004. Surat An-Nisa Ayat 077 - 100 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook
An-Nisa, ayat 77-79
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ
وَآتُوا الزَّكاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتالُ إِذا فَرِيقٌ مِنْهُمْ
يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقالُوا رَبَّنا
لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتالَ لَوْلا أَخَّرْتَنا إِلى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ
مَتاعُ الدُّنْيا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقى وَلا تُظْلَمُونَ
فَتِيلاً (77) أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي
بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِ
اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ
مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمالِ هؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً
(78) مَا أَصابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَما أَصابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ
فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفى بِاللَّهِ شَهِيداً
(79)
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang), dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan kepada kami berperang? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun. Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (munafikin) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? Apa.saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah; dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
Dahulu di masa permulaan Islam ketika orang-orang mukmin masih berada di Mekah, mereka diperintahkan untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat, sekalipun masih belum ada ketentuan nisab-nya. Mereka diperintahkan untuk membantu orang-orang yang miskin dari kalangan mereka sendiri, diperintahkan pula bersikap pemaaf, mengampuni perbuatan orang-orang musyrik, dan bersabar sampai datang perintah dari Allah.
Mereka sangat merindukan adanya perintah dari Allah yang memerintahkan agar mereka berperang melawan musuh-musuh mereka, untuk membalas sakit hati terhadap orang-orang musyrik yang selalu mengganggu mereka. Saat itu perintah berperang masih belum sesuai karena banyak sebab, antara lain ialah kaum muslim masih minoritas bila dibandingkan dengan musuh mereka. Penyebab Lainnya ialah karena keberadaan kaum mukmin saat itu ada di negeri mereka sendiri, yaitu di Tanah Suci Mekah yang merupakan bagian dari bumi yang paling suci. Perintah untuk berperang di dalam negeri mereka bukan atas dasar memulai, menurut suatu pendapat. Karena itulah maka jihad baru diperintahkan hanya di Madinah, yaitu di saat kaum mukmin telah mempunyai negeri sendiri, pertahanan, dan para penolongnya.
Akan tetapi, setelah mereka diperintahkan berperang seperti yang mereka dambakan sebelumnya, ternyata sebagian dari mereka ada yang mengeluh dan menjadi takut menghadapi manusia dengan takut yang sangat. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا
رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ
قَرِيبٍ}
Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77)
Yakni mengapa tidak Engkau tangguhkan kewajiban berperang itu sampai beberapa waktu yang lain, karena sesungguhnya perang itu berakibat teralirkannya darah, anak-anak menjadi yatim, dan istri-istri menjadi janda? Makna ayat ini sama dengan ayat Lainnya, yaitu firman-Nya:
وَيَقُولُ
الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نُزِّلَتْ سُورَةٌ فَإِذا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ
وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتالُ
Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang. (Muhammad: 20), hingga beberapa ayat berikutnya.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رِزْمة وَعَلِيُّ بْنُ زِنْجَةَ قَالَا
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابن عباس: أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ
عَوْفٍ وَأَصْحَابًا لَهُ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِمَكَّةَ، فَقَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كُنَّا فِي عِزٍّ وَنَحْنُ
مُشْرِكُونَ، فَلَمَّا آمَنَّا صِرْنَا أَذِلَّةً: قَالَ: "إِنِّي أُمِرْتُ
بِالْعَفْوِ فَلَا تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ". فَلَمَّا حَوَّلَهُ اللَّهُ إِلَى
الْمَدِينَةِ أَمَرَهُ بِالْقِتَالِ، فَكَفُّوا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {أَلَمْ تَرَ
إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ [وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ
يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً] }
الآية.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz, dari Abu Zar'ah dan Ali ibnu Rumhah; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Abdur Rahman ibnu Auf dan beberapa orang temannya datang menemui Nabi Saw. di Mekah. Lalu mereka berkata, "Wahai Nabi Allah, dahulu kami berada dalam kejayaan ketika masih musyrik. Tetapi setelah beriman, kami menjadi kalah." Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memberi maaf (terhadap tindakan-tindakan kaum musyrik). Karena itu, janganlah kalian memerangi kaum itu. Setelah Allah memindahkan Nabi Saw. ke Madinah, maka Allah memerintahkannya untuk memerangi orang-orang musyrik. Ternyata mereka yang berkata demikian tidak mau berperang. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang)." (An-Nisa: 77), hingga akhir ayat.
Imam Nasai dan Imam Hakim serta Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq dengan lafaz yang sama.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa tiada yang diwajibkan atas kaum mukmin saat itu kecuali hanya salat dan zakat. Lalu mereka meminta kepada Allah agar diwajibkan berperang atas diri mereka. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, maka keadaannya berbeda, seperti yang disebutkan firman-Nya: tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77) Yang dimaksud dengan ajalin qarib ialah mati. Allah Swt. berfirman: Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77) Mujahid mengatakan, sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi; diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
*******************
Dan firman-Nya:
{قُلْ
مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى}
Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77)
Artinya, akhirat bagi orang yang bertakwa adalah lebih baik daripada kehidupan dunianya.
{وَلا
تُظْلَمُونَ فَتِيلا}
dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 77)
Tiada sedikit pun dari amal perbuatan kalian yang dianiaya, melainkan semuanya pasti ditunaikan dengan balasan yang sempurna.
Makna ayat ini mengandung pengertian hiburan bagi kaum mukmin dalam menghadapi kehidupan dunia, sekaligus menanamkan rasa suka kepada pahala akhirat serta menggugah mereka untuk berjihad.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam yang menceritakan bahwa Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar." (An-Nisa: 77) Lalu ia berkata, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menilai duniawi dengan penilaian tersebut. Dunia ini semuanya dari awal sampai akhir, tiada lain sama halnya dengan seorang lelaki yang tertidur sejenak, lalu ia melihat dalam mimpinya sesuatu yang disukainya. Tetapi tidak lama kemudian ia terbangun dari tidurnya."
Ibnu Mu'in mengatakan bahwa Abu Mishar mengatakan dalam bait-bait syairnya:
وَلَا
خَيْرَ فِي الدنيا لِمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ ...
مِنَ اللَّهِ فِي دَارِ الْمُقَامِ نَصيبُ ...
فِإِنْ تُعْجب الدُّنْيَا رجَالا فِإِنْهَا ... مَتَاع قَلِيلٌ والزّوَال قريبُ ...
Tiada kebaikan pada dunia bagi orang
yang tidak mempunyai bagian pahala dari Allah di tempat yang kekal nanti. Jika
dunia memang dapat membuat terpesona banyak laki-laki, maka sesungguhnya dunia
itu kesenangan yang sebentar dan lenyapnya tidak lama lagi.
*******************
Firman Allah Swt
أَيْنَما
تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ
مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
Maksudnya, kalian pasti akan mati, dan tiada seorang pun dari kalian yang selamat dari maut. Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
كُلُّ
مَنْ عَلَيْها فانٍ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (Ar-Rahman: 26)
كُلُّ
نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Ali Imran: 185)
وَما
جَعَلْنا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu.(Al-Anbiya: 34)
Makna yang dimaksud ialah setiap orang pasti akan mati, tiada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dia dari kematian, baik dia ikut dalam berjihad ataupun tidak ikut berjihad. Karena sesungguhnya umur manusia itu ada batasnya dan mempunyai ajal yang telah ditentukan serta kedudukan yang telah ditetapkan baginya. Seperti yang dikatakan oleh Khalid ibnul Walid ketika menjelang kematiannya di atas tempat tidurnya:
لَقَدْ
شَهِدْتُ كَذَا وَكَذَا مَوْقِفًا، وَمَا مِنْ عُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِي إِلَّا
وَفِيهِ جُرْحٌ مِنْ طَعْنَةٍ أَوْ رَمْيَةٍ، وَهَا أَنَا أَمُوتُ عَلَى فِرَاشِي،
فَلَا نَامَتْ أَعْيُنُ الْجُبَنَاءِ
Sesungguhnya aku telah mengikuti perang anu dan perang anu, dan tiada suatu anggota tubuhku melainkan padanya terdapat luka karena tusukan atau lemparan panah. Tetapi sekarang aku mati di atas tempat tidurku, semoga mata orang-orang yang pengecut tidak dapat tidur.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ
كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
Yakni benteng yang kuat, kokoh, lagi tinggi.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan buruj ialah bintang-bintang yang ada di langit. Pendapat ini dikatakan oleh As-Saddi, tetapi lemah. Pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah benteng yang kuat. Dengan kata lain, tiada gunanya sikap waspada dan berlindung di tempat yang kokoh dari ancaman maut. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair (Jahiliah), yaitu Zuhair ibnu Abu Salma:
وَمَن خَاف أسبابَ المَنيّة يَلْقَهَا ... وَلَوْ رَامَ أسبابَ السَّمَاءِ بسُلَّم
Barang siapa yang takut terhadap
penyebab kematian, niscaya dia akan didapatkannya sekalipun dia naik ke langit
yang tinggi dengan memakai tangga.
Kemudian menurut pendapat yang lain, al-musyayyadah sama artinya dengan al-masyidah. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَقَصْرٍ
مَشِيدٍ
dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
Menurut pendapat yang lainnya lagi, di antara keduanya terdapat perbedaan, yaitu: Kalau dibaca al-musyayyadah dengan memakai tasydid artinya yang ditinggikan, sedangkan kalau dibaca takhfif (tanpa tasydid) artinya yang dibangun dengan memakai batu kapur.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan bab ini mengetengahkan sebuah kisah panjang dari Mujahid: bahwa zaman dahulu terdapat seorang wanita yang sedang melahirkan, lalu si wanita itu memerintahkan kepada pelayannya untuk mencari api. Ketika si pelayan keluar, tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sedang berdiri di depan pintu (entah dari mana datangnya). Lalu lelaki itu bertanya, "Apakah wanita itu telah melahirkan bayinya?" Si pelayan menjawab, "Ya, seorang bayi perempuan." Selanjutnya lelaki itu berkata, "Ingatlah, sesungguhnya bayi perempuan itu kalau sudah dewasa nanti akan berbuat zina dengan seratus orang laki-laki, kemudian ia dikawini oleh pelayan si wanita itu, dan kelak matinya disebabkan oleh laba-laba." Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa pelayan itu kemudian kembali ke dalam rumah dan dengan serta-merta ia merobek perut si bayi dengan pisau hingga menganga lebar, lalu ia pergi melarikan diri karena ia merasa yakin bahwa bayi itu telah mati. Melihat hal itu ibu si bayi segera mengobati luka tersebut dengan menjahitnya. Lama-kelamaan luka si bayi sembuh dan ia tumbuh hingga remaja. Setelah dewasa, ia menjadi wanita yang tercantik di kotanya. Sedangkan si pelayan yang kabur tadi pergi menjelajahi semua daerah, dan akhirnya ia menjadi penyelam, lalu berhasil memperoleh harta yang berlimpah (dari dalam laut). Dengan bekal harta itu ia menjadi orang yang paling kaya, lalu ia kembali ke negerinya semula dan bermaksud untuk kawin. Untuk itu ia berkata kepada seorang nenek, "Aku ingin kawin dengan wanita yang paling cantik di kota ini." Si nenek berkata, "Di kota ini tidak ada wanita yang lebih cantik dari si Fulanah." Ia berkata, "Kalau demikian pergilah kamu untuk melamarnya buatku." Si nenek akhirnya berangkat ke rumah wanita yang dimaksud, dan ternyata si wanita itu menyetujui lamarannya. Ketika akan menggaulinya, ia sangat terpesona dengan kecantikan istrinya itu. Maka si istri itu bertanya kepadanya mengenai asal-usulnya. Lalu ia menceritakan kepada istrinya semua yang pernah ia alami hingga menyangkut masalah bayi perempuan tadi. Maka si istri menjawab, "Akulah bayi perempuan itu," lalu si istri memperlihatkan bekas robekan yang ada pada perutnya, hingga ia percaya dengan bukti tersebut. Ia berkata, "Jika dulu engkau benar-benar bayi tersebut, sesungguhnya ada seorang lelaki (barangkali malaikat) yang memberitahukan kepadaku tentang dua perkara yang merupakan suatu keharusan akan menimpamu. Salah satunya ialah bahwa engkau telah berbuat zina dengan seratus orang laki-laki." Si istri menjawab, "Memang aku telah berbuat itu, tetapi aku lupa dengan berapa banyak lelaki aku melakukannya." Si suami menjawab, "Jumlah mereka adalah seratus orang laki-laki." Si suami melanjutkan kisahnya, "Hal yang kedua ialah engkau akan mati karena seekor laba-laba." Karena si suami sangat mencintai istrinya, maka ia membangunkan untuk si istri sebuah gedung yang kokoh lagi tinggi untuk melindunginya dari penyebab tersebut. Tetapi pada suatu hari ketika mereka sedang asyik masyuk, tiba-tiba ada seekor laba-laba di atap rumah. Lalu ia memperlihatkan laba-laba itu kepada istrinya. Maka si istri berkata, "Inikah yang engkau takutkan akan menyerang diriku? Demi Allah, bahkan akulah yang akan membunuhnya." Para pembantu menurunkan laba-laba itu dari atap ke bawah, kemudian si istri dengan sengaja mendekatinya dan menginjaknya dengan jempol kakinya hingga laba-laba itu mati seketika itu juga. Akan tetapi, takdir Allah berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Ternyata ada sebagian dari racun laba-laba itu yang masuk ke dalam kuku jari kakinya dan terus menembus ke dagingnya, hingga kaki si wanita itu menjadi hitam dan membusuk; hal tersebutlah yang mengantarkannya kepada kematian.
*******************
Dalam pembahasan ini kami ketengahkan sebuah kisah tentang Raja Al-Hadar yang bemama Satirun, ketika ia diserang oleh Raja Sabur yang mengepung bentengnya. Akhirnya Sabur dapat membunuh semua orang yang ada di dalam benteng sesudah mengepungnya selama dua tahun. Sehubungan dengan kisah ini orang-orang Arab merekamnya ke dalam syair-syair mereka, yang antara lain mengatakan:
Raja Al-Hadar, ketika membangun negerinya dan Sungai Tigris dialirkannya menuju negerinya, begitu pula Sungai Khabur, ia membangun istananya dengan memakai batu marmar dan lantainya memakai keramik yang indah lagi anggun. Di atas puncak istananya yang tinggi itu banyak burung merpati bersarang. Tangan-tangan kematian tidak ditakuti oleh benteng yang kokoh lagi tinggi itu. Akan tetapi, si raja binasa dalam membela benteng-nya yang kini menjadi reruntuhan yang ditinggalkan.
Ketika Ali masuk menemui Usman, ia mengatakan, "Ya Allah, persatukanlah umat Muhammad." Kemudian Ali mengucapkan syair berikut:
Aku melihat bahwa maut tidak menyisakan seorang yang perkesa pun, dan tidak pernah memberikan perlindungan kepada pemberontak di negeri ini dan kawasan ini. Penduduk benteng tinggal dengan aman, sedangkan pintu benteng dalam keadaan tertutup kemegahan dan tingginya menyamai bukit-bukit.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Kisra Sabur —yang dijuluki Zul Aktaf— yang membunuh Satirun, Raja Al-Hadar. Tetapi di lain kesempatan Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa sesungguhnya orang yang membunuh Raja Al-Hadar adalah Sabur ibnu Ardsyir ibnu Babik, generasi pertama Raja Bani Sasan; dia pulalah yang mengalahkan raja-raja Tawaif dan mengembalikan kekuasaan kepada kekaisarannya. Adapun Sabur yang dijuluki Zul Aktaf, dia baru muncul jauh sesudah itu. Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh As-Suhaili. Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Sabur mengepung benteng Satirun selama dua tahun. Peperangan itu terjadi karena Satirunlah yang memulainya; Satirun menyerang negeri Sabur di saat Raja Sabur sedang bepergian ke Irak. Pada suatu hari putri Raja Satirun bernama Nadirah naik ke atas benteng, lalu ia melihat-lihat, dan pandangan matanya tertuju ke arah Raja Sabur yang memakai pakaian kebesaran yang terbuat dari kain sutra, di atas kepalanya terdapat mahkota terbuat dari emas murni yang bertatahkan intan dan berbagai macam batu permata yang amat langka. Hati si putri terpikat, lalu ia menyusup menemuinya dan mengatakan kepadanya, "Jika aku bukakan pintu benteng ini, maukah kamu memperistri diriku?" Maka Raja Sabur menjawab, "Ya." Pada sore harinya Raja Satirun minum khamr hingga mabuk, dan sudah menjadi kebiasaannya bila hendak tidur ia mabuk terlebih dahulu. Maka putrinya mengambil kunci pintu gerbang benteng dari bawah bantal ayahnya. Setelah itu kunci tersebut ia kirimkan kepada Raja Sabur melalui seorang bekas budaknya, maka Raja Sabur dapat membuka benteng tersebut. Menurut riwayat yang lain, si putri menunjukkan kepada mereka sebuah rajah yang berada di dalam benteng itu. Benteng tersebut tidak akan dapat dibuka sebelum diambil seckor burung merpati abu-abu, lalu kedua kakinya dibasahi dengan kotoran darali haid seorang gadis yang bermata biru, kemudian baru dilepaskan terbang. Apabila burung merpati itu hinggap di atas tembok benteng, maka tembok benteng itu akan runtuh dan terbukalah pintu gerbangnya. Raja Sabur melakukan hal tersebut. Setelah pintu gerbang benteng terbuka, maka Sabur membunuh Raja Satirun dan berlaku sewenang-wenang kepada penduduk benteng, lalu merusaknya hingga menjadi puing-puing. Kemudian ia berangkat bersama putri tersebut yang telah ia kawini. Tersebutlah bahwa di suatu malam hari ketika si putri telah berada di atas peraduannya, tiba-tiba ia gelisah, tidak dapat tidur. Hal ini membuat resah si raja, lalu ia mengambil sebuah lilin dan memeriksa tempat tidur istrinya, ternyata ia menjumpai selembar daun pohon as (yang pada zaman itu sebagai kertas). Raja Sabur berkata kepadanya, "Rupanya inilah yang menyebabkan kamu tidak dapat tidur. Apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu di masa lalu?" Ia menjawab, "Dahulu ayahku menghamparkan kain sutra kasar buat permadaniku dan memakaikan kepadaku kain sutra yang indah-indah, serta memberiku makan sumsum dan memberiku minuman khamr."
At-Tabari menceritakan bahwa dahulu ayah si putri memberinya makan sumsum dan zubdah serta madu yang bermutu tinggi, dan memberinya minum khamr.
At-Tabari menceritakan pula, bahwa Raja Sabur dapat melihat sumsum betisnya (karena kecantikannya dan keindahan tubuhnya, pent.).
Raja Sabur akhirnya berkata, "Ternyata jasa ayahmu itu dibalas olehmu dengan air tuba, dan engkau pun pasti akan lebih cepat melakukan hal yang sama terhadap diriku." Raja Sabur akhirnya memerintahkan agar permaisurinya itu ditangkap, lalu gelungan rambutnya diikatkan ke buntut kuda, kemudian kudanya dihardik untuk lari sekencang-kencangnya, hingga matilah ia diseret kuda.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ
تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ
dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78)
Yaitu kemakmuran dan rezeki yang berlimpah berupa buah-buahan, hasil pertanian, banyak anak, dan lain-lainnya berupa rezeki. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan As-Saddi.
{يَقُولُوا
هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ}
mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78)
Berupa paceklik, kekeringan, dan rezeki yang kering, atau tertimpa kematian anak atau tidak mempunyai penghasilan atau lain-lainnya yang merupakan bencana. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah dan As-Saddi.
{يَقُولُوا
هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ}
mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78)
Yakni dari sisi kamu, disebabkan kami mengikuti kamu dan memasuki agamamu. Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang menceritakan perihal kaum Fir'aun, yaitu:
{فَإِذَا
جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ
يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ}
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang mengikutinya. (Al-A'raf: 131)
Juga semakna dengan apa yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلى حَرْفٍ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.
Demikian pula yang dikatakan oleh orang-orang munafik, yaitu mereka yang masuk Islam lahiriahnya, sedangkan hati mereka benci terhadap Islam. Karena itulah bila mereka tertimpa bencana, maka mereka kaitkan hal itu dengan penyebab karena mengikuti Nabi Saw.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan al-hasanah ialah kemakmuran dan kesuburan yang membuat ternak mereka berkembang biak dengan pesatnya —begitu pula ternak kuda mereka— dan keadaan mereka menjadi membaik serta istri-istri mereka melahirkan anak-anaknya. mereka mengaiakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka tertimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan sayyiah ialah kekeringan (paceklik) dan bencana yang menimpa harta mereka; maka mereka melemparkan kesialan itu kepada Nabi Muhammad Saw., lalu mereka mengatakan, "Ini gara-gara kamu." Dengan kata lain, mereka bermaksud bahwa karena kami meninggalkan agama kami dan mengikuti Muhammad, akhirnya kami tertimpa bencana ini. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) Adapun firman Allah Swt.: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa:78) Maksudnya, semuanya itu adalah atas ketetapan dan takdir Allah, Dia melakukan keputusan-Nya terhadap semua orang, baik terhadap orang yang bertakwa maupun terhadap orang yang durhaka, dan baik terhadap orang mukmin maupun terhadap orang kafir, tanpa pandang bulu.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) Yaitu kebaikan dan keburukan itu semuanya dari Allah. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman, mengingkari mereka yang mengatakan demikian yang timbul dari keraguan dan kebimbangan mereka, minimnya pemahaman dan ilmu mereka yang diliputi dengan kebodohan dan aniaya, yaitu:
{فَمَالِ
هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا}
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun. (An-Nisa: 78)
Sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) terdapat sebuah hadis garib yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar.
حَدَّثَنَا
السَّكن بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ
بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّان، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ فَأَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فِي قَبِيلَتَيْنِ
مِنَ النَّاسِ، وَقَدِ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا، فَجَلَسَ أَبُو بَكْرٍ قَرِيبًا
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ وَجَلَسَ عُمَرُ قَرِيبًا
مِنْ أَبِي بَكْرٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لِمَ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُكُمَا؟ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ
أَبُو بَكْرٍ: الْحَسَنَاتُ مِنَ اللَّهِ وَالسَّيِّئَاتُ مِنْ أَنْفُسِنَا.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَمَا قُلْتَ يَا
عُمَرُ؟ " قَالَ: قُلْتُ: الْحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ مِنَ اللَّهِ. تَعَالَى.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ
تَكَلَّمَ فِيهِ جِبْرِيلُ وَمِيكَائِيلُ، فَقَالَ مِيكَائِيلُ مَقَالَتَكَ يَا
أَبَا بَكْرٍ، وَقَالَ جِبْرِيلُ مَقَالَتَكَ يَا عُمَرُ فَقَالَ: نَخْتَلِفُ
فَيَخْتَلِفُ أَهْلُ السَّمَاءِ (3) وَإِنْ يَخْتَلِفْ أَهْلُ السَّمَاءِ
يَخْتَلِفْ أَهْلُ الْأَرْضِ. فَتَحَاكَمَا إِلَى إِسْرَافِيلَ، فَقَضَى بَيْنَهُمْ
أَنَّ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ مِنَ اللَّهِ". ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى أَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقَالَ "احْفَظَا قَضَائِي بَيْنَكُمَا، لَوْ أَرَادَ اللَّهُ
أَلَّا يُعْصَى لَمْ يَخْلُقْ إِبْلِيسَ".
Telah menceritakan kepada kami As-Sakan ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hammad, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang telah menceritakan, "Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah Saw., datanglah Abu Bakar bersama dua kabilah, suara mereka kedengaran amat gaduh. Lalu Abu Bakar duduk di dekat Nabi Saw. dan Umar pun duduk di dekat Abu Bakar. Maka Rasulullah Saw. bertanya, 'Mengapa suara kamu berdua kedengaran gaduh?' Seorang lelaki memberikan jawaban, 'Wahai Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa semua kebaikan dari Allah dan semua keburukan dari diri kita sendiri.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Lalu apakah yang kamu katakan, hai Umar?' Umar menjawab, 'Aku katakan bahwa semua kebaikan dan keburukan dari Allah.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya orang yang mula-mula membicarakan masalah ini adalah Jibril dan Mikail. Mikail mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Abu Bakar. Sedangkan Jibril mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Umar.' Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, 'Penduduk langit pun berselisih pendapat mengenainya. Jika penduduk langit berselisih, maka penduduk bumi pun berselisih pula. Lalu keduanya mengajukan permasalahannya kepada Malaikat Israfil. Maka Israfil memutuskan di antara mereka dengan keputusan bahwa semua kebaikan dan semua keburukan berasal dari Allah.' Kemudian Rasulullah Saw. berpaling ke arah Abu Bakar dan Umar, lalu bersabda, 'Ingatlah keputusanku ini olehmu berdua. Seandainya Allah berkehendak untuk tidak didurhakai, niscaya Dia tidak akan menciptakan iblis'."
Syaikhul Islam Taqiyud Din Abul Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini maudu' lagi buatan, menurut kesepakatan ahli ma'rifah (para ulama).
*******************
{مَا
أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ}
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah. (An-Nisa: 79)
Yakni dari kemurahan Allah, kasih sayang serta rahmat-Nya.
{وَمَا
أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ}
dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (An-Nisa: 79)
Yaitu akibat perbuataninu sendiri. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَما
أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ
كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu). (Asy-Syura: 30)
As-Saddi, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) Yaitu disebabkan dosamu sendiri.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) sebagai hukuman buatmu, hai anak Adam, karena dosamu sendiri.
Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
«لَا
يُصِيبُ رَجُلًا خَدْشُ عُودٍ وَلَا عَثْرَةُ قَدَمٍ، وَلَا اخْتِلَاجُ عِرْقٍ
إِلَّا بِذَنْبٍ، وَمَا يَعْفُو اللَّهُ أَكْثَرُ»
Tidak sekali-kali seseorang terkena lecet (karena tertusuk) kayu, tidak pula kakinya tersandung, tidak pula uratnya terkilir, melainkan karena dosa(nya), tetapi yang dimaafkan oleh Allah jauh lebih banyak.
Hadis mursal yang diriwayatkan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan secara muttasil di dalam kitab sahih, yang bunyinya mengatakan:
«وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ هَمٌّ وَلَا حَزَنٌ، وَلَا نَصَبٌ،
حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ»
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiada suatu kesusahan pun yang menimpa orang mukmin, tiada suatu kesedihan pun, dan tiada suatu kelelahan pun, hingga duri yang menusuk (kaki)nya, melainkan Allah menghapuskan sebagian dari dosa-dosanya karena musibah itu.
Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan)mu sendiri. (An-Nisa: 79) Yakni karena dosamu sendiri, dan Akulah (kata Allah) yang menakdirkannya atas dirimu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Salil ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepadaku Uqbah ibnu Wasil (keponakan Mutarrif), dari Mutarrif ibnu Abdullah sendiri yang mengatakan, "Apakah yang kalian kehendaki dari masalah takdir ini, tidakkah mencukupi kalian ayat yang ada di dalam surat An-Nisa," yaitu firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78) Yaitu karena dirimu. Demi Allah, mereka tidak diserahkan kepada takdir sepenuhnya karena mereka telah diperintah, dan ternyata yang terjadi adalah seperti yang mereka alami.
Hal ini merupakan pendapat yang kuat lagi kokoh untuk membantah aliran Qadariyah dan Jabariyah sekaligus. Mengenai rinciannya, disebutkan di dalam kitab yang lain.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَأَرْسَلْناكَ
لِلنَّاسِ رَسُولًا
Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. (An-Nisa: 79)
Untuk menyampaikan kepada mereka syariat-syariat (perintah-perintah) Allah, hal-hal yang disukai dan diridai-Nya, serta semua hal yang dibenci dan ditolak-Nya.
{وَكَفَى
بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 79)
Yakni saksi yang menyatakan bahwa Dialah yang mengutusmu. Dia menjadi saksi pula antara kamu dan mereka, Dia Maha Mengetahui semua yang engkau sampaikan kepada mereka, juga jawaban serta sanggahan mereka terhadap perkara hak yang kamu sampaikan kepada mereka karena kekufuran dan keingkaran mereka.
An-Nisa, ayat 80-81
مَنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَما أَرْسَلْناكَ
عَلَيْهِمْ حَفِيظاً (80) وَيَقُولُونَ طاعَةٌ فَإِذا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ
بَيَّتَ طائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا
يُبَيِّتُونَ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفى بِاللَّهِ
وَكِيلاً (81)
Barang siapa yang menaati rasul, sesungguhnya ia
telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. Dan mereka
mengatakan, "(Kewajiban kami hanyalah) taat." Tetapi apabila mereka telah pergi
dari sisimu, sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil
keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang
mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah
kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.
Allah Swt. memberitahukan perihal hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad
Saw.), bahwa barang siapa yang menaatinya, berarti ia taat kepada Allah. Barang
siapa yang durhaka kepadanya, berarti ia durhaka kepada Allah. Hal tersebut
tidak lain karena apa yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) bukan menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diturunkan
kepadanya.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان، حَدَّثَنَا أَبُو
مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ
وَمَنْ أَطَاعَ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى الْأَمِيرَ فَقَدْ
عَصَانِي".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan,
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh,
dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Barang siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah; dan barang
siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada Allah. Barang siapa yang
menaati amir(ku), berarti ia taat kepadaku; dan barang siapa yang durhaka kepada
amir(ku), berarti ia durhaka kepadaku.
Hadis ini disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Al-A'masy dengan
lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ
تَوَلَّى فَما أَرْسَلْناكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً
Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (An-Nisa: 80)
Tugasmu bukan untuk itu, melainkan hanyalah menyampaikan. Untuk itu barang
siapa yang mengikutimu, maka berbahagia dan selamatlah ia, sedangkan bagimu ada
pahala yang semisal dengan pahala yang diperolehnya. Barang siapa yang berpaling
darimu, maka rugi dan kecewalah dia, sedangkan kamu tidak dikenai beban sedikit
pun dari urusannya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebut oleh sebuah
hadis yang mengatakan:
«مَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ رَشَدَ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَإِنَّهُ لَا يَضُرُّ إِلَّا نَفْسَهُ»
Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, berarti ia telah mendapat
petunjuk; dan barang siapa yang durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya dia tidak membahayakan selain hanya terhadap dirinya
sendiri.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَيَقُولُونَ
طاعَةٌ
Dan mereka mengatakan, "(Kewajiban kami hanyalah) taat." (An-Nisa:
81)
Allah Swt. menceritakan perihal kaum munafik, bahwa mereka menampakkan setuju
dan taat hanya pada lahiriahnya saja.
{فَإِذَا
بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ}
Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu. (An-Nisa: 81)
Yakni pergi dan tidak kelihatan olehmu.
{بَيَّتَ
طَائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ}
sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan)
lain dari yang telah mereka katakan tadi. (An-Nisa: 81)
Yaitu dengan diam-diam di malam harinya mereka mengatur siasat di antara
sesama mereka yang bertentangan dengan apa yang mereka lahirkan di hadapanmu.
Maka Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ
يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ}
Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu. (An-Nisa: 81)
Allah mengetahui dan mencatatnya ke dalam buku catatan amal perbuatan mereka.
Hal ini dilakukan oleh para malaikat pencatat amal perbuatan yang ditugaskan
oleh Allah Swt. untuk menanganinya terhadap semua hamba-Nya.
Di dalam firman ini terkandung ancaman yang tersimpulkan dari pemberitahuan
Allah yang menyatakan bahwa Dia mengetahui semua yang tersimpan di dalam hati
mereka, semua hal yang mereka rahasiakan di antara sesamanya, dan semua makar
yang mereka sepakati di malam hari (yaitu makar untuk menentang Rasulullah Saw.
dan mendurhakainya), sekalipun pada lahiriahnya mereka bersikap menampakkan
ketaatan dan sikap setuju. Kelak di hari kemudian Allah akan membalas perbuatan
mereka itu terhadap diri mereka. Perihal mereka sama dengan yang disebutkan di
dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَيَقُولُونَ
آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنا
Dan mereka berkata, "Kami telah beriman Kepada Allah dan rasul, dan kami
menaati (keduanya)." (An-Nur: 47), hingga akhir ayat.
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{فَأَعْرِضْ
عَنْهُمْ}
maka berpalinglah kamu dari mereka. (An-Nisa: 81)
Dengan kata Lain, maafkanlah mereka dan bersabarlah terhadap mereka; jangan
kamu menghukum mereka, jangan kamu sebarkan perihal mereka (orang-orang munafik
itu) di kalangan orang banyak, jangan pula kamu merasa takut terhadap ancaman
mereka.
{وَتَوَكَّلْ
عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا}
dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.
(An-Nisa: 81)
Dengan kata lain, cukuplah Allah sebagai Penolong, Pelindung, dan Pembantu
bagi orang yang bertawakal dan berserah diri kepada-Nya.
An-Nisa, ayat 82-83
أَفَلا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً (82) وَإِذا جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ
الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلى أُولِي الْأَمْرِ
مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطانَ إِلاَّ قَلِيلاً
(83)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Qur'an? Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Dan apabila datang kepada mereka
suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan
kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia
dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut setan, kecuali sebagian
kecil saja (di antara kalian).
Allah Swt. memerintahkan kepada mereka untuk memperhatikan apa yang
terkandung di dalam Al-Qur'an, juga melarang mereka berpaling darinya dan dari
memahami makna-maknanya yang muhkam serta lafaz-lafaznya yang mempunyai
paramasastra yang tinggi. Allah Swt. memberitahukan kepada mereka bahwa tidak
ada pertentangan, tidak ada kelabilan, dan tidak ada perbedaan di dalam
Al-Qur'an karena Al-Qur'an diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha
Terpuji. Al-Qur'an adalah perkara yang hak dari Tuhan Yang Mahabenar. Karena
itulah dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
أَفَلا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلى قُلُوبٍ أَقْفالُها
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka
terkunci? (Muhammad: 24)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ
كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ}
Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah. (An-Nisa: 82)
Seandainya Al-Qur'an itu dibuat-buat sendiri, seperti yang dikatakan oleh
sebagian kaum musyrik dan kaum munafik yang bodoh dalam hati mereka.
{لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا}
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
(An-Nisa: 82)
Yaitu niscaya dijumpai banyak pertentangan dan kelabilan. Dengan kata lain,
sedangkan Al-Qur'an itu ternyata bebas dari pertentangan; hal ini menunjukkan
bahwa Al-Qur'an itu dari sisi Allah. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat yang lain, menyitir perkataan orang-orang yang mendalam ilmunya,
yaitu melalui firman-Nya:
آمَنَّا
بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنا
Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami. (Ali Imran: 7)
Baik yang muhkam maupun yang mutasyabih, semuanya benar. Karena
itulah mereka mengembalikan (merujukkan) yang mutasyabih kepada yang
muhkam, dan akhirnya mereka mendapat petunjuk. Sedangkan orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengembalikan yang muhkam kepada
yang mutasyabih; akhirnya mereka tersesat. Karena itulah dalam ayat ini
Allah memuji sikap orang-orang yang mendalam ilmunya dan mencela orang-orang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: لَقَدْ جَلَسْتُ
أَنَا وَأَخِي مَجْلِسًا مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي بِهِ حُمر النَّعم، أَقْبَلْتُ
أَنَا وَأَخِي وَإِذَا مَشْيَخَةٌ مِنْ صَحَابَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَابٍ مِنْ أَبْوَابِهِ، فَكَرِهْنَا أَنْ نُفَرِّقَ
بَيْنَهُمْ، فَجَلَسْنَا حَجْرَة، إِذْ ذَكَرُوا آيَةً مِنَ الْقُرْآنِ،
فَتَمَارَوْا فِيهَا حَتَّى ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمْ، فَخَرَجَ رسولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا حَتَّى احْمَرَّ وَجْهُهُ،
يَرْمِيهِمْ بِالتُّرَابِ، وَيَقُولُ: "مَهْلًا يَا قَوْمُ، بِهَذَا أُهْلِكَتِ
الْأُمَمُ مَنْ قَبْلِكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، وَضَرْبِهِمُ
الْكُتُبَ بَعْضَهَا ببعض، إن القرآن لم ينزل يكذب بَعْضُهُ بَعْضًا، بَلْ
يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا، فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا بِهِ، وَمَا
جَهِلْتُمْ مِنْهُ فردوه إِلَى عالمِه"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Abu
Hazim, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari
kakeknya yang menceritakan bahwa ia dan saudaranya duduk di sebuah majelis yang
lebih ia sukai daripada memiliki ternak unta yang unggul. Ketika dia dan
saudaranya telah berada di dalam majelis itu, tiba-tiba beberapa sesepuh dari
kalangan sahabat Nabi Saw. berada di sebuah pintu dari pintu-pintu yang biasa
dilalui oleh Nabi Saw. Maka kami tidak suka bila memisahkan di antara mereka,
hingga kami terpaksa duduk di pinggir. Saat itu mereka sedang membicarakan suatu
ayat dari Al-Qur'an, lalu mereka berdebat mengenainya hingga suara mereka saling
menegang. Maka Rasulullah Saw. keluar dalam keadaan marah hingga roman wajahnya
kelihatan merah, lalu beliau menaburkan debu kepada mereka yang berdebat itu dan
bersabda: Tenanglah hai kaum, karena hal inilah umat-umat terdahulu sebelum
kalian binasa, yaitu karena pertentangan mereka dengan nabi-nabi mereka dan
mengadu-adukan sebagian dari isi Al-Ki-tab dengan sebagian yang lain.
Sesungguhnya Al-Qur'an tidak diturunkan untuk mendustakan sebagian darinya
terhadap sebagian yang lain. Tetapi ia diturunkan untuk membenarkan sebagian
daripadanya terhadap sebagian yang lain. Karena itu, apa yang kalian ketahui
dari Al-Qur'an, amatkanlah ia; dan apa yang kalian tidak mengerti darinya, maka
kembalikanlah kepada yang mengetahuinya.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad melalui Abu Mu'awiyah, dari
Daud ibnu Abu Hindun, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang
mengatakan:
خَرَجَ
رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، وَالنَّاسُ
يَتَكَلَّمُونَ فِي الْقَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأ فِي وَجْهِهِ حَبُّ الرُّمان
مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ لَهُمْ: "مَا لَكُمْ تَضْرِبُونَ كِتَابَ اللَّهِ بَعْضَهُ
بِبَعْضٍ؟ بِهَذَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ". قَالَ: فَمَا غَبَطْتُ نَفْسِي
بِمَجْلِسٍ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ولم
أَشْهَدْهُ مَا غَبَطْتُ نَفْسِي بِذَلِكَ الْمَجْلِسِ، أَنِّي لَمْ
أَشْهَدْهُ.
bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. keluar, yaitu ketika para sahabat
sedang memperbincangkan masalah takdir. Saat itu wajah beliau seakan-akan
seperti biji delima yang merah karena marah. Lalu beliau Saw. bersabda kepada
mereka: Mengapa kalian mengadukan Kitabullah sebagian darinya dengan sebagian
yang lain? Hal inilah yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa.
Perawi mengatakan bahwa sejak saat itu tiada suatu majelis pun yang di
dalamnya ada Rasulullah Saw. yang lebih ia sukai daripada majelis tersebut.
Sekiranya dia tidak menyaksikannya, amat kecewalah dia.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad
yang sama dan dengan lafaz yang semisal.
قَالَ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
زَيْدٍ، عَنْ أَبِي عمْران الجَوْني قَالَ: كَتَبَ إِلَيَّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
رَبَاح، يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: هَجَّرتُ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَإِنَّا لَجُلُوسٌ إِذِ
اخْتَلَفَ اثْنَانِ فِي آيَةٍ، فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا فَقَالَ: "إِنَّمَا
هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ فِي الْكِتَابِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu
Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Abu Imran Al-Juni
yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rabbah pernah menulis surat kepadanya,
menceritakan sebuah hadis yang ia terima dari Abdullah ibnu Amr. Disebutkan
bahwa pada suatu siang hari Abdullah ibnu Amr ia berangkat menemui Rasulullah
Saw. Saat itu ketika dia dan yang lainnya sedang duduk, tiba-tiba ada dua orang
berselisih pendapat tentang makna sebuah ayat, hingga suara mereka berdua
menjadi mengeras dan bersitegang. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
penyebab yang membinasakan orang-orang sebelum kalian hanyalah karena
pertentangan mereka mengenai Al-Kitab.
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Zaid
dengan lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذا
جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. (An-Nisa: 83)
Hal ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang tergesa-gesa dalam
menanggapi berbagai urusan sebelum meneliti kebenarannya, lalu ia memberitakan
dan menyiarkannya, padahal belum tentu hal itu benar.
Imam Muslim mengatakan di dalam mukadimah (pendahuluan) kitab sahihnya:
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "كفى
بالمرء كذبا أَنْ يُحدِّث بِكُلِّ مَا سَمِعَ"
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Syu'bah.dari Habib
ibnu Abdur Rahman, dari Hafs ibnu Asim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang
telah bersabda: Cukuplah kedustaan bagi seseorang bila dia menceritakan semua
apa yang didengarnya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam Kitabul Adab, bagian
dari kitab sunnahnya, dari Muhammad ibnul Husain ibnu Isykab, dari Ali ibnu
Hafs, dari Syu'bah secara musnad.
Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Mu'az ibnu Hisyam Al-Anbari
dan Abdur-Rahman ibnu Mahdi. Bcgitu juga Imam Abu Daud, meriwayatkannya melalui
hadis Hafs ibnu Amr An-Namiri. Ketiga-tiganya dari Syu'bah, dari Habib, dari
Hafs ibnu Asim dengan lafaz yang sama secara mursal.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah hadis
berikut, bahwa Rasulullah Saw. telah melarang perbuatan qil dan
qal. Makna yang dimaksud ialah melarang perbuatan banyak bercerita
tentang apa yang dibicarakan oleh orang-orang tanpa meneliti kebenarannya, tanpa
menyeleksinya terlebih dahulu, dan tanpa membuktikannya.
Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"بِئْسَ
مَطِيَّة الرَّجُلِ زَعَمُوا عَلَيْهِ".
Seburuk-buruk lisan seseorang ialah (mengatakan) bahwa mereka menduga (anu
dan anu).
Di dalam kitab sahih disebutkan hadis berikut, yaitu:
«مَنْ
حَدَّثَ بِحَدِيثٍ وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ
الْكَاذِبِينَ»
Barang siapa yang menceritakan suatu kisah, sedangkan ia menganggap bahwa
kisahnya itu dusta, maka dia termasuk salah seorang yang berdusta.
Dalam kesempatan ini kami ketengahkan sebuah hadis dari Umar ibnul Khattab
yang telah disepakati kesahihannya:
حِينَ
بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَّق
نِسَاءَهُ، فَجَاءَهُ مِنْ مَنْزِلِهِ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَوَجَدَ النَّاسَ
يَقُولُونَ ذَلِكَ، فَلَمْ يَصْبِرْ حَتَّى اسْتَأْذَنَ عَلِيَّ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْهَمَهُ: أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ؟ قَالَ:
"لَا". فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ. وَذَكَرَ الْحَدِيثَ بِطُولِهِ.
yaitu ketika ia mendengar berita bahwa Nabi Saw. menceraikan istri-istrinya.
Maka ia datang dari rumahnya, lalu masuk ke dalam masjid, dan ia menjumpai
banyak orang yang sedang memperbincangkan berita itu. Umar tidak sabar menunggu,
lalu ia meminta izin menemui Nabi Saw. dan menanyakan kepadanya apakah memang
benar beliau menceraikan semua istrinya? Ternyata jawaban Rasulullah Saw.
negatif (yakni tidak). Maka ia berkata, "Allahu Akbar (Allah Mahabesar)," hingga
akhir hadis.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim:
فَقُلْتُ:
أَطَلَّقْتَهُنَّ؟ فَقَالَ: "لَا" فَقُمْتُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ فَنَادَيْتُ
بِأَعْلَى صَوْتِي: لَمْ يُطَلِّقْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ. وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ
الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى
أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ}
فَكُنْتُ أَنَا اسْتَنْبَطْتُ ذَلِكَ الْأَمْرَ.
aku (Umar) bertanya, "Apakah engkau menceraikan mereka semua?" Nabi Saw.
menjawab, "Tidak." Aku bangkit dan berdiri di pintu masjid, lalu aku
berkata dengan sekeras suaraku, menyerukan bahwa Rasulullah Saw. tidak
menceraikan istri-istrinya. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil
amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya
(akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). (An-Nisa:
83)
Aku (kata Umar) termasuk salah seorang yang ingin mengetahui kebenaran
perkara tersebut.
Makna (يَسْتَنْبِطُونَهُ) ialah menyimpulkannya dari sumbernya.
Dikatakan اسْتَنْبَطَ الرَّجُلُ الْعَيْنَ, yang artinya lelaki itu
menggali mata air dan mengeluarkan air dari dasarnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
لَاتَّبَعْتُمُ
الشَّيْطانَ إِلَّا قَلِيلًا
tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di
antara kalian). (An-Nisa: 83)
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud
ialah orang-orang mukmin.
Abdur-Razzak mengatakan, dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa firman Allah
berikut: Tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (
di antara kalian). (An-Nisa: 83) Makna yang dimaksud ialah kalian semuanya
niscaya mengikuti langkah setan.
Orang yang mendukung pendapat ini (yakni yang mengartikan semuanya)
memperkuat alasannya dengan ucapan At-Tirmah ibnu Hakim dalam salah satu bait
syairnya ketika memuji Yazid ibnul Muhallab, yaitu:
أشَمَّ
نديّ
كَثِيرَ
النوادي
... قَلِيلَ الْمَثَالِبِ
وَالْقَادِحَةْ
Aku mencium keharuman nama orang
yang sangat dermawan, tiada cela dan tiada kekurangan baginya.
Makna yang dimaksud ialah tidak ada cela dan tidak ada kekurangannya,
sekalipun diungkapkan dengan kata sedikit cela dan kekurangannya.
An-Nisa, ayat 84-87
فَقاتِلْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى
اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْساً
وَأَشَدُّ تَنْكِيلاً (84) مَنْ يَشْفَعْ شَفاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ
مِنْها وَمَنْ يَشْفَعْ شَفاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْها وَكانَ
اللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتاً (85) وَإِذا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا
بِأَحْسَنَ مِنْها أَوْ رُدُّوها إِنَّ اللَّهَ كانَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيباً
(86) اللَّهُ لَا إِلهَ إِلاَّ هُوَ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ لَا
رَيْبَ فِيهِ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثاً (87)
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah,
tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah
semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak
serangan orang-orang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras
siksaan-{Nya). Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan
memperoleh bagian (pahala) darinya. Dan barang siapa yang memberi syafaat yang
buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) darinya. Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu. Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan,
maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya. atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat
perhitungan atas tiap-tiap sesuatu. Allah, tidak ada Tuhan selain Dia.
Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kalian di hari kiamat, yang tidak ada
keraguan padanya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) daripada
Allah?
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad
Saw.) untuk ikut terjun ke dalam kancah peperangan, berjihad di jalan Allah.
Barang siapa yang menolak, tidak ikut berperang, maka tiada paksaan atas dirinya
untuk mengikuti peperangan. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
{لَا
تُكَلَّفُ إِلا نَفْسَكَ}
tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajibanmu sendiri. (An-Nisa:
84)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Anir ibnu Nabih, telah menceritakan
kepada kami Hakkam, telah menceritakan kepada kami Al-Jarrah Al-Kindi, dari Abu
Ishaq yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Barra ibnu Azib
tentang seorang lelaki yang menghadapi musuh sebanyak seratus orang, tetapi ia
tetap berperang melawan mereka, yang pada akhirnya dia termasuk orang yang
disebut di dalam firman-Nya: dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian
sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Maka Al-Barra ibnu Azib
menjawab bahwa Allah Swt. telah berfirman pula kepada Nabi-Nya, yaitu: Maka
berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan
kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk
berperang). (An-Nisa: 84) Dengan kata Lain, lelaki tersebut tidak termasuk ke
dalam larangan yang disebutkan ayat di atas.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Sulaiman ibnu Daud, dari Abu Bakar ibnu
Ayyasy, dari Abu Ishaq yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada
Al-Barra mengenai seorang lelaki yang maju sendirian melawan orang-orang musyrik
yang jumlahnya banyak, apakah dia termasuk orang yang menjatuhkan dirinya ke
dalam kebinasaan? Al-Barra menjawabnya tidak, karena sesungguhnya Allah mengutus
Rasul-Nya dan berfirman kepadanya: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah,
tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. (An-Nisa:
84) Sesungguhnya hal yang kamu sebutkan hanyalah menyangkut masalah nafkah.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Abu Bakar ibnu
Ayyasy dan Ali ibnu Abu Saleh, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra dengan lafaz yang
sama.
Kemudian Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman
ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Nadr Al-Askari, telah
menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abdur Rahman Al-Harsi, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Himyar, telah menceritakan kepada kami Sufyan
As'-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa ketika
diturunkan kepada Nabi Saw. ayat berikut, yaitu firman-Nya: Maka berperanglah
kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu
sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang).
(An-Nisa: 84), hingga akhir ayat. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada
sahabat-sahabatnya:
"قَدْ
أَمَرَنِي رَبِّي بِالْقِتَالِ فَقَاتِلُوا"
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk berperang. Karena
itu, berperanglah kalian.
Hadis ini berpredikat garib.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَحَرِّضِ
الْمُؤْمِنِينَ
Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). (An-Nisa:
84)
Artinya, bangkitkanlah semangat untuk berperang, kobarkanlah semangat mereka,
dan tanamkanlah keberanian mereka untuk berperang. Seperti yang beliau Saw.
katakan kepada para sahabatnya dalam Perang Badar ketika beliau sedang merapikan
saf mereka:
"قُومُوا
إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السماوات والأرض"
Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas bumi dan
langit!
Banyak hadis yang diriwayatkan mengenai masalah ini, yaitu anjuran berperang
di jalan Allah, antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
melalui sahabat Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"مَنْ
آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَصَامَ
رَمَضَانَ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، هَاجَرَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا" قَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نُبَشِّرُ الناسَ بِذَلِكَ؟ فَقَالَ: "إِنَّ فِي
الْجَنَّةِ مائةَ دَرَجَةٍ، أعدَّها اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ،
بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَإِذَا
سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ.
وَأَعْلَى الْجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ، وَمِنْهُ تُفَجَّر أَنْهَارُ
الْجَنَّةِ"
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan salat,
menunaikan zakat, dan puasa bulan Ramadan, maka sudah semestinya bagi Allah
memasukkannya ke dalam surga, baik ia hijrah di jalan Allah ataupun tetap
tinggal di tempat kelahirannya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah,
bolehkah kami menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?" Rasulullah
Saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat
(tingkatan) yang telah disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang berjihad
dijalan Allah; jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara
langit dan bumi. Apabila kalian memohon kepada Allah, mintalah kepadanya surga
Firdaus, karena sesungguhnya surga Firdaus adalah tengah-tengah surga dan surga
yang paling tinggi. Di atasnya terdapat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, dan dari
surga Firdaus mengalirlah semua sungai surga.
Diriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Ubadah, Mu'az, dan Abu Darda.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"يَا
أَبَا سعيد، من رضي بالله ربا، وبالإسلام دِينًا،
وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ" قَالَ: فَعَجِبَ لَهَا أَبُو
سَعِيدٍ فَقَالَ: أَعِدْهَا عليَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَفَعَلَ. ثُمَّ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأُخْرَى يَرْفَعُ اللَّهُ
بِهَا الْعَبْدَ مِائَةَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ
كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ" قَالَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Hai Abu Sa'id, barang siapa yang rela Allah sebagai Tuhannya, Islam
sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasul dan Nabi (panutannya), maka
pastilah ia masuk surga. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa mendengar hal
itu Abu Sa'id merasa takjub, lalu bertanya, "Ulangilah lagi kepadaku, wahai
Rasulullah." Abu Sa'id mengucapkan demikian sebanyak tiga kali, kemudian baru
Rasulullah Saw. bersabda lagi: Dan yang lainnya lagi menyebabkan Allah
mengangkat seorang hamba karenanya seratus derajat (tingkatan) di dalam surga;
jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi.
Abu Sa'id Al-Khudri bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan apakah itu?"
Rasulullah Saw. menjawab: Berjihad di jalan Allah.
Hadis riwayat Imam Muslim.
*******************
Firman Allah Swt.:
عَسَى
اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا
Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu.
(An-Nisa: 84)
Yaitu berkat upayamu dalam mengobarkan semangat mereka untuk berjihad, maka
bangkitlah semangat mereka untuk melawan musuh-musuh mereka, membela negeri
Islam dan para pemeluknya, serta berjuang melawan mereka dengan penuh keteguhan
dan kesabaran.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ
أَشَدُّ بَأْساً وَأَشَدُّ تَنْكِيلًا
Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan-(Nya). (An-Nisa:
84)
Artinya, Dia berkuasa terhadap mereka di dunia dan di akhirat. Perihalnya
sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
ذلِكَ
وَلَوْ يَشاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلكِنْ لِيَبْلُوَا بَعْضَكُمْ
بِبَعْضٍ
Demikianlah, apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan
mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang
lain. (Muhammad: 4), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{مَنْ
يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا}
Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh
bagian (pahala) darinya.(An-Nisa: 85)
Maksudnya, barang siapa yang berupaya dalam suatu urusan, lalu ia
menghasilkan hal yang baik darinya, maka dia memperoleh bagian darinya.
{وَمَنْ
يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا}
Dan barang siapa yang memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul
bagian (dosa) darinya. (An-Nisa: 85)
Yakni dia memperoleh dosa dari urusan tersebut yang diupayakannya dan telah
diniatkannya sejak semula. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari
Nabi Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"اشْفَعُوا
تُؤْجَرُوا وَيَقْضِي اللَّهُ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ مَا
شَاءَ".
Berikanlah syafaat, niscaya kamu beroleh pahala, dan Allah memutuskan
melalui lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Mujahid ibnu Jabr mengatakan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan
syafaat orang-orang yang diberikan oleh sebagian dari mereka untuk sebagian yang
lain.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Barang
siapa yang memberikan syafaat. (An-Nisa: 85) Dalam ayat ini tidak disebutkan
barang siapa yang beroleh syafaat.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَكانَ
اللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتاً
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nisa: 85)
Menurut Ibnu Abbas, Ata, Atiyyah, Qatadah, dan Matar Al-Warraq, yang dimaksud
dengan {مُقِيتًا}
ialah Yang Maha Memelihara.
Menurut Mujahid, lafaz {مُقِيتًا}
artinya Maha Menyaksikan. Menurut riwayat yang lain darinya, makna
yang dimaksud ialah Maha Menghitung.
Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah Yang Mahakuasa.
Menurut Abdullah ibnu Kasir, makna yang dimaksud ialah Yang Maha
Mengawasi.
Menurut Ad-Dahhak, al-muqit artinya Yang Maha Memberi Rezeki.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Mutarrif, telah menceritakan kepada
kami Isa ibnu Yunus, dari Ismail, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnu
Rawwahah, bahwa ia pernah ditanya oleh seorang lelaki tentang makna firman-Nya:
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nisa: 85) Maka ia menjawab bahwa
Allah membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذا
حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْها أَوْ رُدُّوها
Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)
Apabila seorang muslim mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah
salamnya itu dengan salam yang lebih baik darinya, atau balaslah ia dengan salam
yang sama. Salam lebihan hukumnya sunat, dan salam yang semisal hukumnya
fardu.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ سَهْلٍ الرَّمْلِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ السَّري الْأَنْطَاكِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ لَاحِقٍ، عَنْ
عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدي، عَنْ سَلْمَانَ
الْفَارِسِيِّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ: "وَعَلَيْكَ
السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ". ثُمَّ أَتَى آخر فَقَالَ:
السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ
اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ فَقَالَ لَهُ: "وَعَلَيْكَ"
فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، أَتَاكَ
فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَسَلَّمَا عَلَيْكَ فَرَدَدْتَ عَلَيْهِمَا أَكْثَرَ مِمَّا
رَدَدْتَ عَلَيَّ. فَقَالَ: "إِنَّكَ لَمْ تَدَعْ لَنَا شَيْئًا، قَالَ اللَّهُ
تَعَالَى: {وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ
رُدُّوهَا} فَرَدَدْنَاهَا عَلَيْكَ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Sahl
Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnus Sirri Al-Intaki, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Lahiq, dari Asim Al-Ahwal, dari Abu Usman
An-Nahdi, dari Salman Al-Farisi yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki
datang kepada Nabi Saw., lalu ia mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya
Rasulullah (semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah)."
Maka Rasulullah Saw. menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat Allah
terlimpahkan atas dirimu. Kemudian datang pula lelaki yang lain dan
mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah, warahmatullahi (semoga
keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah)." Maka
beliau Saw. menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat serta berkah Allah
terlimpahkan atas dirimu. Lalu datang lagi lelaki yang lain dan
mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah, warahmatullahi wabarakatuh
(semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya terlimpahkan kepadamu, wahai
Rasulullah)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal yang sama semoga
terlimpahkan kepadamu. Maka lelaki yang terakhir ini bertanya, "Wahai
Nabi Allah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, telah datang kepadamu si
anu dan si anu, lalu keduanya mengucapkan salam kepadamu dan engkau menjawab
keduanya dengan jawaban yang lebih banyak dari apa yang engkau jawabkan
kepadaku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Karena sesungguhnya engkau tidak
menyisakannya buatku barang sedikit pun, Allah Swt. telah berfirman,
"Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)," maka aku
menjawabmu dengan salam yang serupa.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim secara mu'allaq. Untuk itu ia
mengatakan, telah diriwayatkan dari Ahmad ibnul Hasan dan Imam Turmuzi, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnus Sirri Abu Muhammad Al-Intaki, bahwa Abul
Hasan (seorang lelaki yang saleh) mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Lahiq, lalu ia mengetengahkan berikut sanadnya dengan lafaz yang
semisal.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami
Abdul Baqi ibnu Qani', telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu
Hambal, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Lahiq Abu Usman, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal, tetapi
aku tidak melihatnya di dalam kitab musnad.
Hadis ini mengandung makna yang menunjukkan bahwa tidak ada tambahan dalam
jawaban salam yang bunyinya mengatakan, "Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh." Seandainya disyariatkan salam yang lebih banyak dari itu, niscaya
Rasulullah Saw. menambahkannya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ -أَخُو سُلَيْمَانَ بْنِ
كَثِيرٍ -حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَوْفٍ، عَنْ أَبِي رَجَاءٍ
العُطَاردي، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَين؛ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَرَدَّ
عَلَيْهِ ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ: "عَشْرٌ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: "السَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَرَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ:
"عِشْرُونَ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
وَبَرَكَاتُهُ. فَرَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ:
"ثَلَاثُونَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir
(saudara lelaki Sulaiman ibnu Kasir), telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu
Sulaiman, dari Auf, dari Abu Raja Al-Utaridi, dari Imran ibnul Husain yang
menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu
mengucapkan, "Assalamu 'al'aikum, ya Rasulullah," lalu Rasulullah Saw.
menjawabnya dengan jawaban yang sama, kemudian beliau duduk dan bersabda,
"Sepuluh." Kemudian datang lelaki lainnya dan mengucapkan, "Assalamu
'alaikum warahmatullahi, ya Rasulullah," lalu Rasulullah Saw. menjawabnya dengan
jawaban yang sama, kemudian duduk dan bersabda, "Dua puluh." Lalu datang
lelaki lainnya dan bersalam, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," maka
Nabi Saw. membalasnya dengan salam yang serupa, kemudian duduk dan bersabda,
"Tiga puluh."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Muhammad ibnu Kasir. Imam
Turmuzi mengetengahkannya, begitu pula Imam Nasai dan Al-Bazzar yang juga
melalui hadis Muhammad ibnu Kasir. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini berpredikat garib bila ditinjau dari sanadnya.
Dalam bab yang sama diriwayatkan pula hadis dari Abu Sa'id, Ali, dan Sahl
ibnu Hanif. Al-Bazzar mengatakan bahwa hal ini telah diriwayatkan pula dari Nabi
Saw. melalui berbagai jalur, dan hadis ini merupakan hadis yang paling baik
sanadnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Harb
Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Abdur Rahman Ar-Rawasi,
dari Al-Hasan ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan, "Barang siapa yang mengucapkan salam kepadamu dari kalangan makhluk
Allah, jawablah salamnya, sekalipun dia adalah seorang Majusi." Demikian itu
karena Allah Swt. telah berfirman: maka balaslah penghormatan itu dengan yang
lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).
(An-Nisa: 86)
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya. (An-Nisa: 86) Yakni kepada
orang-orang muslim (yang bersalam kepadamu). atau balaslah penghormatan itu
(dengan yang serupa). (An-Nisa: 86) ditujukan kepada kafir zimmi.
Akan tetapi, takwil ini masih perlu dipertimbangkan, atas dasar hadis di atas
tadi yang menyatakan bahwa makna yang dimaksud ialah membalas salam penghormatan
dengan yang lebih baik. Apabila seorang muslim mengucapkan salam penghormatan
dengan lafaz salam yang maksimal dari apa yang disyariatkan, maka balasannya
adalah salam yang serupa. Terhadap ahli zimmah (kafir zimmi), mereka tidak boleh
dimulai dengan salam; dan jawaban terhadap mereka tidak boleh dilebihkan,
melainkan hanya dibalas dengan yang singkat, seperti yang disebutkan di dalam
kitab Sahihain melalui Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا
سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمْ: السَّامُّ عَلَيْكَ
فَقُلْ: وَعَلَيْكَ"
Apabila orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian, maka sebenarnya yang
diucapkan seseorang dari mereka adalah, "As-Samu'alaikum (kebinasaan semoga
menimpa kamu), maka katakanlah, "Wa'alaika (dan semoga kamu pun mendapat yang
serupa)."
Di dalam Sahih Muslim disebut melalui Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
«لَا
تبدأوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ وَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ
فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ»
Janganlah kalian memulai salam kepada orang Yahudi dan orang Nasrani, dan
apabila kalian bersua dengan mereka di jalan, maka desaklah mereka ke tempat
yang paling sempit.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari seorang laki-laki, dari Al-Hasan Al-Basri
yang mengatakan bahwa salam hukumnya sunat, sedangkan menjawabnya adalah
wajib.
Pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri ini juga dikatakan oleh semua
ulama, bahwa menjawab salam hukumnya wajib bagi orang yang ditujukan salam
kepadanya. Maka berdosalah dia jika tidak melakukannya, karena dengan begitu
berarti dia telah melanggar perintah Allah yang ada di dalam firman-Nya: maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berikut sanadnya yang
sampai kepada Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا
تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا
وَلَا
تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
أفلا أَدُلُّكُمْ
عَلَى أمر
إِذَا
فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ
؟ أَفْشُوا
السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
»
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian
tidak dapat masuk surga sebelum beriman, dan kalian belum beriman sebelum saling
mengasihi. Maukah aku tunjukkan kalian kepada suatu perkara; apabila kalian
melakukannya, niscaya kalian akan saling mengasihi, yaitu: "Tebarkanlah salam di
antara kalian."
*******************
Firman Allah Swt.:
اللَّهُ
لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ
Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. (An-Nisa: 87)
merupakan pemberitahuan tentang keesaan-Nya dan hanya Dialah Tuhan semua
makhluk. Ungkapan ini mengandung qasam (sumpah) bagi firman selanjutnya, yaitu:
{لَيَجْمَعَنَّكُمْ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ}
Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kalian di hari kiamat, yang tidak ada
keraguan padanya. (An-Nisa: 87)
Huruf lam yang terdapat pada lafaz لَيَجْمَعَنَّكُمْ merupakan pendahuluan bagi
qasam. Dengan demikian, maka firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan selain
Dia. (An-Nisa: 87) merupakan kalimat berita dan sekaligus sebagai sumpah
yang menyatakan bahwa Dia kelak akan menghimpun semua manusia dari yang awal
hingga yang terakhir di suatu padang (mahsyar), yakni pada hari kiamat nanti.
Lalu Dia memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan
amalnya masing-masing.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ
أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثاً
Dan siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah? (An-Nisa:
87)
Yakni tiada seorang pun yang lebih benar daripada Allah dalam perkataan,
berita, janji, dan ancaman-Nya. Maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada
Penguasa selain Dia.
An-Nisa, ayat 88-91
فَما
لَكُمْ فِي الْمُنافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِما كَسَبُوا
أَتُرِيدُونَ أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ
تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً (88) وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَما كَفَرُوا فَتَكُونُونَ
سَواءً فَلا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِياءَ حَتَّى يُهاجِرُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلا
تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلا نَصِيراً (89) إِلاَّ الَّذِينَ يَصِلُونَ إِلى
قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثاقٌ أَوْ جاؤُكُمْ حَصِرَتْ صُدُورُهُمْ أَنْ
يُقاتِلُوكُمْ أَوْ يُقاتِلُوا قَوْمَهُمْ وَلَوْ شاءَ اللَّهُ لَسَلَّطَهُمْ
عَلَيْكُمْ فَلَقاتَلُوكُمْ فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقاتِلُوكُمْ
وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَما جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلاً
(90) سَتَجِدُونَ آخَرِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ
كُلَّما رُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيها فَإِنْ لَمْ يَعْتَزِلُوكُمْ
وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأُولئِكُمْ جَعَلْنا لَكُمْ عَلَيْهِمْ
سُلْطاناً مُبِيناً (91)
Maka mengapa kalian menjadi dua golongan dalam
(menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada
kekafiran disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kalian bermaksud memberi
petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barang siapa yang
disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi
petunjuk) kepadanya. Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka
telah menjadi kafir, lalu kalian menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah
kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian), hingga mereka
berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah
mereka di mana saja kalian menemuinya, dan janganlah kalian ambil seorang pun di
antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong, kecuali
orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kalian
dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada
kalian, sedangkan hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kalian dan
memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada
mereka terhadap kalian, lalu pastilah mereka memerangi kalian. Tetapi jika
mereka membiarkan kalian, dan tidak memerangi kalian serta mengemukakan
perdamaian kepada kalian, maka Allah tidak memberi jalan bagi kalian (untuk
menawan dan membunuh) mereka. Kelak kalian akan dapati (golongan-golongan) yang
lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari kalian dan aman (pula) dari
kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka pun terjun
ke dalamnya. Karena itu, jika mereka tidak membiarkan kalian dan (tidak) mau
mengemukakan perdamaian kepada kalian, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari
memerangi kalian), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana saja kalian
menemui mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepada kalian alasan
yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Allah Swt. berfirman mengingkari perbuatan orang-orang mukmin dalam
perselisihan mereka terhadap orang-orang munafik yang terbagi menjadi dua
pendapat. Mengenai latar belakang turunnya ayat ini masih diperselisihkan.
فقال
الإمام أحمد: حَدَّثَنَا بَهْز، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ:
أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ: أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى أُحُد، فَرَجَعَ نَاسٌ
خَرَجُوا مَعَهُ، فَكَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيهِمْ فِرْقَتَيْنِ: فِرْقَةٌ تَقُولُ: نَقْتُلُهُمْ. وَفِرْقَةٌ
تَقُولُ: لَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ}
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّهَا طَيْبة،
وَإِنَّهَا تَنْفِي الخَبَث كَمَا تَنْفِي النَّارُ خَبَثَ
الْفِضَّةِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah yang mengatakan bahwa Addi ibnu Sabit pernah
mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Yazid dari Zaid ibnu
Sabit, bahwa Rasulullah Saw. berangkat menuju medan Perang Uhud, lalu di tengah
jalan sebagian orang yang tadinya berangkat bersama beliau kembali lagi ke
Madinah. Sahabat-sahabat Rasulullah Saw. dalam menanggapi mereka yang kembali
itu ada dua pendapat: Suatu golongan berpendapat bahwa mereka harus dibunuh;
sedangkan golongan yang lain mengatakan tidak boleh dibunuh, dengan alasan bahwa
mereka masih orang-orang mukmin. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka
mengapa kalian menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik.
(An-Nisa: 88) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Madinah itu adalah
Tayyibah, dan sesungguhnya Madinah dapat membersihkan kotoran, sebagaimana
pandai besi dapat membersihkan kotoran (karat) besi.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Syu'bah.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menyebutkan dalam peristiwa Perang Uhud, bahwa
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul kembali (ke Madinah) bersama sepertiga pasukan,
yakni kembali dengan tiga ratus personel, sedangkan Nabi Saw. ditinggalkan
bersama tujuh ratus personel.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan suatu kaum yang tinggal di Mekah. Mereka telah masuk Islam, tetapi mereka
membantu kaum musyrik. Lalu kelompok ini keluar dari Mekah dalam rangka suatu
keperluan yang menyangkut kepentingan mereka (berniaga). Mereka mengatakan,
"Jika kita bersua dengan sahabat-sahabat Muhammad, kita pasti tidak akan
diapa-apakan oleh mereka." Lain halnya dengan kaum mukmin yang bersama Rasul
Saw. ketika disampaikan kepada mereka berita keluarnya kelompok tersebut dari
Mekah, maka segolongan dari kaum mukmin mengatakan, "Ayo kita kejar
pengecut-pengecut itu dan kita bunuh mereka, karena sesungguhnya mereka telah
membantu musuh untuk melawan kita." Sedangkan golongan yang lainnya mengatakan,
"Mahasuci Allah —atau kalimat semacam itu—, apakah kalian akan membunuh suatu
kaum yang pembicaraannya sama dengan apa yang kalian bicarakan (yakni seagama)
hanya karena mereka tidak ikut hijrah dan tidak mau meninggalkan rumah mereka,
lalu kita dapat menghalalkan darah dan harta benda mereka?" Demikianlah
tanggapan mereka terbagi menjadi dua golongan, sedangkan Rasul Saw. saat itu
berada di antara mereka, dan beliau Saw. tidak melarang salah satu golongan dari
keduanya melakukan sesuatu. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Maka mengapa kalian menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang
munafik (An-Nisa: 88)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
Hal yang mirip dengan hadis ini diriwayatkan melalui Abu Salamah ibnu Abdur
Rahman, Ikrimah, Mujahid, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya.
Zaid ibnu Aslam meriwayatkan dari salah seorang anak Sa'd ibnu Mu'az, bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan pergunjingan kabilah Aus dan kabilah
Khazraj sehubungan dengan sikap Abdullah ibnu Ubay, ketika Rasulullah Saw.
berada di atas mimbar memaafkan sikapnya dalam kasus berita bohong. Akan tetapi,
hadis ini garib. Menurut pendapat yang lainnya lagi, asbabun nuzul ayat ini
bukan demikian.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ
أَرْكَسَهُمْ بِما كَسَبُوا
padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha
mereka sendiri? (An-Nisa: 88)
Yakni Allah mengembalikan mereka dan menjatuhkan mereka ke dalam
kekeliruan.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya; "Arkasahum."
Makna yang dimaksud ialah Allah telah menjatuhkan mereka. Sedangkan menurut
Qatadah, maksudnya ialah Allah telah membinasakan mereka. Dan menurut As-Saddi
ialah Allah telah me-nyesatkan mereka.
Firman Allah Swt.:
{بِمَا
كَسَبُوا}
disebabkan usaha mereka sendiri. (An-Nisa: 88)
Yaitu disebabkan kedurhakaan mereka dan menentang Rasul serta mengikuti
kebatilan.
{أَتُرِيدُونَ
أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ
سَبِيلا}
Apakah kalian bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah
disesatkan Allah? Barang siapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kalian tidak
mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya. (An-Nisa: 88)
Maksudnya, tiada jalan baginya untuk mendapat hidayah dan ia tidak dapat
melepaskan dirinya dari kesesatan menuju kepada jalan hidayah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَدُّوا
لَوْ تَكْفُرُونَ كَما كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَواءً
Mereka ingin kalian menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir,
lalu kalian menjadi sama (dengan mereka). (An-Nisa: 89)
Dengan kata lain, sebenarnya mereka menghendaki kesesatan bagi kalian, agar
kalian sama dengan mereka dalam kesesatan. Hal tersebut tiada lain karena
kerasnya permusuhan mereka dan kebencian mereka terhadap kalian orang-orang
mukmin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَلا
تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنْ
تَوَلَّوْا}
Maka janganlah kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian),
hingga mereka mau berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling.
(An-Nisa: 89)
Yakni tidak mau berhijrah, menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi dari
Ibnu Abbas. Sedangkan menurut As-Saddi, yang dimaksud dengan berpaling ialah
memperlihatkan kekufuran mereka.
{فَخُذُوهُمْ
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلا
نَصِيرًا}
tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemuinya, dan janganlah
kalian ambil seorang pun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula)
menjadi penolong. (An-Nisa: 89)
Artinya, janganlah kalian menjadikan mereka teman dan penolong kalian dalam
menghadapi musuh-musuh Allah, selagi sikap mereka masih tetap demikian.
*******************
Dalam firman selanjutnya Allah mengecualikan dari mereka orang-orang yang
disebutkan dalam ayat ini, yaitu:
{إِلا
الَّذِينَ يَصِلُونَ إِلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ
مِيثَاقٌ}
kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang
antara kalian dan kaum itu telah ada perjanjian (damai). (An-Nisa: 90)
Yaitu kecuali orang-orang yang berlindung dan berpihak kepada kaum yang
antara kalian dan mereka telah ada perjanjian gencatan senjata atau perjanjian
damai, maka jadikanlah hukum mereka sama dengan hukum kaum yang berdamai dengan
kalian itu. Demikianlah menurut pendapat As-Saddi, Ibnu Zaid, dan Ibnu
Jarir.
وَقَدْ
رَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ حَدَّثَنَا
حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعان، عَنِ الْحَسَنِ:
أَنَّ سُرَاقَةَ بْنَ مَالِكٍ الْمُدْلِجِيَّ حَدَّثَهُمْ قَالَ: لَمَّا ظهر -يعني
النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ وأُحُد، وَأَسْلَمَ
مَنْ حَوْلَهُمْ قَالَ سُرَاقَةُ: بَلَغَنِي أَنَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَبْعَثَ خَالِدَ
بْنَ الْوَلِيدِ إِلَى قَوْمِي -بَنِي مُدْلج -فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ: أَنْشُدُك
النِّعْمَةَ. فَقَالُوا: صَهٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "دَعُوهُ، مَا تُرِيدُ؟ ". قَالَ: بَلَغَنِي أَنَّكَ تُرِيدُ أَنْ
تَبْعَثَ إِلَى قَوْمِي، وَأَنَا أُرِيدُ أَنَّ تُوَادِعَهُمْ، فَإِنْ أَسْلَمَ
قَوْمُكَ أَسْلَمُوا وَدَخَلُوا فِي الْإِسْلَامِ، وَإِنْ لَمْ يُسْلِمُوا لَمْ
تَخْشُن قُلُوبُ قَوْمِكَ عَلَيْهِمْ. فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ فَقَالَ: "اذْهَبْ مَعَهُ
فَافْعَلْ مَا يُرِيدُ". فَصَالَحَهُمْ خَالِدٌ عَلَى أَلَّا يُعِينُوا عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ أَسْلَمَتْ قُرَيْشٌ
أَسْلَمُوا مَعَهُمْ، [وَمَنْ وَصَلَ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّاسِ كَانُوا عَلَى
مِثْلِ عَهْدِهِمْ] فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا
فَتَكُونُونَ سَوَاءً فَلا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ}
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu
Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jadan, dari Al-Hasan, bahwa Suraqah ibnu Malik
Al-Mudlaji telah menceritakan kepada kami bahwa sesudah Nabi Saw. mengalami
kemenangan dalam Perang Badar dan Uhud, semua orang yang berada di sekitarnya
masuk Islam. Suraqah mendengar berita bahwa Nabi Saw. akan mengirimkan Khalid
ibnul Walid bersama sejumlah pasukan untuk menyerang kaumku, Banil Mudlaj. Maka
aku datang menghadap Nabi Saw. dan berkata, "Aku memohon kepadamu ampunan."
Mereka (para sahabat) berkata, "Diamlah kamu!" Nabi Saw. bersabda,
"Biarkanlah dia. Apakah yang dikehendakinya?" Suraqah
berkata, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa engkau akan mengirimkan
pasukan kepada kaumku, sedangkan aku bermaksud hendaknya engkau bersikap simpati
terhadap mereka. Karena jika kaummu (Quraisy) masuk Islam, mereka pun pasti
masuk Islam; jika kaummu tidak mau masuk Islam, maka hati kaummu tidak membenci
mereka." Lalu Rasulullah Saw. memegang tangan Khalid ibnul Walid dan bersabda,
"Pergilah kamu bersamanya dan lakukanlah apa yang dikehendakinya." Maka
Khalid berdamai dengan mereka dengan syarat mereka tidak boleh membantu musuh
Rasulullah Saw. untuk melawan Rasulullah Saw.; dan jika kabilah Quraisy masuk
Islam, mereka bersedia masuk Islam bersama-sama kabilah Quraisy. Maka Allah
menurunkan firman-Nya: Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana
mereka telah kafir, lalu kalian menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah
kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian). (An-Nisa:
89)
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu Salamah, yang di
dalamnya disebutkan bahwa setelah itu Allah menurunkan firman-Nya: kecuali
orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kalian
dan kaum itu telah ada perjanjian (damai). (An-Nisa: 90) Tersebutlah bahwa
setiap orang yang bergabung dengan mereka, ia dihukumi sama dengan mereka dan
berada dalam perjanjian tersebut. Hal ini lebih sesuai dengan konteks
pembicaraan ayat.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan dalam kisah Perjanjian Hudaibiyah,
bahwa orang yang ingin selamat boleh masuk ke dalam perjanjian orang-orang
Quraisy dan perdamaiannya jika ia suka. Seseorang jika suka boleh memasuki
perjanjian damai Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya.
Tetapi telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia mengatakan sehubungan
dengan masalah ini. Ayat ini telah dimansukh oleh firman-Nya:
فَإِذَا
انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ
وَجَدْتُمُوهُمْ
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang
musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka. (At-Taubah: 5), hingga akhir
ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَوْ
جَاءُوكُمْ حَصِرَتْ صُدُورُهُمْ [أَنْ يُقَاتِلُوكُمْ أَوْ يُقَاتِلُوا
قَوْمَهُمْ] }
atau orang-orang yang datang kepada kalian, sedangkan hati mereka merasa
keberatan untuk memerangi kalian dan memerangi kaumnya. (An-Nisa: 90).
hingga akhir ayat.
Mereka adalah kaum lain yang dikecualikan dari perintah memerangi mereka.
Mereka adalah orang-orang yang datang ke barisan pasukan kaum muslim, lalu
bergabung dengan kaum muslim, tetapi hati mereka merasa berkeberatan dan tidak
suka memerangi kalian; hati mereka berkeberatan pula bila disuruh memerangi
kaumnya bersama kalian. Sikap mereka tidak menguntungkan kalian dan tidak pula
membahayakan kalian.
{وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَاتَلُوكُمْ}
Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka
terhadap kalian, lalu pastilah mereka memerangi kalian. (An-Nisa: 90)
Yakni di antara belas kasihan Allah kepada kalian ialah Dia mencegah mereka
untuk tidak memerangi kalian.
{فَإِنِ
اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ
السَّلَمَ}
Tetapi jika mereka membiarkan kalian dan tidak memerangi kalian serta
mengemukakan perdamaian kepada kalian. (An-Nisa: 90)
Yaitu mengadakan perjanjian damai dengan kalian.
{فَمَا
جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلا}
maka Allah tidak memberi jalan bagi kalian (untuk menawan dan membunuh)
mereka. (An-Nisa: 90)
Tiada alasan bagi kalian untuk memerangi mereka selagi mereka bersikap
demikian.
Mereka seperti segolongan orang yang berangkat menuju medan Perang Badar dari
kalangan Bani Hasyim yang ikut bersama pasukan kaum musyrik. Mereka ikut dalam
peperangan tersebut, padahal hati mereka benci terhadap peperangan itu, seperti
Al-Abbas (paman Nabi Saw.) dan lain-lainnya. Karena itulah pada hari itu Nabi
Saw. melarang Al-Abbas dibunuh, melainkan memerintahkan agar ia ditawan
saja.
*******************
Firman Allah Swt.:
سَتَجِدُونَ
آخَرِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ
Kelak kalian akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud
supaya mereka aman dari kalian dan aman (pula) dari kaumnya. (An-Nisa:
91)
Mereka dalam bentuk lahiriahnya sama dengan orang-orang yang disebutkan di
atas, hanya saja niat mereka berbeda dengan niat orang-orang yang pertama tadi.
Karena sesungguhnya golongan yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang-orang
munafik, yaitu orang-orang yang menampakkan pada lahiriahnya kepada Nabi Saw.
dan para sahabatnya, seolah-olah mereka telah masuk Islam. Mereka bersikap
demikian dengan tujuan agar darah, harta benda, dan anak cucu mereka aman di
kalangan kaum muslim. Tetapi dalam waktu yang sama mereka dalam batinnya baik
dengan orang-orang kafir, bahkan mereka menyembah sesembahan-sesembahannya
bersama orang-orang kafir agar dengan demikian mereka aman berada di
tengah-tengah kaum musyrik. Pada garis besarnya batin mereka bersama orang-orang
kafir, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
وَإِذا
خَلَوْا إِلى شَياطِينِهِمْ قالُوا إِنَّا مَعَكُمْ
Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka
mengatakan, "Sesungguhnya kami sependapat dengan kalian." (Al-Baqarah:
14)
Sedangkan dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{كُلَّمَا
رُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيهَا}
Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka pun terjun ke
dalamnya.(An-Nisa: 91)
Yakni langsung terjun menggelutinya.
As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat ini ialah
syirik.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan suatu kaum dari kalangan penduduk Mekah. Mereka datang kepada Nabi Saw.,
lalu pura-pura masuk Islam, kemudian mereka kembali kepada kaum Quraisy, lalu
kembali menyembah berhala. Mereka bersikap demikian dengan tujuan agar selamat
dan aman di sana dan di sini. Maka Allah memerintahkan, "Perangilah mereka jika
tidak membiarkan kalian dan tidak mau mengemukakan perdamaian kepada kalian."
Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَإِنْ
لَمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ }
Karena itu, jika mereka tidak membiarkan kalian dan (tidak) mau
mengemukakan perdamaian kepada kalian. (An-Nisa: 91)
Yang dimaksud dengan as-silm ialah gencatan senjata dan perjanjian
perdamaian.
وَيَكُفُّوا
أَيْدِيَهُمْ
serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangi kalian). (An-Nisa:
91)
Yaitu tidak mau mencegah dirinya dari memerangi kalian.
فَخُذُوهُمْ
maka tawanlah mereka.(An-Nisa: 91)
Maksudnya, tangkaplah mereka sebagai tawanan.
وَاقْتُلُوهُمْ
حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ
dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemui mereka. (An-Nisa: 91)
Yakni di mana saja kalian jumpai mereka.
{وَأُولَئِكُمْ
جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُبِينًا}
dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepada kalian alasan yang
nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka. (An-Nisa: 91)
An-Nisa, ayat 92-93
وَما
كانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِناً إِلاَّ خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً
خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ إِلاَّ
أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ
مِيثاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيامُ شَهْرَيْنِ مُتَتابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ
وَكانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً (92) وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُتَعَمِّداً
فَجَزاؤُهُ جَهَنَّمُ خالِداً فِيها وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذاباً عَظِيماً (93)
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh
seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja); dan barang
siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, padahal ia
mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan
jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara
mereka dengan kalian, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa
dua bulan berturut-turut untuk penerimaan tobat dari Allah. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan barang siapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan
Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar
baginya.
Allah Swt. berfirman bahwa seorang mukmin tidak boleh membunuh saudaranya
yang mukmin dengan alasan apa pun.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas'ud, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا
يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ
الزَّانِي، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ"
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali karena salah satu dari tiga
perkara, yaitu membunuh jiwa balasannya dibunuh lagi, duda yang berzina, orang
yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.
Kemudian jika terjadi sesuatu dari ketiga hal tersebut, maka tiada hak atas
setiap individu masyarakat untuk menghukumnya, melainkan yang berhak
menghukumnya adalah imam atau wakilnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا
خَطَأً
Terkecuali karena tersalah (tidak sengaja). (An-Nisa: 92)
Mereka mengatakan bahwa istisna dalam ayat ini merupakan istisna
munqati', perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat pada ucapan
seorang penyair yang mengatakan:
مِنَ
الْبِيضِ لَمْ تَظْعَنْ بَعِيدًا وَلَمْ تَطَأْ ... عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا رَيْطَ بُرْدٍ
مُرَحَّلِ
dari telurnya (burung unta itu) tidak
pernah pergi jauh dan tidak pernah pula menyentuh tanah kecuali karena cuaca
dingin yang memaksanya harus pergi mengungsi.
Bukti-bukti yang membenarkan pengertian ini cukup banyak.
Mengenai asbabun nuzul ayat ini masih diperselisihkan, untuk itu Mujahid dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah. Abu Rabi'ah adalah saudara laki-laki
seibu dengan Abu Jahal; ibunya bernama Asma binti Makhramah.
Pada mulanya Ayyasy membunuh seorang lelaki yang menyiksa dirinya bersama
saudaranya karena Ayyasy masuk Islam; lelaki itu bernama Al-Haris ibnu Yazid
Al-Gamidi. Dalam hati Ayyasy masih terpendam niat hendak membalas saudara
Al-Haris itu. Tetapi tanpa sepengetahuan Ayyasy, saudara Al-Haris tersebut masuk
Islam dan ikut hijrah. Ketika terjadi Perang Fath Mekah, tiba-tiba Ayyasy
melihat lelaki tersebut, maka dengan serta merta ia langsung menyerangnya dan
membunuhnya karena ia menduga bahwa lelaki tersebut masih musyrik. Maka Allah
menurunkan ayat ini.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Abu Darda, karena ia membunuh seorang lelaki yang telah
mengucapkan kalimat iman (yaitu syahadatain), di saat ia mengangkat senjata
padanya. Sekalipun lelaki itu telah mengucapkan kalimat iman, Abu Darda tetap
mengayunkan pedang kepadanya, hingga matilah ia. Ketika peristiwa tersebut
diceritakan kepada Nabi Saw., Abu Darda beralasan bahwa sesungguhnya lelaki itu
mau mengucapkan kalimat tersebut hanyalah semata-mata untuk melindungi dirinya.
Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Apakah kamu telah membelah
dadanya?
Hadis ini terdapat di dalam kitab Sahih, tetapi bukan melalui Abu Darda.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ
قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ
إِلى أَهْلِهِ
dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (An-Nisa: 92)
Kedua sanksi tersebut wajib dalam kasus pembunuhan tidak sengaja, yang salah
satunya ialah membayar kifarat untuk menghapus dosa besar yang dilakukannya,
sekalipun hal tersebut ia lakukan secara tidak sengaja. Di antara syarat kifarat
ini ialah memerdekakan seorang budak yang mukmin, tidak cukup bila yang
dimerdekakannya itu adalah budak yang kafir.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i,
Al-Hasan Al-Basri, bahwa mereka mengatakan, "Tidak mencukupi sebagai kifarat
memerdekakan budak yang masih kecil, mengingat anak yang masih kecil masih belum
menjadi pelaku iman."
Diriwayatkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah yang
mengatakan bahwa di dalam mushaf sahabat Ubay ibnu Ka'b terdapat keterangan,
"Maka hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman," dalam
kifarat ini masih belum mencukupi bila yang dimerdekakannya adalah budak yang
masih kecil.
Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan, "Jika si budak yang masih
kecil itu dilahirkan dari kedua orang tua yang kedua-duanya muslim, sudah
mencukupi untuk kifarat. Tetapi jika bukan dilahirkan dari kedua orang tua yang
muslim, hukumnya tidak mencukupi."
Pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama mengatakan, "Manakala budak yang
dimerdekakan adalah orang muslim, maka sah dimerdekakan sebagai kifarat, tanpa
memandang apakah ia masih kecil atau sudah dewasa."
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ
الزُّهري، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنَ
الْأَنْصَارِ؛ أَنَّهُ جَاءَ بِأَمَةٍ سَوْدَاءَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
إِنَّ عَلَيَّ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً، فَإِنْ كُنْتَ تَرَى هَذِهِ مُؤْمِنَةً
أَعْتَقْتُهَا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أتشهدين أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ " قَالَتْ: نَعَمْ. قال: "أتشهدين أني
رسول الله؟ " قالت نعم. قال:"أتؤمنين بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ؟ " قَالَتْ:
نَعَمْ، قَالَ: "أَعْتِقْهَا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah,
dari seorang lelaki, dari kalangan Ansar yang telah menceritakan hadis berikut:
Bahwa ia datang dengan membawa budak perempuan yang berkulit hitam, lalu ia
bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku terkena kewajiban memerdekakan
seorang budak yang mukmin. Untuk itu apabila menurutmu budak ini mukmin, maka
aku akan memerdekakannya." Rasulullah Saw. bertanya kepada budak perempuan itu,
"Apakah engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?" Budak
perempuan itu menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Apakah engkau
telah bersaksi pula bahwa aku adalah utusan Allah?" Si budak menjawab, "Ya."
Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Apakah engkau beriman dengan hari berbangkit
sesudah mati?" Si budak menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda,
"Merdekakanlah dia!"
Sanad hadis ini sahih. Mengenai nama sahabat yang tidak disebutkan dengan
jelas, tidak mengurangi predikat hadis ini.
Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik, kitab Musnad Imam Syafii, kitab Musnad
Imam Ahmad, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, dan Sunan Nasai disebutkan sebuah
hadis melalui jalur Hilal ibnu Abu Maimunah, dari Ata ibnu Yasar, dari Mu'awiyah
ibnul Hakam:
أَنَّهُ
لَمَّا جَاءَ بِتِلْكَ الْجَارِيَةِ السَّوْدَاءِ قَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيْنَ اللَّهُ؟ " قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ.
قَالَ: "مَنْ أَنَا" قالت: أنت رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال: "أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ"
bahwa ketika ia datang membawa budak wanita hitam itu kepada Rasulullah Saw.,
maka Rasulullah Saw. bersabda kepada budak itu, "Di manakah Allah itu?"
Ia menjawab, "Di langit." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Siapakah aku ini?" Ia
menjawab, "Utusan Allah." Rasulullah Saw. bersabda: Merdekakanlah dia,
sesungguhnya dia beriman.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَدِيَةٌ
مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ
dan membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh
itu). (An-Nisa: 92)
Kewajiban yang kedua yang dibebankan kepada si pembunuh ialah yang menyangkut
kepentingan keluarga si terbunuh, yaitu pembayaran diat kepada mereka, sebagai
kompensasi yang diperuntukkan buat mereka akibat terbunuhnya keluarga
mereka.
Diat ini hanyalah diwajibkan dalam bentuk lima rupa, seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah melalui hadis
Al-Hajjaj ibnu Artah, dari Zaid ibnu Jubair, dari Khasyf ibnu Malik, dari Ibnu
Mas'ud yang menceritakan:
قَضَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دِيَةِ الْخَطَأِ عِشْرِينَ
بِنْتَ مَخَاضٍ، وَعِشْرِينَ بَنِي مَخَاضٍ ذُكُورًا، وَعِشْرِينَ بِنْتَ لَبُونٍ،
وَعِشْرِينَ جَذَعة وَعِشْرِينَ حِقَّة.
Rasulullah Saw. telah memutuskan terhadap diat kasus pembunuhan secara
tidak sengaja dibayar dalam bentuk dua puluh ekor bintu makhad, dua puluh ekor
bani makhad, dua puluh ekor bintu labun, dua puluh ekor jaz'ah, dan dua puluh
ekor hiqqah.
Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Imam Nasai. Imam Turmuzi
mengatakan, "Kami tidak mengetahui predikat marfu'-nya kecuali melalui jalur
sanad ini."
Tetapi diriwayatkan pula hal yang sama secara mauquf dari Abdullah Ibnu
Mas'ud, begitu pula dari Ali dan sejumlah sahabat lainnya. Tetapi menurut
pendapat yang lainnya lagi, diat harus dibagi menjadi empat macam.
Diat ini hanya diwajibkan atas aqilah (para asabah) si pembunuh, bukan
dibebankan kepada harta si pembunuh.
Imam Syafii mengatakan, "Aku belum pernah mengetahui ada yang menentang bahwa
Rasulullah Saw. telah memutuskan diat ditanggung oleh aqilah. Hal ini
jauh lebih banyak daripada hadis yang khusus."
Hal yang diisyaratkan oleh Imam Syafii ini memang terbukti banyak hadis yang
menerangkan tentangnya. Antara lain ialah hadis yang disebutkan di dalam kitab
Sahihain melalui Abu Hurairah yang menceritakan:
اقْتَتَلَتِ
امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيل، فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى بِحَجَرٍ
فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِي بَطْنِهَا، فَاخْتَصَمُوا إلى رسول الله صلى الله عليه
وسلم، فَقَضَى أَنَّ دِيَةَ جَنِينِهَا غُرَّة عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ، وَقَضَى
بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا
bahwa ada dua orang wanita dari kalangan Bani Huzail berkelahi, lalu salah
seorang darinya melempar lawannya dengan batu hingga membunuhnya berikut janin
yang dikandungnya. Kemudian kedua keluarga yang bersangkutan mengadukan kasus
mereka kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan bahwa diat janin
si terbunuh ialah memerdekakan seorang budak laki-laki atau budak perempuan,
sedangkan keputusan mengenai diat ibunya dibebankan kepada aqilah si
pembunuh.
Dapat ditarik kesimpulan dari hadis ini bahwa hukum membunuh mirip dengan
secara sengaja sama dengan hukum membunuh secara keliru murni dalam hal diatnya.
Akan tetapi, dalam kasus serupa dengan sengaja diatnya hanya terbagi menjadi
tiga macam.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebut sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Umar:
بَعَثَ
رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَى
بَنِي جُذَيْمَةَ، فَدَعَاهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَلَمْ يُحْسِنُوا أَنْ
يَقُولُوا: أَسْلَمْنَا. فَجَعَلُوا يَقُولُونَ: صَبَأْنَا صَبَأْنَا. فَجَعَلَ
خَالِدٌ يَقْتُلُهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ
مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ". وَبَعَثَ عَلِيًّا فَوَدَى قَتْلَاهُمْ وَمَا أُتْلِفَ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ، حَتَّى مِيلَغة الْكَلْبِ
bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Khalid ibnul Walid (bersama sejumlah
pasukan yang dipinipinnya) ke tempat orang-orang Bani Juzaimah. Lalu Khalid
menyeru mereka dan mengajak mereka masuk Islam, tetapi mereka tidak dapat
mengatakan, "Kami masuk Islam." Yang mereka katakan hanyalah, "Kami masuk agama
Sabiah, kami masuk agama Sabiah." Maka Khalid membunuh mereka. Ketika Rasulullah
Saw. mendengar hal tersebut, beliau mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa:
Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri dari-Mu terhadap apa yang diperbuat
oleh Khalid. Lalu Rasulullah Saw. mengutus Ali untuk membayar diat
mereka yang terbunuh dan mengganti harta mereka yang dirusak tanpa ada sedikit
pun yang tertinggal.
Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kekeliruan yang ditimbulkan
oleh pihak imam atau wakilnya, kerugiannya dibebankan kepada Baitul Mal.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا
أَنْ يَصَّدَّقُوا
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. (An-Nisa: 92)
Dalam kasus pembunuhan tidak sengaja diat harus diserahkan kepada keluarga si
terbunuh, kecuali jika keluarga si terbunuh menyedekahkannya (memaafkannya),
maka hukum diat tidak wajib lagi.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَإِنْ
كانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
مُؤْمِنَةٍ
Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, padahal ia mukmin,
maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
(An-Nisa: 92)
Bilamana si terbunuh adalah orang mukmin, tetapi semua keluarganya adalah
orang-orang kafir harbi yang bermusuhan dengan kalian, maka tidak ada diat bagi
mereka, dan si pembunuh diwajibkan memerdekakan seorang budak yang mukmin, tanpa
ada sanksi lainnya lagi.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ
كانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثاقٌ
Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kalian. (An-Nisa: 92)
Jika keluarga si terbunuh adalah orang-orang kafir zimmi, atau yang ada
perjanjian perdamaian dengan kalian, maka mereka mendapat diatnya. Jika si
terbunuh adalah orang mukmin, maka diatnya lengkap; demikian pula jika si
terbunuh kafir, menurut pendapat segolongan ulama. Tetapi menurut pendapat yang
lain, bila si terbunuhnya adalah orang kafir, maka diatnya hanya separo diat
orang muslim. Menurut pendapat yang lainnya lagi, sepertiganya. Rincian mengenai
masalah ini dibahas dalam kitab-kitab fiqih. Si pembunuh diwajibkan pula
memerdekakan seorang budak yang mukmin selain diat tersebut.
فَمَنْ
لَمْ يَجِدْ فَصِيامُ شَهْرَيْنِ مُتَتابِعَيْنِ
Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut. (An-Nisa: 92)
Tidak boleh berbuka barang sehari pun di antara dua bulan itu, melainkan ia
lakukan puasanya secara berturut-turut dan langsung hingga bulan yang kedua.
Untuk itu jika ia berbuka tanpa uzur sakit atau haid atau nifas, maka ia harus
memulainya lagi dari permulaan.
Para ulama sehubungan dengan masalah ini berbeda pendapat mengenai bepergian,
apakah orang yang bersangkutan boleh memutuskannya atau tidak. Ada dua pendapat
mengenai masalah ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
تَوْبَةً
مِنَ اللَّهِ وَكانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً
Untuk penerimaan tobat dari Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana. (An-Nisa: 92)
Dengan kata lain, begitulah tobat orang yang melakukan pembunuhan tidak
disengaja, yaitu apabila ia tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakannya,
hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebagai gantinya.
Para ulama berselisih pendapat mengenai orang yang tidak kuat melakukan
puasa, apakah ia wajib memberi makan enam puluh orang miskin, sebagaimana dalam
kifarat zihar? Ada dua pendapat mengenainya.
Pendapat pertama mengiyakan, karena disamakan dengan kifarat dalam masalah
zihar. Sesungguhnya alternatif ini tidak disebutkan di dalam ayat, karena
kedudukan ayat mengandung makna ancaman, peringatan, dan menakut-nakuti. Maka
tidaklah serasi bila disebutkan padanya masalah memberi makan sebagai alternatif
lain, karena akan tersirat pengertian mempermudah dan menganggap ringan.
Pendapat yang kedua mengatakan tidak boleh berpindah kepada kifarat memberi
makan, karena sesungguhnya jika alternatif memberi makan ini hukumnya wajib,
niscaya keterangan mengenainya tidak diakhirkan dari saat dibutuhkan.
{وَكَانَ
اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 92)
Tafsir mengenai ayat yang berbunyi demikian sering dikemukakan.
*******************
Setelah Allah Swt. menjelaskan hukum pembunuhan secara tidak sengaja,
kemudian dijelaskan hukum membunuh dengan sengaja. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
وَمَنْ
يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.
(An-Nisa: 93)
Ayat ini mengandung makna ancaman yang keras dan peringatan yang tidak
mengenal ampun terhadap orang yang melakukan dosa besar ini, yang disebut oleh
Allah bergandengan dengan perbuatan syirik dalam banyak ayat dari Kitabullah. Di
dalam surat Al-Furqan, Allah Swt. berfirman:
وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلهاً آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي
حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar. (Al-Furqan: 68)
Dalam ayat lainnya Allah Swt. telah berfirman:
قُلْ
تَعالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئاً
Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan
kalian, yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia."
(Al-An'am: 151)
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang mengharamkan pembunuhan banyak sekali, antara
lain ialah sebuah hadis yang disebut di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu
Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«أَوَّلُ
مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ»
Mula-mula perkara yang diputuskan di antara manusia pada hari kiamat ialah
mengenai masalah darah.
Di dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui riwayat Amr
ibnul Walid ibnu Abdah Al-Masri, dari Ubadah ibnus-Samit, disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا
يَزَالُ الْمُؤْمِنُ مُعنقا صَالِحًا مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا، فَإِذَا
أَصَابَ دَمًا حَرَامًا بَلَّح"
Orang mukmin itu masih tetap dalam keadaan berjalan cepat dan baik, selagi
ia tidak mengalirkan darah yang diharamkan. Apabila ia mengalirkan darah yang
diharamkan, maka terhentilah jalannya (karena lelah dan lemah).
"لَزَوَالُ
الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ
مُسْلِمٍ"
Sesungguhnya lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada
membunuh seorang lelaki muslim.
"لو
أجمع أهل السموات وَالْأَرْضِ عَلَى قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ، لَأَكَبَّهُمُ اللَّهُ
فِي النَّارِ"
Seandainya bersatu semua penduduk langit dan penduduk bumi dalam membunuh
seorang lelaki muslim, niscaya Allah mencampakkan mereka semua ke dalam
neraka.
"مَنْ
أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ، جَاءَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ
اللَّهِ"
Barang siapa ikut terlibat dalam membunuh seorang muslim —sekalipun dengan
sepatah kata— kelak di hari kiamat ia datang, sedangkan di antara kedua matanya
tertulis kalimat "Orang yang dijauhkan dari rahmat Allah."
Ibnu Abbas mempunyai pendapat tiada tobat (yang diterima) bagi pembunuh orang
mukmin dengan sengaja.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah
ibnun Nu'man yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jubair mengatakan,
"Ulama Kufah berselisih pendapat mengenai masalah membunuh orang mukmin dengan
sengaja. Maka aku (Ibnu Jubair) berangkat menemui Ibnu Abbas, lalu aku tanyakan
masalah ini kepadanya. Ia menjawab bahwa telah diturunkan ayat berikut," yaitu
firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Ayat ini merupakan ayat yang
paling akliir diturunkan (berkenaan dengan masalah hukum, pent.) dan tiada suatu
ayat lain pun yang me-mansukh-nya.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam
Nasai melalui berbagai jalur dari Syu'bah dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Imam Ahmad ibnu Ham-bal, dari Ibnu Mahdi,
dari Sufyan As-Sauri, dari Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang memansukh ayat ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Abdur Rahman ibnu Abza menceritakan
bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: Dan barang siapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam.
(An-Nisa: 93), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab bahwa ayat ini tiada yang
memansukhnya.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah.
(Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat. Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
orang-orang musyrik.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, telah menceritakan kepadaku Sa'id
ibnu Jubair; atau telah menceritakan ke-padaku Al-Hakam, dari Sa'id ibnu Jubair
yang pernah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai
firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Maka Ibnu Abbas menjawab,
"Sesungguhnya seorang lelaki itu apabila telah mengetahui Islam dan
syariat-syariat (hukum-hukum)nya, kemudian ia membunuh seorang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya adalah Jahannam dan tiada tobat baginya." Ketika aku
(Sa'id ibnu Jubair) ceritakan jawaban tersebut kepada Mujahid, maka Mujahid
mengatakan, "Kecuali orang yang menyesali perbuatannya (yakni bertobat)."
حَدَّثَنَا
ابْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ وَكِيع قَالَا حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ يَحْيَى
الْجَابِرِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد قَالَ: كُنَّا عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ
بَعْدَ مَا كُف بَصَرُهُ، فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَنَادَاهُ: يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
عَبَّاسٍ، مَا ترى في رجل قتل مُؤْمِنًا
مُتَعَمِّدًا؟ فَقَالَ: {جَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا} قَالَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ
تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى؟ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ثَكِلَتْهُ
أُمُّهُ، وَأَنَّى لَهُ التَّوْبَةُ وَالْهُدَى؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ!
لَقَدْ سَمِعْتُ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
"ثَكِلَتْهُ أُمُّهُ، قَاتِلُ مُؤْمِنٍ مُتَعَمِّدًا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
آخِذَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِشَمَالِهِ، تَشْخَبُ أَوْدَاجُهُ دَمًا فِي قُبُل
عَرْشِ الرَّحْمَنِ، يَلَزَمُ قَاتِلَهُ بِشَمَالِهِ بِيَدِهِ الْأُخْرَى، يَقُولُ:
سَلْ هَذَا فِيمَ قَتَلَنِي" ؟ وَايْمُ الَّذِي نَفْسُ عَبْدِ اللَّهِ بِيَدِهِ!
لَقَدْ أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ، فَمَا نَسَخَتْهَا مِنْ آيَةٍ حَتَّى قُبِضَ
نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا نَزَلْ بَعْدَهَا مِنْ
بُرْهَانٍ.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid dan Ibnu Waki'; keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yahya Al-Jabiri, dari
Salim ibnu Abul Ja'd yang mengatakan, "Ketika kami berada di dalam rumah Ibnu
Abbas sesudah kedua matanya mengalami kebutaan, maka datanglah seorang lelaki,
lalu bertanya kepadanya, 'Hai Abdullah Ibnu Abbas, bagaimanakah menurutmu
tentang seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja?' Maka Ibnu
Abbas menjawab, 'Balasannya ialah neraka Jahannam, kekal ia di dalamnya dan
Allah murka kepadanya serta melaknatinya dan menyediakan baginya azab yang
besar.' Lelaki itu bertanya lagi, 'Bagaimanakah menurutmu, bila si pembunuh itu
bertobat dan beramal saleh serta menempuh jalan hidayah?' Ibnu Abbas menjawab,
'Semoga ibunya kehilangan dia (kata-kata cacian), mana mungkin tobatnya diterima
dan dapat memperoleh hidayah? Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi kalian bersabda: Semoga
ibunya kehilangan dia, yaitu pembunuh seorang mukmin dengan sengaja. Kelak di
hari kiamat si terbunuh dengan leher yang berlumuran darah datang seraya membawa
si pembunuh dengan tangan kanan atau tangan kirinya ke hadapan Arasy Tuhan Yang
Maha Pemurah. Si terbunuh memegang si pembunuh dengan tangan kirinya, sedangkan
tangan kanannya memegang kepala si pembunuh; si terbunuh berkata: Ya Tuhanku,
tanyakanlah kepadanya, karena apakah dia membunuhku? Demi Tuhan yang
jiwa Abdullah ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya sejak
ayat ini diturunkan, tiada ayat lain yang me-mansukh-nya hingga Nabi kalian
wafat, dan sesudah turunnya ayat ini tiada suatu bukti pun yang
merevisinya'."
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثْنَا شُعْبَةُ،
سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ المُجَبَّر يُحَدِّثُ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَجُلًا أَتَاهُ فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا قَتَلَ
رَجُلًا مُتَعَمِّدًا؟ فَقَالَ: {جَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا [وَغَضِبَ
اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا] } قَالَ: لَقَدْ
نَزَلَتْ فِي آخِرِ مَا نَزَلْ، مَا نَسَخَهَا شَيْءٌ حَتَّى قَبَضَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا نَزَلْ وَحَيٌّ بَعْدَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ تَابَ وَآمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى؟ قَالَ: وَأَنَّى لَهُ بِالتَّوْبَةِ. وَقَدْ
سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. يَقُولُ: "ثَكِلَتْهُ
أُمُّهُ، رَجُلٌ قَتَلَ رَجُلًا مُتَعَمِّدًا، يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ آخِذًا
قَاتِلَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِيَسَارِهِ -وَآخِذًا رَأْسَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ
بِشَمَالِهِ-تَشْخَب أَوْدَاجُهُ دَمًا مِنْ قُبُلِ الْعَرْشِ يَقُولُ: يَا رَبُّ،
سَلْ عَبْدَكَ فِيمَ قَتَلَنِي؟ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Yahya ibnul
Mujiz menceritakan hadis berikut dari Salim, dari Ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu
Abbas, bahwa ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu bertanya, "Bagaimanakah
pendapatmu tentang seorang lelaki yang membunuh lelaki lain (yang mukmin) dengan
sengaja?" Ibnu Abbas menjawabnya dengan membacakan firman Allah Swt.: Maka
balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya. (An-Nisa: 93) Lelaki itu
bertanya lagi, bahwa ayat ini merupakan ayat (hukum) yang paling akhir
diturunkan, tiada suatu ayat pun yang me-mansukh-nya hingga Rasulullah Saw.
wafat, dan memang tiada wahyu yang turun sesudah kepergian beliau Saw.
Bagaimanakah pendapatmu jika ternyata si pembunuh itu bertobat, beriman, dan
beramal saleh serta mendapatkan hidayah?" Ibnu Abbas menjawab, "Mana mungkin
tobatnya diterima? Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,"
yaitu: Semoga ibunya kehilangan dia, yaitu seorang lelaki yang membunuh
lelaki lain dengan sengaja, kelak di hari kiamat si terbunuh akan membawa
pembunuhnya dengan tangan kanan atau tangan kirinya —atau tangan kanan atau
tangan kirinya memegang kepala si pembunuh— sedangkan dia sendiri dalam keadaan
berlumuran darah pada lehernya. ia datang ke hadapan Arasy, lalu berkata, "Wahai
Tuhanku, tanyailah hamba-Mu ini, mengapa dia membunuhku."
Imam Nasai meriwayatkannya dari Qutaibah dan Ibnu Majah, dari Muhammad ibnus
Sabbah, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ammar Az-Zahabi dan Yahya Al-Jabiri serta
Sabit As-Samali, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas. Lalu ia
mengetengahkan hadis ini.
Hal ini diriwayatkan pula melalui berbagai jalur, dari Ibnu Abbas.
Di antara ulama Salaf yang berpendapat tidak ada tobat bagi si pembunuh
dengan sengaja ialah Zaid ibnu Sabit, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Umar, Abu
Salamah ibnu Abdur Rahman, Ubaid ibnu Umair, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak
ibnu Muzahim. Demikianlah menurut apa yang dinukil oleh Ibnu Abu Hatim.
Banyak hadis yang menerangkan bab ini, antara lain ialah apa yang telah
diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya;
حَدَّثَنَا
دَعْلَج بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعِيدٍ
البُوشَنْجي وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ فَهْدٍ قَالَا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ عُبَيْدَةَ، حَدَّثَنَا مُعْتمر بْنُ
سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيل،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "يَجِيءُ الْمَقْتُولُ مُتَعَلِّقًا بِقَاتِلِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، آخِذًا رَأْسَهُ بِيَدِهِ الْأُخْرَى فَيَقُولُ: يَا رَبُّ، سَلْ هذا
فيم قتلني؟ " قال: "فيقول: قتلته لتكون الْعِزَّةُ لَكَ. فَيَقُولُ: فَإِنَّهَا
لِي". قَالَ: "وَيَجِيءُ آخَرُ مُتَعَلِّقًا بِقَاتِلِهِ فَيَقُولُ: رَبِّ، سَلْ
هَذَا فيم قتلني؟ " قال: "فيقول قتلته لتكون العزة لِفُلَانٍ". قَالَ: "فَإِنَّهَا
لَيْسَتْ لَهُ بؤْ بِإِثْمِهِ". قَالَ: "فَيَهْوِي فِي النَّارِ سَبْعِينَ
خَرِيفًا".
telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Sa'id Al-Busyanji. Telah menceritakan pula
kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu
Fahd; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu
Ubaidah, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya,
dari Al-A'masy, dari Abu Amr ibnu Syurahbil berikut sanadnya, dari Abdullah ibnu
Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kelak di hari kiamat orang yang
terbunuh datang dengan membawa pembunuhnya seraya memegang kepala si pembunuh
dengan tangan yang lainnya, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, tanyailah orang ini,
mengapa dia membunuhku?" Maka si pembunuh menjawab, "Aku membunuhnya
untuk membela keagungan-Mu." Maka Allah berfirman, "Sesungguhnya keagungan itu
adalah milik-Ku." Lalu didatangkan lagi orang lain yang menyeret pembunuhnya,
kemudian ia berkata, "Wahai Tuhanku, tanyakanlah kepada orang ini, mengapa dia
membunuhku." Si pembunuh menjawab, "Aku telah membunuhnya untuk membela
keagungan si Fulan." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya si Fulan tidak memiliki
keagungan, maka pikullah dosanya." Lalu si pembunuh dicampakkan ke dalam neraka
dan jatuh ke dalamnya selama tujuh puluh musim gugur (tahun).
Imam Nasai meriwayatkannya dari Ibrahim ibnul Mustamir Al-Aufi, dari Amr ibnu
Asim, dari Mu'tamir ibnu Sulaiman dengan lafaz yang sama.
Hadis lain.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ
يَزِيدَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وسلم يَقُولُ: "كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إلا الرجل يموت كافرا،
أو الرجل يقتل مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah
menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Abu Aun, dari Abu Idris yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mu’awiyah r.a. mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Nabi Saw. bersabda: Semua dosa masih mempunyai harapan untuk
diampuni oleh Allah, kecuali seorang lelaki yang mati dalam keadaan kafir, atau
seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnul Musanna, dari
Safwan ibnu Isa dengan lafaz yang sama.
قَالَ
ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا
سَمُّوَيْه، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ مُسْهِر، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ
خَالِدٍ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ دِهْقان، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي زَكَرِيَّا
قَالَ: سَمِعْتُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ تَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ يَقُولُ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "كُلُّ
ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إِلَّا مَنْ مَاتَ مُشْرِكًا، أَوْ مَنْ
قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Ja'far, telah menceritakan kepada kami Simawaih, telah menceritakan kepada kami
Abdul A'la ibnu Mishar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid,
telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Dihqan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Zakaria; ia pernah mendengar Ummu Darda mengatakan, "Aku pernah
mendengar Abu Darda berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
'Semua dosa mudah-mudahan Allah mengampuninya kecuali orang yang mati dalam
keadaan musyrik, atau orang yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja'."
Ditinjau dari sanad ini, hadis berpredikat garib jiddan, karena hadis yang
terkenal dan dihafal adalah hadis Mu'awiyah tadi.
Kemudian Ibnu Mardawaih meriwayatkan melalui jalur Baqiyyah ibnul Walid, dari
Nafi' ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Ibnu Jubair Al-Ansari, dari Daud
Al-Husain, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"من
قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ كَفَرَ بِاللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ".
Barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, berarti ia
telah kafir terhadap Allah Swt.
Hadis ini berpredikat munkar, di dalam sanadnya masih banyak hal yang
diragukan.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا النَّضْرُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ
الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ قَالَ: أَتَانِي أَبُو الْعَالِيَةِ أَنَا
وَصَاحِبٌ لِي، فَقَالَ لَنَا: هَلُمَّا فَأَنْتُمَا أَشَبُّ شَيْئًا مِنِّي،
وَأَوْعَى لِلْحَدِيثِ مِنِّي، فَانْطَلَقَ بِنَا إِلَى بِشْر بْنِ عَاصِمٍ
-فَقَالَ لَهُ أَبُو الْعَالِيَةِ: حَدِّثْ هَؤُلَاءِ حَدِيثَكَ. فَقَالَ:
حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مَالِكٍ اللَّيْثِيُّ قال: بعث النبي صلى الله عليه وسلم
سَرِيَّةً، فَأَغَارَتْ عَلَى قَوْمٍ، فَشَدَّ مِنَ الْقَوْمِ رَجُلٌ، فَاتَّبَعَهُ
رَجُلٌ مِنَ السَّرِيَّةِ شَاهِرًا سَيْفَهُ فَقَالَ الشَّادُّ مِنَ الْقَوْمِ:
إِنِّي مُسْلِمٌ. فَلَمْ يَنْظُرْ فِيمَا قَالَ، فَضَرَبَهُ فَقَتَلَهُ، فَنَمَى
الْحَدِيثُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَالَ فِيهِ
قَوْلًا شَدِيدًا، فَبَلَغَ القاتلَ. فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يخطب، إِذْ قَالَ القاتلُ: وَاللَّهِ مَا قَالَ الَّذِي قَالَ
إِلَّا تَعَوُّذًا مِنَ الْقَتْلِ. قَالَ: فَأَعْرَضَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ وَعَمَّنْ قَبِلَهُ مِنَ النَّاسِ، وَأَخَذَ فِي
خُطْبَتِهِ، ثُمَّ قَالَ أَيْضًا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا قَالَ الَّذِي قَالَ
إِلَّا تَعَوُّذًا مِنَ الْقَتْلِ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ وَعَمَّنْ قَبِلَهُ مِنَ
النَّاسِ، وَأَخَذَ فِي خُطْبَتِهِ، ثُمَّ لَمْ يَصْبِرْ، فَقَالَ الثَّالِثَةَ:
وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا قَالَ إِلَّا تعوذا من القتل فَأَقْبَلَ
عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُعْرف المساءةُ فِي
وَجْهِهِ، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَبَى عَلَى مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا"
ثَلَاثًا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami
Humaid, telah datang kepadanya Abul Aliyah yang saat itu sedang bersama seorang
temannya. Maka Abul Aliyah berkata kepada kami berdua, "Kemarilah kamu berdua,
kamu berdua lebih muda daripada aku dan lebih kuat hafalan hadisnya dibandingkan
diriku." Lalu Abul Aliyah membawa kami kepada Bisyr ibnu Asim. Sesampainya di
rumah Bisyr ibnu Asim, Abul Aliyah berkata kepadanya, "Ceritakanlah hadismu
kepada kedua orang ini." Maka Bisyr ibnu Asim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Uqbah ibnu Malik Al-Laisi hadis berikut: Rasulullah Saw.
mengirimkan suatu pasukan khusus untuk memerangi suatu kaum. Lalu ada seorang
lelaki bergabung dengan kaum tersebut, yang segera diikuti oleh seorang lelaki
dari kalangan pasukan Sariyyah seraya menghunus pedangnya. Lelaki dari kalangan
kaum itu berkata, "Sesungguhnya aku adalah seorang muslim." Tetapi lelaki dari
Sariyyah itu tidak mempedulikan kata-katanya, melainkan langsung memukulnya
dengan pedang hingga ia terbunuh. Kemudian kejadian itu sampai kepada Rasulullah
Saw. Maka beliau Saw. mengucapkan kata-kata yang berat terhadap peristiwa itu.
Ketika si pembunuh sampai, yang saat itu Rasulullah Saw. sedang berkhotbah, maka
si pembunuh itu berkata, "Demi Allah, tidak sekali-kali si terbunuh itu
mengucapkan kata-kata pengakuannya, melainkan hanya ingin menyelamatkan dirinya
dari pembunuhan." Rasulullah Saw. berpaling darinya, juga dari orang-orang yang
ada di belakang lelaki itu, lalu beliau melanjutkan khotbahnya. Kemudian lelaki
itu berkata lagi, "Wahai Rasulullah, tidak sekali-kali dia mengucapkan
kata-katanya itu melainkan hanya untuk menyelamatkan diri dari pembunuhan."
Rasulullah Saw. berpaling darinya, juga dari orang-orang yang datang bersamanya,
lalu melangsungkan khotbahnya. Lelaki itu tidak sabar hingga ia berkata untuk
yang ketiga kalinya, "Demi Allah wahai Rasulullah, tidak sekali-kali ia
mengucapkan kata-katanya itu melainkan hanya ingin menyelamatkan dirinya dari
pembunuhan." Maka kali ini Rasulullah Saw. menghadapkan wajahnya ke arah lelaki
itu, sedangkan wajah beliau Saw. tergambar rasa penyesalan yang sangat. Lalu
beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah menolak (tobat) orang yang membunuh
seorang mukmin. Sabda ini diulangnya hingga tiga kali.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnul Mugirah.
Tetapi pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama dari kalangan ulama Salaf dan
Khalaf ialah pendapat yang mengatakan bahwa seorang pembunuh masih mempunyai
harapan untuk bertobat antara dia dan Allah Swt. Untuk itu, jika ia benar-benar
tobat dan kembali ke jalan yang benar serta bersikap khusyuk, tawaduk, dan
beramal saleh, maka Allah akan mengganti keburukannya dengan kebaikan.
Memberikan ganti kepada si terbunuh dengan diambil perbuatan-perbuatan
aniayanya, hingga Allah rida kepadanya dan mengampuni dosa-dosanya.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ ......
إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا}
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah.
(Al-Furqan: 68) sampai dengan firman-Nya: kecuali orang-orang yang bertobat,
beriman, dan mengerjakan amal saleh. (Al-Furqan: 70)
Hal ini merupakan hadis pula yang tidak boleh dimansukh, sedangkan mengenai
interpretasi hal ini ditujukan kepada orang-orang musyrik, dan ayat surat
An-Nisa diinterpretasikan kepada orang-orang mukmin merupakan hal yang
bertentangan dengan makna lahiriah ayat, dan masih diperlukan adanya dalil yang
menunjukkan kepada takwil tersebut (yang mengatakan bahwa pelaku berdosa besar,
masuk neraka, dan tiada tobat baginya).
Firman Allah Swt.:
قُلْ
يَا عِبادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ
اللَّهِ
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah." (Az-Zumar: 53),
hingga akhir ayat.
Makna ayat ini umum mencakup semua dosa, seperti kekufuran, kemusyrikan,
keraguan, munafik, membunuh jiwa, dan perbuatan fasik serta lain-lainnya. Dengan
kata lain, barang siapa yang bertobat dari hal-hal tersebut, niscaya Allah
menerima tobatnya. Dalam ayat yang lain Allah Swt. telah berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذلِكَ لِمَنْ
يَشاءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
(An-Nisa: 48 dan 116)
Ayat ini umum pengertiannya mencakup semua jenis dosa selain dosa
menyekutukan Allah. Ayat yang bermakna demikian disebutkan dalam surat An-Nisa,
sesudah dan sebelum ayat ini (ayat 93), untuk memperkuat harapan.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah kisah di kalangan kaum Bani Israil
di masa silam, yaitu seorang lelaki dari kalangan mereka sempat membunuh seratus
orang. Lalu ia meminta kepada orang yang alim dari kalangan mereka, "Apakah
masih ada tobat bagiku?" Orang alim itu menjawab, "Tiada sesuatu pun yang
menghalang-halangi antara kamu dan tobat." Selanjutnya orang alim itu
menunjukkan kepadanya sebuah kampung yang penduduknya menyembah Allah Swt., dan
menganjurkannya untuk pindah ke kampung tersebut. Maka si lelaki tersebut hijrah
ke kampung yang dimaksud; tetapi di tengah jalan, maut merenggutnya. Pada
akhirnya lelaki itu dibawa oleh malaikat rahmat, seperti yang sering kami sebut
di tempat yang lain.
Apabila hal ini terjadi di kalangan kaum Bani Israil, maka lebih diterima
lagi tobat yang dilakukan oleh umat ini, karena Allah Swt. telah meletakkan
semua beban dan belenggu dari kami tidak seperti yang terjadi pada umat-umat
terdahulu, dan Allah Swt. mengutus Nabi kita dengan membawa syariat yang
cenderung kepada kebenar-an dan penuh dengan toleransi.
Adapun mengenai makna firman-Nya yang mengatakan: Dan barang siapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja. (An-Nisa: 93), hingga akhir ayat.
Maka sahabat Abu Hurairah dan sejumlah ulama Salaf mengatakan bahwa memang
demikianlah balasannya, jika Allah hendak mengazabnya.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan asar ini berikut sanadnya secara marfu' melalui
jalur Muhammad ibnu Jami' Al-Attar, dari Al-Ala ibnu Maimun Al-Anbari, dari
Hajjaj Al-Aswad, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah secara marfu'. Akan
tetapi, tidak sah bila makna ayat ini diartikan bahwa memang itulah balasannya
jika dibalaskan kepadanya. Demikian pula halnya dalam semua ancaman atas suatu
perbuatan dosa. Tetapi memang demikian keadaannya karena adanya penghalang
berupa amal-amal saleh yang mencegah sampainya balasan tersebut kepada
pelakunya, menurut kedua pendapat yang terdapat di dalam kitab Muwazanah
dan kitab Al-Ihbat. Pendapat terakhir ini merupakan jalan keluar yang
paling baik dalam menerangkan Bab "Wa'id" (ancaman).
Bilamana diinterpretasikan bahwa pelaku pembunuhan dimasukkan ke dalam
neraka, maka menurut pendapat Ibnu Abbas dan para pendukungnya, pengertian ini
diinterpretasikan "tidak ada tobat baginya". Atau kalau menurut pendapat jumhur
ulama dengan interpretasi "dia tidak mempunyai amal saleh yang dapat
menyelamatkan dirinya". Maka yang tersimpul dari semua pendapat menunjukkan
bahwa si pembunuh tidak kekal di dalam neraka, melainkan istilah kekal di sini
hanya menunjukkan pengertian masa tinggal yang sangat lama. Sebagai buktinya
banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. Yang menyatakan bahwa kelak akan
dikeluarkan dari neraka orang-orang yang di dalam kalbunya terdapat iman yang
beratnya lebih kecil daripada biji sawi (biji zarrah).
Adapun mengenai hadis Mu'awiyah yang mengatakan:
"كُلُّ
ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أن يغفره إلا الرجل يموت كافرا، أو الرَّجُلُ يَقْتُلُ
مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا"
Semua dosa mudah-mudahan Allah mengampuninya, kecuali seorang lelaki yang
mati dalam keadaan kafir, atau seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja.
Pengertian lafaz asa dalam ayat ini menunjukkan makna tarajji
(harapan). Apabila pengertian tarajji pada kedua gambaran tersebut tidak ada,
bukan berarti meniadakan terjadinya tarajji pada salah satu dari kedua gambaran
itu. Yang dimaksud ialah membunuh, karena adanya banyak dalil, seperti yang
telah kami kemukakan di atas.
Orang yang mati dalam keadaan kafir, menurut nas dinyatakan bahwa Allah sama
sekali tidak memberikan ampunan baginya. Mengenai tuntutan si terbunuh terhadap
si pembunuh kelak di hari kiamat, sesungguhnya hal ini termasuk hak-hak yang
menyangkut anak Adam di antara sesama mereka. Hal ini jelas tidak dapat dihapus
dengan tobat, melainkan sudah merupakan suatu keharusan urusannya dikembalikan
kepada mereka yang bersangkutan. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara orang
yang terbunuh dan orang yang dicuri, orang yang digasab dan orang yang dituduh
berbuat zina, dan semua hak yang menyangkut anak Adam. Karena sesungguhnya ijma'
telah sepakat bahwa hak-hak anak Adam tidak dapat digugurkan oleh tobat,
melainkan harus dikembalikan kepada mereka yang berhak untuk kebenaran
tobatnya.
Jika pengembalian hak ini tidak dapat dilaksanakan di dunia, pasti di hari
kiamat akan dituntut. Tetapi adanya tuntutan ini tidak memastikan adanya
pembalasan, karena barangkali si pembunuh mempunyai banyak amal saleh yang
keseluruhan atau sebagiannya dapat dibayarkan kepada si terbunuh. Kemudian
dengan sisa amal saleh yang masih dimilikinya, akhirnya ia dapat masuk surga
karenanya. Atau barangkali Allah memberikan kepada si terbunuh ganti rugi
menurut apa yang dikehendaki-Nya dari kemurahan-Nya, yaitu berupa gedung-gedung
di dalam surga berikut semua kenikmatan yang ada di dalamnya, dan derajatnya
ditinggikan di dalamnya, serta lain sebagainya yang serupa.
Selanjutnya bagi pelaku pembunuhan secara sengaja terdapat
ketentuan-ketentuan hukumnya di dunia dan ketentuan-ketentuan hukumnya di
akhirat. Mengenai ketentuan hukumnya di dunia ialah ia diserahkan kepada para
wali si terbunuh, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
وَمَنْ
قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنا لِوَلِيِّهِ سُلْطاناً
Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. (Al Isra: 33), hingga akhir
ayat.
Kemudian ahli waris si terbunuh disuruh memilih antara membunuh si pembunuh,
atau memaafkan atau menerima diat berat yang terdiri atas tiga macam, yaitu tiga
puluh ekor unta hiqqah, tiga puluh ekor unta jaz'ah, dan empat puluh ekor unta
khilfah, seperti yang diterangkan di dalam kitab-kitab fiqih.
Para imam berbeda pendapat mengenai masalah memerdekakan seorang budak,
berpuasa dua bulan berturut-turut ataukah memberi makan, menurut salah satu
pendapat di antara dua pendapat, seperti ketentuan yang telah disebutkan dalam
keterangan kifarat membunuh secara tersalah (tidak sengaja). Ada dua pendapat
mengenainya.
Menurut pendapat Imam Syafii, semua muridnya, dan segolongan ulama, kifarat
hukumnya wajib atas si pembunuh. Karena jika dalam kasus pembunuhan secara tidak
disengaja ia diwajibkan membayar kifarat, maka terlebih lagi dalam kasus
pembunuhan secara sengaja. Mereka mengkiaskan hal ini dengan masalah sumpah
palsu, dan mengemukakan alasannya dengan menyebutkan masalah qada salat yang
ditinggalkan secara sengaja; bahwa menurut kesepakatan mereka, wajib pula
meng-qada salat yang ditinggalkan secara tidak sengaja.
Murid-murid Imam Ahmad dan lain-lainnya mengatakan bahwa pembunuhan secara
disengaja terlalu berat dosanya bila dihapus dengan kifarat. Maka tiada kifarat
dalam kasus pembunuhan disengaja. Hal yang sama dikatakan pula terhadap kasus
sumpah palsu, dan tiada jalan untuk membedakan antara kedua masalah tersebut dan
masalah meninggalkan salat dengan sengaja, karena sesungguhnya mereka mengatakan
wajib meng-qada salat bila ditinggalkan dengan sengaja.
Orang-orang yang berpendapat wajib membayar kifarat dalam kasus pembunuhan
secara sengaja berpegang kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا
عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ
إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَة، عَنِ الغَرِيف بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ وَاثِلَةَ
بْنِ الْأَسْقَعِ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
نَفَرٌ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ فَقَالُوا: إِنَّ صَاحِبًا لَنَا قَدْ أَوْجَبَ. قَالَ:
"فَلْيُعْتِقْ رَقَبَةً، يَفْدِي اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا عضوا منه من
النار"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Amir ibnul Fadl, telah
menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari
Al-Garif ibnu Ayyasy, dari Wailah ibnul Asqa' yang menceritakan bahwa sego-ongan
orang dari Bani Sulaim datang kepada Nabi Saw., lalu mereka bertanya,
"Sesungguhnya seorang teman dari kalangan kami yang pasti masuk neraka karena
pernah membunuh." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Maka hendaklah ia
memerdekakan seorang budak yang akan ditebus oleh Allah setiap anggota tubuhnya
dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka.
قَالَ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ضَمْرَة بْنُ
رَبِيعَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَةَ عَنِ الغَريف الدَّيْلَمِيِّ
قَالَ: أَتَيْنَا وَاثِلَةَ بْنَ الْأَسْقَعِ اللَّيْثِيَّ فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا
حَدِيثًا سمعتَه مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَاحِبٍ لَنَا
قَدْ أَوْجَبَ، فَقَالَ: "أَعْتِقُوا عَنْهُ، يُعْتق اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ
عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ".
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari
Al-Garif Ad-Dailami yang menceritakan, "Kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa',
lalu kami berkata, 'Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang pernah engkau
dengar dari Rasulullah Saw.'." Wasilah mengatakan, "Kami datang kepada
Rasulullah Saw. sehubungan dengan seorang teman kami yang telah melakukan
perbuatan dosa besar (membunuh) yang memastikannya masuk neraka. Maka Rasulullah
Saw. bersabda: 'Merdekakanlah oleh kalian seorang budak untuknya, niscaya
Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu
dari neraka'.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai melalui hadis
Ibrahim ibnu Abu Ablah dengan lafaz yang sama.
Menurut lafaz Imam Abu Daud, dari Al-Garif Ad-Dailami, disebutkan seperti
berikut:
أَتَيْنَا
وَاثِلَةَ بْنَ الْأَسْقَعِ فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا حَدِيثًا لَيْسَ فِيهِ زِيَادَةٌ
وَلَا نُقْصَانٌ. فَغَضِبَ فَقَالَ: إِنْ أَحَدَكُمْ لَيَقْرَأُ وَمُصْحَفُهُ
مُعَلَّقٌ فِي بَيْتِهِ فَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ، قُلْنَا: إِنَّا أَرَدْنَا حَدِيثًا
سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَاحِبٍ لَنَا
قَدْ أَوْجَبَ -يَعْنِي النَّارَ-بِالْقَتْلِ، فَقَالَ: "أَعْتِقُوا عَنْهُ،
يُعْتِقُ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنَ النَّارِ"
"Kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa', lalu kami berkata kepadanya,
"Ceritakanlah sebuah hadis yang tidak kamu tambah-tambahi dan tidak pula kamu
kurangi kepada kami." Maka Wasilah marah dan mengatakan, "Rupanya seseorang dari
kalian biasa membaca Al-Qur'an yang ia gantungkan di dalam rumahnya, lalu ia
menambah-nambah dan mengurangi bacaannya." Kami berkata, "Sesungguhnya kami
hanya bermaksud sebuah hadis yang engkau dengar secara langsung dari Rasulullah
Saw. sendiri." Wasilah menjawab, "Kami pernah menghadap Rasulullah Saw.
sehubungan dengan seorang teman kami yang wajib masuk neraka (karena telah
membunuh seseorang). Maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Merdekakanlah seorang
budak oleh kalian untuknya, niscaya Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya
dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka'.”
An-Nisa, ayat 94
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا
وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقى إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِناً تَبْتَغُونَ
عَرَضَ الْحَياةِ الدُّنْيا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغانِمُ كَثِيرَةٌ كَذلِكَ كُنْتُمْ
مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كانَ بِما
تَعْمَلُونَ خَبِيراً (94)
Hai orang-arang yang beriman, apabila kalian
pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kalian mengatakan
kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin"
(lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia,
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kalian
dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian, maka telitilah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair
dan Khalaf ibnul Walid serta Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada
kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
seorang lelaki dari kalangan Bani Sulaim bersua dengan sejumlah sahabat Nabi
Saw. yang sedang menggembalakan ternak kambing Nabi Saw. Lalu lelaki itu
mengucapkan salam kepada mereka. Maka mereka berkata (kepada sesamanya), "Orang
ini tidak sekali-kali mengucapkan salam kepada kita melainkan hanya untuk
menyelamatkan dirinya dari kita, lalu mereka menyerang dan membunuhnya. Setelah
itu mereka merampas ternak kambing milik lelaki (harbi) itu kepada Nabi Saw.,
lalu turunlah ayat ini," yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman.
(An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.
Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Abdu ibnu Humaid,
dari Abdul Aziz ibnu Abu Razmah, dari Israil dengan lafaz yang sama. Kemudian
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Dalam bab yang sama telah
diriwayatkan sebuah hadis dari Usamah ibnu Zaid.
Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil
dengan lafaz yang sama; kemudian ia mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih,
tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dan Abdur Rahim
ibnu Sulaiman; keduanya dari Israil dengan lafaz yang sama. Ibnu Jarir
mengatakan dalam salah satu kitabnya selain kitab tafsirnya, bahwa ia telah
meriwayatkannya dari jalur Abdur Rahman saja. Hadis ini menurut kami sahih
sanadnya, tetapi adakalanya menurut pendapat orang lain dinilai lemah karena ada
beberapa cela yang antara lain ialah tidak diketahui ada seorang mukharrij yang
mengetengahkannya dari Sammak, kecuali melalui jalur ini. Kelemahan lainnya
ialah bahwa Ikrimah dalam periwayatan hadisnya menurut pendapat mereka masih
perlu dipertimbangkan. Kelemahan lainnya ialah orang yang diturunkan ayat ini
berkenaan dengannya, menurut mereka masih diperselisihkan. Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Muhallim ibnu Jusamah,
sebagian yang lainnya mengatakan Usamah ibnu Zaid, dan pendapat yang lainnya
lagi mengatakan selain itu.
Menurut kami, pendapat ini aneh dan tidak dapat diterima ditinjau dari
berbagai segi. Pertama ialah terbukti bahwa hadis ini diriwayatkan melalui
Sammak, dan telah menceritakan darinya banyak orang dari kalangan para imam yang
terkenal. Kedua, bahwa Ikrimah menurut penilaian kitab sahih dapat dijadikan
hujah hadisnya. Ketiga, hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur selain jalur
ini dari Ibnu Abbas;
seperti yang dikatakan oleh Imam Bukhari, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari
Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: janganlah
kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepada kalian, "Kamu
bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94) Ibnu Abbas mengatakan bahwa dahulu
pernah ada seorang lelaki sedang sibuk mengurus ganimah miliknya, lalu ia
dikejar oleh orang-orang muslim, dan ia mengucapkan, "As salamu 'alaikum" kepada
mereka, tetapi mereka membunuhnya dan merampas ganimahnya. Maka turunlah
firman-Nya: janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam'
kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa harta benda duniawi adalah ganimah itu, dan Ibnu
Abbas membacakan firman-Nya, "As-salama."
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur, dari Amr
ibnu Dinar, dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pasukan
kaum muslim mengejar seorang lelaki yang sedang mengurus ganimahnya, lalu lelaki
itu mengucapkan salam kepada mereka. Tetapi mereka membunuhnya dan merampas
ganimahnya. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah kalian
mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepada kalian, "Kamu bukan
seorang mukmin." (An-Nisa: 94)
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu
Uyaynah dengan lafaz yang sama. Di dalam salah satu turjumah
(autobiografi) ada yang tidak disebutkan, yaitu saudara lelakinya yang bernama
Fazzar hijrah kepada Rasulullah Saw. atas perintah ayahnya untuk memberitahukan
kepada beliau perihal keislamannya dan keislaman kaumnya. Tetapi di tengah jalan
dalam kegelapan malam ia bersua dengan suatu pasukan Sariyyah Rasulullah Saw.
Padahal ia telah mengucapkan kepada mereka bahwa dirinya adalah orang muslim,
tetapi mereka tidak menerimanya, bahkan membunuhnya. Ayah si terbunuh datang
kepada Rasulullah Saw. untuk melaporkan hal itu, maka Rasulullah Saw. memberinya
seribu dinar dan diat lainnya, lalu menyuruhnya pergi. Maka turunlah firman
Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang)
dijalan Allah. (An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.
Adapun mengenai kisah Muhallim ibnu Jusamah, Imam Ahmad mengatakan sehubungan
dengannya, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepadaku
ayahku, dari Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu
Abdullah ibnu Qasit, dari Al-Qa'qa' ibnu Abdullah ibnu Abu Hadrad r.a. yang
menceritakan, "Rasulullah Saw. mengirimkan kami kepada kabilah Adam dalam bentuk
suatu pasukan. Aku ikut dalam pasukan itu yang di dalamnya terdapat Abu Qatadah
(yaitu Al-Haris ibnu Rib'i) dan Muhallim ibnu Jusamah ibnu Qais. Ketika kami
sampai di lembah tempat kabilah Adam tinggal, maka bersualah dengan kami Amir
ibnul Adbat Al-Asyja'i yang mengendarai untanya seraya membawa sejumlah barang
dan air susu. Ketika hendak berpapasan dengan kami, ia mengucapkan salam kepada
kami, maka kami berhenti karenanya; tetapi Muhallim ibnu Jusamah menyerangnya
dan langsung membunuhnya karena ada suatu masalah antara mereka berdua. Lalu
Muhallim merampas unta kendaraannya dan semua barang miliknya. Setelah kami
kembali kepada Rasulullah Saw. dan kami ceritakan kepadanya peristiwa tersebut,
maka turunlah firman-Nya: 'Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi
(berperang) di jalan Allah' —hingga sampai pada firman-Nya— "Maha
Mengetahui." (An-Nisa: 94)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ ابْنِ
إِسْحَاقَ، عَنْ نَافِعٍ؛ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَلِّم بْنَ جَثَّامة مَبْعَثًا، فَلَقِيَهُمْ
عَامِرُ بْنُ الْأَضْبَطِ، فَحَيَّاهُمْ بِتَحِيَّةِ الإسلام وكانت بينهم حسنة فِي
الْجَاهِلِيَّةِ، فَرَمَاهُ مُحَلِّمٌ بِسَهْمٍ فَقَتَلَهُ، فَجَاءَ الْخَبَرُ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَكَلَّمَ فِيهِ
عُيَيْنَةُ وَالْأَقْرَعُ، فَقَالَ الْأَقْرَعُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سُنَّ
الْيَوْمَ وَغَيِّرْ غَدًا. فَقَالَ عُيَيْنَةُ: لَا وَاللَّهِ، حَتَّى تَذُوقَ
نِسَاؤُهُ مِنَ الثُّكل مَا ذَاقَ نِسَائِي. فَجَاءَ مُحَلِّمٌ فِي
بُرْدَيْنِ، فَجَلَسَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَسْتَغْفِرَ لَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ". فَقَامَ وَهُوَ يَتَلَقَّى
دُمُوعَهُ بِبُرْدَيْهِ، فَمَا مَضَتْ لَهُ سَابِعَةٌ حَتَّى مَاتَ، وَدَفَنُوهُ،
فَلَفَظَتْهُ الْأَرْضُ، فَجَاءُوا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: "إِنَّ الْأَرْضَ تَقَبَلُ مَنْ هُوَ
شَرٌّ مَنْ صَاحَبِكُمْ، وَلَكِنَّ اللَّهَ أَرَادَ أَنْ يَعِظَكُمْ مِنْ جرمتكم"
ثُمَّ طَرَحُوهُ بَيْنَ صَدَفَيْ جَبَلٍ وَأَلْقَوْا عَلَيْهِ الْحِجَارَةَ،
وَنَزَلْتُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِيَن آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُم فِي سَبِيلِ اللهِ
فَتَبَيَّنُوا} الْآيَةَ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah
menceritakan kepada kami Jarir, dari Abu Ishaq, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Muhallim ibnu Jusamah bersama
suatu pasukan. Lalu di tengah jalan mereka bersua dengan Amir ibnul Adbat, maka
Amir mengucapkan salam penghormatan Islam kepada mereka. Dahulu di masa Jahiliah
pernah terjadi permusuhan di antara mereka. Maka Muhallim membidiknya dengan
anak panah hingga Amir mati. Berita itu sampai kepada Rasulullah Saw. Maka
Uyaynah dan Al-Aqra' membicarakan hal tersebut. Untuk itu ia Al-Aqra' berkata,
"Wahai Rasulullah, kirimkanlah pasukan hari ini dan adakanlah serangan pada
keesokan harinya." Uyaynah berkata, "Tidak, demi Allah, sebelum wanita-wanitanya
(istri-istrinya) merasakan kehilangan dia sebagaimana yang dirasakan oleh
wanita-wanitaku." Lalu datanglah Muhallim dengan memakai baju burdah dua lapis.
Ia langsung duduk di hadapan Rasulullah Saw. dengan maksud meminta maaf
kepadanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Semoga Allah tidak
mengampunimu! Maka Muhallim pergi dalam keadaan menangis dan air
matanya membasahi baju burdahnya. Belum lagi sampai satu minggu, Muhallim
meninggal dunia, lalu mereka menguburnya, tetapi bumi menolaknya. Maka mereka
(kaumnya) datang kepada Nabi Saw. dan menceritakan peristiwa tersebut kepadanya.
Maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya bumi ini menerima pula orang yang
lebih jahat dari teman kalian itu, tetapi Allah bermaksud memberikan pelajaran
kepada kalian. Kemudian mereka melemparkan jenazahnya ke celah bukit,
lalu menimbunnya dengan batu-batuan. Dan turunlah firman-Nya: Hai orang-orang
yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) dijalan Allah, maka
telitilah. (An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: قَالَ حَبِيبُ بْنُ أَبِي عَمْرَة، عَنْ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ (4) صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِلْمِقْدَادِ: "إِذَا كَانَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ يُخْفِي إِيمَانَهُ مَعَ قَوْمٍ
كُفَّارٍ، فَأَظْهَرَ إِيمَانَهُ فقتلتَه، فَكَذَلِكَ كُنْتَ أَنْتَ تُخْفِي
إِيمَانَكَ بِمَكَّةَ مِنْ قَبْلُ".
Imam Bukhari mengatakan bahwa Habib ibnu Abu Amrah pernah meriwayatkan dari
Sa'id, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada
Al-Miqdad: Apabila seorang lelaki mukmin menyembunyikan imannya karena ia
hidup bersama orang-orang kafir, lalu ia menampakkan imannya, tetapi kamu
membunuhnya; maka demikian pula halnya kamu ketika di Mekah, kamu menyembunyikan
imanmu sebelum itu.
Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq
lagi singkat.
Akan tetapi, hadis ini diriwayatkan secara panjang lebar lagi mausul. Untuk
itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan:
حدثنا
حماد بْنُ عَلِيٍّ الْبَغْدَادِيِّ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ عَلِيِّ (7) بْنِ مُقَدَّم، حَدَّثَنَا حَبِيبُ بْنُ أَبِي
عَمْرَة، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً، فِيهَا الْمِقْدَادُ بْنُ
الْأَسْوَدِ، فَلَمَّا أَتَوُا الْقَوْمَ وَجَدُوهُمْ قَدْ تَفَرَّقُوا، وَبَقِيَ
رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيرٌ لَمْ يَبْرَحْ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ. وَأَهْوَى (8) إِلَيْهِ الْمِقْدَادُ فَقَتَلَهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ
مِنْ أَصْحَابِهِ: أَقَتَلْتَ رَجُلًا شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟
وَاللَّهِ لأذكرَن ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا
قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ رَجُلًا شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَتَلَهُ
الْمِقْدَادُ. فَقَالَ: "ادْعُوَا لِي الْمِقْدَادَ. يَا مِقْدَادُ، أَقَتَلْتَ
رَجُلًا يَقُولُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَكَيْفَ لَكَ بِلَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ غَدًا؟ ". قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى
إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ
اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمِقْدَادِ: "كَانَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ يُخْفِي إِيمَانَهُ مَعَ
قَوْمٍ كُفَّارٍ، فَأَظْهَرَ إِيمَانَهُ، فقتلْتَه، وَكَذَلِكَ كُنْتَ تُخْفِي
إِيمَانَكَ بِمَكَّةَ قُبَلُ"
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Ali Al-Bagdadi, telah menceritakan
kepada kami Ja'far ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu
Ali ibnu Miqdam, telah menceritakan kepada kami Habib ibnu Abu Amrah, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan
suatu sariyyah (pasukan) yang dipimpin oleh Al-Miqdad ibnu Aswad. Ketika
mereka sampai di tempat kaum yang dituju, ternyata mereka tidak menjumpai
seorang pun karena semuanya melarikan diri. Hanya ada seorang lelaki yang tetap
tinggal di tempatnya, dia mempunyai banyak harta benda. Lalu lelaki itu
mengucapkan, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah." Akan tetapi,
Al-Miqdad tetap menyerangnya dan membunuhnya. Maka seorang lelaki dari kalangan
anak buahnya berkata, "Apakah kamu berani membunuh seseorang yang telah
mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah"? Demi Allah, aku benar-benar akan
melaporkannya kepada Nabi Saw." Setelah mereka kembali kepada Rasulullah Saw.,
maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang lelaki yang
telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, lalu lelaki itu dibunuh oleh
Al-Miqdad." Maka beliau Saw. bersabda, "Panggillah Al-Miqdad menghadapku."
Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Hai Miqdad, apakah kamu telah
membunuh seorang lelaki yang mengucapkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?
Maka bagaimanakah kamu dengan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'
besok (di hari kiamat)? Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai
orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah, maka
telitilah dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam
kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan
maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta
yang banyak. Begitu pula keadaan kalian dahulu, lalu Allah
menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian, maka telitilah. (An-Nisa: 94) Lalu
Rasulullah Saw. bersabda kepada Al-Miqdad: Dia adalah seorang mukmin yang
menyembunyikan imannya dari orang-orang kafir, lalu ia menampakkan imannya,
tetapi kamu membunuhnya. Padahal begitu jugalah keadaanmu dahulu di Mekah
sebelum itu, kamu menyembunyikan imanmu.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَعِنْدَ
اللَّهِ مَغانِمُ كَثِيرَةٌ
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. (An-Nisa: 94)
Yakni yang lebih baik dari harta dunia yang kamu inginkan dan yang mendorong
kamu untuk membunuh semisal orang yang mengucapkan salam kepadamu itu. Padahal
dia telah menampakkan keimanannya kepada kalian, tetapi kalian tidak
mengindahkannya dan menuduhnya hanya sebagai basa-basi untuk menyelamatkan
dirinya. Kamu lakukan hal tersebut dengan tujuan untuk memperoleh harta duniawi.
Ketahuilah bahwa pahala yang ada di sisi Allah jauh lebih baik daripada apa yang
kalian inginkan dari harta orang tersebut.
*******************
Firman Allah Swt.:
كَذلِكَ
كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ
Begitu jugalah keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan
nikmat-Nya atas kalian. (An-Nisa: 94)
Padahal sebelum itu kalian sama dengan orang tersebut yang menyembunyikan
imannya dan merahasiakannya dari mata kaumnya, seperti yang telah disebut dalam
hadis marfu' di atas. Juga semakna dengan apa yang disebut oleh Allah Swt. dalam
ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
وَاذْكُرُوا
إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ
Dan ingatlah, ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka
bumi (Mekah). (Al-Anfal: 26)
Demikianlah menurut pendapat Sa'id ibnu Jubair, menurut apa yang diriwayatkan
oleh As-Sauri, dari Habib ibnu Abu Amrah, dari Sa'id ibnu Jubair tentang
firman-Nya: Begitu jugalah keadaan kalian dahulu. (An-Nisa: 94) Yakni
kalian menyembunyikan iman kalian dari pengetahuan orang-orang musyrik
Mekah.
Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku
Abdullah ibnu Kasir, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya:
Begitu jugalah keadaan kalian dahulu. (An-Nisa: 94) Yaitu kalian
menyembunyikan iman kalian sebagaimana penggembala ini menyembunyikan imannya.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Qais, dari Salim, dari
Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya: Begitu pula keadaan kalian
dahulu. (An-Nisa: 94) Yakni kalian belum beriman, lalu Allah
menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nisa: 94) Maksudnya, mengampuni
kalian (karena kalian masuk Islam). Lalu Usamah bersumpah bahwa ia tidak akan
membunuh seseorang yang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," sesudah
lelaki tersebut dan sesudah peringatan Rasulullah Saw. terhadap dirinya
sehubungan dengan peristiwa itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَتَبَيَّنُوا}
maka telitilah. (An-Nisa: 94)
Makna ayat ini mengukuhkan kalimat sebelumnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ
اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا}
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (An-Nisa:
94)
Menurut Sa'id ibnu Jubair, dalam firman ini terkandung ancaman dan
peringatan.
An-Nisa, ayat 95-96
لَا
يَسْتَوِي الْقاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ
وَالْمُجاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ
اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ بِأَمْوالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقاعِدِينَ دَرَجَةً
وَكُلاًّ وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ عَلَى
الْقاعِدِينَ أَجْراً عَظِيماً (95) دَرَجاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً
وَكانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً (96)
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak
ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di
jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat.
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang
besar, (yaitu) beberapa derajat dari-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan
bahwa ketika diturunkan ayat berikut: Tidaklah sama antara orang mukmin yang
duduk. (An-Nisa: 95) Maka Rasulullah Saw. memanggil Zaid untuk menulisnya,
lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum yang mengadukan tentang uzurnya. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Israil, dari Abu
Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya:
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang).
(An-Nisa: 95) Lalu Nabi Saw. bersabda, "Panggilkanlah si Fulan!" Maka
datanglah orang yang dimaksud dengan membawa tinta, lembaran (lauh), dan pena;
lalu Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk menulis ayat berikut: Tidaklah
sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang
yang berjihad dijalan Allah. Saat itu di belakang Nabi Saw. terdapat Ibnu
Ummi Maktum. Maka Ibnu Ummi Maktum berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah orang
yang tuna netra." Lalu turunlah ayat berikut sebagai gantinya, yaitu firman-Nya:
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang
tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.
(An-Nisa: 95)
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu
Abdullah, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Sad. dari Saleh ibnu Kaisan,
dari Ibnu Syihab, "Telah menceritakan kepadaku Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi, bahwa
ia melihat Marwan ibnul Hakam di dalam masjid. Lalu ia datang kepadanya dan
duduk di sebelahnya. Kemudian ia menceritakan kepada kami bahwa Zaid ibnu Sabit
pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah memerintahkan
kepadaku untuk mencatat firman-Nya: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang
duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan
Allah." Lalu datanglah kepada beliau Saw. Ibnu Ummi Maktum, yang saat
itu beliau sedang mengimlakannya kepadaku. Maka dengan serta merta Ibnu Ummi
Maktum berkata, 'Wahai Rasulullah, demi Allah, seandainya aku mampu berjihad di
jalan Allah, niscaya aku akan berjihad.' Ibnu Ummi Maktum adalah orang yang tuna
netra. Maka turunlah kepada Rasulullah Saw. wahyu lainnya, yang saat itu paha
beliau Saw. berada di atas pahaku, maka terasa amat berat bagiku hingga aku
merasa khawatir bila pahaku menjadi patah karenanya (beratnya wahyu yang sedang
turun kepada Nabi Saw.). Setelah beliau Saw. selesai dari menerima wahyu, maka
beliau Saw. membacakan ayat yang diturunkan, yaitu firman-Nya: 'yang tidak
mempunyai uzur (halangan)' (An-Nisa: 95)."
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tanpa Imam Muslim.
Telah diriwayatkan melalui jalur lain oleh Imam Ahmad, dari Zaid; untuk itu
ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abuz Zanad, dari Kharijah ibnu Zaid
yang mengatakan bahwa sahabat Zaid ibnu Sabit pernah menceritakan hadis berikut,
"Ketika aku sedang duduk di sebelah Nabi Saw., tiba-tiba turunlah wahyu
kepadanya dan sakinah (ketenangan) menguasai dirinya." Zaid ibnu Sabit
melanjutkan kisahnya, "Ketika Nabi Saw. dikuasai oleh ketenangan, beliau
mengangkat pahanya dan meletakkannya di atas pahaku." Zaid ibnu Sabit
menceritakan, "Demi Allah, aku belum pernah merasakan sesuatu yang lebih berat
daripada paha Rasulullah Saw. Setelah wahyu selesai darinya, beliau bersabda,
'Hai Zaid, tulislah!' Maka aku mengambil lembaran dan beliau
memerintahkan kepadaku untuk mencatat firman berikut, yaitu: Tidaklah sama
antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah. sampai dengan firman-Nya: pahala yang besar.
(An-Nisa: 95)
Lalu aku menulis ayat tersebut pada selembar tulang paha. Ketika Ibnu Ummi
Maktum mendengarnya, maka ia bangkit, sedangkan dia adalah seorang yang tuna
netra; ia bangkit karena mendengar keutamaan orang-orang yang berjihad di jalan
Allah, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang tidak
mampu berjihad dan orang yang tuna netra serta yang mengalami hal-hal yang
serupa?'." Zaid melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, sebelum ucapan Ibnu Ummi
Maktum selesai atau begitu Ibnu Ummi Maktum selesai dari ucapannya, maka Nabi
Saw. dikuasai oleh sakinah lagi, dan pahanya berada di atas pahaku. Maka aku
merasakan pahanya berat sekali karena wahyu, seperti yang telah kurasakan
semula. Kemudian wahyu selesai darinya, lalu beliau bersabda, 'Bacalah!' Maka
aku membacakan kepadanya firman berikut: 'Tidaklah sama antara orang mukmin
yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan
Allah.' Maka Nabi Saw. bersabda membacakan pengecualiannya, yaitu
firman-Nya: 'yang tidak mempunyai uzur' (An-Nisa: 95)." Zaid ibnu Sabit
mengatakan, "Lalu aku menyusulkannya (menyisipkannya). Demi Allah, seakan-akan
aku melihat sisipannya itu berada pada bagian yang retak dari lembaran tulang
paha itu."
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Sa'id ibnu Mansur, dari Abdur Rahman ibnu
Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya
dengan lafaz yang semisal.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah
menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Qubaisah ibnu Zua-ib, dari Zaid ibnu
Sabit yang menceritakan bahwa dia adalah juru tulis wahyu Rasulullah Saw. Maka
Rasulullah Saw. pada suatu hari memerintahkan kepadanya untuk mencatat firman
berikut, yaitu: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut
berperang) dan orang-orang yang berjihad dijalan Allah. Lalu
datanglah Ibnu Ummi Maktum, dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
ingin berjihad di jalan Allah, tetapi aku mempunyai cacat seumur hidup seperti
yang engkau lihat sendiri, indra penglihatanku telah tiada." Zaid ibnu Sabit
melanjutkan kisahnya, "Maka terasa berat lagi paha Rasulullah Saw. di atas
pahaku, hingga aku merasa khawatir bila tulang pahaku patah karenanya. Setelah
wahyu selesai darinya, maka beliau memerintahkan kepadaku untuk mencatat ayat
berikut, yaitu firman-Nya: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk
(tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah' (An-Nisa: 95)."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah
menceritakan kepadaku Abdul Karim (yaitu Ibnu Malik Al-Jariri), bahwa Miqsam
maula Abdullah ibnul Haris pernah menceritakan kepadanya bahwa Ibnu Abbas telah
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin
yang duduk (tidak ikut berperang). (An-Nisa: 95) Bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan
peperangan Badar. Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari tanpa Imam
Muslim.
Imam Turmuzi telah meriwayatkannya melalui jalur Hajjaj dari Ibnu Juraij,
dari Abdullah Karim, dari Miqsam, dari ibnu Abbas yang telah mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk
(tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah. (An-Nisa: 95) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan peperangan
Badar.
Ketika diturunkan ayat mengenai Perang Badar, maka Abdullah ibnu Jahsy dan
Ibnu Ummi Maktum berkata, "Sesungguhnya kami adalah dua orang yang tuna netra,
wahai Rasulullah. Apakah ada keringanan bagi kami?" Maka turunlah firman-Nya:
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang
tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95) Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad di jalan-Nya atas orang-orang yang duduk —tidak ikut berperang— satu
derajat. Mereka yang duduk tidak ikut perang itu adalah selain yang mempunyai
uzur (halangan). Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan
jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. (An-Nisa: 95) Yakni
orang-orang yang duduk tidak ikut berperang dari kalangan orang-orang mukmin
selain mereka yang mempunyai uzur (halangan).
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Turmuzi, kemudian Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila ditinjau dari segi jalur
sanadnya.
*******************
Firman Allah Swt.
:
{لَا
يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ}
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang).
(An-Nisa: 95)
bermakna mutlak.
Dan ketika diturunkan wahyu yang singkat, yaitu firman Nya:
{غَيْرُ
أُولِي الضَّرَرِ}
yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95)
Maka hal ini mengandung keringanan dan jalan keluar bagi orang-orang yang
mempunyai uzur yang membolehkannya untuk tidak ikut berjihad, seperti tuna
netra, pincang, dan sakit; hingga kedudukan mereka tetap sama dengan orang-orang
yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Setelah itu Allah
memberitakan perihal keutamaan yang dimiliki oleh orang-orang yang berjihad,
bahwa keutamaan mereka berada di atas orang-orang yang duduk —tidak ikut
berperang— satu derajat. Menurut Ibnu Abbas, selain dari mereka yang mempunyai
uzur.
Memang demikianlah seharusnya, seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih
Bukhari melalui jalur Zuhair ibnu Mu'awiyah, dari Humaid ibnu Anas, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"
إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُم مِنْ مَسِير، وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ
وَادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ فِيهِ " قَالُوا: وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ يَا رَسُولَ
اللَّهِ؟ قَالَ: " نَعَمْ حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ "
Sesungguhnya di Madinah terdapat orang-orang yang tidak sekali-kali kalian
berjalan, dan tidak pula menempuh suatu lembah, melainkan mereka selalu bersama
kalian padanya. Ketika mereka bertanya, "Apakah mereka tetap tinggal di
Madinah, wahai Rasulullah?" Nabi Saw. menjawab: Ya, mereka terhalang oleh
uzur (hingga tidak ikut bersama kamu).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ahmad melalui Muhammad ibnu Addi, dari
Humaid, dari Anas, dengan lafaz yang sama. Imam Bukhari men-ta'liq-nya secara
majzum.
وَرَوَاهُ
أَبُو دَاوُدَ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " لَقَدْ تَرَكْتُمْ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُمْ
مُسِيرًا، وَلَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ، وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ وادٍ إِلَّا
وَهُمْ مَعَكُمْ فِيهِ ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَكُونُونَ
مَعَنَا وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: " حَبْسَهُمُ الْعُذْرُ "
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Humaid dari Musa
ibnu Anas ibnu Malik, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Sesungguhnya kalian meninggalkan di Madinah orang-orang yang tidak
sekali-kali kalian menempuh suatu perjalanan dan tidak sekali-kali kalian
membelanjakan sesuatu, tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah melainkan
mereka selalu bersama kalian di dalamnya. Mereka (para sahabat) bertanya,
"Bagaimanakah mereka dapat bersama kami padanya, wahai Rasulullah?" Nabi Saw.
menjawab: Ya, mereka tertahan oleh uzur.
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.
Semakna dengan pengertian ini, ada seorang penyair yang mengatakan:
يَا
رَاحِلِينَ إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ لَقَدْ ...
سِرْتُمْ جُسُومًا وَسِرْنَا نَحْنُ أَرْوَاحَا
إنَّا
أَقَمْنَا عَلَى عُذْرٍ وَعَنْ قَدَرٍ ... وَمَنْ
أَقَامَ عَلَى عُذْرٍ فَقَدْ رَاحَا
Hai orang-orang yang berangkat ke
Baitullah Al-'Atiq (Ka'bah), sesungguhnya kalian berangkat dengan jasad kalian,
sedangkan karni hanya berangkat dengan arwah kami. Sesungguhnya kami tinggal di
tempat karena uzur dan takdir; dan barang siapa yang tinggal karena uzur,
berarti sama saja dengan orang yang berangkat (haji).
*******************
Firman Allah Swt.:
وَكُلًّا
وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنى
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik.
(An-Nisa: 95)
Yang dimaksud dengan pahala yang baik ialah surga dan pahala yang berlimpah.
Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa jihad itu bukanlah
fardu ain, melainkan fardu kifayah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَفَضَّلَ
اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ عَلَى الْقاعِدِينَ
أَجْراً عَظِيم
dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk
dengan pahala yang besar. (An-Nisa: 95)
Kemudian Allah Swt. memberitakan anugerah yang diberikan kepada mereka berupa
tingkatan-tingkatan pahala di dalam gedung-gedung surga yang tinggi, semua dosa
dan kesalahan diampuni, rahmat serta berkah Allah meliputi diri mereka; semua
itu sebagai kebaikan dan kemurahan dari Allah Swt. buat mereka. Hal ini
diungkapkan melalui firman-Nya:
{دَرَجَاتٍ
مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
(yaitu) beberapa derajat dari-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 96)
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
«إِنَّ
فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي
سَبِيلِهِ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ
الأرض»
Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat (tingkatan) yang
disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya, jarak antara
tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi.
Al-A'masy meriwayatkannya dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari
Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"
مَنْ بَلَغَ بِسَهْمٍ فَلَهُ أَجْرُهُ دَرَجَةٌ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، وَمَا الدَّرَجَةُ؟ فَقَالَ: " أَمَا إِنَّهَا لَيْسَتْ بِعَتَبَةِ
أُمُّكَ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ مِائَةُ عَامٍ "
Barang siapa yang melepaskan anak panah (di jalan Allah), baginya pahala
satu derajat. Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
derajat itu?" Nabi Saw. menjawab: Ingatlah, sesungguhnya derajat itu bukan
tangga naik yang ada pada pintu rumah ibumu, jarak antara dua derajat adalah
seratus tahun (perjalanan).
An-Nisa, ayat 97-100
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظالِمِي أَنْفُسِهِمْ قالُوا فِيمَ كُنْتُمْ
قالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ
واسِعَةً فَتُهاجِرُوا فِيها فَأُولئِكَ مَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَساءَتْ مَصِيراً
(97) إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجالِ وَالنِّساءِ وَالْوِلْدانِ لَا
يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلاً (98) فَأُولئِكَ عَسَى اللَّهُ
أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُوراً (99) وَمَنْ يُهاجِرْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُراغَماً كَثِيراً وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ
مِنْ بَيْتِهِ مُهاجِراً إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ
فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً
(100)
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan
malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat
bertanya, "Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?" Mereka menjawab, "Adalah kami
orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata, "Bukankah
bumi Allah itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang
itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,
kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang
tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hij'rah). Mereka
itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun. Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di
muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa
keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka
sungguh telah letap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid
Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah dan lainnya; keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman Abul Aswad
yang menceritakan, "Telah diputuskan untuk mengirimkan suatu pasukan terhadap
penduduk Madinah, lalu aku mendaftarkan diri pada pasukan itu. Aku bersua dengan
Ikrimah maula Ibnu Abbas, lalu aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Dia
melarangku melakukan hal tersebut dengan larangan yang keras. Lalu ia berkata,
'Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa dahulu ada sejumlah kaum muslim
bersama-sama kaum musyrik memperkuat pasukan mereka di masa Rasulullah Saw. Maka
ada anak panah yang meluncur dan mengenai seseorang dari kaum muslim yang
bergabung dengan pasukan kaum musyrik itu, lalu ia mati terbunuh, atau terpukul
lehernya oleh pedang hingga mati.' Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya
diri sendiri' (An-Nisa: 97)."
Al-Lais meriwayatkannya melalui Abul Aswad.
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur
Ar-Ramadi. telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (yakni Az-Zubairi). telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syarik Al-Makki. telah menceritakan
kepada kami Amr ibnu Dinar dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
dahulu ada suatu kaum dari kalangan penduduk Mekah. mereka menyembunyikan
keislamannva. Tetapi kaum musyrik memaksa mereka berangkat berperang dalam
Perang Badar bersama-sama mereka, lalu ada sebagian dari mereka yang gugur. Maka
orang-orang muslim berkata. "Mereka yang gugur di antaranya terdapat
sahabat-sahabat kita, yaitu kaum muslim; mereka dipaksa mengikuti perang."
Akhirnya mereka memintakan ampun buat mereka yang gugur. Maka turunlah ayat ini,
yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam
keadaan menganiaya diri sendiri. (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat. Ibnu
Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu dikirimkan surat kepada orang-orang muslim
yang tersisa berisikan ayat ini, dan dikatakan kepada mereka bahwa tiada uzur
yang dapat diterima dari mereka." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Kemudian
kaum muslim yang tersisa (di Mekah) itu keluar, tetapi mereka dikejar oleh kaum
musyrik, lalu kaum musyrik memberi mereka perlindungan. Maka turunlah ayat ini,
yaitu firman-Nya: 'Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa kami beriman
kepada Allah' (Al-Baqarah: 8), hingga akhir ayat."
Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah pemuda
dari kalangan kabilah Quraisy yang mengakui dirinya telah masuk Islam di Mekah,
antara lain ialah Ali ibnu Umayyah ibnu Khalaf, Abu Qais ibnul Walid ibnul
Mugirah, Abu Mansur ibnul Hajjaj, dan Al-Haris ibnu Zam'ah.
Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang
dari kaum munafik yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah Saw. di Mekah,
tetapi mereka keluar bersama-sama pasukan kaum musyrik dan memihak kepada mereka
dalam Perang Badar, lalu di antara mereka ada yang mati dalam peperangan
tersebut. Maka turunlah ayat yang mulia ini, yang maknanya umum mencakup semua
orang yang bermukim di tengah-tengah kaum musyrik, padahal mereka mampu
melakukan hijrah, namun mereka tidak dapat menegakkan agamanya; maka dia adalah
orang yang aniaya kepada dirinya sendiri dan dinilai sebagai orang yang berbuat
dosa besar menurut kesepakatan umat dan menurut nas ayat ini, karena Allah Swt.
telah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam
keadaan menganiaya diri sendiri. (An-Nisa: 97) Yakni karena ia tidak mau
berhijrah ke Madinah. (kepada mereka) malaikat berkata, "Dalam keadaan
bagaimanakah kalian ini?" (An-Nisa: 97) Dengan kata lain, mengapa kalian
tinggal di Mekah dan tidak mau hijrah ke Madinah? Mereka menjawab, "Adalah
kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah) ini.” (An-Nisa: 97)
Maksudnya, kami tidak mampu keluar meninggalkan negeri ini, tidak mampu pula
bepergian keluar meninggalkannya. Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah
itu luas?" (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ بْنِ سُفْيَانَ، حَدَّثَنِي
يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ، أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى أَبُو دَاوُدَ،
حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ سمرة بن جندب، حدثني خبيب بن سليمان، عَنْ
أَبِيهِ سُلَيْمَانَ بْنِ سَمُرَةَ، عَنْ سَمُرَةَ بن جندب: أما بعد، قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ
مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ "
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud
ibnu Sufyan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Hissan, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Musa (yaitu Abu Daud), telah menceritakan kepada kami
Ja'far ibnu Sa'd ibnu Samurah ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Habib ibnu
Sulaiman, dari ayahnya, dari Sulaiman ibnu Samurah, dari Samurah ibnu Jundub.
Amma Ba'du, Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang bergabung
dengan orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka sesungguhnya ia sama
dengannya.
As-Saddi mengatakan, "Tatkala Al-Abbas, Uqail, dan Naufal ditawan, maka
Rasulullah Saw. berkata kepada Al-Abbas: 'Tebuslah dirimu dan anak
saudaramu!' Al-Abbas berkata, 'Wahai Rasulullah, bukankah kami salat
menghadap ke kiblatmu dan mengucapkan syahadatmu?' Rasulullah Saw. bersabda:
'Hai Abbas, sesungguhnya kalian melawan, maka kalian dilawan.' Kemudian
Rasulullah Saw. membacakan kepadanya ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Bukankah
bumi Allah itu luas?' (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا
الْمُسْتَضْعَفِينَ
kecuali mereka yang tertindas. (An-Nisa: 98), hingga akhir ayat.
Hal ini merupakan pemaafan dari Allah Swt. buat mereka dalam meninggalkan
hijrah. Demikian itu karena mereka tidak mampu melepaskan dirinya dari tangan
kekuasaan kaum musyrik. Seandainya mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan
apa yang mereka ketahui, niscaya mereka akan menempuh jalan untuk hijrah. Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لَا
يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلا}
yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk
berhijrah). (An-Nisa: 98)
Menurut Mujahid, Ikrimah, dan As-Saddi, yang dimaksud dengan sabil dalam ayat
ini ialah jalan untuk hijrah.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَأُولئِكَ
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ
mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. (An-Nisa: 99)
Allah memaafkan ketidakikutan mereka dalam berhijrah, dan mudah-mudahan yang
datang dari Allah berarti suatu kepastian, yakni mereka pasti dimaafkan
oleh-Nya.
{وَكَانَ
اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا }
Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (An-Nisa: 99)
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْم، حَدَّثَنَا شَيْبَان، عَنْ يَحْيَى، عَنْ
أَبِي سَلَمَة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعِشَاءَ إِذْ قَالَ: " سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ " ثُمَّ قَالَ قَبْلَ أَنْ يَسْجُدَ " اللَّهُمَّ نَج عَيَّاشَ بْنَ أَبِي
رَبِيعَةَ، اللَّهُمَّ نَجِّ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، اللَّهُمَّ نَجِّ الْوَلِيدَ
بْنَ الْوَلِيدِ، اللَّهُمَّ نَج الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ،
اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَر، اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا سِنِينَ
كسِنِيِّ يُوسُفَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah
menceritakan kepada kami Syaiban, dari Yahya, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang melakukan salat
Isya dan sesudah membaca: Semoga Allah memperkenankan orang yang
memuji-Nya. Tiba-tiba beliau mengucapkan doa berikut sebelum sujud,
yaitu: Ya Allah, selamatkanlah Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah. Ya Allah,
selamatkanlah Salamah ibnu Hisyam. Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid.
Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum mukmin (di
Mekah). Ya Allah, keraskanlah pembalasan-Mu terhadap Mudar. Ya Allah, jadikanlah
kepada mereka (timpakanlah kepada mereka) musim paceklik sebagaimana musim
paceklik Nabi Yusuf.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ الْمَقْرِيُّ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
المسَّيب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَهُ بَعْدَمَا سَلَّمَ، وَهُوَ مُسْتَقْبَلٌ الْقِبْلَةَ
فَقَالَ: " اللَّهُمَّ خَلِّصِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي
رَبِيعَةَ، وسَلَمة بْنَ هِشَامٍ، وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ لَا
يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا مِنْ أَيْدِي
الْكُفَّارِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Al-Muqri, telah menceritakan kepadaku Abdul
Waris, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab,
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. mengangkat tangannya sesudah salam dari
salatnya seraya menghadap ke arah kiblat, lalu berdoa: Ya Allah,
selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid, Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, Salamah ibnu
Hisyam, dan orang-orang yang tertindas dari kaum muslim yang tidak mampu berdaya
upaya dan tidak mengetahui jalan hijrah dari tangan orang-orang kafir.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ،
عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -أَوْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ الْقُرَشِيِّ-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي دُبُرِ صَلَاةِ الظُّهْرِ: " اللَّهُمَّ
خَلِّص الْوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ،
وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أَيْدِي الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا
يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Hajaj, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ali
ibnu Zaid, dari Abdullah atau Ibrahim ibnu Abdullah Al-Qurasyi, dari Abu
Hurairah, bahwa dahulu Rasulullah Saw. acapkali membaca doa berikut sesudah
salat Lohor, yaitu: Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid, Salamah ibnu Hisyam,
Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, dan orang-orang muslim yang tertindas dari tangan
kekuasaan orang-orang musyrik. Mereka yang tertindas itu tidak mampu
berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah.
Hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang memperkuatnya di dalam kitab sahih
yang diriwayatkan melalui jalur lain, seperti yang disebutkan di atas.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Uyaynah, dari
Ubaidillah ibnu Abu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas
mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang tertindas dari kalangan
kaum wanita dan anak-anak."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid. dari Ayyub ibnu Abu Mulaikah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: kecuali mereka yang tertindas.
(An-Nisa: 98) Ibnu Abbas mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang
dimaafkan oleh Allah Swt."
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ
يُهاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُراغَماً كَثِيراً
وَسَعَةً
Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka
bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100)
Ayat ini menganjurkan untuk berhijrah dan memberikan semangat untuk
memisahkan diri dari orang-orang musyrik, bahwa ke mana pun orang mukmin pergi,
niscaya ia dapat menemui tempat berlindung dan penghidupan yang menaunginya.
الْمُرَاغَمُ
adalah bentuk masdar. Orang-orang Arab mengatakan, " رَاغَمَ فُلَانُ قَوْمَهُ مُرَاغَمًا وَمُرَاغَمَةً
," artinya si Fulan benar-benar dapat memberikan perlindungan
yang kuat kepada kaumnya. Semakna dengan pengertian ini perkataan An-Nabigah
ibnu Ja'dah dalam salah satu bait syairnya:
كَطَوْدٍ
يُلَاذُ بِأَرْكَانِهِ ... عَزِيزُ الْمُرَاغَمِ
وَالْمَهْرَبِ
seperti pasak yang dipancangkan pada
tiang-tiangnya, dia adalah orang yang perkasa benteng dan
perlindungannya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-muragam ialah berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain. Hal yang sama dikatakan pula oleh riwayat yang bersumber
dari Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: tempat hijrah yang
banyak. (An-Nisa: 100) Yaitu tempat untuk menyingkir dari hal-hal yang tidak
disukai.
Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: tempat hijrah
yang luas. (An-Nisa: 100) Yakni benteng-benteng perlindungan.
Makna lahiriah muragam, hanya Allah yang lebih mengetahui, ialah
tempat yang kokoh untuk menyelamatkan diri dan membuat musuh-musuh tidak dapat
berkutik.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَسَعَةً}
dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100)
Yaitu rezeki yang berlimpah.
Banyak ulama —antara lain ialah Qatadah— mengatakan sehubungan dengan
firman-Nya: niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas
dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100) yang menyelamatkannya dari kesesatan
menuju jalan hidayah, dan menyelamatkannya dari kemiskinan kepada kecukupan.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ
يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهاجِراً إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ
الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang
dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (An-Nisa:
100)
Dengan kata lain, barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan niat untuk
berhijrah, lalu di tengah jalan ia meninggal dunia, maka ia telah memperoleh
pahalanya di sisi Allah, yaitu pahala orang yang berhijrah.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain dan lain-lainnya —baik kitab
sahih ataupun kitab musnad atau kitab sunnah— melalui jalur Yahya ibnu Sa'id
Al-Ansari, dari Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi dari Alqamah ibnu Abu Waqqas
Al-Laisi, dari Umar ibnul Khattab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"
إنما الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ
يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ"
Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing, dan
sesungguhnya masing-masing orang itu hanya mendapatkan apa yang diniatkannya.
Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia,
niscaya dia memperolehnya; atau kepada wanita, niscaya ia menikahinya. Maka
hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang diniatkannya sejak semula.
Hadis ini umum pengertiannya menyangkut masalah hijrah dan semua amal
perbuatan.
Hadis lainnya ialah yang disebut di dalam kitab Sahihain, menceritakan
seorang lelaki (dari kaum Bani Israil) yang membunuh sembilan puluh sembilan
orang, kemudian melengkapi pembunuhannya dengan orang yang keseratus, yaitu
seorang ahli ibadah (karena ketika ia bertanya tentang jalan tobat, maka si ahli
ibadah mengatakan bahwa pintu tobat telah tertutup baginya). Kemudian ia
bertanya kepada seorang yang alim, "Apakah masih ada tobat bagiku?" Orang alim
menjawab, "Tiada yang menghalang-halangi antara kamu dan tobat," hal ini
diungkapkannya dengan nada balik bertanya. Kemudian orang alim itu menyarankan
agar ia berpindah tempat dari negerinya menuju negeri lain yang di negeri
tersebut penduduknya menyembah Allah. Ketika lelaki itu berangkat meninggalkan
negerinya untuk berhijrah ke negeri lain tersebut, di tengah jalan kematian
menimpanya. Maka berselisih pendapatlah malaikat rahmat dan malaikat azab. Para
malaikat rahmat mengatakan bahwa lelaki ini datang untuk bertobat, sedangkan
para malaikat azab mengatakan bahwa ia masih belum sampai ke negeri yang dituju.
Akhirnya mereka diperintahkan untuk mengukur jarak di antara kedua tempat
tersebut; mana yang lebih dekat dari lelaki itu, maka ia termasuk penghuninya.
Maka Allah memerintahkan kepada bumi yang menuju ke negeri yang saleh agar
mendekat, dan memerintahkan kepada bumi yang jahat (penduduknya) agar menjauh
dari jenazah lelaki itu. Akhirnya para malaikat menjumpai bahwa jenazah lelaki
itu lebih dekat satu jengkal ke negeri yang menjadi tujuan hijrahnya, kemudian
ia dibawa oleh malaikat rahmat.
Menurut riwayat yang lain, ketika maut datang menjemputnya, ia sempat
membalikkan badannya ke arah negeri yang menjadi tujuan hijrahnya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَتِيك، عَنْ أَبِيهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَتِيك قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ خَرَجَ مَنْ بَيْتِهِ
مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ-ثُمَّ قَالَ بِأَصَابِعِهِ هَؤُلَاءِ الثَّلَاثِ:
الْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ وَالْإِبْهَامِ، فَجَمَعَهُنَّ وَقَالَ: وَأَيْنَ
الْمُجَاهِدُونَ-؟ فخرَّ عَنْ دَابَّتِهِ فَمَاتَ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى
اللَّهِ، أَوْ لَدَغَتْهُ دَابَّةٌ فَمَاتَ، فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
أَوْ مَاتَ حَتْف أَنْفِهِ، فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ -وَاللَّهِ!
إِنَّهَا لَكَلِمَةٌ مَا سَمِعْتُهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَرَبِ قَبْلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-وَمَنْ قُتِلَ قَعْصًا فَقَدِ
اسْتَوْجَبَ الْمَآبَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari
Muhammad ibnu Abdullah ibnu Atik, dari ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Atiq) yang
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa
yang keluar untuk berjihad di jalan Allah, kemudian ia bertanya, "Di manakah
orang-orang yang berjihad di jalan Allah?”, dan ternyata ia terjungkal dari
kendaraannya. lalu meninggal dunia, maka sungguh pahalanya ialah ditetapkan
Allah; atau ia disengat hewan berbisa, lalu mati, maka sungguh telah tetap
pahalanya pada Allah; atau ia mati dengan sendirinya, maka sungguh telah tetap
pahalanya pada Allah. Yang dimaksud dengan hatfa anfihi ialah
meninggal dunia di atas peraduannya. Abdullah ibnu Atik mengatakan, "Demi Allah,
sesungguhnya ini benar-benar suatu kalimat yang pernah aku dengar dari seseorang
Badui sebelum Rasulullah Saw. mengatakan, 'Barang siapa yang mati secara
cepat, maka sungguh surga ditetapkan baginya."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdul Malik ibnu Syaiban Al-Khuzami,
telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Mugirah Al-Khuzami, dari
Al-Munzir ibnu Abdullah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Az-Zubair
ibnul Awwam pernah menceritakan, "Khalid ibnu Hizam berhijrah ke negeri Habsyah,
tetapi di tengah jalan ia digigit ular beracun hingga meninggal dunia, maka
turunlah ayat berikut sehubungan dengannya," yaitu firman-Nya: Barang siapa
keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka
sungguh telah telap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 100); Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa pasti
akan kedatangannya dan menunggu-nunggunya, sedangkan aku telah berada di negeri
Habsyah. Tiada sesuatu pun yang lebih menyedihkan diriku ketika berita
kematiannya sampai kepadaku. Karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang
hijrah dari kalangan kabilah Quraisy, melainkan ia ditemani oleh seseorang dari
keluarganya atau kaum kerabatnya. Sedangkan aku tidak mempunyai seorang teman
pun dari kalangan Bani Asad ibnu Abdul Uzza (selain dia) dan aku tidak
mengharapkan selainnya."
Asar ini garib (aneh) sekali, karena kisah ini adalah Makkiyah, sedangkan
turunnya ayat ini adalah Madani. Barangkali dia bermaksud bahwa hukum ayat ini
umum mencakup hal yang lainnya juga, sekalipun asbabun nuzulnya bukan berlatar
belakang kisah ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud
maula Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman,
telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman, telah menceritakan
kepada kami Asy'as (yaitu Ibnu Siwar), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang
mengatakan bahwa Damrah ibnu Jundub keluar dengan maksud berhijrah kepada
Rasulullah Saw., tetapi ia meninggal dunia di tengah jalan sebelum sampai kepada
Rasulullah Saw. Maka turunlah firman-Nya: Barang siapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. (An-Nisa: 100), hingga
akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami
Israil, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Damrah ibnul Ais Az-Zurqi yang
sedang sakit matanya; ketika itu ia masih di Mekah. Ketika turun ayat berikut,
yakni firman-Nya: kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita
ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya. (An-Nisa: 98) Maka ia
berkata, "Aku adalah orang yang kaya, dan sesungguhnya aku mampu melakukan daya
upaya." Lalu ia bersiap-siap dengan maksud hendak pergi berhijrah kepada Nabi
Saw. Tetapi baru saja sampai di Tan'im, ia meninggal dunia. Maka turunlah
firman-Nya: Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang
dimaksud). (An-Nisa: 100), hingga akhir ayat.
Imam Tabrani mengatakan:
قال
الطبراني: حدثنا الحسن بن عروبة البصري، حدثنا حيوة بن شريح الحمصي حدثنا بقية بن
الوليد، حدثنا ابن ثوبان عن أبيه، حدثنا مكحول عن عبد الرحمن بن غنم الأشعري،
أنبأنا أبو مَالِكٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وسلّم يقول: «إن
الله قال: من انتدب خارجا في سبيلي غازيا ابتغاء وجهي،
وتصديق وعدي، وإيمانا برسلي فهو في ضمان على الله، إما أن يتوفاه بالجيش فيدخله
الجنة، وإما أن يرجع في ضمان الله، وإن طالب عبدا فنغصه حتى يرده إلى أهله مع ما
نال من أجر، أو غنيمة، ونال من فضل الله فمات، أو قتل، أو رفصته فرسه، أو بعيره، أو
لدغته هامة، أو مات على فراشه بأي حتف شاء الله، فهو شهيد» .
telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arubah Al-Basri, telah
menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih Al-Himsy, telah menceritakaa kepada
kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Sauban, dari ayahnya,
telah menceritakan kepada kami Makhul, dari Abdur Rahman ibnu Ganam Al-Asy'ari,
telah menceritakan kepada kami Abu Malik yang mengatakan, "Aku pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah berfirman bahwa barang
siapa berangkat untuk berjuang di jalan-Ku, berperang untuk memperoleh rida-Ku,
dan membenarkan janji-Ku serta iman kepada rasul-rasul-Ku, maka dia berada di
dalam jaminan Allah. Adakalanya Allah mewafatkannya di dalam pasukan itu,
maka Allah memasukkannya ke dalam surga. Dan adakalanya dia kembali dalam
jaminan Allah, sekalipun ia mencari budak, maka Kami memberinya, hingga Allah
mengembalikannya kepada keluarganya bersama dengan apa yang diperolehnya berupa
pahala atau ganimah. Dan ia telah memperoleh sebagian dari karunia Allah, lalu
mati, atau terbunuh, atau ditendang oleh kudanya atau oleh untanya atau disengat
oleh serangga atau mati di atas peraduannya dengan kematian apa pun yang
dikehendaki oleh Allah, maka dia adalah orang yang mati syahid'."Imam Abu
Daud meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah mulai dari "sebagian dari karunia
Allah" hingga akhir hadis, dan ia menambahkan sesudah kalimat, fahuwa
syahidun (maka dia adalah mati syahid), yaitu: "Dan sesungguhnya dia
dimasukkan ke dalam surga."
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ زِيَادٍ سَبَلانُ،
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ حُمَيْدِ
بْنِ أَبِي حُمَيْدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ
خَرَجَ حَاجًّا فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْحَاجِّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ،
وَمَنْ خَرَجَ مُعْتَمِرًا فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْمُعْتَمِرِ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ خَرَجَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ
أَجْرُ الْغَازِي إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu
Ziyad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Humaid ibnu Abu Humaid, dari Ata ibnu Yazid
Al-Laisi, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Barang siapa yang berangkat haji, lalu ia meninggal dunia (sebelum
sampai ke tujuannya), maka dicatatkan baginya pahala haji sampai hari kiamat.
Dan barang siapa yang berangkat umrah, lalu ia meninggal dunia (di tengah
jalan), maka dicatatkan baginya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barang
siapa yang berangkat berjihad di jalan Allah, lalu ia mati (di tengah jalan),
maka dicatatkan baginya pahala orang yang berjihad sampai hari kiamat.
Bila ditinjau dari segi sanadnya, hadis ini garib.
No comments