004. Surat An-Nisa Ayat 102 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook
Terjemah Tafsir Ibnu Katsir Al-Quran Surat 4. An-Nisa Ayat 102 - Muslim Notebook
وَإِذا
كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ
وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرائِكُمْ
وَلْتَأْتِ طائِفَةٌ أُخْرى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا
حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ
أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً واحِدَةً وَلا
جُناحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كانَ بِكُمْ أَذىً مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضى أَنْ
تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكافِرِينَ
عَذاباً مُهِيناً (102)
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah
mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang
senjata, kemudian apabila mereka (yang salat bersamamu) sujud (telah
menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum salat,
lalu salatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang
senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kalian lengah terhadap senjata kalian
dan harta benda kalian, lalu mereka menyerbu kalian dengan sekaligus. Dan tidak
ada dosa atas kalian meletakkan senjata kalian, jika kalian mendapat sesuatu
kesusahan karena hujan atau karena kalian memang sakit; dan siap siagalah
kalian. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi
orang-orang yang kafir itu.
Salat Khauf banyak ragamnya, karena sesungguhnya musuh itu adakalanya berada
di arah kiblat, dan adakalanya berada di lain arah. Salat itu adakalanya terdiri
atas empat rakaat, adakalanya tiga rakaat (seperti salat Magrib), dan adakalanya
dua rakaat (seperti salat Subuh dan salat Safar). Kemudian adakalanya mereka
melakukan salat dengan berjamaah, adakalanya perang sedang berkecamuk, sehingga
mereka tidak dapat berjamaah, melainkan masing-masing salat sendirian dengan
menghadap ke arah kiblat atau ke arah lainnya, baik dengan berjalan kaki ataupun
berkendaraan.
Dalam keadaan perang sedang berkecamuk, mereka diperbolehkan berjalan dan
memukul dengan pukulan yang bertubi-tubi, sedangkan mereka dalam salatnya.
Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam keadaan perang sedang berkecamuk,
mereka melakukan salatnya satu rakaat saja, karena berdasarkan kepada hadis Ibnu
Abbas yang lalu tadi. Hal ini dikatakan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal. Al-Munziri
di dalam kitab Al-Hawasyi mengatakan bahwa pendapat ini dikatakan oleh Ata,
Jabir, Al-Hasan, Mujahid, Al-Hakam, Qatadah, dan Hammad. Hal yang sama dikatakan
pula oleh Tawus dan Ad-Dahhak.
Abu Asim Al-Abbadi meriwayatkan dari Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi, bahwa ia
berpendapat salat Subuh dikembalikan menjadi satu rakaat dalam keadaan khauf
(perang). Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Hazm.
Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, "Adapun dalam keadaan pedang beradu, maka
cukup bagimu satu rakaat dengan cara memakai isyarat saja. Jika kamu tidak
mampu, cukup hanya dengan sekali sujud karena salat adalah zikrullah."
Ulama lainnya mengatakan cukup hanya dengan sekali takbir saja. Barangkali
dia bermaksud satu rakaat, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal
dan murid-muridnya. Hal yang sama dikatakan oleh Jabir ibnu Abdullah, Abdullah
ibnu Umar dan Ka'b serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan
sahabat, juga As-Saddi, menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Akan tetapi, orang-orang yang meriwayatkan pendapat ini hanya meriwayatkan
berdasarkan makna lahiriahnya saja, yaitu menilai cukup salat khauf hanya dengan
sekali takbir, seperti yang dikatakan oleh mazhab Ishaq ibnu Rahawaih. Hal yang
sama dikatakan pula oleh Al-Amir Abdul Wahhab ibnu Bukht Al-Makki. Bahkan ia
berani mengatakan, "Jika ia tidak mampu melakukan takbir, janganlah ia
meninggalkan salat dalam hatinya, cukup hanya dengan niat." Demikianlah menurut
apa yang diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Mansur di dalam kitab sunannya, dari
Ismail ibnu Ayyasy, dari Syu'aib ibnu Dinar.
Di antara ulama ada yang membolehkan mengakhirkan salat karena uzur
peperangan dan sibuk menghadapi musuh, seperti yang dilakukan oleh Nabi Saw.;
beliau mengakhirkan salat Lohor dan Asar dalam Perang Ahzab dan mengerjakannya
sesudah Magrib. Kemudian beliau melakukan salat Magrib dan Isya sesudahnya. Juga
seperti yang disabdakannya sesudah itu (yakni dalam Perang Bani Quraizah) ketika
beliau mempersiapkan pasukan kaum muslim untuk menghadapi mereka. Beliau Saw.
bersabda:
"لَا
يُصَلِّيَنَّ أحدٌ مِنْكُمُ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ"
Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian salat Asar,
melainkan di tempat Bani Quraizah!
Waktu salat datang ketika mereka berada di tengah jalan. Maka sebagian dari
mereka mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah Saw. hanyalah agar kita
berjalan dengan cepat, bukan bermaksud agar kita mengakhirkan salat dari
waktunya. Maka golongan ini mengerjakan salat Asar tepat pada waktunya di tengah
jalan.
Sedangkan golongan lain dari mereka mengakhirkan salat Asar, lalu mereka
mengerjakannya di tempat Bani Quraizah sesudah salat Magrib. Akan tetapi,
Rasulullah Saw. tidak menegur salah satu dari kedua golongan tersebut.
Kami membahas masalah ini di dalam kitab Sirah, dan menerangkan pula bahwa
orang-orang yang mengerjakan salat Asar pada waktunya lebih dekat kepada
kebenaran daripada kenyataannya, sekalipun golongan yang lain dimaafkan. Hujah
mereka yang menyebabkan mereka mengakhirkan salat Asar dari waktunya ialah uzur,
karena mereka sedang dalam rangka jihad dan mengadakan serangan cepat terhadap
segolongan orang-orang Yahudi yang terkutuk, disebabkan mereka melanggar
perjanjian.
Menurut pendapat jumhur ulama, semuanya itu dimansukh oleh salat khauf,
karena sesungguhnya ayat salat khauf masih belum diturunkan ketika terjadi
peristiwa itu. Setelah ayat salat khauf diturunkan, maka mengakhirkan salat
dimansukh olehnya. Hal ini lebih jelas dalam hadis Abu Sa'id Al-Khudri yang
diriwayatkan oleh Imam Syafii dan ahlus sunan.
Akan tetapi, hal ini sulit bila diselaraskan dengan apa yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya, yaitu dalam Bab "Salat di Saat
Mengepung Benteng dan Bersua dengan Musuh". Disebutkan bahwa Al-Auza'i
mengatakan, "Jika kemenangan berada di tangan dan mereka tidak mampu melakukan
salat, hendaklah mereka salat dengan memakai isyarat, masing-masing orang
mengerjakannya sendiri-sendiri. Jika mereka tidak mampu memakai isyarat,
hendaklah mereka mengakhirkan salat sampai peperangan terhenti atau situasi aman
dan terkendali, baru mereka melakukan salatnya dua rakaat. Jika dua rakaat tidak
mampu mereka kerjakan, maka cukup dengan satu rakaat dan dua kali sujud. Jika
hal itu tidak mampu juga mereka kerjakan (karena keadaan masih sangat genting),
maka tidak cukup bagi mereka mengerjakan salatnya hanya dengan takbir, melainkan
mereka harus mengakhirkannya hingga keadaan benar-benar aman." Hal ini dikatakan
oleh Makhul.
Anas ibnu Malik mengatakan, ia ikut mengepung Benteng Tustur di saat fajar
menyingsing, lalu pecahlah perang dengan serunya, hingga pasukan kaum muslim
tidak dapat melakukan salat Subuh. Maka kami tidak mengerjakannya kecuali
setelah matahari tinggi, lalu baru kami berkesempatan mengerjakannya; saat itu
kami berada di bawah pimpinan Abu Musa. Akhirnya kami beroleh kemenangan dan
berhasil merebut Benteng Tustur.
Sahabat Anas mengatakan, "Tidaklah aku gembira bila salat tersebut ditukar
dengan dunia dan semua yang ada padanya." Demikianlah menurut apa yang
diketengahkan oleh Imam Bukhari.
Selanjutnya Imam Bukhari mengiringinya dengan hadis tentang mengakhirkan
salat di saat Perang Ahzab. Menyusul hadis perintah Nabi Saw. kepada pasukan
kaum muslim yang mengatakan bahwa mereka jangan mengerjakan salat Asar kecuali
di tempat Bani Quraizah, seakan-akan Imam Bukhari memilih pendapat ini.
Bagi orang yang cenderung kepada pendapat ini boleh meniru apa yang telah
dilakukan oleh Abu Musa dan teman-temannya pada waktu penaklukan Benteng Tustur,
karena sesungguhnya hal ini menurut kebanyakan ulama telah dikenal. Akan tetapi,
peristiwa tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab,
dan tiada suatu nukilan pun yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Abu
Musa dan teman-temannya diprotes oleh seseorang dari kalangan sahabat.
Para ulama mengatakan bahwa salat khauf disyariatkan pada saat Perang
Khandaq, karena Perang Zatur Riqa' terjadi sebelum Perang Khandaq menurut
kebanyakan ulama Sirah dan Magazi. Di antara mereka yang me-nas-kan demikian
ialah Muhammad ibnu Ishaq, Musa ibnu Uqbah, Al-Waqidi, Muhammad ibnu Sa'd (juru
tulisnya), dan Khalifah ibnul Khayyat serta lain-lainnya.
Lain halnya dengan Imam Bukhari dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa
Perang Zatur Riqa' terjadi sesudah Perang Khandaq, karena berdasarkan kepada
hadis Abu Musa dan hadis lainnya yang disebut di atas, kecuali Perang
Khaibar.
Tetapi yang sangat mengherankan sekali ialah apa yang dikatakan oleh
Al-Muzani, Abu Yusuf Al-Qadi, dan Ibrahim ibnu Ismail ibnu Ulayyah. Mereka
berpendapat bahwa salat khauf telah dimansukh oleh perintah Nabi Saw. yang
mengakhirkan salat dalam Perang Khandaq. Pendapat ini sangat aneh, karena
terbukti melalui banyak hadis bahwa salat khauf terjadi sesudah Perang
Khandaq.
Sebagai jalan keluarnya menginterpretasikan pengertian mengakhirkan salat
pada hari itu menurut apa yang dikatakan oleh Makhul dan Al-Auza'i lebih kuat
dan lebih dekat kepada kebenaran.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذا
كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu
hendak mendirikan salat bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102)
Maksudnya, apabila kamu salat bersama mereka sebagai imam dalam salat khauf.
Hal ini bukan seperti keadaan yang pertama tadi, karena pada keadaan pertama
salat di-qasar-kan (dipendekkan) menjadi satu rakaat, seperti yang ditunjukkan
oleh makna hadisnya, yaitu sendiri-sendiri, sambil berjalan kaki ataupun
berkendaraan, baik menghadap ke arah kiblat ataupun tidak, semuanya sama.
Kemudian disebutkan keadaan berjamaah dengan bermakmum kepada seorang imam,
alangkah baiknya pengambilan dalil yang dilakukan oleh orang-orang yang
mewajibkan salat berjamaah berdasar-kan ayat yang mulia ini, mengingat dimaafkan
banyak pekerjaan karena jamaah. Seandainya berjamaah tidak wajib, maka hal
tersebut pasti tidak diperbolehkan.
Adapun orang yang menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa salat khauf
dimansukh sesudah Nabi Saw., karena berdasarkan kepada firman-Nya: Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka. (An-Nisa: 102)
Dengan pengertian ini, berarti gambaran salat tersebut terlewatkan olehnya,
dan cara penyimpulan dalil seperti ini lemah. Dapat pula disanggah dengan
sanggahan semisal perkataan orang-orang yang tidak mau berzakat, yaitu mereka
yang beralasan kepada firman-Nya yang mengatakan:
خُذْ
مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kalian
membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. (At-Taubah: 103)
Mereka mengatakan bahwa kami tidak mau membayar zakat kepada siapa pun
sesudah Nabi Saw., melainkan kami akan mengeluarkannya dengan tangan kami
sendiri untuk diberikan kepada orang-orang yang akan kami beri. Kami tidak akan
memberikannya kepada siapa pun kecuali kepada orang yang doanya menjadi
ketenteraman jiwa bagi kami.
Sekalipun alasan mereka demikian, para sahabat menyanggah dan menyangkal
alasan mereka, dan tetap memaksa untuk membayar zakatnya serta memerangi
orang-orang dari kalangan mereka yang membangkang, tidak mau membayar zakat.
Dalam pembahasan berikut akan kami ketengahkan terlebih dahulu asbabun nuzul
ayat ini sebelum menerangkan sifat (gambaran)nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah
menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Hasyim, telah menceritakan kepada kami Saif, dari Abu Rauq, dari Abu Ayyub, dari
Ali r.a. yang menceritakan bahwa suatu kaum dari kalangan Bani Najjar bertanya
kepada Rasulullah Saw. Mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
sering bepergian di muka bumi. Bagaimanakah caranya kami menunaikan salat?" Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila kalian bepergian di muka bumi,
maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101)
Kemudian wahyu terhenti. Satu tahun kemudian Nabi Saw. melakukan peperangan lagi
dan salat Lohor dalam peperangan itu. Maka orang-orang musyrik berkata (dengan
sesama mereka), "Sesungguhnya Muhammad dan sahabat-sahabatnya memberikan
kesempatan kepada kalian punggung mereka, mengapa kalian tidak segera menyerang
mereka dari belakang?" Lalu seseorang dari mereka ada yang berkata,
"Sesungguhnya masih ada segolongan lagi dari mereka yang berada di belakangnya
melindungi mereka." Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa Allah Swt. menurunkan
firman-Nya di antara kedua salat (Lohor dan Asar), yaitu: jika kalian takut
diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101), hingga akhir ayat berikutnya.
Maka turunlah ayat mengenai salat khauf.
Konteks hadis ini garib, tetapi sebagian darinya ada syahid (penguat)nya yang
diketengahkan melalui riwayat Abu Ayyasy Az-Zuraqi, nama aslinya ialah Zaid
ibnus Samit Az-Zuraqi r.a. yang ada pada Imam Ahmad dan Ahli Sunan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur-Razzaq, telah
menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Mansur, dari Mujahid, dari Abu Ayyasy
Az-Zuraqi yang menceritakan, "Ketika kami bersama-sama Rasulullah Saw. di Asfan,
orang-orang musyrik yang di bawah pimpinan Khalid ibnul Walid (yang saat itu
belum masuk Islam) datang hendak menyerang kami. Posisi mereka terletak di
antara kami dan arah kiblat. Maka Rasulullah Saw. melakukan salat Lohor bersama
kami." Mereka (pasukan kaum musyrik) berkata, "Sesungguhnya mereka berada di
dalam suatu posisi yang menguntungkan, seandainya saja kita menyerang mereka di
saat mereka lengah." Kemudian mereka mengatakan pula, "Sekarang telah tiba
saatnya bagi mereka suatu salat yang lebih mereka sukai daripada anak-anak dan
diri mereka sendiri." Maka turunlah Malaikat Jibril di antara salat Lohor dan
Asar dengan membawa ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan apabila kamu
berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat
bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102) Ketika waktu salat tiba, Rasulullah Saw.
memerintahkan mereka untuk menyandang senjata, lalu membariskan kami di
belakangnya menjadi dua saf. Kemudian Nabi Saw. rukuk, dan kami semua rukuk;
lalu Nabi Saw. mengangkat tubuhnya dari rukuk, kami pun melakukan hal yang sama
semuanya. Sesudah itu Nabi Saw. sujud bersama saf yang berada di belakangnya,
sedangkan saf berikutnya dalam keadaan tetap berdiri melakukan tugas penjagaan.
Setelah mereka sujud dan bangun, maka golongan yang lainnya duduk, lalu sujud
menggantikan mereka yang telah sujud. Kemudian saf kedua maju menggantikan
kedudukan saf pertama, dan saf pertama mundur menggantikan kedudukan saf yang
kedua. Lalu Nabi Saw. rukuk, maka mereka semuanya rukuk; dan Nabi Saw.
mengangkat kepalanya dari rukuk, maka mereka mengangkat kepalanya pula dari
rukuknya. Hal ini dilakukan mereka secara bersama-sama. Kemudian Nabi Saw. sujud
bersama saf yang berada di belakangnya, sedangkan saf yang lain tetap berdiri
menjaga mereka. Setelah mereka duduk, maka saf yang lainnya duduk, lalu sujud.
Selanjutnya Nabi Saw. salam bersama-sama mereka semua, dan selesailah salatnya.
Abu Ayyasy Az-Zuraqi mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjalankan salat ini dua
kali; sekali di Asfan, dan yang lainnya di tanah tempat orang-orang Bani
Sulaim.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Gundar, dari Syu'bah, dari Mansur
dengan sanad yang sama dan dengan lafaz yang semisal.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Sa'id ibnu Mansur, dari
Jarir ibnu Abdul Hamid. Sedangkan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis
Syu'bah dan Abdul Aziz ibnu Abdus Samad, semuanya dari Mansur dengan lafaz yang
sama.
Sanad riwayat ini sahih dan mempunyai banyak syahid (penguat), antara lain
ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harb, dari Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri,
dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Atabah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan
bahwa Nabi Saw. berdiri (untuk salat), lalu orang-orang berdiri pula bersamanya.
Nabi Saw. bertakbir, maka mereka pun bertakbir mengikutinya; Nabi Saw. rukuk,
dan sebagian dari mereka rukuk bersamanya, kemudian Nabi Saw. sujud yang diikuti
oleh sebagian dari mereka. Kemudian Nabi Saw. berdiri untuk rakaat yang kedua,
maka berdirilah orang-orang yang tadinya sujud bersamanya dan tetap berdiri
menjaga saudara-saudara mereka yang belum salat. Lalu golongan yang lainnya
bergabung bersama Nabi Saw. rukuk dan sujud bersamanya. Semua pasukan berada
dalam salat, tetapi sebagian dari mereka menjaga sebagian yang lainnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku ayahku,
dari Qatadah, dari Sulaiman ibnu Qais Al-Yasykuri, bahwa ia pernah bertanya
kepada Jabir ibnu Abdullah tentang mengqasar salat, bilakah diturunkan dan pada
peristiwa apa? Jabir menjawab, "Kami berangkat menghadap kafilah orang-orang
Quraisy yang datang dari negeri Syam. Ketika kami berada di Nakhlah (sedang
beristirahat), maka datanglah seorang lelaki dari kalangan musuh kepada
Rasulullah Saw. (secara diam-diam), lalu bertanya dengan nada mengancam, 'Hai
Muhammad, apakah kamu takut kepadaku?' Nabi Saw. menjawab, Tidak.' Lelaki itu
berkata lagi, "Siapakah yang akan mencegahku darimu?' Nabi Saw. menjawab,
'Allah yang akan melindungiku darimu.' Maka pedang lelaki itu terjatuh,
kemudian Nabi Saw. berbalik mengancam dan memperingatinya. Kemudian Nabi Saw.
memerintahkan agar semuanya berangkat dan menyandang senjatanya masing-masing.
Tetapi waktu salat tiba, maka diserukan untuk salat. Rasulullah Saw. salat
dengan segolongan orang dari kaum, sedangkan kaum yang lain menjaga mereka yang
sedang salat. Rasulullah Saw. salat bersama-sama saf yang ada di belakangnya
sebanyak dua rakaat, kemudian mereka yang telah salat bersamanya mundur ke
belakang, lalu kedudukan mereka digantikan oleh orang-orang yang belum salat,
dan mereka menggantikan posisi orang-orang yang belum salat itu untuk
menjaganya. Lalu Nabi Saw. salat bersama mereka dua rakaat lagi, kemudian Nabi
Saw. salam. Dengan demikian, Nabi Saw. melakukan salatnya sebanyak empat
rakaat, sedangkan bagi masing-masing kaum dua rakaat. Pada hari itulah Allah
menurunkan wahyu yang menerangkan tentang qasar salat dan memerintahkan kepada
orang-orang mukmin agar tetap membawa senjatanya."
Imam Ahmad meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Bisyr,
dari Sulaiman ibnu Qais Al-Yasykuri, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan
bahwa Rasu¬lullah Saw. berperang melawan orang-orang Hafsah. Lalu datanglah
seorang lelaki dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama Gauras ibnul Haris,
sehingga berdiri di hadapan Rasulullah Saw. dengan pedang yang terhunus, (saat
itu Rasulullah Saw. sedang istirahat). Lalu ia berkata, "Siapakah yang akan
melindungimu dariku?" Nabi Saw. menjawab, "Allah." Maka saat itu juga
pedang terjatuh dari tangan Gauras. Rasulullah Saw. mengambil pedangnya, lalu
berkata kepadanya, "Siapakah yang akan melindungimu dariku?" Lelaki itu
menjawab, "Semoga engkau adalah orang yang paling baik dalam membalas." Nabi
Saw. bersabda, "Maukah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
aku adalah utusan Allah?" Lelaki itu menjawab, "Tidak. Tetapi aku berjanji
kepadamu, aku tidak akan memerangimu dan tidak akan membantu orang-orang yang
memerangimu." Maka Rasulullah Saw. melepaskannya. Gauras kembali kepada kaumnya,
lalu mengatakan kepada mereka, "Aku baru saja datang dari manusia yang paling
baik." Ketika waktu salat tiba, Rasulullah Saw. melakukan salat khauf, dan
orang-orang dibagi menjadi dua golongan; segolongan berada di hadapan musuh, dan
segolongan yang lain salat bersama Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. salat
dua rakaat bersama-sama mereka, lalu mereka bersalam. Sesudah itu mereka pergi
dan menggantikan posisi golongan lain yang belum salat menghadapi musuh,
sedangkan mereka yang tadinya berjaga menghadapi musuh, bergabung salat bersama
Rasulullah Saw. sebanyak dua rakaat. Maka Rasulullah Saw. melakukan salat empat
rakaat, sedangkan bagi masing-masing kaum dua rakaat.
Hadis ini bila ditinjau dari segi sanadnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad
secara munfarid.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan,
telah menceritakan kepada kami Abu Qatn (yaitu Amr ibnul Haisam), telah
menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Yazid Al-Faqir yang menceritakan bahwa
ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang dua rakaat dalam
perjalanan, apakah keduanya adalah salat qasar? Jabir ibnu Abdullah menjawab,
"Salat dua rakaat dalam perjalanan adalah salat yang sempurna. Sesungguhnya yang
dimaksud dengan qasar hanyalah di saat peperangan berkecamuk, yaitu satu rakaat.
Tatkala kami sedang bersama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan, tiba-tiba
salat didirikan. Maka Rasulullah Saw. membuat satu saf barisan yang terdiri atas
segolongan kaum, sedangkan segolongan yang lain berada di hadapan musuh. Maka
Rasulullah Saw. salat bersama mereka satu rakaat dan sujud sebanyak dua kali
bersama mereka. Kemudian orang-orang yang tidak ikut salat meninggalkan
posisinya untuk menggantikan mereka yang telah salat, dan yang telah salat
menggantikan posisi mereka yang belum salat. Lalu mereka yang belum salat itu
bersaf di belakang Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. salat bersama mereka
satu rakaat serta sujud dua kali bersama-sama mereka. Setelah itu Rasulullah
Saw. duduk (bertasyahhud) dan salam bersama orang-orang yang ada di belakangnya,
dan salam pula mereka yang sedang dalam posisi berjaga. Dengan demikian, berarti
Rasulullah Saw. salat dua rakaat, sedangkan masing-masing dari kedua kaum itu
satu rakaat." Kemudian Jabir ibnu Abdullah membacakan firman-Nya: Dan apabila
kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan
salat bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Yazid Al-Faqir, dari
Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. salat bersama mereka (yaitu salat
khauf). Untuk itu Rasulullah Saw. mengatur mereka menjadi dua saf, satu saf
berada di hadapannya, dan saf yang lain berada di belakangnya. Kemudian
Rasulullah Saw. salat satu rakaat bersama mereka yang ada di belakangnya dengan
dua kali sujud. Selanjutnya mereka yang telah salat maju ke depan dan
menggantikan posisi teman mereka yang belum salat. Lalu mereka yang belum salat
datang dan menggantikan kedudukan mereka yang sudah salat; maka Nabi Saw. salat
bersama mereka satu rakaat lagi berikut dua kali sujud, setelah itu beliau
salam. Maka Nabi Saw. melakukan salat dua rakaat, dan bagi mereka masing-masing
satu rakaat.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah. Hadis ini mempunyai
jalur-jalur lain yang bersumber dari Jabir, dan di dalam kitab Sahih Muslim
hadis ini diriwayatkan melalui sanad yang lain dan dengan lafaz yang lain pula.
Jamaah telah meriwayatkannya di dalam kitab-kitab sahih, musnad, dan sunan dari
Jabir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami
Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya
sehubungan dengan firman-Nya: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka
(sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka.
(An-Nisa: 102) ia mengatakan, yang dimaksud adalah salat khauf. Rasulullah Saw.
salat dengan salah satu golongan dari dua golongan yang ada sebanyak satu
rakaat, sedangkan golongan yang lain menghadap ke arah musuh sambil
berjaga-jaga. Setelah itu golongan yang tadinya menghadapi musuh datang dan
salat bersama Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. salat satu rakaat lagi bersama
mereka, kemudian salam. Sesudah itu masing-masing dari kedua golongan melakukan
salat sendiri-sen-diri masing-masing satu rakaat.
Hadis ini diriwayatkan oleh jamaah dalam kitab-kitab mereka melalui jalur
Ma'mar dengan lafaz yang sama. Hadis ini mempunyai banyak jalur periwayatan dari
sejumlah sahabat.
Abu Bakar ibnu Murdawaih sehubungan dengan hadis ini mengetengahkan
jalur-jalur dan lafaz-lafaznya dengan cara yang baik. Hal yang sama dilakukan
pula oleh Ibnu Jarir. Hal ini akan kami catat di dalam Kitabul Ahkam
Al-Kabir, insya Allah.
*******************
Perintah menyandang senjata dalam salat khauf, menurut segolongan ulama
diinterpretasikan berhukum wajib karena berdasarkan kepada makna lahiriah ayat.
Pendapat ini merupakan salah satu dari kedua pendapat yang dikatakan oleh Imam
Syafii. Sebagai dalilnya ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى
أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ}
Dan tidak ada dosa atas kalian meletakkan senjata kalian, jika kalian
mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kalian memang sakit; dan
siap siagalah kalian (tetap waspadalah kalian). (An-Nisa: 102)
Dengan kata lain, tetap waspadalah kalian; karena sewaktu-waktu bila
diperlukan, kalian pasti akan menyandangnya dengan mudah, tanpa susah payah
lagi.
{إِنَّ
اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا}
No comments