Muslim Notebook Header Ads

011. Hud Ayat 82 - 83 - 84 - 85 - 86 - 87 - 88 - 89 - 90 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook

Hud, ayat 82-83

{فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ (82) مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ (83) }

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan negeri itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.

Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا}
Maka tatkala datang azab Kami. (Hud: 82)
Hal itu terjadi di saat matahari terbit.
{جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا}
Kami jadikan negeri kaum Lut yang bagian atasnya ke bawah (Kami balikkan). (Hud: 82)
Yang dimaksud adalah kota Sodom, sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
فَغَشَّاهَا مَا غَشَّى
lalu Allah menimpakan atas negeri itu azab besar yang menimpa­nya. (An-Najm: 54)
Artinya, Kami hujani kota itu dengan batu dari tanah liat. Lafaz sijjil menurut bahasa Persia berarti 'batu dari tanah liat', menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Menurut sebagian ulama adalah dari batu dan tanah liat. Di dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{حِجَارَةً مِنْ طِينٍ}
batu-batu dari tanah yang (keras). (Adz-Dzariyat: 33)
Yakni yang telah mengeras jadi batu sehingga kuat. Sebagian ulama mengatakan tanah liat yang dibakar. Imam Bukhari mengatakan bahwa sijjil artinya yang kuat lagi besar. Sijjil dan sijjin mempunyai makna yang sama. Tamim ibnu Muqbil mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
وَرَجْلَةٍ يَضْربُون البَيْضَ ضَاحِيةٌ ... ضَرْبًا تواصَت بِهِ الْأَبْطَالُ سِجّينا
Dan mereka memukulkan pelana untanya ke pedang yang dibawanya dengan pukulan yang membuat pedang itu menjadi keras dan kuat serta pantas dipakai oleh para pendekar.
Firman Allah Swt.:
{مَنْضُودٍ}
dengan bertubi-tubi. (Hud: 82)
Sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang dibakar di langit, yakni yang disediakan khusus untuk itu. Ulama lainnya mengatakan, makna mandud ialah yang diturunkan secara bertubi-tubi kepada mereka.
Firman Allah Swt.:
{مُسَوَّمَةً}
yang diberi tanda. (Hud: 83)
Maksudnya, pada tiap-tiap batu itu diberi tanda cap nama-nama pemilik­nya. Dengan kata lain, setiap batu tertuliskan nama orang yang akan ditimpa olehnya.
Qatadah dan Ikrimah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: yang diberi tanda. (Hud: 83) yang dilumuri dengan cairan racun berwarna merah. Menurut suatu riwayat, batu-batu itu diturunkan kepada penduduk kota tersebut, juga kepada penduduk kota itu yang tersebar di berbagai kampung yang ada di sekitarnya. Ketika salah seorang penduduk kota itu sedang berbicara dengan orang-orang banyak, tiba-tiba datanglah batu dari langit menimpa­nya, maka ia pun roboh dan binasa di hadapan orang banyak. Batu-batu tersebut mengejar mereka di seluruh negeri, lalu membinasakannya hingga ke akar-akarnya tanpa ada seorang pun yang tersisa.
Mujahid mengatakan bahwa Jibril mengambil kaum Lut dari tempat-tempat penggembalaan ternak dan rumah-rumah mereka, lalu mengangkat mereka bersama ternak dan harta benda mereka. Jibril mengangkat mereka ke atas langit, sehingga penduduk langit dapat mendengar lolongan anjing mereka, kemudian mereka dijungkirkan ke tanah. Jibril mengangkat mereka dengan sayap kanannya, dan tatkala Jibril menjungkirkannya ke bumi, maka bagian yang mula-mula terjatuh adalah bagian halaman (pinggiran) kota itu.
Qatadah mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa Jibril mengambil pilar tengah kota tersebut, lalu menerbangkannya ke langit sehingga penduduk langit dapat mendengar lolongan anjing mereka, setelah itu Jibril menghancurkan sebagian darinya dengan sebagian yang lain. Kemudian sisa-sisa penduduk kota itu dikejar dengan batu-batu besar yang dijatuhkan dari langit.
Diceritakan pula kepada kami bahwa mereka mendiami empat kota, pada tiap-tiap kota terdapat seratus ribu penduduk. Menurut riwayat lain adalah tiga kota besar, antara lain kota Sodom.
Qatadah mengatakan, telah sampai suatu riwayat kepada kami bahwa Ibrahim a.s. menyaksikan penghancuran kota Sodom itu dan ia mengatakan, "Hai penduduk Sodom, ini adalah hari kehancuran kalian!"
Menurut riwayat yang lain —dari Qatadah dan lain-lainnya—telah sampai kepada kami suatu kisah yang mengatakan bahwa ketika Jibril a.s. berada di pagi hari itu, ia membeberkan sayapnya. Maka beterbangan­lah karenanya tanah mereka berikut isinya yang terdiri atas gedung-gedung-nya, semua hewan ternaknya, batu-batuan, dan pepohonannya. Lalu Jibril a.s. menggenggamnya dengan sayapnya dan mengepitnya di dalam sayapnya. Lalu ia terbang ke langit pertama sehingga penduduk langit mendengar suara manusia dan lolongan anjingnya; jumlah penduduk kota itu adalah empat juta jiwa. Kemudian Jibril a.s. membalikkannya dan menjatuhkannya ke tanah dalam keadaan terjungkir, lalu ia meng­hancurkan sebagiannya dengan sebagian yang lain. Bagian atas kota itu dibalikkan ke bawah, lalu diiringi dengan hujan batu dari tanah yang terbakar.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa kota-kota kaum Lut ada lima buah, yaitu: Sodom yang merupakan kota terbesar, lalu Sa'bah, Su'ud, Gomorah, dan Dauha. Jibril mengangkatnya dengan sayapnya dan membawanya ke langit, sehingga penduduk langit benar-benar dapat mendengar lolongan anjing serta kokokan ayam mereka, lalu membalikkannya ke bumi dalam keadaan terjungkir, setelah itu Allah mengiringinya dengan hujan batu.
Allah Swt. telah berfirman:
{جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ}
Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar. (Hud: 82)
Allah membinasakan kota itu, dan semua kota yang ada di sekitarnya di­musnahkan.
As-Saddi mengatakan balivva Malaikat Jibril turun kepada kaum Lut pada pagi harinya, lalu Jibril mencabut bumi kota itu dari bumi lapis yang ketujuh. Kemudian ia mengangkatnya ke langit, sehingga penduduk langit pertama dapat mendengar lolongan anjing dan suara kokok ayam milik mereka, lalu Jibril membalikkannya dan membinasakan mereka. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَالْمُؤْتَفِكَةَ أَهْوَى}
dan negeri-negeri kaum Lut yang telah dihancurkan Allah (An- Najm: 53)
Dan siapa di antara mereka yang masih belum mati sesudah negeri mereka dijatuhkan ke bumi, maka Allah menghujaninya dengan batu-batuan sehingga matilah ia. Barang siapa di antara mereka melarikan diri ke negeri lain, maka batu-batuan itu mengejarnya ke tempat ia berada. Tersebutlah seseorang yang sedang asyik berbicara, maka dengan tiba-tiba batu itu menimpanya dan membunuhnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ}
dan Kami hujani mereka. (Hud: 82)
Yakni di kota-kota itu dengan batu dari tanah yang terbakar. Demikianlah menurut riwayat As-Saddi.
*******************
Firman Allah Swt.
{وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ}
dan negeri itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim. (Hud: 83)
Artinya, azab dan pembalasan Allah itu tidaklah jauh dari orang-orang yang serupa dengan mereka dalam kezalimannya. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan di dalam kitab-kitab Sunan —dari Ibnu Abbas secara marfu— disebutkan:
" مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعَمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ"
Barang siapa yang kalian jumpai sedang mengerjakan perbuatan kaum Lut, maka bunuhlah pelaku dan orang yang dikerjainya.
Imam Syafi’i —menurut suatu pendapat yang bersumber darinya— dan sejumlah ulama mengatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan kaum Lut harus dibunuh, baik dia telah muhsan ataupun belum muhsan, karena berdasarkan hadis di atas.
Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ia berpendapat bahwa si pelaku dijatuhkan dari tempat yang tinggi (dari ketinggian), kemudian diiringi dengan lemparan batu, seperti yang dilakukan oleh Allah Swt. terhadap kaum Lut.

Hud, ayat 84

{وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ (84) }

Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu’aib. Ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagi kalian selain Dia. Dan janganlah kalian kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kalian dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadap kalian akan azab hari yang membinasakan (kiamat)."

Allah Swt. menyebutkan, "Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada penduduk kota Madyan yang penghuninya terdiri atas suatu kabilah dari kalangan bangsa Arab. Mereka tinggal di kawasan antara Hijaz dan Syam, dekat dengan Ma'an, suatu kota yang dikenal dengan nama mereka; kota tersebut dijuluki dengan sebutan kota Madyan."
Allah mengutus Nabi Syu'aib kepada mereka. Nabi Syu'aib berasal dari keturunan orang yang terhormat di kalangan mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَخَاهُمْ شُعَيْبًا}
saudara mereka Syu’aib. (Hud: 84)
Nabi Syu'aib memerintahkan mereka untuk menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Nabi Syu'aib pun melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan mereka.
{إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ }
sesungguhnya aku melihat kalian dalam keadaan yang baik (mampu). (Hud: 84)
Yakni penghidupan dan rezeki kalian dalam keadaan baik-baik saja, dan sesungguhnya aku takut bila kenikmatan yang ada pada kalian itu di­cabut dari kalian karena kalian mengerjakan hal-hal yang diharamkan oleh Allah Swt.
{وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ}
dan sesungguhnya aku khawatir terhadap kalian akan azab hari yang membinasakan (kiamat). (Hud: 84)
Maksudnya, di hari akhirat nanti.

Hud, ayat 85-86

{وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ (85) بَقِيَّةُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ (86) }

Dan  (Syu'aib) berkata.”Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kalian merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kalian membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagi kalian jika kalian orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas diri kalian.”

Pada mulanya Nabi Syu'aib melarang mereka melakukan perbuatan mengurangi takaran dan timbangan bila mereka memberikan hak orang lain. Kemudian Nabi Syu'aib memerintahkan mereka agar mencukupkan takaran dan timbangan secara adil, baik di saat mereka mengambil atau­pun memberi. Nabi Syu'aib juga melarang mereka bersikap angkara murka di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan. Mereka gemar merampok orang-orang yang melewati tempat tinggal mereka dan membegalnya.
Firman Allah Swt.:
{بَقِيَّةُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ}
Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagi kalian. (Hud: 86)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'rezeki Allah adalah lebih baik bagi kalian'. Menurut Al-Hasan, rezeki Allah lebih baik bagi kalian daripada kalian mengurangi takaran dan timbangan terhadap orang lain. Menurut Ar-Rabi' ibnu Anas, perintah Allah lebih baik bagi kalian.
Menurut Mujahid, taat kepada Allah adalah lebih baik bagi kalian. Menurut Qatadah, bagian kalian dari Allah adalah lebih baik bagi kalian. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah 'kebinasaan karena mendapat azab, dan kelestarian karena mendapat rahmat'.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagi kalian. (Hud: 86) Maksudnya, keuntungan yang kalian peroleh setelah kalian memenuhi takaran dan timbangan secara semestinya adalah lebih baik bagi kalian daripada mengambil harta orang lain. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
Menurut kami, ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ}
Katakanlah, "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meski­pun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu.” (Al-Maidah: 100), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ}
Dan aku bukanlah seorang penjaga atas diri kalian. (Hud: 86)
Yakni bukanlah sebagai pengawas, bukan pula sebagai penjaga. Dengan kata lain, kerjakanlah hal tersebut karena Allah Swt. Janganlah kalian melakukannya agar dilihat oleh orang lain, tetapi ikhlaslah karena Allah Swt.

Hud, ayat 87

{قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ إِنَّكَ لأنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ (87) }

Mereka berkata, "Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh­mu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal."

Mereka menjawab Syu'aib dengan nada memperolok-olok, semoga Allah melaknat mereka.
{أَصَلاتُكَ}
Apakah sembahyangmu. (Hud: 87)
Menurut Al-A'masy, makna yang dimaksud ialah apakah kitab bacaanmu.
{تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا}
menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami. (Hud: 87)
Yakni berhala-berhala dan patung-patung.
{أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ}
atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki ten­tang harta kami. (Hud: 87)
Lalu kami tidak lagi melakukan kecurangan dalam takaran hanya karena ucapanmu. Yang dimaksud adalah harta kami, kami berbuat menurut apa yang kami kehendaki.
Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan firman-Nya : Apakah sembahyangmu menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? (Hud: 87) Yakni demi Allah, sesungguhnya salat Syu'aib benar-benar memerintah­kan kepada mereka agar meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang mereka.
As-Sauri mengatakan sehubungan firman-Nya: atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. (Hud: 87) Yang-mereka maksudkan ialah zakat.
{إِنَّكَ لأنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ}
Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal (Hud: 87)
Ibnu Abbas, Maimun ibnu Mahran, Ibnu Juraij, Aslam, dan Ibnu Jarir mengatakan bahwa mereka mengucapkan kalimat tersebut kepada Nabi Syu'aib dengan nada memperolok-olok. Mereka adalah musuh Allah, semoga Allah melaknat mereka, dan memang laknat Allah menimpa mereka.

Hud, ayat 88

{قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ (88) }

Syuaib  berkata, "Hai kaumku, bagaimana pikiran kalian jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah­Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kalian (dengan mengerjakan) apa yang aku larang kalian darinya. 'Aku tidak ber­maksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.

Nabi Syu'aib berkata kepada kaumnya: Hai kaumku, bagaimanakah pendapat kalian:
{إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي}
jika aku mempunyai bukti dari Tuhanku. (Hud: 88)
Yakni jika aku berada dalam pengetahuan yang meyakinkan tentang hal yang aku serukan (kepada kalian):
{وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا}
dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik. (Hud: 88)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan rezeki dalam ayat ini ialah kenabian. Menurut pendapat lainnya adalah rezeki yang halal; ke dua-duanya dapat dipakai.
As-Sauri mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan aku tidak berkehendak menyalahi kalian (dengan mengerja­kan) apa yang aku larang kalian darinya. (Hud: 88) Artinya, aku tidak melarang kalian melakukan sesuatu, lalu aku sendiri melakukannya bila tidak kelihatan oleh kalian.
Hal yang sama telah di katakan oleh Qatadah sehubungan dengan takwil firman-Nya berikut ini: Dan aku tidak berkehendak menyalahi kalian (dengan mengerja­kan) apa yang aku larang kalian darinya. (Hud: 88) Maksudnya, tidaklah aku larang kalian dari suatu perkara, lalu aku sendiri mengerjakannya:
{إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ}
Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. (Hud: 88)
Yakni dalam amar ma'ruf dan nahi munkar-ku kepada kalian. Sesungguhnya aku hanya bermaksud memperbaiki keadaan kalian semampuku dengan mengerahkan segala kekuatan yang ada padaku.
{وَمَا تَوْفِيقِي}
Dan tidak ada taufik bagiku. (Hud: 88)
Yaitu dalam memperoleh kebenaran yang aku maksudkan.
{إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ}
melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada-Nya aku bertawakal. (Hud: 88)
dalam semua urusanku.
{وَإِلَيْهِ أُنِيبُ}
dan hanya kepada-Nyalah aku kembali. (Hud: 88)
Yakni aku akan dikembalikan.
Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو قَزْعَةَ سُوَيد بْنُ حُجَير الْبَاهِلِيُّ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّ أَخَاهُ مَالِكًا قَالَ: يَا مُعَاوِيَةُ، إِنْ مُحَمَّدًا أَخَذَ جِيرَانِي، فانطَلق إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ قَدْ كَلَّمَكَ وَعَرَفَكَ، فَانْطَلَقْتُ مَعَهُ فَقَالَ: دَعْ لِي جِيرَانِي، فَقَدْ كَانُوا أَسْلَمُوا. فَأَعْرَضَ عَنْهُ. [فَقَامَ مُتَمَعطًا] فَقَالَ: أَمَا وَاللَّهِ لَئِنْ فَعلتَ إِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّكَ تَأْمُرُ بِالْأَمْرِ وَتُخَالِفُ إِلَى غَيْرِهِ. وَجَعَلْتُ أَجُرُّهُ وَهُوَ يَتَكَلَّمُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَا تَقُولُ؟ " فَقَالَ: إِنَّكَ وَاللَّهِ لَئِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ. إِنَّ النَّاسَ لَيَزْعُمُونَ أَنَّكَ لَتَأْمُرُ بالأمر وتخالف إلى غيره. قال: فقال: "أوَ قد قالوها -أو قائلهم -وَلَئِنْ فَعَلْتُ ذَلِكَ مَا ذَاكَ إِلَّا عَلَيَّ، وَمَا عَلَيْهِمْ مِنْ ذَلِكَ مِنْ شَيْءٍ، أَرْسِلُوا لَهُ جِيرَانَهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Quza'ah (yakni Suwaid ibnu Hujair Al-Bahili), dari Hakim ibnu Mu'awiyah, dari ayahnya, bahwa saudaranya yang bernama Malik berkata, "Hai Mu'awiyah, sesungguhnya Muhammad telah menahan tetangga-tetanggaku. Maka berangkatlah engkau kepadanya karena sesungguhnya dia pernah berbicara denganmu dan dia mengenalmu." Maka aku (Malik) berangkat bersamanya (Mu'awiyah), lalu Mu'awiyah berkata, "Lepaskanlah tetangga-tetanggaku demi aku, karena sesungguhnya mereka telah masuk Islam." Nabi Saw. berpaling dari Mu'awiyah, dan Mu'awiyah berdiri seraya marah, lalu berkata "Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya jika engkau melakukan hal itu (tetap menahan mereka), sesungguhnya orang-orang akan menduga bahwa engkau benar-benar telah memerintahkan sesuatu kepada kami, tetapi engkau sendiri berbeda dengan melakukan hal lainnya." Lalu aku (Malik) menariknya (Mu'awiyah) yang masih berbicara. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apa yang tadi kamu katakan?" Mu'awiyah berkata, "Sesungguhnya engkau, demi Allah, seandainya engkau melakukan hal tersebut, orang-orang pasti akan menduga bahwa engkau telah memerintahkan kepada suatu hal, lalu engkau sendiri berbeda dengan mengerjakan yang lainnya." Rasul Saw. bersabda, "Apakah mereka telah mengatakannya? Sesungguhnya jika aku melakukan hal itu, maka tiada lain akibatnya akan menimpa diriku dan mereka tidak akan terkena sesuatu akibat pun dari hal tersebut. Sekarang lepaskanlah tetangga-tetangganya demi dia."
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ بَهْز  بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جده قَالَ: أَخَذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاسًا مِنْ قَوْمِي فِي تُهَمة فَحَبَسَهُمْ، فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ قَوْمِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، عَلَامَ تَحْبِسُ جِيرَتِي؟ فصَمت رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [عَنْهُ] فَقَالَ: إِنَّ نَاسًا لَيَقُولُونَ: إِنَّكَ تَنْهَى عَنِ الشَّيْءِ وَتَسْتَخْلِي بِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا يَقُولُ؟ " قَالَ: فَجَعَلْتُ أَعْرِضُ بَيْنَهُمَا الْكَلَامَ مَخَافَةَ أَنْ يَسْمَعَهَا فَيَدْعُو عَلَى قَوْمِي دَعوة لَا يُفْلِحُونَ بَعْدَهَا أَبَدًا، فَلَمْ يَزَلْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهِ حَتَّى فهمها، فقال: "أو قد قَالُوهَا -أَوْ: قَائِلُهَا مِنْهُمْ -وَاللَّهِ لَوْ فعلتُ لَكَانَ عَلَيَّ وَمَا كَانَ عَلَيْهِمْ، خَلُّوا لَهُ عَنْ جِيرَانِهِ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Bahz ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Nabi Saw. menangkap sejumlah orang dari kalangan kaumku karena suatu tuduhan yang dilancarkan terhadap mereka, lalu beliau Saw. menahan mereka. Maka datanglah seorang lelaki dari kalangan kaumku menghadap kepada Rasulullah Saw. yang saat itu sedang berkhotbah. Kemudian laki-laki itu berkata, "Hai Muhammad, mengapa engkau menahan tetangga-tetanggaku?" Rasulullah Saw. diam, dan lelaki itu berkata lagi, "Sesungguhnya sejumlah orang benar-benar ada yang mengatakan bahwa engkau telah melarang sesuatu dikerjakan, tetapi engkau sendiri mengerjakannya." Nabi Saw. bersabda, "Apa yang kamu katakan?"Maka aku (lelaki itu) berpaling dari pembicaraan itu dengan mengatakan pembicaraan lain, karena takut didengar oleh beliau, yang akhirnya beliau akan mendoakan atas kaumku suatu doa yang mengakibatkan mereka tidak akan mendapat keberuntungan selama-lamanya. Rasulullah Saw. terus bertanya sehingga beliau memahaminya, lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya mereka telah mengatakannya (atau sebagian dari mereka telah mengatakannya). Demi Allah, seandainya aku melakukannya, niscaya akibat buruknya akan ditanggung olehku, bukan oleh mereka. Lepaskanlah tetangga-tetangganya itu!"
Termasuk ke dalam bab ini ialah hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا حُمَيْدٍ وَأَبَا أُسَيْدٍ يَقُولَانِ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا سَمِعْتُمُ الْحَدِيثَ عَنِّي تَعْرِفُهُ قُلُوبُكُمْ، وَتَلِينُ لَهُ أَشْعَارُكُمْ وَأَبْشَارُكُمْ، وَتَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْكُمْ قَرِيبٌ، فَأَنَا أَوْلَاكُمْ بِهِ، وَإِذَا سَمِعْتُمُ الْحَدِيثَ عَنِّي تُنكره قُلُوبُكُمْ، وَتَنْفُرُ مِنْهُ أَشْعَارُكُمْ وَأَبْشَارُكُمْ، وَتَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْكُمْ بَعِيدٌ فَأَنَا أَبْعَدُكُمْ مِنْهُ"
telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, dari Rabi'ah ibnu Abu Abdur Rahman, dari Abdul Malik ibnu Sa'id ibnu Suwaid Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Humaid dan Abu Usaid menceritakan hadis berikut dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Apabila kalian mendengar suatu hadis dariku yang kalian kenali melalui hati kalian, dan membuat perasaan serta hati kalian menjadi lembut karenanya, dan kalian meyakini bahwa hal itu lebih dekat (manfaatnya) kepada kalian, maka aku adalah orang yang lebih berhak untuk mengerjakannya. Apabila kalian mendengar suatu hadis dariku yang kalian ingkari melalui hati kalian, dan perasaan serta hati kalian menolaknya, serta kalian merasa yakin bahwa hal itu lebih jauh (manfaatnya) dari kalian, maka aku adalah orang yang lebih berhak meninggalkannya.
Sanad hadis berpredikat sahih. Imam Muslim telah mengetengahkan suatu hadis dengan sanad yang sama, yang isinya menyebutkan:
"إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المسجد فليقل: اللهم، افتح لي أبواب رحمتك وإذا خرج فليقل: اللهم، إني أسألك من فَضْلِكَ"
Apabila seseorang di antara kalian memasuki masjid, hendak­lah ia mengucapkan, "Ya Allah, bukakanlah bagiku semua pintu rahmat-Mu.” Dan apabila ia keluar dari masjid, hendaklah mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada-Mu sebagian dari kemurahan-Mu.”
Makna hadis sebelumnya ialah 'manakala sampai kepada kalian suatu kebaikan dariku, maka aku adalah orang yang paling utama dalam mengerjakannya. Dan manakala sampai kepada kalian sesuatu yang kalian ingkari, maka aku adalah orang yang paling berhak dalam meninggal­kannya'.
*******************
{وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ [عَنْهُ] }
Dan aku tidak berkehendak menyalahi kalian (dengan mengerjakan) apa yang aku larang kalian darinya. (Hud: 88)
Qatadah telah meriwayatkan dari Urwah, dari Al-Hasan Al-Urni, dari Yahya ibnul Bazzar, dari Masruq yang menceritakan bahwa seorang wanita datang kepada Ibnu Mas'ud, lalu bertanya, "Apakah engkau melarang wasilah (menyambung rambut/memakai wig)?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Ya." Wanita itu berkata, "Ternyata seseorang dari istri-istrimu melakukannya." Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau demikian, berarti aku tidak mengamalkan wasiat seorang hamba yang saleh (Nabi Syu'aib)," yaitu: Dan aku tidak berkehendak menyalahi kalian (dengan mengerjakan) apa yang aku larang kalian darinya. (Hud: 88)
Usman ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abu Sulaiman Ad-Dabbi yang mengatakan bahwa surat-surat dari Umar ibnu Abdul Aziz sering kami terima yang di dalamnya terkandung perintah dan larangan. Dan pada setiap akhir suratnya ia selalu menyebutkan bahwa tiada yang dapat saya lakukan dari hal tersebut melainkan seperti apa yang dikatakan oleh seorang hamba yang saleh (Nabi Syu'aib), yaitu:
{وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ}
Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal, dan hanya kepada-Nyalah aku kembali. (Hud: 88)

Hud, ayat 89-90

{وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ (89) وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ (90) }

Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kalian) menyebabkan kalian menjadi jahat hingga kalian ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedangkan kaum Lut tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kalian. Dan mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.

Nabi Syu'aib berkata kepada kaumnya:
{وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي}
Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kalian) menyebabkan kalian menjadi jahat. (Hud: 89)
Maksudnya, janganlah sikap antipati dan kebencianku kepada kalian sampai menyebabkan kalian makin berlanjut dalam mengerjakan kekufuran dan kerusakan yang biasa kalian lakukan itu, akibatnya kalian akan tertimpa azab seperti yang telah menimpa kaum Nuh, kaum Hud, kaum Saleh, dan kaum Lut.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kalian) menyebabkan kalian menjadi jahat. (Hud: 89) Yakni hendaknya janganlah sikap berbedaku (dengan kalian) mendorong kalian.
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksudkan yaitu 'pertentangan antara aku dengan kalian mendorong kalian untuk berkelanjutan dalam kesesatan dan kekufuran, akibatnya kalian akan tertimpa azab seperti azab yang telah menimpa mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Auf Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah Abdul Quddus ibnul Hajyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ibnu Abu Laila Al-Kindi yang mengatakan, "Ketika aku sedang bersama tuanku seraya memegang tali kendali unta kendaraannya, saat itu orang-orang sedang mengepung rumah Usman ibnu Affan. Maka Usman ibnu Affan muncul dari rumahnya menghadapi kami, lalu membacakan firman-Nya: 'Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kalian) menyebabkan kalian menjadi jahat hingga kalian ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh.' (Hud: 89)." Hai kaumku, janganlah kalian membunuhku. Sesungguhnya jika kalian membunuhku, maka kalian akan seperti ini. Demikianlah ucapannya seraya menyatukan jari jemari tangannya.
*******************
Firman Allah Swt.
{وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ}
sedangkan kaum Lut tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kalian. (Hud: 89)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah zamannya.
Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'sesungguhnya kaum Lut telah binasa kemarin.
Menurut pendapat lainnya lagi, yang dimaksud dengan tidak jauh adalah tempatnya.
Kedua pengertian di atas masing-masing dapat dijadikan sebagai takwilnya.
{وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ}
Dan mohonlah ampun kepada Tuhan kalian. (Hud: 90)
dari dosa-dosa kalian yang terdahulu.
ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
kemudian bertobatlah kepada-Nya. (Hud: 90)
dari semua perbuatan buruk di masa mendatang.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ}
Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. (Hud: 90)
kepada orang yang bertobat kepada-Nya.

No comments

Tafsir Jalalain

Tafsir Ibnu Katsir

Back to top