelah itu beliau bersabda:


«يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَذِهِ الْقِبْلَةُ»

Hai manusia, inilah kiblat!

Selanjutnya Rasulullah Saw. keluar, lalu melakukan tawaf di Ka'bah sekali atau dua kali keliling. Menurut apa yang disebutkan oleh pemilik kitab Bardul Miftah, setelah itu turunlah Malaikat Jibril. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58), hingga akhir ayat.
Demikian menurut riwayat yang terkenal, yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut. Pada garis besarnya tidak memandang apakah ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut atau tidak, makna ayat adalah umum. Karena itulah Ibnu Abbas dan Muhammad ibnul Hanafiyah mengatakan bahwa amanat ini menyangkut orang yang berbakti dan orang yang durhaka. Dengan kata lain, bersifat umum merupakan perintah terhadap semua orang.
*******************

Firman Allah Swt.:


وَإِذا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. (An-Nisa: 58)

Hal ini merupakan perintah Allah Swt. yang menganjurkan menetapkan hukum di antara manusia dengan adil. Karena itulah maka Muhammad ibnu Ka'b, Zaid ibnu Aslam, dan Syahr ibnu Hausyab mengatakan bahwa ayat ini diturunkan hanya berkenaan dengan para umara, yakni para penguasa yang memutuskan perkara di antara manusia. Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"إِنِ اللَّهَ مَعَ الْحَاكِمِ مَا لَمْ يَجُرْ، فَإِذَا جَارَ وَكَلَهُ إِلَى نَفْسِهِ"

Sesungguhnya Allah selalu bersama hakim selagi ia tidak aniaya; apabila ia berbuat aniaya dalam keputusannya, maka Allah menyerahkan dia kepada dirinya sendiri (yakni menjauh darinya).

Di dalam sebuah atsar disebutkan:
«عَدْلُ يَوْمٍ كَعِبَادَةِ أَرْبَعِينَ سَنَةً»

Berbuat adil selama sehari lebih baik daripada melakukan ibadah empat puluh tahun.
*******************

Firman Allah Swt.:


إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. (An-Nisa: 58)

Allah memerintahkan kepada kalian untuk menyampaikan amanat-amanat tersebut dan memutuskan hukum dengan adil di antara manusia serta lain-lainnya yang termasuk perintah-perintah-Nya dan syariat-syariat-Nya yang sempurna lagi agung dan mencakup semuanya.
*******************

Firman Allah Swt.:


إِنَّ اللَّهَ كانَ سَمِيعاً بَصِيراً

Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An-Nisa: 58)

Maha mendengar semua ucapan kalian lagi Maha Melihat semua perbuatan kalian.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ أَبِي الْخَيْرِ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُقْرِئُ هَذِهِ الْآيَةَ {سَمِيعًا بَصِيرًا} يَقُولُ: بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Abdulah ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abul Khair, dari Uqbah ibnu Amir yang menceritakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw. sedang membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An-Nisa: 58) Lalu beliau Saw. bersabda: Maha Melihat segala sesuatu.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya Al-Qazwaini, telah menceritakan kepada kami Al-Muqri (yakni Abu Abdur Rahman Abdullah ibnu Yazid), telah menceritakan kepada kami Harmalah (yakni Ibnu Imran), bahwa At-Tajibi Al-Masri pernah menceritakan bahwa dia mendengar hadis ini dari Yunus yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An-Nisa: 58) Abu Hurairah meletakkan jari jempolnya pada telinganya, sedangkan jari yang berikutnya ia letakkan pada matanya, lalu ia berkata bahwa demikianlah yang pernah ia lihat dari Rasulullah Saw. ketika membaca ayat ini, lalu beliau Saw. meletakkan kedua jarinya pada kedua anggota tersebut (telinga dan mata). Abu Zakaria mengatakan bahwa Al-Muqri memperagakannya kepada kami. Kemudian Abu Zakaria meletakkan jari jempolnya yang kanan pada mata kanannya dan jari berikutnya pada telinga kanannya. Lalu ia mengatakan, "Al-Muqri memperagakan seperti ini kepada kami."
Imam Abu Daud, Imam Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, Imam Hakim di dalam kitab mustadraknya. dan Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsimya telah meriwayatkan melalui hadis Abu Abdur Rahman Al-Muqri berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Abu Yunus yang disebutkan di dalam sanad hadis ini adalah maula Abu Hurairah r.a., nama aslinya adalah Sulaim ibnu Jubair.


An-Nisa, ayat 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً (59)

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Ra-sul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Hajaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Ibnu Juraij, dari Ya'la ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kalian. (An-Nisa: 59) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Huzafah ibnu Qais ibnu Addi ketika ia diutus oleh Rasulullah Saw. untuk memimpin suatu pasukan khusus.
Hal yang sama diketengahkan oleh jamaah lainnya, kecuali Imam Ibnu Majah, melalui hadis Hajaj ibnu Muhammad Al-A'war. Imam Turmuzi mengatakan hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya kecuali melalui hadis Ibnu Juraij.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً، وَاسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ، فَلَمَّا خَرَجُوا وَجَد عَلَيْهِمْ فِي شَيْءٍ. قَالَ: فَقَالَ لَهُمْ: أَلَيْسَ قَدْ أَمَرَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطِيعُونِي؟ قَالُوا: بَلَى، قَالَ: اجْمَعُوا  لِي حَطَبًا. ثُمَّ دَعَا بِنَارٍ فَأَضْرَمَهَا فِيهِ، ثُمَّ قَالَ: عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ لَتَدْخُلُنَّهَا. [قَالَ: فَهَمَّ الْقَوْمُ أَنْ يَدْخُلُوهَا] قَالَ: فَقَالَ لَهُمْ شَابٌّ مِنْهُمْ: إِنَّمَا فَرَرْتُمْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ النَّارِ، فَلَا تَعْجَلُوا حَتَّى تَلْقَوْا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّ أَمَرَكُمْ أَنْ تَدْخُلُوهَا فَادْخُلُوهَا. قَالَ: فَرَجَعُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرُوهُ، فَقَالَ لَهُمْ: "لَوْ دَخَلْتُمُوهَا مَا خَرَجْتُمْ مِنْهَا أَبَدًا؛ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Sa'd ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan suatu pasukan khusus, dan mengangkat menjadi panglimanya seorang lelaki dari kalangan Ansar. Manakala mereka berangkat, maka si lelaki Ansar tersebut menjumpai sesuatu pada diri mereka. Maka ia berkata kepada mereka, "Bukankah Rasulullah Saw. telah memerintahkan kepada kalian untuk taat kepadaku?" Mereka menjawab, "Memang benar." Lelaki Ansar itu berkata, "Kumpulkanlah kayu bakar buatku." Setelah itu si lelaki Ansar tersebut meminta api, lalu kayu itu dibakar. Selanjutnya lelaki Ansar berkata, "Aku bermaksud agar kalian benar-benar memasuki api itu." Lalu ada seorang pemuda dari kalangan mereka berkata, "Sesungguhnya jalan keluar bagi kalian dari api ini hanyalah kepada Rasulullah. Karena itu, kalian jangan tergesa-gesa sebelum menemui Rasulullah. Jika Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kalian agar memasuki api itu, maka masukilah." Kemudian mereka kembali menghadap Rasulullah Saw. dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka: Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak akan keluar untuk selama-lamanya. Sebenarnya ketaatan itu hanya dalam kebaikan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-A'masy dengan lafaz yang sama.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُسَدَّد، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا نَافِعٌ، عَنْ عَبْدِ الله بن عمر، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ".

Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Nafi', dari Abdullah ibnu Umar, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Tunduk dan patuh diperbolehkan bagi seorang muslim dalam semua hal yang disukainya dan yang dibencinya, selagi ia tidak diperintahkan untuk maksiat. Apabila diperintahkan untuk maksiat, maka tidak boleh tunduk dan tidak boleh patuh.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Yahya Al-Qattan.
Dari Ubadah ibnus Samit, "Kami bersumpah setia kepada Rasulullah Saw. untuk tunduk patuh dalam semua keadaan, baik dalam keadaan semangat ataupun dalam keadaan malas, dalam keadaan sulit ataupun dalam keadaan mudah, dengan mengesampingkan kepentingan pribadi, dan kami tidak akan merebut urusan dari yang berhak menerimanya." Rasulullah Saw. bersabda:


«إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ فِيهِ مِنَ اللَّهِ بُرْهَانٌ»

Terkecuali jika kalian melihat kekufuran secara terang-terangan di kalangan kalian, dan ada bukti dari Allah mengenainya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Di dalam hadis yang lain, dari Anas, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، وَإِنَّ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ»

Tunduk dan patuhlah kalian, sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habsyah yang kepalanya seperti zabibah (anggur kering).
Hadis riwayat Imam Bukhari.
Dari Abu Hurairah r.a. disebutkan:


أَوْصَانِي خَلِيلِي أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيعَ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّع الْأَطْرَافِ

Kekasihku (Nabi Saw.) telah mewasiatkan kepadaku agar aku tunduk dan patuh (kepada pemimpin), sekalipun dia (si pemimpin) adalah budak Habsyah yang cacat anggota tubuhnya (tuna daksa).
Hadis riwayat Imam Muslim.

Dari Ummul Husain. disebutkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. mengatakan dalam khotbah haji wada'-nya:


«وَلَوِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبَدٌ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ، اسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا»

Seandainya seorang budak memimpin kalian dengan memakai pedoman Kitabullah, maka tunduk dan patuhlah kalian kepadanya.
Hadis riwayat Imam Muslim. Menurut lafaz lain yang juga dari Imam Muslim disebutkan:


«عَبْدًا حَبَشِيًّا مَجْدُوعًا»

budak Habsyah yang tuna daksa (cacat anggota tubuhnya).


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ مُسْلِمٍ الطُّوسِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سَيَلِيكُمْ بَعْدِي وُلَاةٌ، فَيَلِيكُمُ الْبَرُّ بِبِرِّهِ، وَيَلِيكُمُ الْفَاجِرُ بِفُجُورِهِ، فَاسْمَعُوا لَهُمْ وَأَطِيعُوا فِي كُلِّ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَصَلُّوا وَرَاءَهُمْ، فَإِنْ أحسنوا فلكم ولهم وإن أساءوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Muslim At-Tusi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Muhammad ibnu Urwah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari Abu Saleh As-Simman, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Kelak sesudahku kalian akan diperintah oleh para pemimpin, maka ada pemimpin yang bertakwa yang memimpin kalian dengan ketakwaannya, dan ada pemimpin durhaka yang memimpin kalian dengan kedurhakaannya. Maka tunduk dan patuhlah kalian kepada mereka dalam semua perkara yang sesuai dengan kebenaran, dan bantulah mereka. Jika mereka berbuat baik, maka kebaikannya bagi kalian dan mereka. Dan jika mereka berbuat buruk, maka baik bagi kalian dan buruk bagi mereka.

Dari Abu Hurairah r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: "أَوْفُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ، وَأَعْطَوْهُمْ حَقَّهُمْ، فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ"

Dahulu umat Bani Israil diperintah oleh nabi-nabi. Manakala seorang nabi meninggal dunia, maka digantikan oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, dan kelak akan ada para khalifah yang banyak. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau perintahkan kepada kami?" Rasulullah Saw. menjawab: Tunaikanlah baiat orang yang paling pertama, lalu yang sesudahnya; dan berikanlah kepada mereka haknya, karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban dari mereka atas kepemimpinannya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Dari Ibnu Abbas r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


«من رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»

Barang siapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu hal yang tidak disukainya, hendaklah ia bersabar. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang memisahkan diri dari jamaah sejauh sejengkal, lalu ia mati, melainkan ia mati dalam keadaan mati Jahiliah.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Dari Ibnu Umar r.a. Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:


«مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»

Barang siapa yang mencabut janji setianya, maka kelak ia akan menghadap kepada Allah tanpa ada yang membelanya. Dan barang siapa yang meninggal dunia, sedangkan pada pundaknya tidak ada suatu baiat pun, maka ia mati dalam keadaan mati Jahiliah. Hadis riwayat Imam Muslim.

Imam Muslim meriwayatkan pula dari Abdur Rahman ibnu Abdu Rabil Ka'bah yang menceritakan hadis berikut:


دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ جَالِسٌ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ، وَالنَّاسُ حَوْلَهُ مُجْتَمِعُونَ عَلَيْهِ، فَأَتَيْتُهُمْ فَجَلَسْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَنَزَلْنَا مَنْزِلًا فَمِنَّا مَنْ يُصْلِحُ خِبَاءَهُ، وَمِنَّا مَنْ يَنْتَضل، وَمِنَّا مَنْ هُوَ فِي جَشَره  إِذْ نَادَى مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ. فَاجْتَمَعْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلَّا كَانَ حَقًا عَلَيْهِ أَنْ يَدُل أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ، وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ، وَإِنَّ أُمَّتَكُمْ هَذِهِ جُعِلَ عَافِيَتُهَا فِي أَوَّلِهَا، وَسَيُصِيبُ آخِرَهَا بَلَاءٌ وَأُمُورٌ تُنْكرونها، وَتَجِيءُ فِتَنٌ يَرفُق بعضُها بَعْضًا، وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ: هَذِهِ مُهْلِكَتِي، ثُمَّ تَنْكَشِفُ وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ: هَذِهِ هَذِهِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ، وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَة يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ، فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُق الْآخَرِ". قَالَ: فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقُلْتُ: أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ أَنْتَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَهْوَى إِلَى أُذُنَيْهِ وَقَلْبِهِ بِيَدَيْهِ وَقَالَ: سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي، فَقُلْتُ لَهُ: هَذَا ابْنُ عَمِّكَ مُعَاوِيَةُ يَأْمُرُنَا أَنْ نَأْكُلَ أَمْوَالَنَا بَيْنَنَا بِالْبَاطِلِ، وَنَقْتُلَ أَنْفُسَنَا، وَاللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} [النِّسَاءِ:29] قَالَ: فَسَكَتَ سَاعَةً ثُمَّ قَالَ: أَطِعْهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ، وَاعْصِهِ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ

ia masuk ke dalam masjid, dan tiba-tiba ia menjumpai Abdullah ibnu Amr ibnul As sedang duduk di bawah naungan Ka'bah dan di sekelilingnya terdapat banyak orang yang berkumpul mendengarkannya. Lalu aku (Abdur Rahman) datang kepada mereka dan bergabung duduk dengan mereka. Maka Abdullah ibnu Amr ibnul As menceritakan hadis berikut: Kami (para sahabat) pernah bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, lalu kami turun istirahat di suatu tempat. Maka di antara kami ada orang-orang yang mempersiapkan kemahnya, ada pula yang berlatih menggunakan senjatanya, dan di antara kami ada orang-orang yang sibuk mengurus unta-unta kendaraannya. Tiba-tiba juru seru Rasulullah Saw. menyerukan, "Salat berjamaah!" Maka kami berkumpul kepada Rasulullah Saw. dan beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku melainkan diwajibkan baginya memberi petunjuk kepada umatnya tentang kebaikan yang ia ketahui, dan memperingatkan kepada mereka tentang keburukan yang ia ketahui. Dan sesungguhnya ketenteraman umat ini dijadikan pada permulaannya (generasi pertamanya), dan kelak malapetaka akan menimpa akhir dari umat ini, juga akan terjadi banyak perkara yang kalian ingkari. Fitnah-fitnah datang menimpa mereka secara beriringan. Suatu fitnah (cobaan) datang, lalu seorang mukmin berkata, "Inilah kebinasaanku," kemudian fitnah itu lenyap, tetapi disusul lagi oleh fitnah yang lain. Maka orang mukmin berkata, "Fitnah ini datang lagi menyusul fitnah lainnya." Maka barang siapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah ketika maut datang menjemputnya ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari kemudian. Dan hendaklah ia memberikan kepada orang lain hal-hal yang ia suka bila diberikan kepada dirinya. Barang siapa yang berbaiat (berjanji setia) kepada seorang imam, lalu si imam memberikan kepadanya apa yang dijanjikannya dan apa yang didambakan hatinya, maka hendaklah ia taat kepadanya sebatas kemampuannya. Dan jika datang orang lain yang hendak menyainginya (merebutnya), maka penggallah leher orang lain itu. Abdur Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka'bah melanjutkan kisahnya, "Lalu aku mendekat kepadanya (Abdullah ibnu Amr ibnul As) dan kukatakan kepadanya, 'Aku meminta kepadamu, demi Allah, apakah engkau telah mendengar hadis ini langsung dari Rasulullah Saw.?' Maka Ibnu Amr mengisyaratkan dengan kedua tangannya ditujukan ke arah kedua telinga dan hatinya seraya berkata, 'Aku telah mendengarnya dengan kedua telingaku ini, lalu dihafal baik-baik oleh hatiku'." Abdur Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka'bah berkata kepadanya, "Ini anak pamanmu (yaitu Mu'awiyah). Dia memerintahkan kepada kita memakan harta di antara kita dengan cara yang batil, dan sebagian dari kita membunuh sebagian yang lain, padahal Allah Swt. telah berfirman: 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan jalan yang balil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian' (An-Nisa: 29)." Abdur Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka'bah melanjutkan kisahnya, bahwa Ibnu Amr diam sesaat, tidak menjawab, kemudian berkata, "Taatilah dia bila memerintahkan taat kepada Allah, dan durhakailah dia bila memerintahkan durhaka kepada Allah."
Hadis-hadis yang menerangkan masalah ini cukup banyak jumlahnya.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ، عَنِ السُّدِّيِّ: {أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ} قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً عَلَيْهَا خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ، وَفِيهَا عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ، فَسَارُوا قِبَلَ الْقَوْمِ الَّذِينَ يُرِيدُونَ، فَلَمَّا بَلَغُوا قَرِيبًا مِنْهُمْ عَرَّسوا، وَأَتَاهُمْ ذُو العُيَيْنَتَين فَأَخْبَرَهُمْ، فَأَصْبَحُوا قَدْ هَرَبُوا غَيْرَ رَجُلٍ. فَأَمَرَ أَهْلَهُ فَجَمَعُوا مَتَاعَهُمْ، ثُمَّ أَقْبَلَ يَمْشِي فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ، حَتَّى أَتَى عَسْكَرَ خَالِدٍ، فَسَأَلَ عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ، فَأَتَاهُ فَقَالَ: يَا أَبَا الْيَقْظَانِ، إِنِّي قَدْ أَسْلَمْتُ وَشَهِدْتُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَإِنَّ قَوْمِي لَمَّا سَمِعُوا بِكُمْ هَرَبُوا، وَإِنِّي بَقِيتُ، فَهَلْ إِسْلَامِي نَافِعِي غَدًا، وَإِلَّا هَرَبْتُ؟ قَالَ عَمَّارٌ: بَلْ هُوَ يَنْفَعُكَ، فَأَقِمْ. فَأَقَامَ، فَلَمَّا أَصْبَحُوا أَغَارَ خَالِدٌ فَلَمْ يَجِدْ أَحَدًا غَيْرَ الرَّجُلِ، فَأَخَذَهُ وَأَخَذَ مَالَهُ. فَبَلَغَ عَمَّارًا الْخَبَرُ، فَأَتَى خَالِدًا فَقَالَ: خَلِّ عَنِ الرَّجُلِ، فَإِنَّهُ قَدْ أَسْلَمَ، وَإِنَّهُ فِي أَمَانٍ مِنِّي. فقال خالد: وفيم أنت تُجِيرُ؟ فَاسْتَبَّا وَارْتَفَعَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَجَازَ أَمَانَ عَمَّارٍ، وَنَهَاهُ أَنْ يُجِيرَ الثَّانِيَةَ عَلَى أَمِيرٍ. فَاسْتَبَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ خَالِدٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَتْرُكُ هَذَا الْعَبْدَ الْأَجْدَعَ يَسُبُّني، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا خَالِدُ، لَا تَسُبَّ عَمَّارًا، فَإِنَّهُ مَنْ يَسُبُّ عَمَّارًا يَسُبَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يُبْغِضْهُ يُبْغِضْهُ اللَّهُ وَمَنْ يَلْعَنْ عَمَّارًا يَلْعَنْهُ اللَّهُ" فَغَضِبَ عَمَّارٌ فَقَامَ، فَتَبِعَهُ خَالِدٌ حَتَّى أَخَذَ بِثَوْبِهِ فَاعْتَذَرَ إِلَيْهِ، فَرَضِيَ عَنْهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَوْلَهُ: {أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ}

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari As-Saddi sehubungan dengan firman-Nya: taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kalian. (An-Nisa: 59) Bahwa Rasulullah Saw. pernah mengirimkan suatu pasukan khusus di bawah pimpinan Khalid ibnul Walid, di dalam pasukan itu terdapat Ammar ibnu Yasir. Mereka berjalan menuju tempat kaum yang dituju oleh mereka; dan ketika berada di dekat tempat tersebut, mereka turun beristirahat karena hari telah malam. Kemudian mereka diketahui oleh mata-mata kaum yang dituju mereka, lalu mata-mata itu memberitahukan kepada kaumnya akan kedatangan mereka. Maka kaumnya pergi melarikan diri meninggalkan tempat mereka kecuali seorang lelaki yang memerintahkan kepada keluarganya agar semua barang mereka dikemasi. Kemudian ia sendiri pergi dengan berjalan kaki di kegelapan malam hari menuju ke tempat pasukan Khalid ibnul Walid. Setelah ia sampai di tempat pasukan kaum muslim, maka ia menanyakan tentang Ammar ibnu Yasar, lalu ia datang kepadanya dan mengatakan, "Hai Abul Yaqzan, sesungguhnya sekarang aku masuk Islam dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Sesungguhnya kaumku setelah mendengar kedatangan kalian; mereka semuanya melarikan diri, tetapi aku tetap tinggal di tempat. Maka apakah Islamku ini dapat bermanfaat bagiku besok pagi nanti? Jika tidak, maka aku pun akan ikut lari." Ammar menjawab, "Tidak, bahkan Islammu dapat bermanfaat untuk dirimu. Sekarang pulanglah, dan tetaplah di tempat tinggalmu!" Lalu lelaki itu pulang dan menetap di tempatnya. Pada keesokan harinya Khalid ibnul Walid datang menyerang, dan ternyata ia tidak menemukan seorang pun dari musuhnya selain lelaki tadi, lalu Khalid menawannya dan mengambil semua hartanya. Ketika sampai berita itu kepada Ammar, maka Ammar datang kepada Khalid dan mengatakan kepadanya, "Lepaskanlah lelaki ini, karena sesungguhnya dia telah masuk Islam, dan sesungguhnya dia telah berada di bawah perlindunganku." Khalid berkata, "Atas dasar apakah kamu memberi perlindungan?" Keduanya bertengkar, dan akhirnya keduanya melaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memperbolehkan tindakan Ammar, tetapi melarangnya mengulangi perbuatannya lagi, yakni memberikan perlindungan tanpa seizin pemimpin pasukan. Keduanya masih terus berbalas caci-maki di hadapan Rasulullah Saw. Maka Khalid berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau biarkan saja budak yang hina ini mencaciku?" Rasulullah Saw. menjawab: Hai Khalid, janganlah engkau mencaci Ammar, karena sesungguhnya barang siapa yang mencaci Ammar, Allah membalas mencacinya; dan barang siapa yang membenci Ammar, Allah membalas membencinya; dan barang siapa yang melaknat Ammar, maka Allah membalas melaknatnya. Ammar masih dalam keadaan emosi. Maka ia bangkit dan pergi, lalu diikuti oleh Khalid. Kemudian Khalid menarik bajunya dan meminta maaf kepadanya. Akhirnya Ammar memaafkannya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kalian. (An-Nisa: 59)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui jalur As-Saddi secara mursal. Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui Al-Hakam ibnu Zahir, dari As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas. Lalu ia mengetengahkan kisah yang semisal.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ulil amri yang terdapat di dalam firman-Nya: dan ulil amri di antara kalian.(An-Nisa: 59) Bahwa yang dimaksud adalah ahli fiqih dan ahli agama.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Al-Hasan Al-Basri dan Abul Aliyah, bahwa makna firman-Nya: dan ulil amri di antara kalian. (An-Nisa: 59) adalah para ulama.
Tetapi menurut makna lahiriah ayat —hanya Allah yang lebih mengetahui— makna lafaz ini umum mencakup semua ulil amri dari kalangan pemerintah, juga para ulama.
Allah Swt. telah berfirman:


لَوْلا يَنْهاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ

Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka, tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? (Al-Maidah: 63)


فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

maka tanyakanlah oleh kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 7)
Di dalam sebuah hadis sahih yang telah disepakati kesahihannya dari Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي»

Barang siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah; barang siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada amirku, berarti ia taat kepadaku; dan barang siapa yang durhaka terhadap amirku, berarti ia durhaka kepadaku.
Nas-nas tersebut di atas merupakan dalil-dalil yang memerintahkan agar taat kepada ulama dan pemerintah. Karena itulah dalam surat ini disebutkan: Taatilah Allah. (An-Nisa: 59) Yakni ikutilah ajaran Kitab (Al-Qur'an)-Nya. dan taatilah Rasul-(Nya). (An-Nisa: 59) Maksudnya, amalkanlah sunnah-sunnahnya. Dan ulil amri di antara kalian. (An-Nisa: 59) Yaitu dalam semua perintahnya kepada kalian menyangkut masalah taat kepada Allah, bukan durhaka kepada Allah; karena sesungguhnya tidak ada ketaatan kepada makhluk bila menganjurkan untuk berbuat durhaka terhadap Tuhan Yang Maha Pencipta. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang mengatakan:


«إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ»

Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam masalah kebajikan.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا هُمَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَبِي مرابة، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Ibnu Hurayyis, dari Imran ibnu Husain, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak ada ketaatan dalam maksiat terhadap Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:


فَإِنْ تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). (An-Nisa: 59)

Menurut Mujahid dan bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mengembalikan hal tersebut kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah Saw.
Hal ini merupakan perintah Allah Swt. yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan di antara manusia menyangkut masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya perselisihan mengenainya itu dikembalikan kepada penilaian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Seperti yang disebut oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

Tentang sesuatu apa pun kalian berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Asy-Syura: 10)

Maka apa yang diputuskan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah yang dipersaksikan kesahihannya, maka hal itu adalah perkara yang hak. Tiadalah sesudah perkara yang hak, melainkan hanya kebatilan belaka.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}

jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. (An-Nisa: 59) Kembalikanlah semua perselisihan dan kebodohan itu kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, lalu carilah keputusan masalah yang kalian perselisihkan itu kepada keduanya.


{إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}

jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.(An-Nisa: 59)
Hal ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak menyerahkan keputusan hukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya di saat berselisih pendapat, dan tidak mau merujuk kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Firman Allah Swt.:


ذلِكَ خَيْرٌ

Yang demikian itu lebih Utama (bagi kalian). (An-Nisa: 59)

Yakni menyerahkan keputusan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta merujuk kepada keduanya dalam menyelesaikan perselisihan pendapat merupakan hal yang lebih utama.


وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa: 59)

Yaitu lebih baik akibat dan penyelesaiannya, menurut pendapat As-Saddi dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sedangkan menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah lebih baik penyelesaiannya; apa yang dikatakan Mujahid ini lebih dekat kepada kebenaran.


An-Nisa, ayat 60-63

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (60) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (61) فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا (62) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا (63

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada tagut, padahal mereka telah diperintah mengingkari tagut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kalian (tunduk) kepada hukum yang telah Allah turunkan dan kepada hukum Rasul," niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.

Allah Swt. ingkar terhadap orang yang mengakui dirinya beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, juga kepada para nabi terdahulu, padahal di samping itu ia berkeinginan dalam memutuskan semua perselisihan merujuk kepada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam asbabun nuzul ayat ini.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar dan seorang lelaki dari kalangan Yahudi, yang keduanya terlibat dalam suatu persengketaan. Lalu si lelaki Yahudi mengatakan, "Antara aku dan kamu Muhammad sebagai pemutusnya." Sedangkan si Lelaki Ansar mengatakan, "Antara aku dan kamu Ka'b ibnul Asyraf sebagai hakimnya."
Menurut pendapat yang lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang munafik dari kalangan orang-orang yang hanya lahiriahnya saja Islam, lalu mereka bermaksud mencari keputusan perkara kepada para hakim Jahiliah. Dan menurut pendapat yang lainnya, ayat ini diturunkan bukan karena penyebab tersebut.
Pada kesimpulannya makna ayat lebih umum daripada semuanya itu, yang garis besarnya mengatakan celaan terhadap orang yang menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, lalu ia menyerahkan keputusan perkaranya kepada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, yaitu kepada kebatilan. Hal inilah yang dimaksud dengan istilah tagut dalam ayat ini. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Mereka hendak berhakim kepada tagut. (An-Nisa: 60), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:


يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُوداً

mereka (orang-orang munafik) menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa: 61)

Dengan kata lain, mereka berpaling darimu dengan sikap menjauh sejauh-jauhnya, seperti halnya sikap orang yang sombong terhadapmu. Sebagaimana yang digambarkan oleh Allah Swt. perihal kaum musyrik, melalui firman-Nya:


وَإِذا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنا عَلَيْهِ آباءَنا

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab, "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Al-Baqarah: 170)

Sikap mereka berbeda dengan sikap kaum mukmin yang disebut oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


إِنَّما كانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنا وَأَطَعْنا

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh." (An-Nur: 51), hingga akhir ayat.
*******************

Kemudian Allah Swt. berfirman dalam rangka mencela orang-orang munafik melalui firman-Nya:


فَكَيْفَ إِذا أَصابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِما قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ

Maka bagaimanakah halnya apabila mereka ditimpa sesuatu musibah karena perbuatan tangan mereka sendiri. (An-Nisa: 62)

Yakni apakah yang akan dilakukan mereka apabila takdir menggiring mereka untuk mengangkatmu menjadi hakim mereka dalam menanggulangi musibah-musibah yang menimpa mereka disebabkan dosa-dosa mereka sendiri, lalu mereka mengadukan hal tersebut kepadamu.


ثُمَّ جاؤُكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنا إِلَّا إِحْساناً وَتَوْفِيقاً

kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." (An-Nisa: 62)

Yaitu mereka meminta maaf kepadamu dan bersumpah, "Kami tidak mau pergi mengadukan hal ini kepada selainmu dan meminta keputusan hukum kepada musuh-musuhmu, karena kami menginginkan penyelesaian yang baik dan keputusan yang sempurna." Dengan kata Lain, hal itu mereka utarakan sebagai bahasa diplomasi dan menjilat, bukan atas dasar keyakinan mereka akan kebenaran dari keputusannya. Seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. mengenai perihal mereka melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:


فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشى - إلى قوله- فَيُصْبِحُوا عَلى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نادِمِينَ

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata, "Kami takut akan mendapat bencana." (Al-Maidah: 52) sampai dengan firman-Nya: Maka karena itu mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. (Al-Maidah: 52)

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Ahmad ibnu Yazid Al-Hauti, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Umar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang tukang ramal; dialah yang memutuskan peradilan di antara orang-orang Yahudi dalam semua perkara yang diperselisihkan di kalangan mereka. Lalu kaum musyrik pun ikut-ikutan berhakim kepadanya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? (An-Nisa: 60) sampai dengan firman-Nya: kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna. (An-Nisa: 62)
*******************

Kemudian Allah Swt. berfirman:


أُولئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ ما فِي قُلُوبِهِمْ

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. (An-Nisa: 63)
Mereka adalah orang-orang munafik, Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, dan kelak Allah akan memberikan balasan terhadap mereka atas hal tersebut. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah. Karena itu, serahkanlah urusan mereka kepada Allah, hai Muhammad, sebab Dia Mengetahui lahiriah mereka dan apa yang mereka sembunyikan.

Dalam firman selanjutnya disebutkan:


{فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ}

Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka. (An-Nisa: 63)
Maksudnya, janganlah kamu bersikap kasar terhadap kemunafikan yang ada di dalam hati mereka.


{وَعِظْهُمْ}

dan berilah mereka pelajaran. (An-Nisa: 63)
Yakni cegahlah mereka dari kemunafikan dan kejahatan yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka.


{وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا}

dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (An-Nisa: 63)
Nasihatilah mereka dalam semua perkara yang terjadi antara kamu dengan mereka, yaitu dengan perkataan yang membekas dalam jiwa mereka lagi membuat mereka tercegah dari niat jahatnya.


An-Nisa, ayat 64-65

وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جاؤُكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّاباً رَحِيماً (64) فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً (65)

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu. lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

Firman Allah Swt.:


وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطاعَ

Dan Kami ddak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati. (An-Nisa: 64)
Artinya, kaum yang diutus kepada mereka seorang rasul diwajibkan taat kepadanya.
Mengenai firman-Nya:


بِإِذْنِ اللَّهِ

dengan seizin Allah. (An-Nisa: 64)
Menurut pendapat Mujahid, makna yang dimaksud ialah tiada seorang pun yang taat kepadanya kecuali dengan seizin-Ku. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang taat kepada rasul kecuali orang yang telah Aku berikan kepadanya taufik untuk itu. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ

Dan sesungguhnya Allah lelah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya.(Ali Imran: 152)
Yakni atas perintah dari Allah dan berdasarkan takdir dan kehendak-Nya serta pemberian kekuasaan dari Allah kepada kalian untuk mengalahkan mereka.
Firman Allah Swt.:


وَلَوْ أَنْهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ

Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya. (An-Nisa: 64), hingga akhir ayat.
Melalui firman-Nya ini Allah memberikan bimbingan kepada orangorang durhaka yang berdosa, bila mereka terjerumus ke dalam kesalahan dan kemaksiatan, hendaknya mereka datang menghadap Rasul Saw., lalu memohon ampun kepada Allah di hadapannya dan meminta kepadanya agar mau memohonkan ampun kepada Allah buat mereka. Karena sesungguhnya jikalau mereka melakukan hal tersebut, niscaya Allah menerima tobat mereka, merahmati mereka, dan memberikan ampunan bagi mereka. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:


{لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا}

tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 64)
Sejumlah ulama —antara lain Syekh Abu Mansur As-Sabbag di dalam kitabnya Asy-Syamil— mengetengahkan kisah yang terkenal dari Al-Atabi yang menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Saw., datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan, "Assalamu'alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah). Aku telah mendengar Allah berfirman: 'Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang' (An-Nisa: 64).
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku."
Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair berikut , yaitu:


يَا خَيْرَ مَنْ دُفِنَتْ بِالْقَاعِ أَعْظُمُهُ ... فَطَابَ مِنْ طِيبِهِنَّ الْقَاعُ وَالْأَكَمُ
نَفْسِي الْفِدَاءُ لِقَبْرٍ أَنْتَ سَاكِنُهُ ... فِيهِ الْعَفَافُ وَفِيهِ الْجُودُ وَالْكَرَمُ

Hai sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan, dan kemuliaan.

Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur. Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi Saw., lalu beliau Saw. bersabda,


يَا عُتْبى، الحقْ الْأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ أَنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ له

"Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya!"
********************
Firman Allah Swt.:


فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65)
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut diri-Nya Yang Mahamulia lagi Mahasuci, bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia menjadikan Rasul Saw. sebagai hakimnya dalam semua urusannya. Semua yang diputuskan oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}

kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Dengan kata lain, apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan; mereka tunduk kepadanya secara lahir batin serta menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa yang mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya. Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:


"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ"

Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti keputusan yang telah ditetapkan olehku.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة قَالَ: خَاصَمَ الزُّبَيْرُ رَجُلًا فِي شُرَيج مِنَ الحَرَّة، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبير ثُمَّ أرْسل الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجدْر، ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، حِينَ أَحْفَظَهُ الْأَنْصَارِيُّ، وَكَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ. قَالَ الزُّبَيْرُ: فَمَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ} الْآيَةَ.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah yang telah menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki dalam masalah pengairan di lahan Harrah (Madinah). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah lahanmu, kemudian salurkan airnya kepada lahan tetanggamu! Kemudian lelaki yang dari kalangan Ansar itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia adalah saudara sepupumu." Maka roman wajah Rasulullah Saw. memerah (marah), kemudian bersabda lagi: Airilah lahanmu, hai Zubair, lalu tahanlah airnya hingga berbalik ke arah tembok, kemudian alirkanlah ke lahan tetanggamu. Dalam keputusan ini Nabi Saw. menjaga hak Az-Zubair dengan keputusan yang gamblang karena orang Ansar tersebut menahan air itu. Nabi Saw. memberikan saran demikian ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepadanya, dan ternyata keputusannya itu mengandung keadilan yang merata. Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut." Yang dimaksud olehnya adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini, yakni di dalam kitab tafsir, bagian kitab sahihnya, dengan melalui hadis Ma'mar.
Dalam kitab yang membahas masalah minuman ia riwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, juga melalui Ma'mar.
Sedangkan di dalam kitab yang membahas masalah suluh (perdamaian) ia meriwayatkannya melalui hadis Syu'aib ibnu Abu Hamzah. Ketiga-tiganya (yakni Ma'mar, Ibnu Juraij, dan Syu'aib) bersumber dari Az-Zuhri, dari Urwah. Lalu Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini.
Menurut lahiriahnya hadis ini berpredikat mursal, tetapi secara maknawi berpredikat muttasil.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui sanad ini, maka ia menyebutkan dengan jelas perihal ke-mursal-annya. Untuk itu ia mengatakan:


حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ: أَنَّ الزُّبَيْرَ كَانَ يُحَدِّثُ: أَنَّهُ كَانَ يُخَاصِمُ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِرَاجِ الْحَرَّةِ، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهَا كِلَاهُمَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ: "اسْقِ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" فَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ سَعَةً لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، قَالَ عُرْوَةُ: فَقَالَ الزُّبَيْرُ: وَاللَّهِ مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ إِلَّا فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}

telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair; Az-Zubair pernah menceritakan hadis berikut kepadanya, bahwa dirinya pernah bersengketa dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar yang pernah ikut Perang Badar, yaitu dalam m-salah pengairan lahan di Syarajul Harrah. Ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda kepada Az-Zubair: Siramilah lahanmu, kemudian alirkanlah airnya ke tetanggamu! Tetapi orang Ansar itu marah dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah karena ia saudara sepupumu?" Maka wajah Rasulullah Saw. memerah, kemudian beliau bersabda: Airilah lahanmu, hai Zubair, kemudian tahanlah airnya hingga berbalik ke tembok Kali ini Nabi Saw. memperhatikan kepentingan Az-Zubair, padahal pada mulanya beliau memberikan saran kepada Az-Zubair suatu pendapat yang di dalamnya mengandung keleluasaan bagi orang Ansar. Akan tetapi, setelah orang Ansar itu hanya mementingkan kepentingan dirinya, maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan yang di dalamnya jelas terkandung pemeliharaan terhadap hak Az-Zubair. Az-Zuhri mengatakan, "Urwah melanjutkan kisahnya, bahwa Az-Zubair mengatakan, 'Demi Allah, aku yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut'," yakni firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hadis ini dalam sanadnya terdapat mata rantai yang terputus antara Urwah dan ayahnya (yaitu Az-Zubair), karena sesungguhnya Urwah belum pernah menerima hadis dari ayahnya.
Tetapi dapat dipastikan bahwa Urwah mendengar hadis ini dari saudara lelakinya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair, karena sesungguhnya Abu Muhammad alias Abdur Rahman ibnu Abu Hatim meriwayatkannya seperti itu dalam kitab tafsirnya.


حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ وَيُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ: أَنَّهُ خَاصَمَ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فِي شِرَاجٍ فِي الحَرة، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهِ كِلَاهُمَا النَّخْلَ، فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: سَرِّح الْمَاءَ يَمُر. فَأَبَى عَلَيْهِ الزُّبَيْرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتك؟ فتلوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" وَاسْتَوْعَى رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ السَّعَةَ لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ: مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يَؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}

Ibnu Abu Hatim menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Al-Lais dan Yunus, dari Ibnu Syihab, bahwa Urwah ibnuz Zubair pernah menceritakan kepadanya bahwa saudaranya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair pernah menceritakan hadis berikut dari ayahnya (yaitu Az-Zubair ibnul Awwam). Disebutkan bahwa Az-Zubair pernah bertengkar dengan seorang lelaki Ansar yang telah ikut dalam Perang Badar bersama Nabi Saw. Lalu Az-Zubair mengadukan perkaranya itu kepada Rasulullah Saw. Masalah yang dipersengketakan mereka berdua adalah mengenai parit yang ada di Al-Harrah. Keduanya mengairi kebun kurmanya dari parit tersebut. Orang Ansar itu berkata, "Lepaskanlah air parit itu biar mengaliri kebunnya." Tetapi Az-Zubair menolak. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah kebunmu terlebih dahulu, kemudian kirimkanlah air itu untuk mengairi tetanggamu! Orang Ansar itu salah tanggap dan marah, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia adalah anak bibimu bukan?" Maka roman muka Rasulullah Saw. berubah marah, lalu bersabda: Airilah kebunmu, hai Zubair, kemudian bendunglah airnya agar kembali lagi hulunya! Dalam keputusannya kali ini Rasulullah Saw. berpihak kepada Az-Zubair. Pada mulanya beliau Saw. sebelum ada sanggahan dari orang Ansar itu, berupaya untuk memelihara hak keduanya dan memberikan keluasan bagi orang Ansar, juga bagi Az-Zubair. Tetapi setelah orang Ansar itu membandel, tidak mau tunduk kepada putusan Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. memihak kepentingan Az-Zubair dalam keputusan berikutnya secara terang-terangan. Maka Az-Zubair berkata bahwa dia merasa yakin ayat berikut diturunkan berkenaan dengan kasusnya, yaitu firman Allah Swt.: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang me¬reka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam had mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Ibnu Wahb dengan lafaz yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya, begitu pula semua jamaah, melalui hadis Al-Lais dengan lafaz yang sama. Hadis ini dikategorikan oleh murid-murid Al-Atraf ke dalam musnad Abdullah Ibnuz Zubair. Hal yang sama dikatakan pula oleh Imam Ahmad, yaitu dimasukkan ke dalam musnad Abdullah ibnuz Zubair.
Hal yang sangat aneh dari Imam Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi ialah dia meriwayatkan hadis ini melalui jalur keponakanku (yaitu Ibnu Syihab), dari pamannya, dari Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair, dari Az-Zubair, lalu ia menyebutkan hadis ini, kemudian mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, padahal keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Kukatakan demikian karena sesungguhnya aku tidak mengetahui seorang pun yang menyandarkan sanad ini kepada Az-Zuhri dengan menyebutkan Abdullah ibnuz Zubair selain keponakanku, sedangkan dia berpredikat daif.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali Abu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Salamah (seorang lelaki dari kalangan keluarga Abu Salamah) yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki di hadapan Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memutuskan untuk kemenangan Az-Zubair. Kemudian lelaki itu berkata, "Sesungguhnya dia memutuskan untuk kemenangannya karena dia adalah saudara sepupunya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Haiwah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Aziz, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan dengan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Az-Zubair ibnul Awwam dan Hatib ibnu Abu Balta'ah; keduanya bersengketa dalam masalah air. Maka Nabi Saw. memutuskan agar air disiramkan ke tempat yang paling tinggi terlebih dahulu, kemudian tempat yang terbawah. Hadis ini mursal, tetapi mengandung faedah, yaitu dengan disebutkannya nama lelaki Ansar tersebut secara jelas.


Penyebab lain yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, berdasarkan riwayat yang garib jiddan (aneh sekali)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قِرَاءَةً، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ لَهِيعة، عَنْ أَبِي الْأُسُودِ قَالَ: اخْتَصَمَ رَجُلَانِ إِلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فقضى بَيْنَهُمَا، فَقَالَ الَّذِي قُضِيَ عَلَيْهِ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "انْطَلِقَا إِلَيْهِ" فَلَمَّا أَتَيَا إِلَيْهِ قَالَ الرَّجُلُ: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، قَضَى لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا، فَقَالَ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ. فَرَدَّنَا إِلَيْكَ. فَقَالَ: أَكَذَاكَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ فَقَالَ عُمَرُ: مَكَانَكُمَا حَتَّى أَخْرُجَ إِلَيْكُمَا فَأَقْضِيَ بَيْنَكُمَا. فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا مُشْتَمِلًا عَلَى سَيْفِهِ، فَضَرَبَ الَّذِي قَالَ رُدَّنا إِلَى عُمَرَ فَقَتَلَهُ، وَأَدْبَرَ الْآخَرُ فَارًّا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَتَلَ عُمَر وَاللَّهِ صَاحِبِي، وَلَوْلَا أَنِّي أعجزتُه لَقَتَلَنِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنْ يَجْتَرِئَ عُمَر عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ" فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ} الْآيَةَ، فَهَدَرَ دَمَ ذَلِكَ الرَّجُلِ، وَبَرِئَ عُمَرُ مِنْ قَتْلِهِ، فَكَرِهَ اللَّهُ أَنْ يُسَنَّ ذَلِكَ بَعْدُ، فَقَالَ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Wahb, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Al-Aswad yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki mengadukan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan peradilan yang seimbang di antara keduanya. Kemudian pihak yang dikalahkan mengatakan, "kembalikanlah perkara kami ini kepada Umar ibnul Khattab." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Baiklah," lalu keduanya berangkat menuju tempat Umar ibnu Khattab. Ketika keduanya sampai pada Umar, maka lelaki yang mempunyai usul tadi mengatakan, "Hai Ibnul Khattab, Rasulullah Saw. telah memutuskan perkara kami untuk kemenangan orang ini. Maka kukatakan, 'Kembalikanlah kami kepada Umar ibnul Khattab.' Maka beliau mengizinkan kami untuk meminta keputusan hukum darimu." Umar bertanya, "Apakah memang demikian?" Si lelaki itu berkata, "Ya." Umar berkata, "Kalau demikian, tetaplah kamu berdua di tempatmu, hingga aku keluar menemuimu untuk memutuskan perkara di antara kamu berdua." Maka Umar keluar menemui keduanya seraya menyandang pedangnya, lalu dengan serta-merta ia memukul pihak yang mengatakan kepada Rasulullah Saw., "Kembalikanlah kami kepada Umar," dengan pedang itu hingga mati seketika itu juga. Sedangkan lelaki yang lain pergi dan datang menghadap Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah Umar telah membunuh temanku. Seandainya saja aku tidak mempunyai kemampuan menghadapinya, niscaya dia akan membunuhku pula." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku tidak menduga bahwa Umar berani membunuh seorang mukmin." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) belum beriman hingga menjadikan kamu hakim mereka. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat. Dengan demikian, tersia-sialah darah lelaki itu dan bebaslah Umar dari tuntutan membunuh lelaki itu. Akan tetapi, Allah tidak suka bila hal ini dijadikan sebagai teladan nanti. Maka diturunkan-Nyalah firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka "Bunuhlah diri kalian." (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dengan lafaz yang sama. Tetapi a'sar ini garib lagi mursal, dan Ibnu Luhai'ah orangnya daif.

Jalur lain.
Al-Hafiz Abu Ishaq Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Ibrahim ibnu Duhaim mengatakan di dalam kitab tafsirnya: telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Damrah, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ada dua orang lelaki melaporkan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan perkara untuk kemenangan orang (pihak) yang benar dan mengalahkan pihak yang salah. Maka orang yang dikalahkan berkata, "Aku kurang puas." Lalu lawannya berkata, "Apa lagi kemauanmu?" ia menjawab, "Mari kita berangkat menuju Abu Bakar As-Siddiq," lalu keduanya pergi menghadap Abu Bakar. Maka berkatalah orang yang menang, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memutuskan untuk kemenanganku." Abu Bakar menjawab, "Kamu berdua harus mengikuti apa yang telah diputuskan oleh Rasulullah Saw." Tetapi orang yang dikalahkan menolak dan masih kurang puas. Maka Abu Bakar r.a. memberikan sarannya agar keduanya pergi kepada Umar ibnul Khattab. Sesampainya di tempat Umar ibnul Khattab, orang yang menang mengatakan, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan beliau memutuskan untuk kemenanganku atas dia, tetapi dia ini menolak dan kurang puas." Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah, "Apakah memang benar demikian?" Dan pihak yang kalah mengatakan hal yang sama. Maka Umar masuk ke dalam rumahnya, lalu keluar lagi seraya membawa sebilah pedang di tangannya yang dalam keadaan terhunus, lalu ia langsung memenggal kepala pihak yang menolak lagi tidak puas dengan keputusan Nabi Saw. hingga mati seketika itu juga. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65)


An-Nisa, ayat 66-70

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا (66) وَإِذًا لَآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًا (67) وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (68) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا (69) ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا (70)

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian," niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka); dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid. dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.

Allah Swt. menceritakan perihal kebanyakan umat manusia, bahwa mereka itu seandainya diperintahkan mengerjakan hal-hal yang dilarang mereka melakukannya, niscaya mereka tidak akan melakukannya karena watak mereka yang buruk telah diciptakan dalam keadaan mempunyai naluri untuk menentang perintah. Hal ini merupakan bagian dari pengetahuan Allah Swt. terhadap hal yang belum terjadi, atau hal yang telah terjadi, lalu bagaimana kelanjutannya di masa mendatang. Karena itulah Allah Swt. dalam ayat ini berfirman:


وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ

Dan sesungguhnya kalau  Kami perintahkan kepada  mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا أَبُو زُهَيْرٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ السَّبِيعِيِّ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنْ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوْ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهْ إِلَّا قَلِيلٌ [مِنْهُمْ]} الْآيَةَ، قَالَ رَجُلٌ: لَوْ أُمِرْنَا لَفَعَلْنَا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانَا. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "إِنَّ مِنْ أُمَّتِي لَرِجَالًا الْإِيمَانُ أَثْبَتُ فِي قُلُوبِهِمْ مِنَ الْجِبَالِ الرَّوَاسِي"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Azar, dari Ismail, dari Abu Ishaq As-Zubai'i sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat. Bahwa tatkala ayat ini diturunkan, ada seorang lelaki mengatakan, "Sekiranya kita diperintahkan untuk itu, niscaya kami benar-benar akan melakukannya, tetapi segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kita dari perintah itu." Ketika hal tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya di antara umatku benar-benar terdapat banyak lelaki yang iman di dalam hati mereka lebih teguh lagi lebih kokoh daripada gunung-gunung yang terpancangkan dengan kokohnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan:


حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُنِيرٍ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حدثنا هشام، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ} الْآيَةَ. قَالَ أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ فَعَلَ رَبُّنَا لَفَعَلْنَا، فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "لَلإيمان أَثْبَتُ فِي قُلُوبِ أَهْلِهِ مِنَ الْجِبَالِ الرَّوَاسِي".

telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Munir, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan berikut sanadnya, dari Al-A'masy yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau  Kami perintahkan kepada  mereka, "Bunuhlah diri kalian!" (An-Nisa: 66). hingga akhir ayat. Ketika ayat ini diturunkan, ada segolongan orang dari sahabat Nabi Saw. yang mengatakan, "Sekiranya kita diperintahkan oleh Tuhan kita untuk itu, niscaya kita benar-benar akan melakukannya." Maka sampailah perkataan itu kepada Nabi Saw., lalu beliau bersabda:  Iman benar-benar lebih kokoh di dalam hati para pemiliknya daripada gunung-gunung yang dipancangkan dengan kokohnya.
As-Saddi mengatakan bahwa Sabit ibnu Qais ibnu Syammas saling berbangga diri dengan seorang lelaki Yahudi. Lelaki Yahudi itu mengatakan, "Allah telah memerintahkan kepada kami untuk bunuh diri, lalu kami bunuh diri kami (yakni di masa Nabi Musa a.s.)." Maka Sabit berkata, "Demi Allah, sekiranya Allah memerintahkan kepada kami untuk membunuh diri kami, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Bunuhlah diri kalian! (An-Nisa: 66) niscaya kami benar-benar akan melakukannya." Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, dari pamannya (yaitu Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair) yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian," niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. (An-Nisa: 66) Ketika ayat ini diturunkan, maka Rasulullah Saw. bersabda:


"لَوْ نَزَلَتْ لَكَانَ ابْنُ أُمِّ عَبْدٍ مِنْهُمْ".

Seandainya perintah itu diturunkan. niscaya Ibnu Ummi Abdin termasuk dari mereka (yang menaati-Nya).


حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ شُرَيْح بْنِ عُبَيْد قَالَ: لَمَّا تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ} الْآيَةَ، أَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَواحة، فَقَالَ: "لَوْ أَنَّ اللَّهَ كَتَبَ ذَلِكَ لَكَانَ هَذَا مِنْ أُولَئِكَ الْقَلِيلِ" يَعْنِي: ابْنَ رَوَاحَةَ.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, dari Safwan ibnu Amr, dari Syuraih ibnu Ubaid yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan sesungguhnya  kalau  Kami perintahkan kepada  mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat. Maka beliau mengisyaratkan tangannya menunjukkan ke arah Abdullah ibnu Rawwahah, lalu bersabda: Seandainya Allah memerintahkan hal tersebut, niscaya orang ini termasuk dari mereka yang sedikit itu.
Yang dimaksud ialah Abdullah ibnu Rawwahah.
*******************
Firman Allah Swt.:


وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ

Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka. (An-Nisa: 66)
Sekiranya mereka mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka dan meninggalkan apa yang dilarang mereka melakukannya.


{لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ}

tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (An-Nisa: 66)
Yakni lebih baik daripada menentang perintah dan mengerjakan larangan-larangan.


{وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}

dan lebih menguatkan (iman mereka). (An-Nisa: 66)
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah lebih percaya.


{وَإِذًا لآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا}

dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka dari sisi Kami. (An-Nisa: 67)
Yaitu dari perbendaharaan Kami.


{أَجْرًا عَظِيمًا}

pahala yang besar. (An-Nisa: 67)
Pahala yang besar itu adalah surga.


{وَلَهَدَيناهُمْ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا}

dan pasti kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (An-Nisa: 68)
Yakni di dunia dan akhirat.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:


وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَداءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيقاً

Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)
Dengan kata lain, barang siapa yang mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah Swt. akan menempatkannya di dalam rumah kehormatan-Nya (yakni surga) dan menjadikannya berteman dengan para nabi, orang-orang yang kedudukannya di bawah mereka yaitu para siddiqin, lalu orang-orang yang mati syahid, dan semua kaum mukmin, yaitu mereka yang saleh lahir dan batinnya.
Kemudian Allah Swt. memuji mereka melalui firman selanjutnya:


{وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا}

Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَوْشَب، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مِنْ نَبِيٍّ يَمْرَضُ إِلَّا خُيِّر بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ" وَكَانَ فِي شَكْوَاهُ الَّتِي قُبِضَ فِيهِ، فَأَخَذَتْهُ بُحَّة شَدِيدَةٌ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: {مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ} فَعَلِمْتُ أَنَّهُ خُيِّر.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Hausyab, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari ayahnya, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang nabi pun yang mengalami sakit melainkan ia disuruh memilih antara dunia dan akhirat. Tersebutlah pula bahwa ketika Nabi Saw. dalam sakit yang membawa kepada kewafatannya, beliau terserang rasa sakit yang sangat, lalu Siti Aisyah mendengarnya mengucapkan kalimat berikut: bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Maka Siti Aisyah mengetahui bahwa saat itu Nabi Saw. sedang disuruh memilih oleh Allah Swt.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Syu'bah, dari Sa'd ibnu Ibrahim dengan lafaz yang sama.
Hadis di atas merupakan makna dari sabdanya yang menyebutkan:


"اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى" ثَلَاثًا ثُمَّ قَضَى،

Ya Allah, (aku memilih) bersama-sama Rafiqul A'la. Kalimat tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga kali, kemudian wafatlah beliau.
Semoga salawat dan salam yang paling afdal terlimpahkan kepadanya.
More:

Pembahasan mengenai latar belakang turunnya ayat yang mulia ini



قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ القُمي، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبير قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مَحْزُونٌ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يا فلان، ما لي أَرَاكَ مَحْزُونًا؟ " قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ شَيْءٌ فَكَّرْتُ فِيهِ؟ قَالَ: "مَا هُوَ؟ " قَالَ: نَحْنُ نَغْدُو عَلَيْكَ وَنَرُوحُ، نَنْظُرُ إِلَى وَجْهِكَ وَنُجَالِسُكَ، وَغَدًا تُرْفَعُ مَعَ النَّبِيِّينَ فَلَا نَصِلُ إِلَيْكَ. فَلَمْ يَرُدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ شَيْئًا، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ بِهَذِهِ الْآيَةِ: {وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ [وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا]} فَبَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَشَّرَهُ.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan Ansar datang menghadap Rasulullah Saw. dalam keadaan sedih. Lalu Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Hai Fulan, mengapa kulihat kamu dalam keadaan sedih?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Nabi Allah, ada sesuatu hal yang sedang kupikirkan." Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang sedang kamu pikirkan?" ia menjawab, "Kami setiap pagi dan petang selalu berangkat menemuimu dan memandang wajahmu serta duduk satu majelis denganmu, tetapi besok (di hari akhirat) engkau diangkat bersama para nabi. Maka kami tidak akan dapat sampai kepadamu lagi." Nabi Saw. diam, tidak menjawab sepatah kata pun. Lalu datanglah Malaikat Jibril kepadanya menyampaikan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi. (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada lelaki tersebut, lalu berita gembira itu disampaikan kepadanya.
Asar ini telah diriwayatkan secara mursal dari Masruq, Ikrimah, Amir Asy-Sya'bi, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Asar ini memiliki sanad yang paling baik.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الرَّبِيعِ، قَوْلُهُ: {وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ [فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ]} الْآيَةَ، قَالَ: إِنَّ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: قَدْ عَلِمْنَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ فَضْلٌ عَلَى مَنْ آمَنَ بِهِ فِي دَرَجَاتِ الْجَنَّةِ مِمَّنِ اتَّبَعَهُ وَصَدَّقَهُ، وَكَيْفَ لَهُمْ إِذَا اجْتَمَعُوا فِي الْجَنَّةِ أَنْ يَرَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي ذَلِكَ -يَعْنِي هَذِهِ الْآيَةَ-فَقَالَ: يَعْنِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِ الأعْلَيْنَ يَنْحَدِرُونَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنْهُمْ، فَيَجْتَمِعُونَ فِي رِيَاضِهَا، فَيَذْكُرُونَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَيُثْنُونَ عَلَيْهِ، وَيَنْزِلُ لَهُمْ أَهْلُ الدَّرَجَاتِ فَيَسْعَوْنَ عَلَيْهِمْ بِمَا يشتهُون وَمَا يَدْعُونَ بِهِ، فَهُمْ فِي رَوْضَةٍ يُحْبَرُونَ وَيَتَنَعَّمُونَ فِيهِ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, dari Ar-Rabi' sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya). (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat. Para sahabat Nabi Saw. mengatakan, "Kami mengetahui bahwa Nabi Saw. mempunyai keutamaan di atas semua orang yang beriman kepadanya dari kalangan orang-orang yang mengikutinya dan percaya kepadanya di dalam tingkatan surga nanti. Maka bagaimanakah apabila mereka berkumpul di dalam surga untuk dapat saling melihat antara sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain?" Maka Allah menurunkan ayat ini, dan Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berada di tingkatan yang paling tinggi (dari kalangan ahli surga) turun menemui orang-orang yang menempati tingkatan di bawah mereka, lalu mereka berkumpul di dalam taman-taman surga dan memperbincangkan perihal nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka seraya memuji-Nya. Dan orang-orang yang berada di tingkatan yang tinggi turun menemui mereka (yang berada di tingkatan paling bawah), lalu membawakan buat mereka semua apa yang diinginkan dan didambakan oleh mereka. Mereka semuanya berkumpul di dalam suatu taman sambil bergembira ria dan bersenang-senang di dalamnya.
Hadis ini diriwayatkan secara marfu' melalui jalur yang lain oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Muhammad ibnu muslim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ahmad ibnu Usaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Imran, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Iyad, dari Mansur, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau benar-benar lebih aku cintai daripada diriku sendiri, dan lebih aku cintai daripada keluargaku, serta lebih aku cintai daripada anakku. Sesungguhnya bila aku berada di dalam rumah, lalu aku teringat kepadamu, maka aku tidak sabar lagi sebelum bersua denganmu dan melihatmu. Tetapi bila aku ingat akan matiku dan matimu, maka aku mengetahui jika engkau dimasukkan ke dalam surga pasti diangkat kedudukanmu bersama para nabi. Jika aku masuk surga, aku merasa khawatir bila tidak dapat melihatmu lagi." Nabi Saw. diam, tidak menjawab, hingga turunlah firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Abdullah Al-Maqdisi di dalam kitabnya yang berjudul Sifatul Jannah melalui jalur Imam Tabrani, dari Ahmad ibnu Amr ibnu Muslim Al-Khallal, dari Abdullah ibnu Imran Al-Abidi dengan lafaz yang sama. Kemudian ia mengatakan bahwa menurut dia sanad hadis ini tidak mengandung kelemahan.
Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl Al-Isqati, telah menceritakan kepada kami Abu Ba-kar ibnu Sabit, dari ibnu Abbas Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdullah, dari Ata ibnus Saib, dari Amir Asy-Sya'bi, dari ibnu Abbas, bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu, sehingga bila aku berada di dalam rumah benar-benar tetap mengingatmu dan ini sangat berat bagiku. Dan aku menginginkan agar bersama-sama denganmu dalam satu derajat (tingkatan di surga nanti)." Nabi Saw. tidak menjawab sepatah kata pun kepadanya. Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui ibnu Humaid, dari Jarir, dari Ata, dari Asy-Sya'bi secara mursal.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Hiql ibnu Ziyad, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Rabi'ah ibnu Ka'b Al-Aslami yang menceritakan hadis berikut:


كُنْتُ أَبِيتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوُضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ، فَقَالَ لِي: "سَلْ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ. فَقَالَ: "أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ؟ " قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ. قَالَ: "فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ"

Aku menginap di rumah Nabi Saw. dan aku mendatangkan (menyiapkan) air wudunya serta keperluannya, lalu beliau bersabda kepadaku, "Mintalah." Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, aku meminta kepadamu supaya dapat menemanimu di surga." Nabi Saw. bersabda, "Mintalah selain itu." Aku menjawab, "Hanya itulah yang kuminta." Nabi Saw. bersabda, "Maka bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud (salat)."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ الجُهَنِيّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم فقال: يا رَسُولَ اللَّهِ شَهِدْتُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ وَصَلَّيْتُ الْخَمْسَ وَأَدَّيْتُ زَكَاةَ مَالِي وَصُمْتُ شَهْرَ رَمَضَانَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا كَانَ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصَّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هَكَذَا -وَنَصَبَ أُصْبُعَيْهِ-مَا لَمْ يَعُقَّ وَالِدَيْهِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami lbnu Luhai’ah, dari Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari Isa ibnu Talhah, dari Amr ibnu Murrah Al-Juhani yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah, dan aku mengerjakan salat lima waktu, menunaikan zakat, dan puasa bulan Ramadan." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang mati dalam keadaan demikian, maka ia akan bersama-sama dengan nabi-nabi, para siddiqin, dan orang-orang yang mati syahid kelak di hari kiamat, seperti ini—seraya mengacungkan kedua jarinya— selagi dia tidak menyakiti kedua orang tuanya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى أَبِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ زَبَّان بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَرَأَ أَلْفَ آيَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كُتُبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا، إِنْ شَاءَ اللَّهُ"

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id maula Abu Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Ziyad ibnu Qaid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca seribu ayat di jalan Allah, maka kelak di hari kiamat ia akan dihimpun bersama-sama para nabi para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh; dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya, Insya Allah.
Imam Turmuzi meriwayatkan dari jalur Sufyan As-Sauri, dari Abu Hamzah, dari Al-Hasan Al-Basri, dari Abu Sa'id yang menceritakan, Rasulullah saw bersabda:


«التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ»

Pedagang yang jujur lagi dipercaya akan (dihimpun) bersama-sama dengan para nabi, para siddiqin, dan orang-orang yang mati syahid.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, kami tidak mengenalnya kecuali dari jalur ini. Abu Hamzah nama aslinya adalah Abdullah ibnu Jabir, seorang guru di Basrah.
Yang lebih besar dari semuanya ialah sebuah berita gembira yang disebutkan di dalam kitab-kitab sahih dan musnad serta kitab-kitab hadis lain melalui berbagai jalur yang mutawatir dari sejumlah sahabat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang mencintai suatu kaum (ulama), tetapi kedudukan si lelaki itu tidak dapat menyusul mereka. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


«الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ»

Seseorang itu akan bersama-sama dengan orang yang dicintainya.
Anas mengatakan bahwa kaum muslim belum pernah merasa gembira seperti kegembiraan mereka dengan hadis ini.
Menurut riwayat lain dari Anas, disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku benar-benar mencintai Rasulullah Saw. dan cinta pula kepada Abu Bakar dan Umar radiyallahu anhuma, dan aku berharap semoga Allah membangkitkan aku bersama-sama mereka, sekalipun aku belum dapat beramal seperti amal mereka."


قَالَ الْإِمَامُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الْغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ، كَمَا تَتَرَاءَوْنَ الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَابِرَ مِنَ الْأُفُقِ مِنَ الْمَشْرِقِ أَوِ الْمَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، تِلْكَ مَنَازِلُ الْأَنْبِيَاءِ لَا يَبْلُغُهَا غَيْرُهُمْ؟ قَالَ: "بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا الْمُرْسَلِينَ".

Imam Malik ibnu Anas meriwayatkan dari Safwan ibnu Sulaim, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya penduduk surga itu benar-benar memandang penduduk guraf (kedudukan yang tertinggi di dalam surga) yang berada di atas mereka, sebagaimana kalian memandangi biniang-bintang gemerlapan yang jauh berada di ufuk timur atau di ufuk barat, karena adanya perbedaan keutamaan di antara mereka. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tempat itu adalah tempat kediaman para nabi yang tidak dapat dicapai selain mereka." Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, (mereka adalah) kaum laki-laki yang beriman kepada Allah dan percaya kepada para rasul.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain melalui hadis Malik, lafaz hadis berdasarkan apa yang ada pada Sahih Muslim.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا فَزَارَةُ، أَخْبَرَنِي فُلَيْح، عَنْ هِلَالٍ -يَعْنِي ابْنَ عَلِيٍّ-عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ فِي الْجَنَّةِ كَمَا تَرَاءَوْنَ -أَوْ تَرون-الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَارِبَ فِي الْأُفُقِ وَالطَّالِعَ فِي تَفَاضُلِ الدَّرَجَاتِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُولَئِكَ النَّبِيُّونَ؟ قَالَ: "بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، وَأَقْوَامٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا الْمُرْسَلِينَ".

Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Fazzarah, telah menceritakan kepadaku Fulaih, dari Hilal (yakni Ibnu Ali), dari Ata, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya penduduk surga benar-benar saling memandangi —sebagaimana kamu memandangi— bintang-bintang gemerlapan yang berada jauh di ufuk yang tinggi karena adanya perbedaan keutamaan dalam hal tingkatan ( di antara mereka). Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka yang tinggal di tempat yang tinggi itu adalah para nabi tentunya." Nabi Saw. bersabda: Tidak demikian, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, (mereka adalah) kaum laki-laki yang beriman kepada Allah dan percaya kepada rasul-rasul.
Menurut Al-Hafiz Ad-Diyaul Maqdisi disebutkan bahwa hadis ini dengan syarat Imam Bukhari.
Al-Hafiz Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu'jamul Kabir:


حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمَّارٍ الْمَوْصِلِيُّ، حَدَّثَنَا عُفَيْف بْنُ سَالِمٍ، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ عُتْبة عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أَتَى رَجُلٌ مِنَ الْحَبَشَةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَلْ واسْتَفْهِمْ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُضِّلتُم عَلَيْنَا بِالصُّوَرِ وَالْأَلْوَانِ وَالنُّبُوَّةِ، أَفَرَأَيْتَ إِنْ آمنتُ بِمَا آمنتَ بِهِ، وعملتُ مثلَ مَا عملتَ بِهِ، إِنِّي لَكَائِنٌ مَعَكَ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُ لَيُضِيءُ بَيَاضُ الْأَسْوَدِ فِي الْجَنَّةِ مِنْ مَسِيرَةِ أَلْفِ عَامٍ" قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَانَ لَهُ بِهَا عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ، وَمَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، كُتِبَ لَهُ بِهَا مِائَةُ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفَ حَسَنَةٍ" فَقَالَ رَجُلٌ: كَيْفَ نَهْلَكُ بَعْدَهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالْعَمَلِ لَوْ وُضِعَ عَلَى جَبَلٍ لَأَثْقَلَهُ، فَتَقُومُ النِّعْمَةُ مِنْ نِعَمِ اللَّهِ فَتَكَادُ أَنْ تَسْتَنْفِدَ ذَلِكَ كُلَّهُ إِلَّا أَنْ يَتَطَاوَلَ اللَّهُ بِرَحْمَتِهِ" وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَاتُ {هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا} إِلَى قَوْلِهِ: {نَعِيمًا وَمُلْكًا كَبِيرًا} [الْإِنْسَانِ: 1-20] فَقَالَ الْحَبَشِيُّ: وَإِنَّ عَيْنَيَّ لَتَرَيَانِ مَا تَرَى عَيْنَاكَ فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ". فَاسْتَبْكَى حَتَّى فَاضَتْ نَفْسُهُ، قَالَ ابْنُ عمر: لقد رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدْلِيهِ فِي حُفْرَتِهِ بِيَدَيْهِ.

telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Afif ibnu Salim, dari Ayyub bin Atabah, dari Ata, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa datanglah seorang lelaki dari Habsyah menghadap kepada Rasulullah Saw. untuk bertanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Bertanyalah dan mintalah pemahaman (kepadaku)." Lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau diberi keutamaan di atas kami berkat bentuk, warna kulit, dan kenabian." Kemudian lelaki Habsyah (yang hitam kulitnya) berkata lagi, "Bagaimanakah menurutmu, jika aku beriman kepada apa yang engkau imani dan mengamalkan amalan seperti yang engkau amalkan, apakah aku dapat bersama-sama denganmu di dalam surga nanti?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya sinar dari warna hitam itu benar-benar dapat menerangi sejauh perjalanan seribu tahun di dalam surga. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula: Barang siapa yang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," maka kalimah tersebut membuatnya mendapat janji Allah. Dan barang siapa yang mengucapkan, "Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya," maka dicatatkan baginya seratus ribu kebaikan dan dua puluh empat ribu kebaikan. Lalu ada seorang lelaki berkata, "Bagaimanakah jika kami mati sesudah itu, ya Rasulullah Saw.?" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki datang di hari kiamat dengan membawa pahala amal perbuatan: seandainya amal itu diletakkan di atas sebuah bukit, niscaya bukit itu keberatan dengannya. Kemudian dibangkitkan suatu nikmat dari nikmat-nikmat Allah, maka hampir saja nikmat dari Allah itu dapat menghabiskan semua amal itu kecuali bila Allah meliputinya dengan rahmat-Nya. Lalu turunlah ayat-ayat berikut, yakni firman-Nya: Bukankah telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Al-Insan: 1) Sampai dengan firman-Nya: Berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. (Al-Insan: 20) Lalu orang Habsyi itu berkata, "Apakah kedua mataku ini benar dapat pula melihat apa yang dilihat oleh kedua matamu di dalam surga?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Maka lelaki Habsyah itu menangis hingga meninggal dunia. Ibnu Umar mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw. menurunkan jenazahnya ke liang lahatnya."
Hadis ini mengandung garabah (keanehan) dan nakarah (hal-hal yang diingkari), lagi pula sanadnya daif.
*******************
Firman Allah Swt.:


ذلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ

Yang demikian itu adalah karunia dari Allah. (An-Nisa: 70)
Yakni dari sisi Allah; berkat rahmat-Nya-lah yang menjadikan mereka dapat memperoleh hal tersebut, bukan karena amal perbuatan mereka.


وَكَفى بِاللَّهِ عَلِيماً

dan Allah cukup mengetahui. (An-Nisa: 70)
Dia Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan taufik-Nya.

An-Nisa, ayat 71-74

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُباتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعاً (71) وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيداً (72) وَلَئِنْ أَصابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزاً عَظِيماً (73) فَلْيُقاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَياةَ الدُّنْيا بِالْآخِرَةِ وَمَنْ يُقاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً (74)

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kalian, dan majulah (ke medan perang) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan perang). Maka jika kalian ditimpa musibah, ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama-sama mereka." Dan sungguh jika kalian beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia, "Wahai, kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)." Karena itu, hendaklah (orang mukmin) berperang di jalan Allah (melawan) orang-orang yang menukar akhirat dengan dunia. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar bersikap waspada terhadap musuh-musuh mereka. Hal ini tentu saja menuntut adanya kesiagaan untuk menghadapi mereka dengan mempersiapkan semua persenjataan dan pasukan serta memperbanyak pasukan dengan mengadakan mobilitas umum untuk berjihad di jalan Allah.
Yang dimaksud dengan lafaz subatin ialah berkelompok-kelompok, sekumpulan demi sekumpulan, dan satuan pasukan demi satuan pasukan, Subat adalah bentuk jamak dari sabatun, tetapi adakalanya dijamakkan lafaz as-sabah ini menjadi sibina.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok. (An-Nisa: 71) Yaitu sekumpulan demi sekumpulan. Dengan kata lain, berpencar menjadi beberapa satuan pasukan. atau majulah bersama-sama. (An-Nisa: 71) Maksudnya, kalian semuanya maju menjadi satu dalam medan pertempuran.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, As-Saddi, Qata-dah, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani/Muqatil ibnu Hayyan, dan Al-Khasif Al-Jazari.
*******************
Firman Allah Swt.:


وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ

Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). (An-Nisa: 72)
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah bukan hanya seorang; ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik.
Menurut Muqatil ibnu Hayyan, makna firman-Nya: benar-benar ia berlambat-lambat (ke medan pertempuran). (An-Nisa: 72) Yakni dia tidak ikut berjihad.
Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud ialah dia memang bersikap lamban dalam menanggapi anjuran berjihad. Dengan kata lain, enggan melakukan jihad dan menganjurkan orang lain untuk enggan berjihad. Seperti yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, semoga Allah mengutuk perbuatannya; dia tidak mau ikut jihad, bahkan menghalang-halangi orang lain untuk ikut berjihad. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Juraij dan Ibnu Jarir.
Sikap orang munafik tersebut digambarkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya


{فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ}

Maka jika kalian ditimpa musibah. (An-Nisa: 72)
Yakni ada yang gugur dan mati syahid serta musuh dapat mengalahkan kalian, karena ada hikmah Allah dalam hal tersebut yang hanya diketahui oleh Dia.


{قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا}

ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama-sama mereka." (An-Nisa: 72)
Yakni karena aku tidak ikut bersama mereka dalam pertempuran, dia menganggap bahwa hal tersebut merupakan nikmat Allah kepadanya. Padahal ia tidak mengetahui pahala yang terlewatkan olehnya, yaitu pahala bersabar dalam peperangan atau mati syahid jika gugur.


{وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ}

Dan sungguh jika kalian beroleh karunia dari Allah. (An-Nisa: 73)
Yakni kemenangan, keberhasilan, dan ganimah.


{لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَه مَوَدَّةٌ}

tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kalian dengan dia. (An-Nisa: 73)
Seakan-akan dia bukan dari kalangan yang seagama dengan kalian.


{يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا}

Wahai, kiranya saja ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula). (An-Nisa: 73)
Yang dimaksudnya ia mendapat satu bagian ganimah sama dengan mereka dan berhasil meraihnya, dan memang itulah tujuan utama dan cita-citanya dalam berjihad.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:


{فَلْيُقَاتِلْ}

Karena itu, hendaknya berperanglah. (An-Nisa: 74)
Artinya, orang mukmin yang telah terdaftar hendaknya berperang.


{فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالآخِرَةِ}

di jalan Allah (untuk memerangi) orang-orang yang menjual akhirat mereka dengan dunia. (An-Nisa: 74)
Yaitu mereka yang menjual agama mereka dengan harga yang sedikit dari perbendaharaan dunia (betapapun besarnya harta dunia bila dibandingkan dengan pahala akhirat sangat kecil dan tak berarti, pent). Hal itu tiada lain karena kekufuran mereka dan ketiadaan iman mereka.
Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَمَنْ يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا}

Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. (An-Nisa: 74)
Semua orang yang berperang di jalan Allah, baik ia gugur ataupun dikalahkan, maka baginya di sisi Allah terdapat pahala yang besar dan imbalan yang berlimpah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis yang mengatakan bahwa Allah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan-Nya, jika dia diwafatkan oleh-Nya, bahwa Dia akan memasukkannya ke dalam surga, atau (jika selamat) mengembalikannya ke tempat tinggalnya sewaktu ia keluar darinya dengan memboyong pahala atau ganimah (bila beroleh kemenangan).


An-Nisa, ayat 75-76

وَما لَكُمْ لَا تُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجالِ وَالنِّساءِ وَالْوِلْدانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنا أَخْرِجْنا مِنْ هذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُها وَاجْعَلْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيراً (75) الَّذِينَ آمَنُوا يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقاتِلُوا أَوْلِياءَ الشَّيْطانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطانِ كانَ ضَعِيفاً (76)

Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!" Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan tagut. Sebab itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.

Allah Swt. menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk berjihad di jalan-Nya dan berupaya untuk menyelamatkan orang-orang lemah yang tinggal di Mekah dari kalangan kaum laki-laki, kaum wanita, dan anak-anak yang terpaksa tinggal di Mekah tanpa ada piiihan lain. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:


{الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ}

semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini." (An-Nisa: 75) Yang dimaksud adalah kota Mekah.
Seperti yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:


وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ هِيَ أَشَدُّ قُوَّةً مِنْ قَرْيَتِكَ الَّتِي أَخْرَجَتْكَ

Dan berapa banyaknya negeri-negeri yang (penduduknya) lebih kuat daripada (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. (Muhammad: 13)
Selanjutnya Allah menyifati penduduk negeri tersebut melalui firman-Nya:


{الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا}

yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau. (An-Nisa: 75)
Yakni berikanlah kepada kami pelindung dan penolong dari sisi Engkau.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ubaidillah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan: Aku dan ibuku termasuk di antara orang-orang yang lemah itu.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: kecuali   mereka   yang   tertindas,   baik   laki-laki   atau   wanita ataupun anak-anak. (An-Nisa: 98) Lalu ia mengatakan: Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang dimaafkan oleh Allah Swt.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:


{الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ}

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan tagut. (An-nisa: 76)
Orang-orang mukmin berperang karena taat kepada Allah dan ingin memperoleh rida-Nya, sedangkan orang-orang kafir berperang karena taat kepada setan.
Kemudian Allah menggugah semangat orang-orang mukmin untuk memerangi musuh-musuh Allah melalui firman-Nya:


{فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا}

Sebab itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (An-Nisa: 76)

No comments

Tafsir Jalalain

Tafsir Ibnu Katsir

Back to top