Muslim Notebook Header Ads

003. Surat Ali Imron Ayat 052 - 101 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook


Ali Imran, ayat 52-54

{فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (52) رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنزلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ (53) وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ (54) }

Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil), berkatalah dia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin menjawab, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul. Karena itu, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)." Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.

Allah Swt. berfirman:


{فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى}

Maka tatkala Isa mengetahui. (Ali Imran: 52),
Yakni Isa a.s. merasakan kebulatan tekad mereka dalam kekufurannya dan keberlangsungan mereka dalam kesesatan, maka ia berkata


{مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ}

Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah? (Ali Imran: 52)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'siapakah yang akan mengikutiku menegakkan agama Allah?'.

Sufyan As-Sauri dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku bersama dengan Allah?'. Pendapat Mujahid lebih dekat kepada kebenaran.
Menurut makna lahiriahnya, Nabi Isa bermaksud siapakah orang-orang yang mau menjadi penolong-penolongku untuk menyeru manusia menyembah Allah. Perihalnya sama dengan apa yang pernah dikatakan oleh Nabi Saw. dalam musim-musim haji sebelum hijrah, yaitu:


"مَنْ رَجُل يُؤْوِيني عَلى [أَنْ] أُبَلِّغَ كلامَ رَبِّي، فإنَّ قُرَيْشًا قَدْ مَنَعُونِي أنْ أُبَلِّغَ كَلامَ  رَبِّي"

Siapakah orangnya yang mau membantuku hingga aku dapat menyampaikan kalam Tuhanku, karena sesungguhnya orang-orang Quraisy telah melarangku untuk menyampaikan kalam Tuhanku!
Hingga beliau Saw. bersua dengan orang-orang Ansar, lalu mereka memberinya perlindungan dan pertolongan. Kemudian Nabi Saw. berhijrah kepada mereka, lalu mereka semuanya yang terdiri atas berbagai bangsa —ada yang berkulit hitam dan ada yang berkulit merah— membantunya dan melindunginya; semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka (orang-orang Ansar) dan semoga Allah memberi pahala yang memuaskan mereka.

Demikian pula halnya Nabi Isa a.s. Ia dibantu oleh segolongan orang-orang dari kalangan Bani Israil, lalu mereka beriman kepadanya, membela dan menolongnya serta mengikuti cahaya yang diturunkan oleh Allah kepadanya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh Allah Swt.:


{قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ. رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنزلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ}

Para hawariyyin menjawab, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul. Karena itu, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah). (Ali Imran: 52-53)

Al-hawariyyun, menurut suatu pendapat mereka adalah orang-orang yang bertubuh pendek. Menurut pendapat yang lainnya, mereka dinamakan hawariyyin karena pakaian yang selalu mereka kenakan berwarna putih. Menurut' pendapat yang lainnya lagi, mereka adalah para pemburu.

Menurut pendapat yang sahih, arti hawari ialah penolong. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa ketika Rasulullah Saw. menganjurkan kaum muslim dalam Perang Ahzab untuk bersiap-siap menghadapi peperangan, maka sahabat Az-Zubair membantu Nabi Saw. dan mengambil alih tugas ini, lalu Az-Zubair menyerukan hal tersebut kepada mereka. Maka Nabi Saw. bersabda:


"إنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَاريًا وَحَوَارِيي الزُّبَيْرُ"

Setiap nabi mempunyai penolong, dan penolongku adalah Az-Zubair.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami israil, dari Samak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Karena itu, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi. (Ali Imran: 53) Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ialah menjadi saksi bersama-sama umat Muhammad Saw.

Sanad asar ini jayyid.

Kemudian Allah Swt. menceritakan perihal segolongan orang-orang terkemuka Bani Israil dalam rencana mereka yang hendak membinasakan Nabi Isa a.s. Mereka bertujuan ingin menimpakan kejahatan terhadapnya dan menyalibnya. Mereka semuanya bergabung untuk menentangnya dan menghasutnya ke hadapan raja di masa itu yang kafir. Mereka menyampaikan berita hasutan kepada si raja bahwa di sana ada seorang lelaki yang menyesatkan orang-orang banyak, menghalang-halangi mereka untuk taat kepada raja, merusak rakyat serta memecah-belah antara seorang ayah dan anaknya; dan hasutan-hasutan lainnya yang biasa mengakibatkan sanksi yang berat bagi pelakunya. Mereka melemparkan tuduhan terhadap Nabi Isa sebagai seorang pendusta, dan bahwa dia adalah anak zina. Hal tersebut membangkitkan kemarahan si raja, lalu ia mengirimkan orang-orangnya untuk menangkap dan menyalibnya serta menyiksanya.

Ketika mereka mengepung rumah Nabi Isa dan mereka menduga pasti dapat menangkapnya, maka Allah menyelamatkan Nabi Isa dari sergapan mereka. Allah mengangkatnya dari atap rumah tersebut ke langit. Kemudian Allah memiripkan rupa seorang lelaki yang ada di dalam rumah tersebut dengan Nabi Isa a.s.

Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, mereka menduga lelaki tersebut sebagai Nabi Isa dalam kegelapan malam, lalu mereka menangkapnya dan menghinanya serta menyalibnya, lalu meletakkan duri di atas kepalanya.

Hal tersebut merupakan tipu daya dari Allah terhadap mereka, karena Dia akan menyelamatkan Nabi-Nya dan mengangkatnya dari hadapan mereka ke langit, serta meninggalkan mereka bergelimangan di dalam kesesatan. Mereka menduga bahwa mereka telah berhasil mencapai sasarannya. Dan Allah menempatkan di dalam hati mereka kekerasan dan keingkaran terhadap perkara yang hak. Hal ini melekat di hati mereka, dan Allah menimpakan kepada mereka kehinaan yang tidak pernah lekang dari diri mereka sampai hari kiamat nanti. Allah Swt. berfirman:


{وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ}

Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ali Imran: 54)


Ali Imran, ayat 55-58

{إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (55) فَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَأُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (56) وَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (57) ذَلِكَ نَتْلُوهُ عَليْكَ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ (58) }

(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembali kalian, lalu Aku memutuskan di antara kalian tentang hal-hal yang selalu kalian berselisih padanya." Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Kusiksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. Demikianlah (kisah Isa), Kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al-Qur'an yang penuh hikmah.

Ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan firman-Nya:


إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرافِعُكَ إِلَيَّ

Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajal mu dan mengangkat kamu kepada-Ku. (Ali Imran: 55)

Qatadah dan lain-lainnya mengatakan bahwa ungkapan ini termasuk versi ungkapan muqaddam dan mu'akhkhar, yakni mendahulukan yang akhir dan mengakhirkan yang dahulu. Bentuk lengkapnya ialah, "Sesungguhnya Aku akan mengangkat kamu kepada-Ku dan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu, sesudah diangkat."

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan mutawaffika ialah mematikan kamu.

Muhammad ibnu Ishak telah meriwayatkan dari orang yang tidak dicurigai, dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Allah mematikannya selama tiga saat (jam) pada permulaan siang hari, yaitu ketika Allah mengangkatnya kepada Dia.

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa orang-orang Nasrani menduga bahwa Allah mematikannya selama tujuh jam, kemudian menghidupkannya kembali.

Ishaq ibnu Bisyr meriwayatkan dari Idris, dari Wahb, bahwa Allah mematikannya selama tiga hari, kemudian menghidupkannya dan mengangkatnya.

Matar Al-Waraq mengatakan, yang dimaksud ialah sesungguhnya Aku akan mewafatkan kamu dari dunia, tetapi bukan wafat dalam arti kata mati. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Jarir, bahwa yuwaffihi artinya mengangkatnya.

Kebanyakan ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wafat dalam ayat ini ialah tidur, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:


وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ

Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari. (Al-An'am: 60)

Juga dalam firman Allah Swt.:


اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِها وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنامِها

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. (Az-Zumar: 42)

Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila terbangun dari tidurnya selalu membaca doa berikut, yaitu:


"الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أحْيَانَا بَعْدَمَا أمَاتَنَا وإلَيْهِ النُّشُورُ"

Segala puji bagi Allah yang telah membangunkan kami sesudah menidurkannya.

Makna yang terkandung di dalam firman-Nya:


وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلى مَرْيَمَ بُهْتاناً عَظِيماً. وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَما قَتَلُوهُ وَما صَلَبُوهُ وَلكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ

Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, " padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (An-Nisa: 156-157)

Sampai dengan firman-Nya:


وَما قَتَلُوهُ يَقِيناً بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكانَ اللَّهُ عَزِيزاً حَكِيماً. وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيداً

Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, tetapi (sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Tidak ada seorang pun dari ahli kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 157-159)

Damir yang terdapat di dalam firman-Nya, "Qabla mautihi," kembali (merujuk) kepada Isa a.s. Dengan kata lain, tidak ada seorang pun dari ahli kitab melainkan akan beriman kepada Isa. Hal ini terjadi di saat Nabi Isa turun ke bumi sebelum hari kiamat, seperti yang akan diterangkan kemudian. Maka saat itu semua ahli kitab pasti beriman kepadanya karena menghapuskan jizyah dan tidak mau menerima kecuali agama Islam (yakni ia memerangi ahli kitab yang tidak mau masuk Islam).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya Aku akan mewafatkan kamu. (Ali Imran: 55), Yaitu wafat dengan pengertian tidur. Maksudnya, Allah mengangkatnya dalam tidurnya. Al-Hasan mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada orang-orang Yahudi:


"إنَّ عِيسَى لم يَمُتْ، وَإنَّه رَاجِع إلَيْكُمْ قَبْلَ يَوْمِ الْقَيامَةِ"

Sesungguhnya Isa itu belum mati, dan sesungguhnya dia akan kembali kepada kalian sebelum hari kiamat.
*******************

Firman Allah Swt.:


وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا

serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 55)

Yakni dengan mengangkatmu ke langit oleh-Ku.


{وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ}

dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. (Ali Imran: 55)

Dan memang demikianlah kejadiannya, karena sesungguhnya ketika Al-Masih diangkat oleh Allah ke langit, semua sahabatnya berpecah-belah menjadi berbagai macam golongan dan sekte sesudah ia tiada. Di antara mereka ada yang tetap beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah kepadanya, yaitu bahwa dia adalah hamba Allah, rasul-Nya, dan anak dari hamba perempuan-Nya. Ada yang berlebih-lebihan dalam menganggapnya, lalu mereka menjadikannya sebagai anak Allah. Golongan yang lainnya mengatakan bahwa dia adalah Allah, dan golongan yang lainnya lagi mengatakan bahwa dia adalah salah satu dari tuhan yang tiga.

Allah Swt. menceritakan pendapat mereka di dalam Al-Qur'an dan sekaligus membantah tiap-tiap pendapat tersebut. Mereka terus-menerus dalam keadaan demikian selama masa kurang lebih tiga ratus tahun.

Kemudian muncullah bagi mereka seorang raja negeri Yunani yang dikenal dengan julukan Konstantin. Ia masuk ke dalam agama Nasrani. Menurut suatu pendapat, dia masuk ke dalam agama Nasrani sebagai siasat untuk merusaknya dari dalam, karena sesungguhnya dia adalah seorang ahli filsafat. Menurut pendapat yang lainnya lagi, dia orang yang tidak mengerti tentang agama Nasrani, tetapi dia mengubah agama Al-Masih buat mereka dan menyelewengkannya; serta melakukan penambahan dan pengurangan pada agama tersebut, lalu ia membuat kaidah-kaidah dan amanat yang besar, yang hal ini adalah merupakan pengkhianatan yang rendah. Di masanya daging babi dihalalkan, dan mereka salat menurutinya dengan menghadap ke arah timur, membuat gambar-gambar dan patung-patung di gereja-gereja dan tempat-tempat ibadah mereka atas perintahnya. Dan. dia menambahkan ke dalam puasa mereka sepuluh hari untuk menebus dosa yang telah dilakukannya, menurut dugaan mereka. Sehingga agama Al-Masih bukan lagi agama yang asli, melainkan agama Konstantin, hanya saja dia sempat membangun buat mereka banyak gereja dan tempat-tempat kebaktian yang jumlahnya lebih dari dua belas ribu rumah ibadat. Lalu ia membangun sebuah kota yang namanya diambil dari nama dirinya. Alirannya ini diikuti oleh keluarga raja dari kalangan mereka. Keadaan mereka yang demikian itu dapat mengalahkan orang-orang Yahudi. Semoga Allah membantu Yahudi dalam melawan mereka, karena Yahudi lebih dekat kepada kebenaran ketimbang mereka, sekalipun semuanya adalah orang-orang kafir. Semoga tetap atas mereka laknat Allah.

Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad Saw., maka orang-orang yang beriman kepadanya beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya dengan iman yang benar. Mereka adalah pengikut semua nabi yang ada di bumi ini, mengingat mereka percaya kepada Rasul, Nabi yang Ummi dari Arab, penutup para rasul dan penghulu Bani Adam secara mutlak. Beliau Saw. menyeru mereka untuk percaya kepada semua perkara yang hak. Oleh karena itu, mereka lebih berhak kepada setiap nabi daripada umat nabi itu sendiri yang menduga bahwa mereka berada dalam agama dan tuntunannya, padahal mereka telah mengubah dan menyelewengkannya. Kemudian seandainya tidak ada perubahan dan tidak diselewengkan, sesungguhnya Allah telah me-nasakh syariat semua rasul dengan diutus-Nya Nabi Muhammad Saw. yang membawa agama yang hak yang tidak akan berubah dan tidak akan diganti lagi sampai hari kiamat nanti. Agamanya tetap tegak, menang, dan unggul di atas agama lainnya. Karena itulah maka Allah membukakan bagi sahabat-sahabatnya belahan timur dan barat dari dunia ini. Mereka menjelajah semua kerajaan, dan semua negeri tunduk kepada mereka. Kerajaan Kisra mereka patahkan, dan kerajaan kaisar mereka hancurkan serta semua perbendaharaannya mereka jarah, lalu dibelanjakan untuk kepentingan jalan Allah. Seperti yang diberitakan kepada mereka oleh Nabi mereka dari Tuhannya, yaitu di dalam firman-Nya:


وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا} الْآيَةَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. (An-Nur: 55), hingga akhir ayat.

Karena itulah, mengingat mereka adalah orang-orang yang sungguh beriman kepada Al-Masih, maka mereka dapat merebut negeri Syam dari tangan orang-orang Nasrani; dan mengusir mereka ke negeri Romawi, lalu orang-orang Nasrani kembali ke kota mereka, yaitu Konstantinopel. Islam dan para pemeluknya masih tetap berada di atas mereka sampai hari kiamat.

Nabi Saw. telah memberitakan kepada umatnya bahwa akhirnya mereka kelak akan mengalahkan Konstantinopel dan memperoleh banyak ganimah darinya serta banyak sekali pasukan Romawi yang terbunuh hingga orang-orang belum pernah melihat korban perang yang banyak seperti itu, baik sebelum ataupun sesudahnya. Kami telah menulis sehubungan dengan hal ini dalam sebuah kitab yang tersendiri.
*******************

Allah Swt. telah berfirman:


وَجاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيما كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ فَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَأُعَذِّبُهُمْ عَذاباً شَدِيداً فِي الدُّنْيا وَالْآخِرَةِ وَما لَهُمْ مِنْ ناصِرِينَ

dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembali kalian, lalu Aku memutuskan di antara kalian tentang hal-hal yang selalu kalian berselisih padanya." Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Kusiksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong. (Ali Imran: 55-56)

Demikian pula dilakukan terhadap orang-orang yang kafir kepada Al-Masih dari kalangan orang-orang Yahudi atau berlebih-lebihan menilainya atau menyanjung-nyanjungnya secara kelewat batas dari kalangan pemeluk Nasrani. Allah pasti mengazab mereka di dunia dengan pembunuhan dan ditawan serta harta benda mereka dirampas, dan kekuasaan mereka dicabut serta di akhirat kelak azab yang diterima mereka lebih keras dan lebih berat.


وَما لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ واقٍ

dan tak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah. (Ar-Ra'd: 34)
*******************

Adapun firman Allah Swt.:


وَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ

Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala mereka. (Ali Imran: 57)
Yakni di dunia dan di akhirat. Di dunia dengan mendapat pertolongan dan kemenangan, sedangkan di akhirat dengan mendapat surga yang tinggi.


{وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ}

Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Ali Imran: 57)
*******************

Kemudian Allah Swt. berfirman:


ذلِكَ نَتْلُوهُ عَلَيْكَ مِنَ الْآياتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ
Demikian (kisah Isa), Kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al-Qur'an yang penuh hikmah. (Ali Imran: 58)

Apa yang telah Kami ceritakan kepadamu, hai Muhammad, mengenai perkara Isa —permulaan kelahirannya dan urusan yang dialaminya— merupakan sebagian dari apa yang difirmankan oleh Allah Swt. dan diwahyukan-Nya kepadamu. Ia diturunkan kepadamu dari lauh mahfuz, maka tiada kebimbangan dan tiada keraguan padanya. Perihalnya sama dengan makna firman-Nya yang terdapat di dalam surat Maryam, yaitu:


ذلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ مَا كانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحانَهُ إِذا قَضى أَمْراً فَإِنَّما يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

Demikianlah kisah Isa putra Maryam, kisah yang sesungguhnya, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah." Maka jadilah ia. (Maryam: 34-35)

Sedangkan di dalam surat ini disebutkan seperti berikut:


Ali Imran, ayat 59-63

{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (59) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْت َرِينَ (60) فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ (61) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (62) فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ (63) }

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari menerima kcbenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa-siapa orang-orang yang berbuat kerusakan.

Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ}

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah. (Ali Imran: 59)

dalam hal kekuasaan Allah, mengingat Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah.


{كَمَثَلِ آدَمَ}

adalah seperti (penciptaan) Adam. (Ali Imran: 59)

mengingat Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah dan tanpa ibu, melainkan:


{خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}

Allah  menciptakannya dari tanah,  kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah dia. (Ali Imran: 59)

Tuhan yang menciptakan Adam tanpa melalui ayah dan ibu, jelas lebih mampu menciptakan Isa. Jika ada jalan untuk mendakwakan Isa sebagai anak Tuhan, mengingat ia diciptakan tanpa melalui seorang ayah, maka terlebih lagi terhadap Adam. Akan tetapi, telah dimaklumi secara sepakat bahwa anggapan seperti itu batil; terlebih lagi jika ditujukan kepada Isa a.s., maka lebih batil dan lebih jelas rusaknya.

Allah Swt. sengaja melakukan demikian dengan maksud untuk menampakkan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya dengan menciptakan Adam tanpa kedua orang tua, dan menciptakan Hawa dari laki-laki tanpa wanita, serta menciptakan Isa dari wanita tanpa laki-laki, sebagaimana dia menciptakan makhluk lainnya dari jenis jantan dan jenis betina (melalui perkawinan keduanya). Karena itulah dalam surat Maryam Allah Swt. berfirman:


وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ

dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia. (Maryam: 21)

Sedangkan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:


{الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ}

Itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Ali Imran: 60)

Yakni inilah pendapat (kisah) yang benar mengenai Isa yang tidak diragukan lagi, sedangkan yang lainnya tidak benar, dan tiada sesudah perkara yang benar melainkan hanya kesesatan belaka.

Selanjutnya Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk melakukan mubahalah terhadap orang yang ingkar kepada kebenaran tentang Isa sesudah adanya keterangan, yaitu:


{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ}

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61)

Maksudnya, kita hadirkan mereka semua untuk mubahalah.


{ثُمَّ نَبْتَهِلْ}

kemudian marilah kita bermubahalah (Ali Imran: 61)

Yakni berbalas laknat.


{فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ}

supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61)

Yaitu antara kami dan kalian, siapakah yang berhak dilaknat.

Disebutkan bahwa asbabun nuzul (latar belakang sejarah) turunnya ayat mubahalah ini dan ayat-ayat yang sebelumnya yang dimulai dari permulaan surat Ali Imran hingga ayat ini berkenaan dengan delegasi dari Najran. Bahwa orang-orang Nasrani itu ketika tiba, mereka mengemukakan hujahnya tentang Isa, dan mereka menduga bahwa Isa adalah anak dan tuhan. Maka Allah menurunkan awal dari surat Ali Imran ini untuk membantah mereka, seperti yang disebut oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan lain-lainnya.

Ibnu Ishaq mengatakan di dalam kitab Sirah-nya yang terkenal dan mengatakan pula yang lainnya bahwa delegasi orang-orang Nasrani Najran datang kepada Rasulullah Saw. terdiri atas enam puluh orang, mereka datang berkendaraan. Di antara mereka ada empat belas orang laki-laki dari kalangan orang-orang yang terhormat di kalangan mereka yang merupakan dewan penasihat mereka dalam segala urusan. Mereka adalah Al-Aqib yang nama julukannya adalah Abdul Masih, As-Sayyid (yakni Al-Aiham), Abu Harisah ibnu Alqamah (saudara Bakr ibnu Wail), Uwais ibnul Haris, Zaid, Qais, Yazid dan kedua anaknya, Khuwalid, Amr, Khalid dan Abdullah, serta Muhsin. Dewan tertinggi di antara mereka ada tiga orang, yaitu Al-Aqib yang menjabat sebagai amir mereka dan pemutus perkara serta ahli musyawarah; tiada suatu pendapat pun yang timbul melainkan dari dia. Orang yang kedua adalah Sayyid. Dia orang yang paling alim di antara mereka, pemilik kendaraan mereka, dan yang mempersatukan mereka. Sedangkan orang yang ketiga ialah Abu Harisah ibnu Alqamah; dia adalah uskup mereka dan pemimpin yang mengajari mereka kitab Injil. Pada asalnya dia adalah orang Arab, yaitu dari kalangan Bani Bakr ibnu Wail. Tetapi ia masuk agama Nasrani, lalu orang-orang Romawi dan raja-rajanya menghormatinya serta memuliakannya. Bahkan mereka membangun banyak gereja, lalu mengangkatnya sebagai pengurus gereja tersebut karena mereka mengetahui keteguhan agamanya di kalangan mereka. Padahal dia telah mengetahui perihal Rasulullah Saw. dan sifat-sifatnya serta keadaannya melalui apa yang ia ketahui dari kitab-kitab terdahulu. Akan tetapi, ia tetap berpegang kepada agama Nasrani karena sayang kepada kedudukan dan penghormatan yang diperolehnya selama itu dari kalangan pemeluk Nasrani.

Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, bahwa mereka tiba di Madinah untuk bersua dengan Rasulullah Saw. Mereka masuk menemuinya di masjidnya ketika ia sedang salat Asar. Mereka datang memakai pakaian ciri khas mereka sebagai pemeluk Nasrani dengan penampilan paling baik dari kalangan kaum lelaki Banil Haris ibnu Ka'b. Orang yang melihat mereka dari kalangan sahabat Nabi Saw. pasti mengatakan, "Kami belum pernah melihat delegasi seperti mereka sesudah mereka." Waktu salat mereka telah tiba, lalu mereka berdiri di dalam masjid Rasulullah Saw. Tetapi Rasulullah Saw. bersabda, "Biarkanlah mereka." Lalu mereka salat dengan menghadap ke arah timur. Berbicaralah dengan Rasulullah Saw. wakil dari mereka yang terdiri atas Abu Harisah ibnu Alqamah, Al-Aqib Abdul Masih, dan As-Sayyid Al-Aiham. Mereka bertiga pemeluk Nasrani yang sealiran dengan agama raja mereka. Orang-orang Nasrani berselisih pendapat di antara sesama mereka. Sebagian mereka mengatakan bahwa Isa adalah tuhan, sebagian yang lain mengatakan anak tuhan, dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan tuhan yang ketiga. Mahatinggi Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Begitu pula orang-orang Nasrani. Mereka mengatakan bahwa dia adalah tuhan dengan alasan karena dia dapat menghidupkan orang yang mati, menyembuhkan orang yang buta, penyakit belang dan berbagai penyakit lainnya, memberitakan masalah-masalah gaib, membuat bentuk burung dari tanah liat, lalu ia meniupnya sehingga menjadi burung sungguhan; padahal semuanya itu dengan seizin Allah, dan Allah menjadikannya demikian sebagai bukti untuk manusia. Orang-orang Nasrani berhujah sehubungan dengan ucapan mereka yang mengatakan bahwa Isa adalah putra tuhan, mereka mengatakan bahwa dia tidak punya ayah yang diketahui dan dapat berbicara dalam buaian dengan pembicaraan yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun sebelumnya. Sedangkan mereka yang berhujah bahwa Isa adalah tuhan yang ketiga mengatakan bahwa perkataan Isa sama dengan perkataan tuhan, yaitu kami lakukan, kami perintahkan, kami ciptakan, dan kami putuskan. Mereka berkata, "Seandainya dia hanya seorang, niscaya dia tidak mengatakan kecuali aku lakukan, aku perintahkan, dan aku putuskan serta aku ciptakan. Maka hal ini menunjukkan tuhan, Isa dan Maryam." Mahatinggi dan Mahasuci Allah Swt. dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim dan orang-orang yang ingkar itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Untuk menjawab masing-masing pendapat tersebut, diturunkanlah Al-Qur'an. Ketika dua pendeta berbicara kepada Rasulullah Saw., maka beliau bersabda kepada keduanya, "Masuk Islamlah kamu." Keduanya menjawab, "Kami telah Islam." Nabi Saw. bersabda, "Kamu belum masuk Islam, maka masuk Islamlah." Keduanya menjawab, "Tidak, kami telah Islam." Nabi Saw. bersabda, "Kamu berdua dusta, kamu bukan orang Islam karena pengakuanmu bahwa Allah beranak, menyembah salib, dan makan daging babi." Keduanya bertanya, "Siapakah bapaknya, hai Muhammad?" Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab keduanya. Maka Allah menurunkan sehubungan dengan peristiwa tersebut penjelasan mengenai perkataan mereka dan perselisihan yang terjadi di antara mereka, yaitu pada permulaan surat Ali Imran sampai dengan delapan puluh ayat lebih darinya.

Selanjutnya Ibnu Ishaq mengemukakan tafsir ayat-ayat tersebut, lalu melanjutkan kisahnya, bahwa setelah diturunkan berita dari Allah kepada Rasulullah Saw. dan cara untuk memutuskan perkara yang terjadi antara dia dan mereka, yaitu Allah menganjurkan kepadanya untuk menantang mereka bermubahalah jika mereka mengajukan pertanyaan seperti itu kepadanya. Maka Nabi Saw. mengajak mereka ber-mubahalah. Akhirnya mereka takut dan berkata, "Hai Abul Qasim (nama julukan Nabi Saw. di kalangan mereka), berilah waktu bagi kami untuk mempertimbangkan perkara kami ini, setelah itu kami akan datang kembali kepadamu memutuskan apa yang telah kami rembukkan bersama orang-orang kami tentang ajakanmu itu." Mereka pergi meninggalkan Nabi Saw., lalu berembuk dengan Al-Aqib yang merupakan orang paling berpengaruh di antara mereka. Mereka berkata kepadanya, "Hai Abdul Masih, bagaimanakah menurut pendapatmu?" Al-Aqib menjawab, "Demi Allah, hai orang-orang Nasrani, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang diutus. Sesungguhnya dia telah datang kepada kalian dengan membawa berita perihal teman kalian (Isa) secara rinci dan benar. Sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa tidak sekali-kali suatu kaum berani ber-mubahalah (berbalas laknat) dengan seorang nabi, lalu orang-orang dewasa mereka masih hidup dan anak-anak mereka masih ada. Sesungguhnya tawaran ini untuk memberantas kalian, jika kalian mau melakukannya. Sesungguhnya jika kalian masih ingin tetap berpegang kepada agama kalian dan pendapat kalian sehubungan dengan teman kalian (Isa), maka pamitlah kepada lelaki ini (Nabi Saw.), lalu kembalilah ke negeri kalian." Lalu mereka datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Wahai Abul Qasim, kami telah sepakat untuk tidak bermubahalah denganmu dan meninggalkan (membiarkan)mu tetap pada agamamu dan kami tetap pada agama kami. Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki dari kalangan sahabatmu yang kamu sukai buat kami, kelak dia akan memutuskan banyak hal di antara kami yang kami berselisih pendapat mengenainya dalam masalah harta benda, karena sesungguhnya kalian di kalangan kami mendapat simpati."

Muhammad ibnu Ja'far mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, "Datanglah kalian kepadaku sore hari, maka aku akan mengirimkan bersama kalian seorang yang kuat lagi dipercaya."
Tersebutlah bahwa Umar ibnul Khattab r.a. sehubungan dengan peristiwa tersebut mengatakan, "Aku belum pernah menginginkan imarah (jabatan) sama sekali seperti pada hari itu. Pada hari itu aku berharap semoga dirikulah yang terpilih untuk menjabatnya. Maka aku berangkat untuk melakukan salat Lohor ketika waktu hajir (panas matahari mulai terik). Setelah Rasulullah Saw. salat Lohor dan bersalam, lalu beliau melihat ke arah kanan dan kirinya, sedangkan aku menonjolkan kepalaku dengan harapan beliau melihatku. Akan tetapi, pandangan mata beliau masih terus mencari-cari, dan akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Maka beliau memanggilnya, lalu bersabda, 'Berangkatlah bersama mereka dan jalankanlah peradilan di antara mereka dengan benar dalam hal yang mereka perselisihkan'."

Umar melanjutkan kisahnya, bahwa pada akhirnya Abu Ubaidah-lah yang terpilih untuk melakukan tugas itu.

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Umar ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid, dari Rafi' ibnu Khadij yang menceritakan bahwa delegasi Najran datang menghadap Rasulullah Saw. hingga akhir hadis yang isinya semisal dengan hadis di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda kepada orang-orang yang terhormat (dari kalangan mereka) yang jumlahnya ada dua belas orang. Sedangkan kisah hadis lainnya lebih panjang daripada hadis di atas dengan tambahan-tambahan lainnya.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ صِلَة بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: جَاءَ العاقبُ والسيدُ صَاحِبًا نَجْرَانَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدَانِ أن يُلَاعِنَاهُ، قَالَ: فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: لَا تَفْعَلْ، فَوَاللَّهِ إِنْ  كَانَ نَبِيًّا فَلَاعَنَّاهُ لَا نفلحُ نحنُ وَلَا عَقبنا مِنْ بَعْدِنَا. قَالَا إِنَّا نُعْطِيكَ مَا سَأَلْتَنَا، وَابْعَثْ مَعَنَا رَجُلًا أَمِينًا، وَلَا تَبْعَثْ مَعَنَا إِلَّا أَمِينًا. فَقَالَ: "لأبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلا أَمِينًا حَقَّ أمِينٍ"، فاستشرفَ لَهَا أصحابُ رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: "قُمْ يَا أبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ" فَلَمَّا قَامَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا أمِينُ هَذِهِ الأمَّةِ".

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah r.a. yang menceritakan hadis berikut, bahwa Al-Aqib dan As-Sayyid —pemimpin orang-orang Najran— datang menghadap Rasulullah Saw. dengan maksud untuk melakukan mubahalah dengan Rasulullah Saw. Salah seorang berkata kepada temannya, "Jangan kamu lakukan. Demi Allah, seandainya dia adalah seorang nabi, lalu kita melakukan mula'anah (berbalas laknat) terhadapnya, niscaya kita ini tidak akan beruntung, tidak pula bagi anak cucu kita sesudah kita." Akhirnya keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kami setuju memberimu apa yang kamu minta dari kami (yakni jizyah). Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki yang amin (dapat dipercaya), dan janganlah engkau kirimkan bersama dengan kami melainkan seorang yang dapat dipercaya." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Aku sungguh-sungguh akan mengirimkan bersama kalian seorang lelaki yang benar-benar dapat dipercaya. Maka sahabat-sahabat Nabi Saw. mengharapkan untuk diangkat menjadi orang yang mengemban tugas ini. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: "Berdirilah engkau, hai Abu Ubaidah ibnul Jarrah." Ketika Abu Ubaidah berdiri, maka Rasulullah Saw. bersabda, "Inilah orang yang dipercaya dari kalangan umat ini."

Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Ibnu Majah melalui jalur Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari Huzaifah dengan lafaz yang semisal.

Imam Ahmad meriwayatkan pula, begitu pula Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah, melalui hadis Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang semisal.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خَالِدٍ، عَنْ أَبِي قِلابة، عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لِكُلِّ أُمَّةٍ أمينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الأمَّة أبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khalid, dari Abu Qilabah, dari Anas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Setiap umat memiliki amin (orang yang dipercaya)nya sendiri, dan amin dari umat ini adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَزِيدَ الرَّقِّي أَبُو يَزِيدَ، حَدَّثَنَا فُرَات، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ ابن مَالِكٍ الجزَري" عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ أَبُو جَهْلٍ: إِنْ رأيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْكَعْبَةِ لَآتِيَنَّهُ حَتَّى أطَأ عَلَى عُنُقِهِ. قَالَ: فَقَالَ: "لَوْ فعلَ لأخَذته الملائكةُ عِيَانًا، وَلَوْ أَنَّ الْيَهُودَ تمنَّوا الْمَوْتَ لَمَاتُوا وَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ النَّارِ، وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُبَاهِلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لرَجَعوا لَا يَجِدُونَ مَالًا وَلَا أَهْلًا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Yazid Ar-Ruqqi Abu Yazid, telah menceritakan kepada kami Qurrah, dari Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Abu Jahal pernah mengatakan, "Seandainya aku melihat Muhammad sedang salat di dekat Ka'bah, aku benar-benar akan mendatanginya, lalu aku akan menginjak lehernya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Seandainya dia (Abu Jahal) melakukannya, niscaya malaikat akan membinasakannya secara terang-terangan, dan seandainya orang-orang Yahudi itu mengharapkan kematian dirinya, niscaya mereka benar-benar akan mati, dan niscaya mereka akan melihat tempat mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang yang berangkat untuk melakukan mubahalah terhadap Rasulullah Saw. (secara sungguhan), niscaya sepulangnya mereka ke tempat kediamannya benar-benar tidak menjumpai lagi harta dan keluarganya.

Imam Bukhari, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abdul Karim dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi sahih.

Imam Baihaqi di dalam kitab Dalaitun Nubuwwah meriwayatkan kisah delegasi Najran ini dengan kisah yang panjang sekali. Kami akan mengetengahkannya, mengingat di dalamnya terkandung banyak faedah; sekalipun di dalamnya terkandung hal yang aneh, tetapi ada kaitannya dengan pembahasan kita sekarang ini.


قَالَ الْبَيْهَقِيُّ:حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو سَعِيدٍ مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى بْنِ الْفَضْلِ، قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ عبدِ يَسُوع، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ يُونُسُ -وَكَانَ نَصْرَانِيًّا فَأَسْلَمَ-: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ نَجْرَانَ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ عَلَيْهِ طس سُلَيْمَانَ: "بِاسْم إلَهِ إِبْرَاهِيمَ وإسْحَاقَ ويَعْقُوبَ، مِنْ مُحَمَّدٍ الَّنِبيِّ رَسُولِ اللهِ إلَى أسْقف نَجْرانَ وأهْلِ نَجْرانَ سِلْم أَنْتُم، فإنِّي أحْمَدُ إلَيْكُمْ إلَهَ إبْرَاهِيمَ وإِسْحَاقَ ويَعْقُوبَ. أَمَّا بَعْدُ، فإنِّي أَدْعُوكُم إلَى عِبَادَةِ اللهِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ، وأدْعُوكُمْ إلَى وِلايَةِ اللهِ مِنْ وِلايَةِ الْعِبَادِ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ فَالْجِزْيَةُ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ  آذَنْتُكُمْ بِحَرْبٍ والسَّلامُ".
فَلَمَّا أَتَى الْأُسْقُفَ الْكِتَابُ فَقَرَأَهُ فَظعَ بِهِ، وذَعَره ذُعرًا شَدِيدًا، وَبَعَثَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ يُقَالُ لَهُ: شُرَحْبيل بْنُ وَداعة -وَكَانَ مِنْ هَمْدان وَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ يُدْعَى إِذَا نَزَلَتْ مُعْضلة قَبْلَه، لَا الْأَيْهَمُ وَلَا السِّيد وَلَا الْعَاقِبُ-فَدَفَعَ الأسْقُفُ كتابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شُرَحْبيل، فَقَرَأَهُ، فَقَالَ الْأَسْقُفُ: يَا أَبَا مريمَ، مَا رَأْيُكَ ؟ فَقَالَ شُرَحْبِيلُ: قَدْ عَلِمْتَ مَا وَعَدَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ فِي ذُرِّيَّةِ إِسْمَاعِيلَ مِنَ النُّبُوَّةِ، فَمَا يُؤْمنُ أَنْ يَكُونَ هَذَا هُوَ ذَاكَ الرَّجُلُ، لَيْسَ لِي فِي النُّبُوَّةِ رَأْيٌ، وَلَوْ كَانَ أَمْرٌ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا لَأَشَرْتُ عَلَيْكَ فِيهِ بِرَأْيِي، وجَهِدتُ لَكَ، فَقَالَ لَهُ الْأَسْقُفُ: تَنَحَّ فَاجْلِسْ. فَتَنَحَّى شُرَحْبِيلُ فَجَلَسَ نَاحِيَةً، فَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، يُقَالُ لَهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شُرَحْبِيلَ، وَهُوَ مِنْ ذِي أَصْبَحَ مِنْ حمْير، فَأَقْرَأَهُ الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ، فَقَالَ لَهُ مِثْلَ قَوْلِ شُرَحْبِيلَ، فَقَالَ لَهُ الْأَسْقُفَ: فَاجْلِسْ، فتَنَحى فَجَلَسَ نَاحِيَةً. وَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، يُقَالُ لَهُ: جَبَّارُ بْنُ فَيْضٍ، مِنْ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ كَعْبٍ، أَحَدُ بَنِي الْحَمَاسِ، فَأَقْرَأَهُ الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ؟ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ قَوْلِ شُرَحبيل وَعَبْدِ اللَّهِ، فَأَمْرَهُ الْأَسْقُفَ فَتَنَحَّى فَجَلَسَ نَاحِيَةً.
فَلَمَّا اجْتَمَعَ الرَّأْيُ مِنْهُمْ عَلَى تِلْكَ الْمَقَالَةِ جَمِيعًا، أَمَرَ الْأَسْقُفُ بِالنَّاقُوسِ فضُرب بِهِ، ورُفعت النِّيرَانُ وَالْمُسُوحُ فِي الصَّوَامِعِ، وَكَذَلِكَ كَانُوا يَفْعَلُونَ إِذَا فَزعوا بِالنَّهَارِ، وَإِذَا كَانَ فزعُهم لَيْلًا ضَرَبُوا بِالنَّاقُوسِ، وَرَفُعِتِ النِّيرَانُ فِي الصَّوَامِعِ، فَاجْتَمَعُوا حِينَ ضُرِبَ بِالنَّاقُوسِ وَرُفِعَتِ الْمُسُوحُ أَهْلَ الْوَادِي أَعْلَاهُ وَأَسْفَلَهُ -وطولُ الْوَادِي مَسِيرة يَوْمٍ لِلرَّاكِبِ السَّرِيعِ، وَفِيهِ ثَلَاثٌ وَسَبْعُونَ قَرْيَةً، وَعِشْرُونَ وَمِائَةُ أَلْفِ مُقَاتِلٍ. فَقَرَأَ عَلَيْهِمْ كتابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَأَلَهُمْ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ، فَاجْتَمَعَ رأيُ أَهْلِ الرَّأْيِ مِنْهُمْ عَلَى أَنْ يَبْعَثُوا شُرَحْبِيلَ بْنَ ودَاعة الْهَمْدَانِيَّ، وَعَبْدَ اللَّهِ ابن شُرَحبيل الْأَصْبَحِيَّ، وَجَبَّارَ بْنَ فَيْضٍ الْحَارِثِيَّ، فَيَأْتُونَهُمْ بِخَبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَانْطَلَقَ الْوَفْدُ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِالْمَدِينَةِ وَضَعُوا ثِيَابَ السَّفَرِ عَنْهُمْ، وَلَبِسُوا حُلَلا لَهُمْ يَجُرُّونَهَا مِنْ حِبَرَةٍ، وَخَوَاتِيمَ الذَّهَبِ، ثُمَّ انْطَلَقُوا حَتَّى أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَلَّمُوا عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِمْ وَتَصَدَّوْا لِكَلَامِهِ نَهَارًا طَوِيلًا فَلَمْ يُكَلِّمْهُمْ وَعَلَيْهِمْ تِلْكَ الْحُلَلُ وخواتيم الذهب. فانطلقوا يتبعون عثمان ابن عَفَّانَ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، وَكَانَا مَعْرفة لَهُمْ، فَوَجَدُوهُمَا فِي نَاسٍ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي مَجْلِسٍ، فَقَالُوا: يَا عُثْمَانُ وَيَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ، إِنْ نَبِيَّكُمْ كَتَبَ إِلَيْنَا بِكِتَابٍ، فَأَقْبَلْنَا مُجِيبِينَ لَهُ، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ سَلَامَنَا، وَتَصَدَّيْنَا لِكَلَامِهِ نَهَارًا طَوِيلًا فَأَعْيَانَا أَنْ يُكَلِّمَنَا، فَمَا الرَّأْيُ مِنْكُمَا، أَتَرَوْنَ أَنْ نَرْجِعَ؟ فَقَالَا لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ -وَهُوَ فِي الْقَوْمِ-: مَا تَرَى يَا أَبَا الْحَسَنِ فِي هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ؟ فَقَالَ عَليّ لِعُثْمَانَ وَلِعَبْدِ الرَّحْمَنِ: أَرَى أَنْ يَضَعُوا حُللهم هَذِهِ وَخَوَاتِيمَهُمْ، وَيَلْبَسُوا ثِيَابَ سَفَرِهِمْ ثُمَّ يَعُودَا إِلَيْهِ. فَفَعَلُوا فَسَلَّمُوا، فَرَدَّ سَلَامَهُمْ، ثُمَّ قَالَ: "والَّذِي بَعَثَنِي بِالحَقِّ لَقَدْ أَتَوْنِي الْمرَّةَ الأولَى، وإنَّ إبْلِيسَ لَمَعَهُم" ثُمَّ سَاءَلَهُمْ وَسَاءَلُوهُ، فَلَمْ تَزَلْ بِهِ وَبِهِمُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى قَالُوا: مَا تَقُولُ فِي عِيسَى، فَإِنَّا نَرْجِعُ إِلَى قَوْمِنَا وَنَحْنُ نَصَارَى، يَسُرُّنَا إِنْ كُنْتَ نَبِيًّا أَنْ نَسْمَعَ مَا تَقُولُ فِيهِ ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عِنْدِي فِيهِ شِيء يَوْمِي هَذَا، فَأَقِيمُوا حَتَّى أُخْبِرَكُمْ بِمَا يَقُولُ لِي رَبِّي فِي عيسَى". فَأَصْبَحَ الْغَدُ وَقَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ [خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ. فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى] الْكَاذِبِينَ} فَأَبَوْا أَنْ يُقِرُّوا بِذَلِكَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَدَ بَعْدَ مَا أَخْبَرَهُمُ الْخَبَرَ، أَقْبَلَ مُشْتَمِلًا عَلَى الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ فِي خَمِيل لَهُ وَفَاطِمَةُ تَمْشِي عِنْدَ ظَهْرِهِ لِلْمُلَاعَنَةِ، وَلَهُ يَوْمَئِذٍ عِدَّةُ نِسْوَةٍ، فَقَالَ شُرَحْبِيلُ لِصَاحِبَيْهِ: قَدْ عَلِمْتُمَا أَنَّ الْوَادِيَ إِذَا اجْتَمَعَ أَعْلَاهُ وَأَسْفَلُهُ لَمْ يَرِدُوا وَلَمْ يَصْدُرُوا إِلَّا عَنْ رَأْيِي وَإِنِّي وَاللَّهِ أَرَى أَمْرًا ثَقِيلًا وَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ هَذَا الرَّجُلُ مَلِكًا مَبْعُوثًا، فَكُنَّا أَوَّلَ الْعَرَبِ طَعَنَ فِي عَيْنَيْهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، لَا يَذْهَبُ لَنَا مِنْ صَدْرِهِ وَلَا مِنْ صُدُورِ أَصْحَابِهِ حَتَّى يُصِيبُونَا بِجَائِحَةٍ، وَإِنَّا لَأَدْنَى الْعَرَبِ مِنْهُمْ جِوَارًا، وَلَئِنْ كَانَ هَذَا الرَّجُلُ نَبِيًّا مُرْسَلًا فلاعَنَّاه لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مِنَّا شَعْر وَلَا ظُفُر إِلَّا هَلَكَ. فَقَالَ لَهُ صَاحِبَاهُ: يَا أَبَا مَرْيَمَ، فَمَا الرَّأْيُ؟ فَقَالَ: أَرَى أَنْ أُحَكِّمَهُ، فَإِنِّي أَرَى رَجُلًا لَا يَحْكُمُ شَطَطًا أَبَدًا. فَقَالَا لَهُ: أَنْتَ وَذَاكَ. قَالَ: فَلَقِيَ شرحبيلُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ: إِنِّي قَدْ رَأَيْتُ خَيْرًا مِنْ مُلَاعَنَتِكَ. فَقَالَ: "وَمَا هُوَ؟ " فَقَالَ: حُكْمُكَ الْيَوْمَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَيْلَتُكَ إِلَى الصَّبَاحِ، فَمَهْمَا حَكَّمْتَ فِينَا فَهُوَ جَائِزٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَعَلَّ وَرَاءكَ أحَدًا يَثْرِبُ عَلْيكَ؟ " فَقَالَ شُرَحْبِيلُ: سَلْ صَاحِبَيَّ. فَسَأَلَهُمَا فَقَالَا مَا يَرِدُ الْوَادِي وَلَا يَصْدرُ إِلَّا عَنْ رَأْيِ شُرَحْبِيلَ: فَرَجع رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُلَاعِنْهُمْ، حَتَّى إِذَا كَانَ الْغَدُ أَتَوْهُ فَكَتَبَ لَهُمْ هَذَا الْكِتَابَ: "بِسْم اللَّهِ الرحمنِ الرَّحِيم، هَذَا مَا كَتَبَ مُحَمَّدٌ النَّبِي رَسُولُ اللهِ لِنَجْرَانَ -إنْ كَانَ عَلَيْهِمْ حُكْمَهُ-فِي كُلِّ ثَمَرَةٍ وَكُلِّ صَفْرَاءَ وَبَيْضَاءَ وَسَودَاءَ وَرَقِيقٍ فَاضِلٍ عَلَيْهِمْ، وتَرْك ذَلِكَ كُلُّهُ لَهُمْ، عَلَى أَلْفَي حُلَّةٍ، فِي كُلِّ رَجَبٍ أَلْفُ حُلَّةٍ، وفِي كُلِّ صَفَرٍ ألْفُ حُلَّةٍ" وَذَكَرَ تَمَامَ الشُّرُوطِ وَبَقِيَّةَ السِّيَاقِ  .

Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz Abu Sa'id dan Muhammad ibnu Musa ibnul Fadl; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Salamah ibnu Abdu Yusu', dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Yunus —yang tadinya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam— menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. mengirim surat kepada penduduk Najran sebelum diturunkan kepada beliau surat Ta Sin Sulaiman, yang bunyinya seperti berikut: Dengan menyebut nama Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya'qub, dari Muhammad, nabi utusan Allah, ditujukan kepada Uskup Najran dan penduduk Najran. Masuk Islamlah. Sesungguhnya aku menganjurkan kepada kalian untuk memuji Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya'qub. Amma Ba'du: Sesungguhnya aku mengajak kalian untuk menyembah Allah dan meninggalkan menyembah sesama makhluk; aku mengajak kalian untuk membantu (agama) Allah dan tidak membantu (agama buatan) makhluk. Jika kalian menolak, maka kalian harus membayar jizyah; dan jika kalian menolak (membayar jizyah), maka aku mempermaklumatkan perang terhadap kalian. Wassalam. Ketika surat itu sampai ke tangan uskup yang dimaksud, lalu ia membacanya, maka ia sangat terkejut dan hatinya sangat takut. Lalu ia mengundang seorang lelaki dari kalangan penduduk Najran yang dikenal dengan nama Syurahbil ibnu Wida'ah dari Hamdan. Sebelum peristiwa ini tidak pernah ada seseorang dipanggil untuk memecahkan perkara yang sulit, baik Aiham, Sayyid, ataupun Al-Aqib. Ketika Syurahbil datang, uskup menyerahkan surat Rasulullah Saw. itu kepadanya. Ia membacanya, dan uskup berkata, "Hai Abu Maryam (nama julukan Syurahbil), bagaimanakah pendapatmu?" Syurahbil menjawab, "Sesungguhnya engkau mengetahui apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim, yaitu kenabian yang akan dianugerahkan-Nya kepada keturunan Ismail. Maka sudah dapat dipastikan bahwa anugerah itu diberikan kepada lelaki ini (Nabi Saw.), sedangkan aku sehubungan dengan perkara kenabian itu tidak mempunyai pendapat apa-apa. Tetapi seandainya perkara yang dimaksud menyangkut urusan duniawi, niscaya aku benar-benar dapat mengemukakan pendapatku dan aku berupaya semampuku untuk menyelesaikannya buatmu." Uskup berkata kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah," lalu Syurahbil duduk di salah satu tempat. Kemudian uskup menyuruh seseorang untuk memanggil seorang lelaki penduduk Najran yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Syurahbil, keturunan Zu Asbah, dari Himyar. Lalu uskup membacakan surat itu kepadanya dan menanyakan kepadanya bagaimana cara memutuskan permasalahan itu. Maka Abdullah menjawabnya dengan jawaban yang sama dengan yang telah dikatakan oleh Syurahbil. Uskup berkata kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah," lalu Abdullah minggir dan duduk di suatu tempat. Kemudian uskup mengirimkan seseorang untuk mengundang seorang lelaki dari penduduk Najran yang dikenal dengan nama Jabbar ibnu Faid dari kalangan Banil Haris ibnu Ka'b, salah seorang Banil Hammas. Lalu uskup membacakan kepadanya surat itu. Setelah selesai dibaca, ia menanyakan pendapatnya sehubungan dengan permasalahan itu. Tetapi ternyata lelaki ini pun mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Syurahbil dan Abdullah. Maka uskup memerintahkan kepadanya untuk minggir, lalu ia duduk di suatu tempat. Setelah semua pendapat dari kalangan mereka sepakat menunjukkan pendapat yang telah disebutkan di atas, maka uskup memerintahkan agar lonceng dibunyikan, api dinyalakan, dan semua pelita di dalam gereja dinyalakan. Demikianlah yang mereka lakukan di siang hari bilamana mereka tertimpa prahara. Apabila prahara menimpa mereka di malam hari, maka semua lonceng gereja dibunyikan dan api di dalam semua gereja dinyalakan. Ketika semua lonceng dibunyikan dan semua pelita dinyalakan, maka berkumpullah semua penduduk lembah bagian atas dan bagian bawahnya, sedangkan panjang lembah itu adalah perjalanan satu hari ditempuh oleh orang yang berkendaraan cepat. Di dalamnya terdapat tujuh puluh tiga kampung, dan semua pasukannya terdiri atas seratus dua puluh ribu personel. Lalu uskup membacakan kepada mereka surat Rasulullah Saw. dan menanyakan tentang pendapat mereka mengenainya. Para dewan penasihat dari kalangan mereka akhirnya sepakat untuk mengirimkan Syurahbil ibnu Wida'ah Al-Hamdani, Abdullah ibnu Syurahbil Al-Asbahi, dan Jabbar ibnu Faid Ai-Harisi untuk menghadap Rasulullah Saw. dan mendatangkan kepada mereka berita yang dihasilkan oleh misi mereka bertiga nanti. Maka delegasi itu berangkat. Ketika sampai di Madinah, mereka meletakkan pakaian perjalanannya, lalu menggantinya dengan pakaian yang panjang hingga menjurai ke tanah terbuat dari kain sutera dan juga memakai cincin dari emas, kemudian berangkat menemui Rasulullah Saw. Ketika sampai pada Rasulullah Saw., mereka mengacungkan salam penghormatan kepadanya, tetapi beliau tidak menjawab salam mereka. Lalu mereka berupaya untuk dapat berbicara dengannya sepanjang siang hari, tetapi beliau tidak mau berbicara dengan mereka yang memakai pakaian sutera dan cincin emas itu. Kemudian mereka pergi mencari Usman ibnu Affan dan Abdur Rahman ibnu Auf yang telah mereka kenal sebelumnya, dan mereka menjumpai keduanya berada di antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar di suatu majelis. Mereka berkata, "Hai Usman dan Abdur Rahman, sesungguhnya Nabi kalian telah menulis sepucuk surat kepada kami, lalu kami datang memenuhinya. Tetapi ketika kami datang dan mengucapkan salam penghormatan kepadanya, ia tidak menjawab salam kami; dan kami berupaya untuk berbicara dengannya sepanjang siang hari hingga kami merasa letih, ternyata beliau pun tidak mau berbicara dengan kami. Bagaimanakah pendapat kalian berdua, apakah kami harus pulang kembali tanpa hasil?" Keduanya berkata kepada Ali ibnu Abu Talib yang juga berada di antara kaum, "Bagaimanakah menurut pendapatmu, wahai Abul Hasan, tentang mereka ini?" Ali berkata kepada Usman dan Abdur Rahman, "Aku berpendapat, hendaknya mereka terlebih dahulu melepaskan pakaian sutera dan cincin emasnya, lalu mereka memakai pakaian perjalanannya, setelah itu mereka boleh kembali menemui Nabi Saw." Mereka melakukan saran tersebut, lalu mereka mengucapkan salam penghormatan kepada Nabi Saw. Maka kali ini Nabi Saw. baru menjawab salam mereka. Setelah itu beliau Saw. bersabda: Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, sesungguhnya mereka datang kepadaku pada permulaannya, sedangkan iblis berada bersama mereka. Kemudian Nabi Saw. menanyai mereka, dan mereka menanyai Nabi Saw. secara timbal balik, hingga mereka bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang Isa? Agar bila kami kembali kepada kaum kami yang Nasrani, kami gembira membawa berita dari pendapatmu tentang dia, jika engkau memang seorang nabi." Nabi Saw. bersabda: Hari ini aku tidak mempunyai pendapat apa pun tentang dia. Maka tinggallah kalian, nanti aku akan ceritakan kepada kalian apa yang diberitakan oleh Tuhanku tentang Isa. Maka pada keesokan harinya telah diturunkan firman-Nya: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. (Ali Imran: 59) sampai dengan firman-Nya: ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61); Tetapi mereka menolak mengakui hal tersebut. Kemudian pada pagi harinya lagi setelah kemarinnya Rasulullah Saw. menyampaikan berita tersebut, beliau datang seraya menggendong Hasan dan Husain dengan kain selimutnya, sedangkan Fatimah berjalan di belakangnya untuk melakukan mula'anah. Saat itu Nabi Saw. mempunyai beberapa orang istri. Maka Syurahbil berkata kepada kedua temannya, "Kalian telah mengetahui bahwa seluruh penduduk lembah kita bagian atas dan bagian bawahnya tidak mau kembali dan tidak mau berangkat kecuali karena pendapatku. Sesungguhnya sekarang aku benar-benar menghadapi suatu urusan yang amat berat. Demi Allah, seandainya lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) benar-benar seorang utusan, maka kita adalah orang Arab yang mula-mula berani menentangnya di hadapannya dan menolak perintahnya. Maka tidak sekali-kali kita berangkat dari hadapannya dan dari hadapan sahabat-sahabatnya, melainkan kita pasti akan tertimpa malapetaka. Sesungguhnya kita adalah orang Arab dari kalangan pemeluk Nasrani yang paling dekat bertetangga dengannya. Sesungguhnya jika lelaki ini adalah seorang nabi yang dijadikan rasul, lalu kita ber-mula'anah dengannya, niscaya tidak akan tertinggal sehelai rambut dan sepotong kuku pun dari kita yang ada di muka bumi ini melainkan pasti binasa." Kedua teman Syurahbil bertanya, "Lalu bagaimana selanjutnya menurut pendapatmu, hai Abu Maryarn?" Syurahbil menjawab, "Aku berpendapat, sebaiknya dia aku angkat sebagai hakim dalam masalah ini, karena sesungguhnya aku melihat lelaki ini tidak akan berbuat zalim dalam keputusannya untuk selama-lamanya." Keduanya berkata, "Terserah kepadamu." Syurahbil menghadap Rasulullah Saw., lalu berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku berpendapat bahwa ada hal yang lebih baik daripada ber-mula'anah denganmu." Nabi Saw. bertanya, "Apakah itu?" Syurahbil menjawab, "Kami serahkan keputusannya kepadamu sebagai hakim sejak hari ini sampai malam nanti dan malam harimu sampai keesokan paginya. Maka keputusan apa saja yang engkau tetapkan kepada kami, hal itu akan kami terima." Rasulullah Saw. bertanya, "Barangkali di belakangmu ada seseorang yang nanti    akan mencelamu?" Syurahbil berkata, "Tanyakanlah kepada kedua temanku ini." Lalu keduanya menjawab, "Seluruh penduduk lembah kami tidak kembali dan tidak berangkat, melainkan atas dasar pendapat Syurahbil." Maka Rasulullah Saw. kembali tidak ber-mula'anah dengan mereka. Kemudian pada keesokan harinya mereka datang kepadanya, lalu Nabi Saw. menulis sepucuk surat buat mereka yang isinya sebagai berikut Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ini adalah keputusan dari Muhammad sebagai nabi dan utusan Allah untuk penduduk Najran —jika mereka ingin berada di bawah kekuasaannya—pada semua hasil buah-buahan, dan semua yang kuning, yang putih, yang hitam, dan budak yang berlebihan di kalangan mereka. Semuanya adalah milik mereka, tetapi diwajibkan bagi mereka membayar dua ribu setel pakaian (setiap tahunnya); pada tiap bulan Rajab seribu setel pakaian, dan yang seribunya lagi dibayar pada tiap bulan Safar. Dan persyaratan lainnya serta kelanjutannya.

Kedatangan delegasi mereka terjadi pada tahun sembilan Hijriah, karena Az-Zuhri pernah mengatakan bahwa penduduk Najran adalah orang yang mula-mula membayar jizyah kepada Rasulullah Saw. Sedangkan ayat mengenai jizyah baru diturunkan hanya sesudah kemenangan atas Mekah, yaitu yang disebutkan di dalam firman-Nya:


قاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian. (At-Taubah: 29), hingga akhir ayat.


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ المكي، حدثنا بشر بن مِهْرَانَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَاقِبُ وَالطَّيِّبُ، فَدَعَاهُمَا إِلَى الْمُلَاعَنَةِ فَوَاعَدَاهُ عَلَى أَنْ يُلَاعِنَاهُ الْغَدَاةَ. قَالَ: فَغَدَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَأَبَيَا أَنْ يَجِيئَا وأقَرَّا بِالْخَرَاجِ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "وَالَّذِي بَعَثَني بالْحَقِّ لَوْ قَالا لَا لأمْطَرَ عَلَيْهِمُ الْوَادِي نَارًا" قَالَ جَابِرٌ: فِيهِمْ نَزَلَتْ {نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ} قَالَ جَابِرٌ: {وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ} رسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ {وَأَبْنَاءَنَا} الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ {وَنِسَاءَنَا} فَاطِمَةَ.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mihran, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang menceritakan bahwa telah datang kepada Nabi Saw. Al-Aqib dan At-Tayyib. Maka Nabi Saw. mengundang keduanya untuk melakukan mula'anah, lalu Nabi Saw. berjanji kepada keduanya untuk melakukannya pada keesokan harinya. Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa pada keesokan harinya Nabi Saw. datang membawa Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain; lalu beliau mengundang keduanya. Tetapi keduanya menolak dan tidak mau ber-mula'anah dengannya, melainkan hanya bersedia membayar kharraj (jizyah). Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Nabi Saw. bersabda: Demi Tuhan yang mengutusku dengan benar, seandainya keduanya mengatakan, "Tidak" (yakni tidak mau membayar jizyah), niscaya api akan menghujani lembah tempat tinggal mereka. Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa sehubungan dengan mereka diturunkan firman-Nya: Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61); Menurut sahabat Jabir r.a., yang dimaksud dengan diri kami ialah Rasulullah Saw. sendiri dan Ali ibnu Abu Talib. Yang dimaksud dengan anak-anak kami ialah Al-Hasan dan Al-Husain. Yang dimaksud dengan wanita-wanita kami ialah Siti Fatimah.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim dan di dalam kitab Mustadrak-nya dari Ali ibnu Isa, dari Ahmad ibnu Muhammad Al-Azhari, dari Ali ibnu Hujr, dari Ali ibnu Mishar, dari Daud ibnu Abu Hindun dengan lafaz yang semakna. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya seperti ini.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya'bi secara mursal, sanad ini lebih sahih. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas serta Al-Barra hal yang semisal.
*******************

Kemudian Allah Swt. berfirman:


إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. (Ali Imran: 62)

Yakni apa yang telah Kami kisahkan kepadamu, Muhammad, tentang Isa adalah kisah yang benar, yang tidak diragukan lagi kebenarannya dan sesuai dengan kejadiannya.


{وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّه وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. فَإِنْ تَوَلَّوْا}

Dan tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kemudian jika mereka berpaling. (Ali Imran: 62-63)

Yaitu berpaling menerima kebenaran kisah ini dan tetap berpegang kepada selainnya.


{فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ}

maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang berbuat kerusakan. (Ali Imran: 63)

Maksudnya, barang siapa yang berpaling dari kebenaran menuju kepada kebatilan, maka dialah orang yang merusak, dan Allah Maha Mengetahui tentang dia; sesungguhnya kelak Allah akan membalas perbuatannya itu dengan balasan yang seburuk-buruknya. Dia Mahakuasa, tiada sesuatu pun yang luput dari-Nya, Mahasuci Allah dengan segala pujian-Nya dan kami berlindung kepada-Nya dari kejatuhan murka dan pembalasan-Nya.


Ali Imran, ayat 64

{قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (64) }

Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain dari Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah)'."

Khitab (perintah) ini bersifat umum mencakup semua Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang sealiran dengan mereka.


{قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ}

Katakanlah, "Hat Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat." (Ali Imran: 64)

Definisi kalimat ialah sebuah jumlah (kalimat) yang memberikan suatu faedah (pengertian). Demikian pula yang dimaksud dengan kalimat dalam ayat ini. Kemudian kalimat tersebut diperjelas pengertiannya oleh firman selanjutnya, yaitu:


{سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ}

yang tidak ada perselisihan di antara kami dan kalian. (Ali Imran: 64),

Yakni kalimat yang adil, pertengahan, dan tidak ada perselisihan di antara kami dan kalian mengenainya. Kemudian diperjelas lagi oleh firman selanjutnya:


{أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا}

bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun. (Ali Imran: 64).

Yaitu baik dengan berhala, salib, wasan, tagut, api atau sesuatu yang selain-Nya, melainkan kita Esakan Allah dengan menyembah-Nya semata, tanpa sekutu bagi-Nya. Hal ini merupakan seruan yang dilakukan oleh semua rasul. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


وَما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami mewahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku." (Al-Anbiya: 25)


وَلَقَدْ بَعَثْنا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu.” (An-Nahl: 36)
*******************

Adapun firman Allah Swt.:


وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنا بَعْضاً أَرْباباً مِنْ دُونِ اللَّهِ

dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain dari Allah. (Ali Imran: 64)

Ibnu Juraij mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebagian kita menaati sebagian yang lain dalam bermaksiat kepada Allah Swt. Sedangkan menurut Ikrimah, makna yang dimaksud ialah sebagian kita bersujud kepada sebagian yang lain.
*******************

{فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ}

Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan did (kepada Allah)." (Ali Imran: 64)

Yakni jika mereka berpaling dari keadilan ini dan seruan ini, hendaklah mereka mempersaksikan kalian bahwa kalian tetap berada dalam agama Islam yang telah disyariatkan oleh Allah untuk kalian.

Kami menyebutkan di dalam syarah Bukhari pada riwayatnya yang ia ketengahkan melalui jalur Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Ibnu Abbas, dari Abu Sufyan tentang kisahnya ketika masuk menemui kaisar, lalu kaisar menanyakan kepadanya tentang nasab Rasulullah Saw., sifat-sifatnya, dan sepak terjangnya, serta apa yang diserukan olehnya. Lalu Abu Sufyan menceritakan hal tersebut secara keseluruhan dengan jelas dan apa adanya. Padahal ketika itu Abu Sufyan masih musyrik dan belum masuk Islam, hal ini terjadi sesudah adanya Perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum penaklukan kota Mekah, seperti yang dijelaskan oleh hadis yang dimaksud. Juga ketika ditanyakan kepadanya, apakah Nabi Saw. pernah berbuat khianat? Maka Abu Sufyan menjawab, "Tidak. Dan kami berpisah dengannya selama suatu masa, dalam masa itu kami tidak mengetahui apa yang dilakukannya." Kemudian Abu Sufyan mengatakan, "Aku tidak dapat menambahkan suatu berita pun selain dari itu."

Tujuan utama dari pengetengahan kisah ini ialah bahwa surat Rasulullah Saw. disampaikan kepada kaisar yang isinya adalah seperti berikut:


"بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيم، مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللهِ إلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ، سَلامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى. أَمَّا بَعْدُ، فَأَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَسْلِمْ يُؤْتِكَ اللهُ أَجْرَك مَرَّتَيْنِ فَإِن تَوَلَّيْتَ فإنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الأريسيِّين، وَ {يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ}

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, dari Muhammad Rasulullah, ditujukan kepada Heraklius, pembesar kerajaan Romawi, semoga keselamatan terlimpah kepada orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du: Maka masuk Islamlah, niscaya engkau akan selamat; dan masuk Islamlah, niscaya Allah akan memberimu pahala dua kali. Tetapi jika engkau berpaling, maka sesungguhnya engkau menanggung dosa kaum arisin (para petani). Dan di dalamnya disebutkan pula firman-Nya: Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain dari Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah)." (Ali Imran: 64)

Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang saja telah menyebutkan bahwa permulaan surat Ali Imran sampai dengan ayat delapan puluh lebih sedikit diturunkan berkenaan dengan delegasi Najran.

Az-Zuhri mengatakan bahwa mereka adalah orang yang mula-mula membayar jizyah.

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ayat jizyah ini, bahwa ia diturunkan sesudah penaklukan kota Mekah. Maka timbul pertanyaan, bagaimanakah dapat digabungkan antara peristiwa penulisan ayat ini —yang terjadi sebelum peristiwa kemenangan atas kota Mekah dalam surat yang ditujukan kepada Heraklius, sebagai bagian dari surat tersebut— dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq dan Az-Zuhri?

Sebagai jawabannya dapat dikemukakan alasan-alasan berikut, yaitu:






  • Pertama. Dapat dihipotesiskan bahwa adakalanya ayat ini diturunkan dua kali; sekali sebelum Perjanjian Hudaibiyyah, dan yang lainnya sesudah peristiwa kemenangan atas kota Mekah.
  • Kedua. Adakalanya permulaan surat Ali Imran diturunkan berkenaan dengan delegasi Najran sampai dengan ayat ini, yang berarti ayat ini diturunkan sebelum peristiwa itu. Dengan demikian, berarti pendapat Ibnu Ishaq yang mengatakan sampai ayat delapan puluh lebih beberapa ayat kurang dihafal, mengingat pengertian yang ditunjukkan oleh hadis Abu Sufyan di atas tadi.
  • Ketiga. Adakalanya kedatangan delegasi Najran terjadi sebelum Perjanjian Hudaibiyyah, dan orang-orang yang memberikan bayaran kepada Nabi Saw. sebagai ganti dari mubahalah bukan dianggap sebagai jizyah, melainkan sebagari gencatan senjata dan perdamaian. Sesudah itu turunlah ayat mengenai jizyah yang sesuai dengan peristiwa tersebut. Perihalnya sama dengan peristiwa difardukannya seper-lima dan empat perlima yang bersesuaian dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Jahsy terhadap sariyyah (pasukan) yang bersangkutan sebelum Perang Badar. Kemudian diturunkanlah hukum fardu pembagian ganimah yang sesuai dengan kebijakan tersebut.
  • Keempat. Adakalanya ketika Rasulullah Saw. Memerintahkan untuk menulis surat tersebut kepada Herakklius, ayat Itu masih belum diturunkan. Sesudah itu baru Al-Qur'an mengenai masalah ini diturunkan bersesuaian dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Saw. Sebagaimana diturunkan ayat mengenai hijab dan tawanan perang yang isinya bersesuaian dengan kebijakan yang diputuskan oleh Umar ibnul Khattab, begitu pula ayat yang melarang menyalatkan jenazah orang-orang munafik. Juga dalam firman-Nya:
    وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقامِ إِبْراهِيمَ مُصَلًّى
    Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)
    Peristiwa yang menyangkut firman-Nya:
    عَسى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْواجاً خَيْراً مِنْكُنَ
    Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian. (At-Tahrim: 5), hingga akhir ayat.


  • Ali Imran, ayat 65-68

    {يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنزلَتِ التَّوْرَاةُ وَالإنْجِيلُ إِلا مِنْ بَعْدِهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ (65) هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (66) مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (67) إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ (68) }

    Hai Ahli Kitab, mengapa kalian bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kalian tidak berpikir? Beginilah kalian, kalian ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang kalian ketahui, maka mengapa kalian bantah-membantah tentang hal yang tidak kalian ketahui? Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik." Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang yang beriman.

    Allah Swt. mengingkari perbuatan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang saling berbantah-bantahan tentang hal Ibrahim, kekasih Allah Swt. Masing-masing pihak mengakui bahwa Ibrahim adalah salah seorang dari mereka. Seperti apa yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq  ibnu  Yasar;  ia  mengatakan,  telah  menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad maula Zaid ibnu Sabit, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair atau Berimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa orang-orang Nasrani Najran dan para pendeta Yahudi berkumpul di hadapan Rasulullah Saw., lalu mereka saling berbantahan di antara mereka di hadapan Nabi Saw.

    Para pendeta Yahudi berkata bahwa Ibrahim itu tiada lain adalah seorang Yahudi. Sedangkan orang-orang Nasrani berkata bahwa Ibrahim tiada lain adalah seorang Nasrani. Maka Allah menurunkan firman-Nya:


    يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ

    Hai Ahli Kitab, mengapa kalian berbantah-bantahan tentang hal Ibrahim. (Ali Imran: 65), hingga akhir ayat.

    Yakni mengapa kalian mengakui, hai orang-orang Yahudi, bahwa dia (Nabi Ibrahim) adalah seorang Yahudi; padahal masa Nabi Ibrahim jauh sebelum Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa. Bagaimana pula kalian, hai orang-orang Nasrani, mengakui bahwa dia adalah seorang Nasrani; padahal Nasrani baru ada jauh sesudah Nabi Ibrahim dalam jarak zaman yang jauh sekali. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan:


    {أَفَلا تَعْقِلُونَ}

    Apakah kalian tidak berpikir? (Ali Imran: 65)
    *******************

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ

    Beginilah kalian, kalian ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang kalian ketahui, maka mengapa kalian bantah-membantah tentang hal yang tidak kalian ketahui? (Ali Imran: 66), hingga akhir ayat.

    Hal ini merupakan sikap ingkar terhadap orang-orang yang melakukan bantah-berbantah tentang hal-hal yang tidak mereka ketahui. Karena sesungguhnya orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani berbantah-bantahan tentang hal Ibrahim tanpa ilmu. Seandainya mereka berbantah-bantahan tentang kitab yang ada di tangan mereka yang sebagiannya terdapat hal-hal yang berkaitan dengan agama mereka yang disyariatkan buat mereka hingga masa Nabi Muhammad Saw. diangkat menjadi seorang utusan, maka hal tersebut lebih utama bagi mereka. Sesungguhnya mereka hanyalah membicarakan hal-hal yang tidak mereka ketahui. Maka Allah Swt. mengingkari perbuatan mereka itu, dan memerintahkan kepada mereka agar mengembalikan hal-hal yang tidak mereka ketahui kepada Tuhan Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata yang mengetahui semua perkara sesuai dengan hakikat dan kejelasannya. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam akhir ayat ini:


    {وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}

    Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (Ali Imran: 66)
    *******************

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    {مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا}

    Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang hanif lagi muslim. (Ali Imran: 67)

    Yakni menyimpang dari kemusyrikan dan cenderung kepada iman.


    {وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
    dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik. (Ali Imran: 67).

    Makna ayat ini sama dengan ayat terdahulu di dalam surat Al-Baqarah yang mengatakan:


    وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا

    Dan mereka berkata, "Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 135)
    *******************
    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    {إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ}

    Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 68)

    Allah Swt. berfirman bahwa orang yang paling berhak mengakui Nabi Ibrahim ialah orang-orang yang mengikuti agamanya dan Nabi ini —yakni Nabi Muhammad Saw.— serta orang-orang yang beriman dari kalangan sahabat-sahabatnya, yaitu kaum Muhajirin dan kaum Ansar serta orang-orang yang mengikuti mereka sesudah mereka tiada.


    قَالَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ: أَخْبَرَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْرُوقٍ، عَنْ أَبِي الضُّحَى، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "إنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ وُلاةً مِنَ النَّبِيِّينَ، وإنَّ وَليِّي مِنْهُمْ أَبِي وخَلِيلُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ". ثُمَّ قَرَأَ: {إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ [وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ]}

    Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sa'id ibnu Masruq.'dari Abud Duha, dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiap-tiap nabi mempunyai seorang pelindung dari kalangan para nabi sendiri, dan sesungguhnya pelindungku dari kalangan mereka (para nabi) adalah ayahku, yaitu kekasih Tuhanku (Nabi Ibrahim a.s.). Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya. (Ali Imran: 68), hingga akhir ayat.

    Imam Turmuzi dan Imam Al-Bazzar meriwayatkan hal yang sama melalui hadis Abu Ahmad Az-Zubairi, dari Sufyan As-Sauri, dari ayahnya.

    Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh selain Abu Ahmad, dari Sufyan, dari ayahnya, dari Abud Duha, dari Abdullah, tanpa menyebut nama Masruq.

    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi melalui jalur Waki', dari Sufyan; kemudian ia mengatakan bahwa sanad ini lebih sahih.

    Akan tetapi, hadis ini diriwayatkan oleh Waki' di dalam kitab tafsirnya. Untuk itu ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: .. kemudian menyebutkan hadits tersebut.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ

    dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 68)

    Yakni Pelindung semua orang yang beriman kepada rasul-rasul-Nya.


    Ali Imran, ayat 69-74

    {وَدَّتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ وَمَا يُضِلُّونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (69) يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ (70) يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (71) وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (72) وَلا تُؤْمِنُوا إِلا لِمَنْ تَبِعَ دِينَكُمْ قُلْ إِنَّ الْهُدَى هُدَى اللَّهِ أَنْ يُؤْتَى أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُوتِيتُمْ أَوْ يُحَاجُّوكُمْ عِنْدَ رَبِّكُمْ قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (73) يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (74) }

    Segolongan Ahli Kitab ingin menyesatkan kalian, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya. Hai Ahli Kitab, mengapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya). Hai Ahli Kitab, mengapa kalian mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kalian mengetahui? Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran). Dan janganlah kalian percaya, melainkan kepada orang yang mengikuti agama kalian'.' —Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah"— dan (janganlah kalian percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepada kalian, dan (jangan pula kalian percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujah kalian di sisi Tuhan kalian." Katakanlah, "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar.

    Allah Swt. memberitakan perihal kedengkian orang-orang Yahudi kepada kaum mukmin dan mereka selalu menginginkan agar kaum mukmin menjadi sesat. Allah memberitakan pula bahwa perbuatan mereka itu justru menjadi senjata makan tuan, sedangkan mereka tidak merasakan bahwa tipu daya diri mereka justru akibat buruknya menimpa diri mereka sendiri.
    Selanjutnya Allah Swt. berfirman:


    {يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ}

    Hai Ahli Kitab, mengapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kalian menyaksikan. (Ali Imran: 70).

    Yakni kalian mengetahui kebenarannya dan menyaksikan bahwa itu adalah perkara yang hak.


    {يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ}

    Hai Ahli Kitab, mengapa kalian mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kalian mengetahui? (Ali Imran: 71).

    Yaitu kalian telah menyembunyikan sifat-sifat Nabi Muhammad yang terdapat di dalam kitab-kitab kalian, padahal kalian mengetahui dan menyaksikan kebenarannya.


    {وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ }

    Segolongan dari Ahli Kitab berkata, "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada permulaan siang hari dan ingkarilah ia pada akhirnya." (Ali Imran: 72), hingga akhir ayat.

    Hal ini merupakan tipu daya yang mereka lancarkan untuk mengelabui kalangan du'afa (orang-orang yang lemah) dari kalangan kaum muslim terhadap perkara agama mereka. Mereka melakukan musyawarah di antara sesamanya dan memutuskan agar menyusup ke dalam tubuh kaum muslim dengan menampakkan seakan-akan mereka beriman pada permulaan siang harinya dan salat Subuh bersama-sama kaum muslim. Tetapi apabila hari telah petang, mereka harus kembali kepada agama mereka sendiri. Tujuannya ialah agar orang-orang yang lemah akalnya dari kalangan kaum muslim mengatakan bahwa sesungguhnya mereka kembali lagi ke agamanya tiada lain karena mereka telah melihat adanya suatu kekurangan atau suatu keaiban pada agama kaum muslim. Karena itu, disebutkan di dalam akhir ayat ini:


    {لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} .

    supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran). (Ali Imran: 72)

    Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman Allah Swt. yang menceritakan perihal orang-orang Yahudi dalam ayat ini, bahwa orang-orang Yahudi ada yang ikut salat Subuh bersama Nabi Saw., lalu mereka kembali kafir pada akhir siang harinya. Hal tersebut sebagai pengelabuan agar orang-orang melihat telah tampak adanya kesesatan bagi mereka dalam agama Nabi Saw. setelah mereka mengikutinya.

    Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa segolongan orang dari Ahli Kitab mengatakan, "Apabila kalian bersua dengan sahabat-sahabat Muhammad pada permulaan siang hari, tampakkanlah diri kalian seolah-olah kalian beriman. Apabila sore hari, lakukanlah kebaktian kalian sebagaimana biasanya, supaya mereka mengatakan, 'Mereka itu Ahli Kitab, mereka lebih alim daripada kita'." Hal yang sama diriwayatkan oleh Qatadah, As-Saddi,Ar-Rabi', dan Abu Malik.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَلا تُؤْمِنُوا إِلَّا لِمَنْ تَبِعَ دِينَكُمْ

    Dan janganlah kalian percaya, melainkan kepada orang yang mengikuti agama kalian. (Ali Imran: 73)

    Artinya, janganlah kalian percaya atau menampakkan rahasia kalian dan apa yang kalian simpan kecuali kepada orang yang benar-benar mengikuti agama kalian. Janganlah kalian memperlihatkan keterangan yang ada di dalam kitab kalian (mengenai Nabi Saw.) kepada kaum muslim yang pada akhirnya mereka akan beriman kepadanya, lalu menjadikannya sebagai hujah yang memakan kalian sendiri.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    قُلْ إِنَّ الْهُدى هُدَى اللَّهِ

    Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) adalah petunjuk Allah." (Ali Imran: 73)

    Yakni hanya Allah-lah yang memberi petunjuk ke dalam kalbu kaum mukmin kepada iman yang sempurna melalui apa yang diturunkan kepada hamba dan Rasul-Nya —yaitu Nabi Muhammad Saw.— berupa ayat-ayat yang jelas dan dalil-dalil yang pasti serta hujah-hujah yang gamblang; sekalipun kalian —hai orang-orang Yahudi— menyembunyikan apa yang ada di tangan kalian tentang sifat Nabi Muhammad yang ummi di dalam kitab-kitab kalian yang telah kalian nukil dari para nabi terdahulu.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    أَنْ يُؤْتى أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُوتِيتُمْ أَوْ يُحاجُّوكُمْ عِنْدَ رَبِّكُمْ

    dan (janganlah kalian percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepada kalian, dan (jangan pula kalian percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujah kalian di sisi Tuhan kalian. (Ali Imran: 73)

    Mereka (Ahli Kitab) mengatakan (kepada sesamanya), "Janganlah kalian memperlihatkan ilmu (pengetahuan) yang ada pada kalian kepada kaum muslim, yang akhirnya mereka akan mempelajarinya dari kalian hingga mereka sejajar pengetahuannya dengan kalian, lalu mereka unggul dengannya atas diri kalian, mengingat kekuatan iman mereka kepadanya. Atau akan mengalahkan hujah kalian di sisi Tuhan kalian. Dengan kata lain, hal itu akan mereka jadikan hujah terhadap diri kalian dengan memakai pengetahuan yang ada di tangan kalian, hingga akhirnya menjadi senjata makan tuan; dan kalian kalah dalam berhujah, baik di dunia maupun di akhirat."


    *******************

    Allah Swt. berfirman:


    قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشاءُ

    Katakanlah, "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya." (Ali Imran: 73)

    Yakni semua urusan berada di bawah kekuasaan Allah dan pengaturan-Nya, Dialah yang memberi dan yang mencegah. Dia memberikan anugerah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, yaitu berupa iman, ilmu, dan kemampuan mengatur. Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya sehingga orang yang bersangkutan menjadi buta pandangan dan penglihatan hatinya, dan Allah mengunci mati kalbu dan pendengarannya serta menjadikan penghalang pada penglihatannya. Dialah yang memiliki hujah yang sempurna dan hikmah yang sangat bijaksana.


    وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

    "Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Ali Imran: 73-74)

    Artinya, Allah mengkhususkan karunia-Nya kepada kalian —hai orang-orang mukmin— dengan karunia yang tak terbatas dan tak ter-perikan, yaitu dengan dimuliakan-Nya nabi kalian —Muhammad Saw.— di atas semua para nabi, dan memberi petunjuk kalian dengan melaluinya kepada syariat yang paling sempurna.


    Ali Imran, ayat 75-76

    {وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الأمِّيِّينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75) بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (76) }
    Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi." Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

    Allah Swt. memberitakan perihal orang-orang Yahudi, bahwa di antara mereka ada orang-orang yang khianat; dan Allah Swt. memperingatkan kaum mukmin agar bersikap waspada terhadap mereka, jangan sampai mereka teperdaya, karena sesungguhnya di antara mereka terdapat orang-orang yang disebutkan oleh firman-Nya:


    {مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ}

    ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya senilai satu qintar. (Ali Imran: 75)

    Yakni sejumlah harta yang banyak.


    {يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ}

    dia mengembalikannya kepadamu. (Ali Imran: 75).

    Yaitu barang yang nilainya kurang dari satu qintar jelas lebih ditunaikannya kepadamu.


    {وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا}

    dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya, (Ali Imran: 75)

    Maksudnya, terus-menerus menagih dan mendesaknya agar melunasi hakmu. Apabila demikian sikapnya terhadap satu dinar, maka terlebih lagi jika menyangkut yang lebih banyak, maka ia tidak akan mengembalikannya kepadamu.

    Dalam pembahasan yang lalu pada permulaan surat ini telah diterangkan makna qintar. Adapun mengenai satu dinar, hal ini sudah dimaklumi kadarnya.

    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr As-Sukuti, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Ziad ibnul Haisam, telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Dinar yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya dinar disebut demikian karena merupakan gabungan dari dua kata, yaitu din (agama) dan nar (yakni api).

    Menurut pendapat yang lain, makna dinar ialah 'barang siapa yang mengambilnya dengan jalan yang benar, maka ia adalah agamanya; dan barang siapa yang mengambilnya bukan dengan jalan yang dibenarkan baginya, maka baginya neraka'.

    Sehubungan dengan masalah ini selayaknya disebutkan hadis-hadis yang di-ta'liq oleh Imam Bukhari dalam berbagai tempat dari kitab sahihnya. Yang paling baik konteksnya ialah yang ada di dalam Kitabul Kafalah.

    Imam Bukhari mengatakan:


    قَالَ اللَّيْثُ: حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُز الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ ذَكَرَ رَجُلا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ سَأَلَ [بَعْضَ] بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يُسْلِفَهُ أَلْفَ دِينَارٍ، فَقَالَ: ائْتِنِي بِالشُّهَدَاءِ أُشْهِدُهُمْ. فَقَالَ: كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. قَالَ: ائْتِنِي بِالْكَفِيلِ. قَالَ: كَفَى بِاللَّهِ كَفِيلا. قَال: صَدَقْتَ. فَدَفَعَهَا إِلَيْهِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى، فَخَرَجَ فِي الْبَحْرِ فَقَضَى حَاجَتَهُ، ثُمَّ الْتَمَسَ مَرْكَبًا يَرْكَبُهَا يَقْدَمُ عَلَيْهِ لِلأجَلِ الَّذِي أَجَّلَهُ، فَلَمْ يَجِدْ مَرْكِبًا، فَأَخَذَ خَشَبَةً فَنَقَرَهَا فَأَدْخَلَ فِيهَا أَلْفَ دِينَارٍ، وَصَحِيفَةً مِنْهُ إِلَى صَاحِبِهِ، ثُمَّ زَجَّجَ مَوْضِعَهَا، ثُمَّ أَتَى بِهَا إِلَى الْبَحْرِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي استَسْلَفْت ُ فُلانًا أَلْفَ دِينَارٍ فَسَأَلَنِي كَفِيلا فَقُلْتُ: كَفَى بِاللَّهِ كَفِيلا فَرَضِيَ بِكَ . وَسَأَلَنِي شَهِيدًا، فَقُلْتُ: كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا فَرَضِيَ بِكَ، وَإِنِّي جَهَدْتُ أَنْ أَجِدَ مَرْكَبًا أَبْعَثُ إِلَيْهِ الَّذِي لَهُ فَلَمْ أَقْدِرْ، وَإِنِّي اسْتَوْدَعْتُكَهَا. فَرَمَى بِهَا فِي الْبَحْرِ حَتَّى وَلَجَتْ فِيهِ، ثُمَّ انْصَرَفَ  وَهُوَ فِي ذَلِكَ يَلْتَمِسُ مَرْكَبًا يَخْرُجُ إِلَى بَلَدِهِ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ أَسْلَفَهُ يَنْظُرُ لَعَلَّ مَرْكَبًا يَجِيئُهَُ بِمَالِهِ، فَإِذَا بِالْخَشَبَةِ الَّتِي فِيهَا الْمَالُ، فَأَخَذَهَا لأهْلِهِ حَطَبًا، فَلَمَّا كَسَرَهَا وَجَدَ الْمَالَ وَالصَّحِيفَةَ، ثُمَّ قَدِمَ الَّذِي كَانَ تَسَلَّف مِنْهُ، فَأَتَاه بِأَلْفِ دِينَارٍ، وَقَالَ: وَاللَّهِ مَا زِلْتُ جَاهِدًا فِي طَلَبِ مَرْكَبٍ لآتِيَكَ بِمَالِكَ، فَمَا وَجَدْتُ مَرْكَبًا قَبْلَ الَّذِي أَتَيْتُ فِيهِ. قَالَ: هَلْ كُنْتَ بَعَثْتَ إِلَيَّ بِشَيْءٍ؟ قَالَ: أَلَمْ أُخْبِرْكَ أَنِّي لَمْ أَجِدْ مَرْكَبًا قَبْلَ هَذَا؟ قَالَ: فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَدَّى عَنْكَ الَّذِي بَعَثْتَ فِي الْخَشَبَةِ، فَانْصَرِفْ بِأَلْفِ دِينَارٍ رَاشِدًا.

    bahwa Al-Lais mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah Saw. yang pernah menceritakan: bahwa di zaman dahulu ada seorang lelaki dari kalangan umat Bani Israil berutang sejumlah seribu dinar kepada seorang lelaki lain yang juga dari Bani Israil. Lelaki yang diminta berkata, "Datangkanlah orang-orang yang aku akan jadikan mereka sebagai saksi." Lelaki yang mengajukan utang berkata, "Cukuplah Allah sebagai saksinya." Lelaki yang diminta berkata, "Datangkanlah kepadaku seorang penjamin." Lelaki yang meminta menjawab, "Cukuplah Allah sebagai penjaminnya." Lelaki yang diminta berkata, "Engkau benar," lalu ia memberikan utang itu kepadanya sampai waktu yang telah ditentukan. Lelaki yang berutang itu berangkat melakukan suatu perjalanan menempuh jalan laut. Setelah menyelesaikan urusan dan keperluannya, maka ia mencari perahu yang akan ditumpanginya menuju tempat lelaki pemiutang karena saat pembayarannya telah tiba, tetapi ia tidak menemukan sebuah perahu pun. Lalu ia mengambil sebatang kayu dan kayu itu dilubanginya, kemudian memasukkan ke dalamnya uang seribu dinar berikut sepucuk surat yang ditujukan kepada pemiliknya, lalu lubang itu ia tutup kembali dengan rapat. Ia datang ke tepi laut, lalu berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah berutang kepada si Fulan sebanyak seribu dinar. Lalu ia meminta saksi kepadaku, maka kujawab bahwa cukuplah Allah sebagai saksinya. Ia meminta kepadaku seorang penjamin, lalu kujawab bahwa cukuplah Allah sebagai penjaminnya. Ternyata dia rida dengan-Mu. Sesungguhnya aku telah berupaya keras untuk menemukan sebuah perahu untuk mengirimkan pembayaran ini kepadanya, tetapi aku tidak mampu menemukannya. Sesungguhnya sekarang aku titipkan pembayaran ini kepada-Mu." Kemudian ia melemparkan kayu itu ke laut hingga kayu itu terapung-apung di atasnya. Setelah itu ia pergi seraya mencari perahu untuk menuju tempat pemiutang. Lalu lelaki yang memiliki piutang itu keluar melihat-lihat, barangkali ada perahu yang datang membawa hartanya. Ternyata ia menemukan sebatang kayu, yaitu kayu tersebut yang di dalamnya terdapat hartanya. Lalu ia mengambil kayu itu dengan maksud untuk dijadikan sebagai kayu bakar bagi keluarganya. Tetapi ketika ia membelah kayu itu, tiba-tiba ia menjumpai sejumlah uang dan sepucuk surat. Ketika lelaki yang berutang kepadanya tiba seraya membawa seribu dinar lagi dan berkata, "Demi Allah, aku terus berusaha keras mencari kendaraan yang dapat mengantarkan diriku kepadamu guna membayar utangku kepadamu, ternyata aku tidak menemukannya sebelum perahu yang membawaku sekarang ini." Lelaki yang memiliki piutang bertanya, "Apakah engkau telah mengirimkan sesuatu kepadaku?" Ia menjawab, "Bukankah aku telah ceritakan kepadamu bahwa aku tidak menemui suatu perahu pun sebelum perahu yang membawaku sekarang." Lelaki yang memiliki piutang berkata, "Sesungguhnya Allah telah menunaikan (melunaskan) utangmu melalui apa yang engkau kirimkan di dalam kayu itu." Maka si lelaki yang berutang itu pergi membawa seribu dinarnya dengan hati lega.

    Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di salah satu tempat dari kitabnya dengan sigat jazm, sedangkan di lain tempat dari kitab sahihnya ia sandarkan hadis ini dari Abdullah ibnu Saleh, juru tulis Al-Lais, dari Lais sendiri.

    Imam Ahmad meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya seperti ini dengan kisah yang panjang lebar dari Yunus ibnu Muhammad Al-Muaddib, dari Lais dengan lafaz yang sama.

    Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya dari Al-Hasan ibnu Mudrik, dari Yahya ibnu Hammad, dari Abu Uwwanah, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal. Kemudian ia mengatakan bahwa tidak diriwayatkan dari Nabi Saw. kecuali dari segi dan sanad ini. Demikianlah menurutnya, tetapi ia keliru, karena adanya keterangan di atas tadi.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    ذلِكَ بِأَنَّهُمْ قالُوا لَيْسَ عَلَيْنا فِي الْأُمِّيِّينَ سَبِيلٌ

    Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi." (Ali Imran: 75)

    Yakni sesungguhnya yang mendorong mereka mengingkari perkara yang hak tiada lain karena mereka berkeyakinan bahwa tiada dosa dalam agama kami memakan harta orang-orang ummi —yaitu orang-orang Arab— karena sesungguhnya Allah telah menghalalkannya bagi kami.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

    Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Ali Imran: 75)

    Yaitu mereka telah membuat-buat perkataan ini dan bersandar kepada kesesatan ini, karena sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka memakan harta benda kecuali dengan cara yang dihalalkan. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang suka berbuat kedustaan.

    Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Abu Sa'sa'ah ibnu Yazid, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas, "Sesungguhnya kami dalam perang memperoleh sejumlah barang milik ahli zimmah, yaitu berupa ayam dan kambing." Ibnu Abbas balik bertanya, "Lalu apakah yang akan kamu lakukan?" Ia menjawab, "Kami memandang tidak ada dosa bagi kami untuk memilikinya." Ibnu Abbas berkata, "Ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Ahli Kitab, 'Bahwasanya tidak ada dosa bagi kami terhadap harta orang-orang ummi.' Sesungguhnya mereka apabila telah membayar jizyah, maka tidak dihalalkan bagi kalian harta benda mereka kecuali dengan suka rela mereka'."

    Hal yang sama diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Abu Ishaq.


    قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: لَمَّا قَالَ أَهْلُ الْكِتَابِ: {لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الأمِّيِّينَ سَبِيلٌ} قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] كَذَبَ أَعْدَاءُ اللهِ، مَا مِنْ شِيٍء كَانَ فِي الجَاهِلِيَّةِ إِلا وَهُوَ تَحْتَ قَدَمَيَّ هَاتَيْنِ إِلا الأمَانَةَ، فَإِنَّهَا مُؤَدَّاةٌ إِلَى الْبَرِّ وَالفَاجِرِ"

    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa ketika Ahli Kitab mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi" maka Nabi Allah Saw. bersabda: Dustalah musuh-musuh Allah itu. Tiada sesuatu pun yang terjadi di masa Jahiliah, melainkan ia berada di kedua telapak kakiku ini, kecuali amanat. Maka sesungguhnya amanat harus disampaikan, baik kepada orang yang bertakwa maupun kepada orang yang durhaka.
    *******************

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    بَلى مَنْ أَوْفى بِعَهْدِهِ وَاتَّقى

    (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya, dan bertakwa. (Ali Imran: 76)

    Yakni tetapi orang yang menunaikan janjinya dan bertakwa dari kalangan kalian, hai Ahli Kitab, yaitu janji yang kalian ikrarkan kepada Allah yang isinya menyatakan kalian akan beriman kepada Muhammad Saw. apabila telah diutus. Sebagaimana janji dan ikrar telah diambil dari para nabi dan umatnya masing-masing untuk mengikrarkan hal tersebut. Kemudian ia menghindari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, lalu ia taat kepada-Nya dan kepada syariat-Nya yang dibawa oleh penutup para rasul yang juga sebagai penghulu mereka.


    فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

    maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran: 76)


    Ali Imran, ayat 77

    {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لَا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (77) }

    Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.

    Allah Swt. berfirman bahwa sesungguhnya orang-orang yang menukar apa yang telah mereka janjikan kepada Allah yaitu akan mengikuti Nabi Muhammad Saw. dan menceritakan sifat-sifatnya kepada orang-orang banyak serta menjelaskan perkaranya, dan menukar sumpah-sumpah mereka (yang pada hakikatnya adalah sumpah dusta lagi berdosa) dengan harga yang sedikit tak ada artinya. Yang dimaksud dengan harta yang sedikit ialah harta benda dalam kehidupan dunia yang fana ini lagi pasti akan lenyap.


    أُولَئِكَ لَا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ

    mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat. (Ali Imran: 77).

    Maksudnya, tiada suatu pahala pun yang mereka peroleh kelak di akhirat; dan akhirat adalah bukan milik mereka, mereka tidak mendapat bagian sama sekali.


    وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

    dan Allah tidak akan berkata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat. (Ali Imran: 77),

    Yakni tidak mau melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka. Dengan kata lain, Allah tidak akan berbicara dengan mereka secara lemah-lembut dan tidak akan memandang mereka dengan pandangan yang mengandung rahmat.


    وَلا يُزَكِّيهِمْ

    dan tidak (pula) akan menyucikan mereka. (Ali Imran: 77)

    Yaitu dari dosa-dosa dan kotoran-kotoran mereka, bahkan Allah memerintahkan agar mereka dicampakkan ke dalam neraka.


    وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

    Bagi mereka azab yang pedih. (Ali Imran: 77)

    Sehubungan dengan hal ini, banyak hadis yang berkaitan dengan ayat ini akan kami kemukakan sebagian darinya yang mudah didapat.

    Hadis pertama, diriwayatkan oleh Imam Ahmad


    حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ: عَلِيُّ بْنُ مُدْرِك أخْبرَني قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا زُرْعَة، عَنْ خَرَشة  بْنِ الحُر، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ثَلاثَة لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ هُمْ؟ خَابُوا وَخَسِرُوا. قَالَ: وَأَعَادَهُ رَسُولُ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ: "المُسْبِل، والمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكاذِبِ، والمنانُ".

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa Ali ibnu Mudrik pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar hadis berikut dari Abu Zur'ah, dari Kharsyah ibnul Hur, dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Ada tiga macam orang yang Allah tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan melihat kepada mereka, dan tidak pula akan menyucikan mereka, serta bagi mereka azab yang pedih." Aku (Abu Zar) bertanya, "Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah? Alangkah kecewa dan meruginya mereka.” Rasulullah Saw. mengulangi sabdanya itu sebanyak tiga kali, lalu bersabda,  "Yaitu orang yang memanjangkan kainnya (hingga ke tanah), orang yang melakukan dagangannya dengan sumpah dusta, dan orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya."

    Imam Muslim dan ahlus sunan meriwayatkannya pula melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang sama.


    Jalur lain menurut riwayat Imam Ahmad; 

    حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنِ الحُرَيري، عَنْ أَبِي الْعَلَاءِ بْنِ الشِّخِّير، عَنْ أَبِي الأحْمَس قَالَ: لقيتُ أَبَا ذَرٍّ، فقلتُ لَهُ: بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ تُحدِّث حَدِيثًا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ: أَمَا إِنَّهُ لَا تَخَالُني أكذبُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ مَا سَمِعْتُهُ مِنْهُ، فَمَا الَّذِي بَلَغَكَ عَنِّي؟ قلتُ: بَلَغَنِي أَنَّكَ تَقُولُ: ثَلَاثَةٌ يُحِبُّهُمُ اللَّهُ، وَثَلَاثَةٌ يَشْنَؤهم اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ. قَالَ: قُلْتُهُ وَسَمِعْتُهُ. قُلْتُ: فَمَنْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُحِبُّهُمُ اللَّهُ؟ قَالَ: الرَّجُلُ يَلْقَى الْعَدُوَّ فِي فِئَةٍ فَيَنْصِبُ لَهُمْ نَحْرَه حَتَّى يُقْتَلَ أَوْ يُفْتَحَ لِأَصْحَابِهِ. والقومُ يُسَافِرُونَ فَيَطُولُ سِرَاهُمْ حَتَّى يَحنُّوا أَنْ يُمْسُوا الْأَرْضَ فَيَنْزِلُونَ، فَيَتَنَحَّى أَحَدُهُمْ فَيُصَلِّي حَتَّى يُوقِظَهُمْ لِرَحِيلِهِمْ. والرجلُ يَكُونُ لَهُ الْجَارُ يُؤْذِيهِ فَيَصْبِرُ عَلَى أذاهُ حَتَّى يُفَرِّقَ بَيْنَهُمَا مَوْتٌ أَوْ ظَعْن. قُلْتُ: وَمَنْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَشْنَأُ اللَّهُ؟ قَالَ: التَّاجِرُ الْحَلَّافُ -أَوِ الْبَائِعُ الْحَلَّافُ -وَالْفَقِيرُ الْمُخْتَالُ، وَالْبَخِيلُ الْمَنَّانُ

    disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Al-Jariri, dari Abul Ala ibnusy Syikhkhir, dari Abul Ahmas yang mengatakan bahwa ia pernah ber-sua dengan Abu Zar, lalu ia bertanya kepadanya, "Telah sampai kepadaku suatu berita bahwa engkau pernah menceritakan sebuah hadis dari Rasulullah Saw." Abu Zar menjawab, "Ingatlah, sesungguhnya aku tidak akan berdusta terhadap Rasulullah Saw. sesudah aku mendengar darinya. Maka hadis apakah yang telah sampai kepadamu dariku?" Aku (Abul Ahmas) menjawab, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau pernah mengatakan, ada tiga macam orang yang dicintai oleh Allah dan ada tiga macam orang yang dibenci oleh-Nya." Abu Zar menjawab, "Aku memang mengatakannya setelah mendengarnya (dari Rasulullah Saw.)." Aku bertanya, "Siapakah mereka yang disukai oleh Allah itu?" Abu Zar menjawab, "Pertama, seorang lelaki yang maju menghadapi musuhnya untuk memberi jalan bagi teman-teman sepasukannya dengan menjadikan dirinya sebagai poros penghalang pasukan musuh, hingga ia gugur atau dapat membuka kemenangan bagi teman-teman sepasukannya. Kedua, suatu kaum yang melakukan perjalanannya dalam waktu yang lama hingga ingin sekali mereka menyentuh tanah, akhirnya mereka turun istirahat, kemudian seseorang dari mereka menjauh dari teman-temannya dan melakukan salat seraya menunggu waktu keberangkatan selanjutnya, lalu membangunkan mereka. Ketiga, seorang lelaki yang mempunyai tetangga yang selalu menyakiti (mengganggu)nya, tetapi ia bersikap sabar terhadap gangguannya hingga keduanya dipisahkan oleh mati atau pindah tempat." Aku bertanya, "Siapakah mereka yang dibenci oleh Allah?" Abu Zar menjawab, "Pedagang yang suka bersumpah —penjual yang suka bersumpah—, orang miskin yang sombong, dan orang kikir yang suka menyebut-nyebut pemberiannya."

    Dari segi ini hadis ini dinilai garib (aneh).

    Hadis  kedua, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


    حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَدِيّ بْنُ عَدِيٍّ، أَخْبَرَنِي رَجَاءُ بْنُ حَيْوة والعُرْس بْنُ عَمِيرة عَنْ أَبِيهِ عَدِي -هَو ابْنُ عَمِيرَةَ الْكِنْدِيُّ-قَالَ: خَاصَمَ رَجُلٌ مِنْ كِنْدةَ يُقَالُ لَهُ: امْرُؤُ الْقَيْسِ بْنُ عَابِسٍ رَجلا مِنْ حَضْرمَوْت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فِي أَرْضٍ، فَقَضَى عَلَى الْحَضْرَمِيِّ بِالْبَيِّنَةِ، فَلَمْ يَكُنْ لَهُ بَيِّنَةٌ، فَقَضَى عَلَى امْرِئِ الْقَيْسِ بِالْيَمِينِ. فَقَالَ الْحَضْرَمِيُّ: إِنْ أَمْكَنْتُهُ مِنَ الْيَمِينِ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذهبتْ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ أَرْضِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ كَاذِبَةٍ لِيقتطِعَ بِهَا مَال أحَد لَقِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ" قَالَ رَجَاءٌ: وَتَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا} فَقَالَ امْرُؤُ الْقَيْسِ: مَاذَا لِمَنْ تَرَكَهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ الْجَنَّةُ" قَالَ: فاشهَدْ أَنِّي قَدْ تَرَكْتُهَا لَهُ كُلَّهَا.

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Jarir ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Addi ibnu Addi, telah menceritakan kepadaku Raja ibnu Haiwah dan Al-Urs ibnu Umairah, dari ayahnya (yaitu Addi alias Ibnu Umairah Al-Kindi) yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki dari Kindah yang dikenal dengan nama Umru-ul Qais ibnu Amir bersengketa dengan seorang lelaki dari Hadramaut di hadapan Rasulullah Saw. mengenai sebidang tanah. Akhirnya Rasulullah Saw. memutuskan terhadap orang Hadramaut itu untuk mengemukakan bukti, padahal ia tidak mempunyai bukti, dan beliau Saw. memutuskan terhadap Umru-ul Qais untuk bersumpah. Maka orang Hadramaut itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau telah memberinya kesempatan kepadanya dengan melalui sumpah. Demi Tuhan Ka'bah, lenyaplah tanahku." Maka Nabi Saw. bersabda: Barang siapa yang bersumpah dengan sumpah dusta untuk mengambil harta orang lain dengan melalui sumpahnya itu, niscaya dia akan bersua dengan Allah Swt. sedangkan Allah dalam keadaan murka terhadapnya. Raja mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit. (Ali Imran: 77) Maka Umru-ul Qais bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang akan diperoleh bagi orang yang membiarkannya (merelakan tanah itu)!" Rasulullah Saw. menjawab, "Surga." Lalu Umru-ul Qais berkata, "Maka saksikanlah bahwa aku membiarkan tanah itu untuk dia semua."

    Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai melalui hadis Addi ibnu Addi dengan lafaz yang sama.

    Hadis ketiga, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. 


    حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ شَقيق، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ هُوَ فِيهَا فَاجِر، لِيقْتَطِعَ بِهَا مَال امْرِئٍ مُسْلِمٍ، لَقِيَ الله عَزَّ وجَلَّ وَهُوَ عَليْهِ غَضْبَانُ".
    فَقَالَ الْأَشْعَثُ: فِيَّ وَاللَّهِ كَانَ ذَلِكَ، كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَ رَجُلٍ مِنَ الْيَهُودِ أَرْضٌ فجَحَدني، فقدَّمته إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَكَ بَيَّنة؟ " قلتُ: لَا فَقَالَ لِلْيَهُودِيِّ: "احْلِفْ" فقلتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِذًا يَحْلِفُ فَيَذْهَبُ مَالِي. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا} [إِلَى آخِرِ] الْآيَةِ

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang melakukan suatu sumpah, sedangkan dalam sumpahnya itu ia berdusta demi mengambil (merampas) sejumlah harta milik orang muslim, niscaya ia bersua dengan Allah Swt. nanti, sedangkan Allah dalam keadaan murka terhadapnya. Kemudian Al-Asy'as berkata bahwa peristiwa tersebut benar-benar terjadi berkenaan dengan dirinya. Dahulu pernah antara dia dan seorang Yahudi suatu persengketaan mengenai sebidang tanah, lalu orang Yahudi itu mengklaim tanahnya, lalu ia ajukan perkaranya kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. bertanya (kepada Asy'as), "Apakah engkau mempunyai bukti?" Aku (Asy'as) menjawab, "Tidak." Kemudian beliau Saw. bersabda kepada orang Yahudi, "Bersumpahlah kamu." Maka aku (Asy'as) berkata, "Kalau demikian dia pasti bersumpah dan lenyaplah hartaku." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit. (Ali Imran: 77), hingga akhir ayat.

    Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan melalui hadis Al-A'masy.


    Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. 

    حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاش، عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُود، عَنْ شَقِيق بْنِ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ اقْتَطَعَ مَالَ امْرِئٍ مسلمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَان" قَالَ: فَجَاءَ الأشْعث بْنُ قَيْس فَقَالَ: مَا يُحدِّثكم أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ فَحَدَّثْنَاهُ، فَقَالَ: فِيَّ كَانَ هَذَا الْحَدِيثُ، خاصمتُ ابْنَ عمٍّ لِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بِئْرٍ لِي كَانَتْ فِي يَدِهِ، فجَحَدني، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيِّنَتُكَ أنَّها بِئْرُكَ وَإلا فَيَمِينُهُ" قَالَ: قلتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لِي بَيِّنَةٌ، وَإِنْ تَجْعَلْهَا بِيَمِينِهِ تَذْهَبُ بِئْرِي ؛ إنَّ خَصْمي امْرُؤٌ فَاجِرٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ اقْتَطَعَ مَالَ امْرِئٍ مسلمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَان" قَالَ: وَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا [أُولَئِكَ لَا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ] }

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Syaqiq ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang merampas harta seorang muslim tanpa alasan yang dibenarkan, maka dia akan menjumpai Allah nanti, sedangkan Allah dalam keadaan murka terhadapnya. Imam Ahmad melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu datanglah Al-Asy'as ibnu Qais, lalu berkata, "Apakah yang telah diceritakan Abu Abdur Rahman kepada kalian?" Maka kami menceritakan hadis ini kepadanya, lalu ia berkata, "Sesungguhnya hadis ini berkenaan dengan peristiwa yang ku alami." Al-Asy'as menceritakan bahwa ia pernah bersengketa dengan anak lelaki pamannya mengenai sebuah sumur di hadapan Rasulullah Saw. Sumur itu adalah miliknya, tetapi anak pamannya mengklaimnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Tunjukkanlah buktimu bahwa itu adalah sumurmu. Jika tidak, maka yang didengar adalah sumpahnya." Al-Asy'as melanjutkan kisahnya, bahwa maka aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai bukti; jika engkau jadikan sumurku ini bergantung kepada sumpahnya, niscaya akan lenyaplah sumurku. Sesungguhnya lawanku ini adalah seorang yang dusta." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang merampas harta seorang muslim tanpa alasan yang dibenarkan, niscaya ia akan menjumpai Allah Swt. nanti, sedangkan Allah dalam keadaan murka terhadapnya. Al-Asy'as melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit. (Ali Imran: 77), hingga akhir ayat.

    Hadis keempat, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. 


    حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ غَيْلان، حَدَّثَنَا رشْدين عن زَبّان، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ لِلَّهِ تَعَالى عِبَادًا لَا يُكَلِّمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلا يَنْظُرُ إلَيهِمْ" قِيلَ: وَمَنْ أُولَئِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "مُتَبَرِّئٌ مَنْ وَالِدَيهِ رَاغِبٌ عَنْهُمَا، ومُتَبَرِّئٌ مِنْ وَلَدِهِ، وَرَجُلٌ أنْعَمَ عَلِيْهِ قَوْمٌ فكَفَر نعْمَتَهُمْ وتَبَرَّأ مِنْهُمْ"

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, dari Zaban, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang Dia tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat nanti, dan tidak akan menyucikan mereka serta tidak akan melihat kepada mereka. Ketika ditanyakan kepada beliau, "Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?" Maka beliau Saw. menjawab melalui sabdanya:  “Orang yang berlepas diri (melalui sumpahnya) dari kedua orang tuanya karena benci terhadap keduanya; orang yang berlepas diri dari anaknya; dan seorang lelaki yang pernah diberi kenikmatan oleh suatu kaum, lalu ia mengingkari nikmat mereka dan berlepas diri dari mereka.

    Hadis kelima, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.


    حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، أَنْبَأَنَا الْعَوَّامُ -يَعني ابْنَ حَوْشَبَ-عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ -يَعْنِي السَّكْسَكي-عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أوْفَى: أَنَّ رَجُلًا أَقَامَ سِلْعَةً لَهُ فِي السُّوقِ، فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أعْطَى بِهَا مَا لَمْ يُعْطه، ليُوقع فِيهَا رَجُلًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الآية: {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا}

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam (yakni Ibnu Hausyab), dari Ibrahim ibnu Abdur Rahman (yakni As-Saksiki), dari Abdullah ibnu Abu Aufa, bahwa ada seorang lelaki menggelarkan barang dagangannya di pasar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa dirinya belum pernah menjual barangnya semurah ini, dengan tujuan untuk menjebak seorang lelaki dari kalangan kaum muslim agar membelinya. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit. (Ali Imran: 77), hingga akhir ayat.

    Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-Awwam.

    Hadis keenam, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. 


    حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ثَلاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَة وَلا يَنْظُرُ إلَيْهِمْ، وَلا يُزَكِّيهِمْ ولَهم عذابٌ أَلِيمٌ: رَجُلٌ مَنَعَ ابْنَ السَّبِيلِ فَضْلَ مَاءٍ عِنْدَهُ، وَرَجُلٌ حَلَفَ عَلَى سِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ -يَعْنِي كَاذِبًا-وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا، فَإِنْ أَعْطَاهُ وَفَى لَهُ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ لَمْ يَفِ لَهُ".

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga macam orang yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka di hari kiamat, dan tidak akan melihat kepada mereka serta tidak akan menyucikan mereka, dan bagi mereka siksa yang pedih. (Yaitu) seorang lelaki yang melarang ibnu sabil lebihin air yang ada padanya, seorang lelaki yang bersumpah atas jualannya sesudah Asar, yakni dengan sumpah dusta, dan seorang lelaki yang mengucapkan baiat (janji setia) kepada seorang imam; tetapi jika imam memberinya, maka ia menunaikan kesetiaannya; dan jika imam tidak memberinya, maka ia tidak menunaikan kesetiaannya.

    Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkan melalui hadis Waki', dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.


    Ali Imran, ayat 78

    {وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (78) }

    Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, supaya kalian menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab, dan mereka mengatakan, "Ia (yang dibacanya itu datang) dari sisi Allah," padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedangkan mereka mengetahui.

    Allah Swt. memberitakan perihal sepak terjang orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah menimpa mereka— bahwa segolongan dari mereka ada yang mengubah-ubah banyak kalimat dari tempatnya masing-masing dan mengganti Kalamullah serta menyelewengkannya dari makna yang dimaksud. Tujuan mereka adalah untuk mengelabui orang-orang bodoh hingga orang-orang yang tidak mengerti menduga bahwa itu adalah isi Kitabullah, lalu menisbatkannya kepada Allah, padahal hal itu dusta terhadap Allah. Mereka melakukan demikian dengan penuh kesadaran bahwa mereka telah berdusta serta semua yang ia bacakan itu hanyalah buat-buatan mereka sendiri. Karena itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:


    {وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ}

    Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedangkan mereka mengetahui. (Ali Imran: 78)

    Mujahid, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab. (Ali Imran: 78), Menurut mereka, yang dimaksud dengan memutar-mutar lidahnya ialah mengubah-ubah isi Al-Kitab.

    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mengubah-ubah Al-Kitab dan menghapusnya (lalu menggantinya dengan yang lain), padahal tidak ada seorang pun dari makhluk Allah yang berani menghapus suatu lafaz dari Kitabullah. Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud ialah mereka menyelewengkan artinya dan menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya.

    Wahb ibnu Munabbih mengatakan, sesungguhnya kitab Taurat dan Injil utuh seperti ketika diturunkan oleh Allah; tiada suatu huruf pun yang diubah, tetapi mereka menyesatkan dengan menyelewengkan makna dan takwilnya. Tetapi ada kitab-kitab yang mereka tulis hasil karangan mereka sendiri, lalu mereka mengatakan seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


    {وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ}

    Dan mereka mengatakan bahwa ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi Allah. (Ali Imran: 78)

    Adapun kitab-kitab Allah, sesungguhnya semua dalam keadaan terpelihara, tidak ada yang diubah. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim.

    Jika Wahb bermaksud apa yang ada di tangan mereka dari Kitabullah, maka tidak diragukan lagi sudah kemasukan penggantian, perubahan, penambahan, dan pengurangan. Adapun mengenai penerjemahan kitab aslinya ke dalam bahasa Arab, mengandung kekeliruan yang besar, di dalamnya banyak tambahan dan pengurangan serta pemahaman yang menyimpang. Hal ini termasuk ke dalam Bab "Tafsir Bahasa Ibrani yang Diarabkan". Kebanyakan dari mereka —bahkan semuanya— mempunyai pemahaman yang rusak (tidak benar). Tetapi jika yang dimaksud oleh Wahb adalah kitab-kitab Allah yang asli dari sisi-Nya, memang seperti apa yang dikatakannya, yaitu dalam keadaan utuh terpelihara dan tiada sesuatu pun yang mencampurinya.


    Ali Imran, ayat 79-80

    {مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (79) وَلا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (80) }

    Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, "Hendaklah kalian menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata), "Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani, karena kalian selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kalian tetap mempelajarinya, dan (tidak wajar pula baginya) menyuruh kalian menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kalian berbuat kekafiran di waktu kalian sudah (menganut agama) Islam.''


    قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن أبي محمد، عن عِكْرِمة أو سعيد بن جُبَير، عن ابن عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ أَبُو رَافِعٍ القُرَظِي، حِينَ اجْتَمَعَتِ الْأَحْبَارُ مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَعَاهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ: أَتُرِيدُ يَا مُحَمَّدُ أَنْ نعبدكَ كَمَا تَعْبُدُ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ نَصْرَانِيٌّ يقال له الرئيس: أوَ ذاك تُرِيدُ مِنَّا يَا مُحَمَّدُ، وَإِلَيْهِ تَدْعُونَنَا؟ أَوْ كَمَا قَالَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَعَاذَ اللهِ أنْ نَعْبُدَ غَيْرَ اللهِ، أَوْ أنْ نَأْمُرَ بِعِبَادَةِ غَيْرِه، مَا بِذَلِكَ بَعَثَنِي، وَلَا بِذَلِكَ أَمَرَنِي". أَوْ كَمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي ذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِمَا: {مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ} [الْآيَةَ] إِلَى قَوْلِهِ: {بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}.

    Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abu Rail' Al-Qurazi di saat para pendeta Yahudi dan orang-orang Nasrani Najran berkumpul di hadapan Nabi Saw., lalu Nabi Saw. mengajak mereka masuk Islam. Maka ia (Abu Rafi' Al-Qurazi) berkata, "Hai Muhammad, apakah engkau menghendaki agar kami menyembahmu, sebagaimana orang-orang Nasrani menyembah Isa ibnu Maryam?" Sedangkan seorang lelaki dari kalangan Nasrani Najran yang dikenal dengan nama Ar-Rais mengatakan, "Apakah memang seperti itu yang engkau kehendaki dari kami, hai Muhammad, dan yang kamu serukan kepada kami?" Atau perkataan seperti itu pengertiannya. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Kami berlindung kepada Allah agar kami tidak menyembah kepada selain Allah, dan (kami berlindung kepada Allah) agar kami tidak memerintahkan penyembahan kepada selain Allah. Bukan itu yang Allah utuskan kepadaku, dan bukan itu pula yang diperintahkan-Nya kepadaku. Atau dengan kalimat yang semakna dengan pengertian di atas. Maka Allah menurunkan berkenaan dengan ucapan kedua orang tersebut ayat berikut, yaitu firman-Nya: Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian. (Ali Imran: 79) sampai dengan firman-Nya: di waktu kalian sudah (menganut agama) Islam. (Ali Imran: 80).
    *******************

    Adapun firman Allah Swt.:


    مَا كانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِباداً لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ

    Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, "Hendaklah kalian menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.” (Ali Imran: 79)

    Maksudnya, tidak layak bagi seorang manusia yang diberi Al-Kitab, hikmah dan kenabian, berkata kepada manusia, "Sembahlah aku ber-sama Allah."

    Apabila hal ini tidak layak bagi seorang nabi dan tidak pula bagi seorang rasul, terlebih lagi bagi seorang manusia selain dari kalangan para nabi dan para rasul. Karena itulah Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidak layak bagi seorang mukmin memerintahkan kepada manusia untuk menyembah dirinya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa dikatakan demikian karena umat terdahulu (yakni Ahli Kitab), sebagian dari mereka menyembah sebagian yang lain; mereka menyembah rahib-rahib dan pendeta-pendetanya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


    اتَّخَذُوا أَحْبارَهُمْ وَرُهْبانَهُمْ أَرْباباً مِنْ دُونِ اللَّهِ

    Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (At-Taubah: 31), hingga akhir ayat.

    Di dalam kitab Musnad —dan Imam Turmuzi seperti yang akan disebutkan kemudian— disebutkan bahwa Addi ibnu Hatim pernah berkata:


    يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَبَدُوهُمْ. قَالَ «بَلَى إِنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وَحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلَالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ»

    "Wahai Rasulullah, mereka sama sekali tidak menyembahnya (para rahib dan orang-orang alim mereka)." Nabi Saw. menyangkal, "Tidak demikian, sesungguhnya mereka (para rahib dan orang-orang alim mereka) menghalalkan yang haram dan mengharamkan atas mereka yang halal, lalu mereka (para pengikutnya) mengikutinya. Yang demikian itulah cara penyembahan mereka kepada orang-orang alim dan para rahib mereka."

    Orang-orang yang tidak mengerti dari kalangan para rahib dan para pendeta serta pemimpin-pemimpin kesesatanlah yang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dicela dan dicemoohkan oleh ayat ini. Lain halnya dengan para rasul dan para pengikut mereka dari kalangan ulama yang amilin (mengamalkan ilmunya). Maka sesungguhnya yang mereka perintahkan hanyalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah Swt., lalu disampaikan oleh para rasul kepada mereka. Sesungguhnya yang mereka larang hanyalah apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt., kemudian disampaikan kepada mereka oleh rasul-rasul Allah yang mulia. Semua rasul merupakan delegasi yang menghubungkan antara Allah dan makhluk-Nya untuk menyampaikan risalah dan amanat yang diembankan kepada mereka oleh Allah Swt., lalu mereka menunaikan tugas ini dengan sempurna, menasihati makhluk Allah, dan menyampaikan kebenaran kepada makhluk-Nya.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَلكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِما كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتابَ وَبِما كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

    Akan tetapi (dia berkata), "Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani, karena kalian selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kalian telah mempelajarinya." (Ali Imran: 79)

    Yakni tetapi rasul itu mengatakan kepada manusia, "Jadilah kalian orang-orang Rabbani." Arti Rabbani, menurut Ibnu Abbas, Abu Razin serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang disebut orang-orang yang bijaksana, orang-orang alim lagi orang-orang penyantun. Sedangkan menurut Al-Hasan dan lain-lainnya disebut orang-orang ahli fiqih. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, Ata Al-Khurrasani, Atiyyah Al-Aufi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

    Disebutkan pula dari Al-Hasan, bahwa yang dimaksud dengan Rabbani ialah ahli ibadah dan ahli takwa.
    Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: karena kalian selalu  mengajarkan Al-Kitab  dan  disebabkan kalian tetap mempelajarinya. (Ali Imran: 79) Bahwa makna yang dimaksud ialah sudah merupakan suatu keharusan bagi orang yang memahami Al-Qur'an menjadi orang yang ahli fiqih.

    Tu'allimuna di sini menurutnya dibaca ta'lamuna, yang artinya memahami maknanya. Menurut qiraat lain dibaca tu'allimuna yang artinya mempelajarinya, sedangkan makna tadrusuna ialah hafal lafaz-lafaznya.
    *******************

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    {وَلا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا}

    dan  tidak wajar pula baginya  menyuruh kalian menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. (Ali Imran: 80)

    Maksudnya, dan tidak layak baginya memerintahkan kalian menyembah seseorang selain Allah, baik dia seorang rasul ataupun malaikat yang terdekat di sisi-Nya.


    {أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}

    Apakah (patut) dia menyuruh kalian berbuat kekafiran di waktu kalian sudah (menganut agama) Islam?  (Ali Imran: 80).

    Yakni tidak layak baginya melakukan demikian, melainkan hanya pantas dilakukan oleh orang yang menyeru kepada penyembahan selain Allah; dan barang siapa yang menyeru orang lain menyembah selain Allah, maka sesungguhnya dia menyeru kepada kekufuran. Tetapi para nabi hanya memerintahkan orang-orang untuk beriman, yaitu menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


    وَما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

    Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku." (Al-Anbiya: 25)


    وَلَقَدْ بَعَثْنا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

    Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu." (An-Nahl: 36), hingga akhir ayat.


    وَسْئَلْ مَنْ أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنا أَجَعَلْنا مِنْ دُونِ الرَّحْمنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ

    Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu,"Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?" (Az-Zukhruf: 45)
    Allah Swt. berfirman menceritakan hal malaikat:


    وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلهٌ مِنْ دُونِهِ فَذلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ

    Dan barang siapa di antara mereka mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah tuhan selain dari Allah," maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam. Demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (Al-Anbiya: 29)


    Ali Imran, ayat 81-82

    {وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ (81) فَمَنْ تَوَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (82) }
    Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepada kalian berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kalian seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kalian, niscaya kalian akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya." Allah berfirman, "Apakah kalian mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu." Mereka menjawab, "Kami mengakui." Allah berfirman, "Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kalian." Barang siapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

    Allah Swt. memberitakan bahwa Dia telah mengambil janji dari setiap nabi yang diutus-Nya sejak dari Adam a.s. hingga Isa a.s., manakala Allah memberikan kepada seseorang di antara mereka kitab dan hikmah, lalu ia menyampaikannya kepada manusia di masanya. Kemudian datanglah seorang rasul lain sesudahnya, maka ia benar-benar akan beriman kepada rasul yang baru ini dan membantunya, dan ilmu serta kenabian yang telah disandangnya tidak boleh menjadi penghalang baginya untuk mengikuti rasul yang baru dan membantunya. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:


    {وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ}

    Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepada kalian berupa kitab dan hikmah." (Ali Imran: 81).

    Yakni betapapun Aku telah memberikan kepada kalian kitab dan hikmah.


    {ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي}

    "Kemudian datang kepada kalian seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kalian, niscaya kalian akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya." Allah berfirman, "Apakah kalian mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" (Ali Imran: 81)

    Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan As-Saddi, makna isri ialah perjanjian-Ku.

    Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa isri artinya beban yang kalian pikul dari janji-Ku, yakni ikrar kalian kepada-Ku yang berat lagi dikukuhkan.
    {قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ. فَمَنْ تَوَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ}

    Mereka menjawab, "Kami mengakui." Allah berfirman, "Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kalian." Barang siapa yang berpaling sesudah itu. (Ali Imran: 81-82)

    Yaitu berpaling dari ikrar dan janji ini.


    {فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}

    maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (Ali Imran: 82)

    Ali ibnu Abu Talib dan anak lelaki pamannya (yaitu Ibnu Abbas), keduanya mengatakan bahwa tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan mengambil sumpah terlebih dahulu terhadapnya, yang isinya mengatakan bahwa sekiranya Allah mengutus Nabi Muhammad Saw., sedangkan dia masih hidup, maka sungguh dia harus beriman kepadanya dan menolongnya. Allah memerintahkan kepadanya agar dia mengambil janji yang sama terhadap umatnya, yaitu "Sungguh, jika Nabi Muhammad diutus, sedangkan mereka masih hidup, maka mereka harus benar-benar beriman kepadanya dan benar-benar menolongnya."

    Tawus, Al-Hasan Al-Basri, dan Qatadah mengatakan bahwa Allah mengambil perjanjian dari para nabi, hendaknya sebagian dari mereka membenarkan sebagian yang lainnya. Pendapat ini tidak bertentangan dengan apa yang telah dikatakan oleh Ali dan Ibnu Abbas, bahkan memantapkan dan mengukuhkannya. Karena itulah maka Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar dan Ibnu Tawus, dari ayahnya hal yang semisal dengan apa yang dikatakan oleh Ali dan Ibnu Abbas.


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: جَاءَ عُمَرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي مررتُ بأخٍ لِي مِنْ قُرَيْظَة، فَكَتَبَ لِي جَوَامعَ مِنَ التَّوْرَاةِ، أَلَا أَعْرِضُهَا عَلَيْكَ؟ قَالَ: فتغيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ ثَابِتٍ: قُلْتُ لَهُ: أَلَا تَرَى مَا بِوَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ عُمَرُ: رَضِينَا بِاللَّهِ رِبَّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا -قَالَ: فسُرِّيَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ، ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ، إِنَّكُمْ حَظِّي مِنْ الأمَمِ، وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنْ النَّبِيِّينَ"

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Sabit yang mengatakan bahwa Umar datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah memerintahkan kepada seorang saudaraku yang Yahudi dari kalangan Bani Quraizah untuk menulis kumpulan kitab-kitab Taurat buatku. Bolehkah aku memaparkannya kepadamu?" Maka wajah Rasulullah Saw. berubah, dan Abdullah ibnu Sabit berkata kepadanya (Umar), "Apakah engkau tidak melihat perubahan roman muka Rasulullah Saw.?" Umar berkata, "Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai rasul." Maka Rasulullah Saw. tenang kembali dan bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya pagi hari ini Musa berada di antara kalian, kemudian kalian mengikutinya seraya meninggalkan diriku, niscaya kalian sesat. Sesungguhnya kalian adalah bagianku dari kalangan umat-umat, dan aku adalah bagian kalian dari para nabi.

    Hadis lain diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la.


    حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ مُجالد، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَسْأَلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ عَنْ شَيْءٍ، فَإِنَّهُمْ لَنْ يَهْدُوكُمْ وَقَدْ ضَلُّوا، وَإِنَّكُمْ إِمَّا أَنْ تُصَدِّقُوا بِبَاطِلٍ وَإِمَّا أنْ تُكَذِّبُوا بِحَقٍّ، وَإِنَّه -واللهِ-لَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ مَا حَلَّ لَهُ إِلا أَنْ يَتَّبِعَنِي"  .

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Mujahid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Janganlah kamu bertanya kepada Ahli Kitab tentang sesuatu, sesungguhnya mereka tidak akan memberikan petunjuk kepada kamu, mereka itu telah sesat. Maka kamu akan membenarkan kebatilan atau mendustakan kebenaran. Demi Allah, kalau saja Musa masih hidup di antara kamu, maka tidak halal baginya kecuali mengikutiku."

    Nabi Muhammad, penutup para Nabi Shalawat dan Salam atasnya hingga hari kiamat.


    Ali Imran, ayat 83-85

    {أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ (83) قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنزلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (84) وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85) }

    Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak-anaknya; dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri." Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

    Allah Swt. mengingkari melalui firman-Nya terhadap orang yang menghendaki sebuah agama selain agama Allah yang diturunkan melalui kitab-kitab-Nya dengan perantara para rasul yang diutus-Nya. Agama Allah itu adalah yang memerintahkan hanya menyembah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya; semua makhluk yang ada di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, baik dengan suka maupun terpaksa. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


    وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّماواتِ وَالْأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً

    Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa. (Ar-Ra'd: 15)


    أَوَلَمْ يَرَوْا إِلى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّؤُا ظِلالُهُ عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمائِلِ سُجَّداً لِلَّهِ وَهُمْ داخِرُونَ وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ مِنْ دابَّةٍ وَالْمَلائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ يَخافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

    Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedangkan mereka berendah diri? Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melala di bumi dan (juga) para malaikat, sedangkan mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). (An-Nahl: 48-50)

    Orang yang benar-benar mukmin dengan segenap jiwa dan raganya berserah diri kepada Allah, sedangkan orang yang kafir berserah diri kepada Allah hanya karena terpaksa; karena sesungguhnya ia berada di bawah pengaruh, keperkasaan, dan kekuasaan Yang Mahaagung yang tidak dapat ditentang dan tidak pula dapat dicegah.

    Di dalam sebuah hadis disebutkan pengertian lain sehubungan dengan tafsir ayat ini yang di dalamnya terkandung keanehan. Untuk itu, Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan:


    حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ النَّضْرِ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ حَفْصٍ النُّفَيْلي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِحْصَن الْعُكَّاشِيُّ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا} أمَّا مَنْ فِي السَّمَاواتِ فَالْمَلائِكَةُ، وأمَّا مَنْ فِي الأرضِ فَمَنْ وُلِدَ عَلَى الإسْلامِ، وأمَّا كَرْهًا فَمَنْ أُتِي بِهِ مِنْ سَبَايا الأمَمِ فِي السَّلاسِلِ والأغْلالِ، يُقَادُونَ إلَى الْجَنَّةِ وَهُمْ كَارِهُونَ".

    telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnun Nadr Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Hafs An-Nufaili, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mihsan Al-Ukasyi, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: "Padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa" (Ali Imran: 83). Adapun makhluk yang ada di langit, mereka adalah para malaikat. Dan adapun makhluk yang ada di bumi, maka mereka adalah orang yang dilahirkan dalam keadaan Islam. Dan adapun orang yang berserah diri dengan terpaksa, maka mereka adalah para tawanan dari berbagai umat yang didatangkan dalam keadaan terbelenggu oleh rantai; mereka digiring masuk surga, sedangkan mereka dalam keadaan terpaksa.

    Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:


    «عَجِبَ رَبُّكَ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُونَ إِلَى الْجَنَّةِ فِي السَّلَاسِلِ»

    Tuhanmu merasa kagum terhadap suatu kaum yang digiring ke surga dalam keadaan dirantai.
    Dalam pembahasan berikut akan disebutkan dalil lain dan segi yang lain, tetapi makna yang pertama bagi ayat ini lebih kuat.

    Waki' mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa. (Ali Imran; 83); Menurut Mujahid, makna ayat ini sama dengan yang terdapat di dalam ayat Lain, yaitu firman-Nya:


    وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّماواتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

    Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?. Tentu mereka akan menjawab, "Allah." (Luqman: 25)

    Waki' mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Mujahid dan Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa. (Ali Imran: 83) Yakni hal ini terjadi di saat Allah mengambil janji (dari mereka bahwa mereka tidak akan menyembah melainkan hanya kepada Allah, yaitu di zaman azali).
    *******************

    وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

    dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)
    Yakni pada hari kemudian, lalu Allah membalas tiap-tiap orang sesuai dengan amal perbuatannya.

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    {قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ عَلَيْنَا}

    Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami." (Ali Imran: 84). Yang dimaksud adalah Al-Qur'an.


    {وَمَا أُنزلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ}

    dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, dan Ya'qub. (Ali Imran: 84). Yakni semua suhuf (lembaran-lembaran kitab) dan wahyu yang diturunkan kepada mereka.


    {وَالأسْبَاطِ}

    dan anak-anaknya. (Ali Imran: 84). Mereka adalah kabilah-kabilah dari kalangan Bani Israil yang bercabang dari anak-anak Israil (yakni Nabi Ya'qub) yang jumlahnya ada dua belas orang.


    {وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى}

    dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa. (Ali Imran: 84). Yang dimaksud ialah kitab Taurat dan kitab Injil.
    {وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ}

    dan para nabi dari Tuhan mereka. (Ali Imran: 84). Hal ini mencakup pengertiannya kepada semua nabi secara umum.


    {لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ}

    Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka. (Ali Imran: 84). Bahkan kami beriman kepada semuanya.


    {وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ}

    dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri. (Ali Imran: 84)

    Orang-orang mukmin dari kalangan umat ini beriman kepada semua nabi yang diutus dan beriman kepada semua kitab yang diturunkan. Mereka sama sekali tidak ingkar kepada sesuatu pun dari hal tersebut, bahkan mereka membenarkan bahwa semuanya itu diturunkan dari sisi Allah dan membenarkan semua nabi yang diutus oleh Allah.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلامِ دِيناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ

    Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya. (Ali Imran: 85)
    Yakni barang siapa yang menempuh suatu jalan selain jalan yang telah disyariatkan oleh Allah, maka jalan itu tidak akan diterima darinya.


    {وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ}

    dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran: 85).
    Perihalnya sama dengan apa yang telah dikatakan oleh Nabi Saw. dalam sebuah hadis sahih, yaitu:


    «مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

    Barang siapa yang melakukan suatu amal, sedangkan amal itu bukan termasuk urusan kami, maka amal itu ditolak.


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ رَاشِدٍ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ، حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ، إِذْ ذَاكَ وَنَحْنُ بِالْمَدِينَةِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَجِيءُ الأعْمَالُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَتَجِيءُ الصَّلاةُ فَتَقُولُ: يَا رَبِّ، أَنَا الصَّلاةُ. فَيَقُولُ: إِنَّكِ عَلَى خَيْرٍ. فَتَجِيءُ الصَّدَقَةُ فَتَقُولُ: يَا رَبِّ، أَنَا الصَّدَقَةُ. فَيَقُولُ: إِنَّكِ عَلَى خَيْرٍ. ثُمَّ يَجِيءُ الصِّيَامُ فَيَقُولُ: أَيْ يَا رَبِّ، أَنَا الصِّيَامُ. فَيَقُولُ: إِنَّكَ عَلَى خَيْرٍ. ثُمَّ تَجِيءُ الأعْمَالُ، كُل ذَلِكَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّكَ عَلَى خَيْرٍ، ثُمَّ يَجِيءُ الإسْلامُ فَيَقُولُ: يَا رَب، أَنْتَ السَّلامُ وَأَنَا الإسْلامُ. فَيَقُولُ اللَّهُ [تَعَالَى] : إِنَّكَ عَلَى خَيْرٍ، بِكَ الْيَوْمَ آخُذُ وَبِكَ أُعْطِي، قَالَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنْ الْخَاسِرِينَ}

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Abu Hurairah yang saat itu kami berada di Madinah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak di hari kiamat amal perbuatan datang. Maka datanglah salat, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, akulah salat." Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu dalam kebaikan." Sedekah datang, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, akulah sedekah." Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu dalam keadaan baik." Kemudian datanglah puasa, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, akulah puasa." Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu dalam keadaan baik." Kemudian datanglah amal-amal yang lain, semuanya dijawab oleh Allah Swt., "Sesungguhnya kamu dalam keadaan baik." Lalu datanglah Islam dan berkata, "Wahai Tuhanku, Engkau adalah sumber keselamatan, dan akulah Islam." Maka Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu dalam keadaan baik; atas dasar kamulah Aku mengambil, dan atas dasar kamulah Aku memberi." Lalu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran: 85)

    Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Abu Abdur Rahman (yaitu Abdullah ibnu Imam Ahmad) mengatakan bahwa Abbad ibnu Rasyid adalah orang yang siqah, tetapi Al-Hasan belurn pernah mendengar dari Abu Hurairah.


    Ali Imran, ayat 86-89

    {كَيْفَ يَهْدِي اللَّهُ قَوْمًا كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ وَشَهِدُوا أَنَّ الرَّسُولَ حَقٌّ وَجَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (86) أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ أَنَّ عَلَيْهِمْ لَعْنَةَ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (87) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (88) إِلا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (89) }
    Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keterangan pun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim. Mereka itu balasannya ialah bahwa laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya; mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh, kecuali orang-orang yang tobat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi' Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai,' telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ada seorang dari kalangan Ansar murtad sesudah masuk Islam, lalu ia bergabung dengan orang-orang musyrik, tetapi setelah itu ia menyesal. Kemudian ia mengirimkan utusan kepada kaumnya agar mereka menanyakan kepada Rasulullah Saw., apakah masih ada jalan tobat baginya. Lalu turunlah firman-Nya: Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman. (Ali Imran: 86) sampai dengan firman-Nya: Karena  sesungguhnya  Allah   Maha  Pengampun   lagi  Maha Penyayang. (Ali Imran: 89). Lalu kaumnya memanggilnya dan ia masuk Islam kembali.

    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, Imam Hakim, dan Imam Ibnu Hibban melalui jalur Daud ibnu Abu Hindun dengan lafaz yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.

    Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Humaid Al-A'raj, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Al-Haris ibnu Suwaid datang kepada Nabi Saw., lalu masuk Islam di tangannya. Tetapi setelah itu ia murtad dan kembali kepada kaumnya. Maka Allah menurunkan ayat berikut berkenaan dengan peristiwanya itu, yaitu firman-Nya: Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman. (Ali Imran: 86) sampai dengan firman-Nya: Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 89). Kemudian hal ini disampaikan kepada seorang lelaki dari kaumnya, lalu dibacakan kepadanya. Maka Al-Haris berkata, "Sesungguhnya engkau, demi Allah, sepanjang pengetahuanku benar-benar orang yang jujur. Dan sesungguhnya Rasulullah Saw. lebih jujur lagi daripada kamu, dan sesungguhnya Allah lebih jujur lagi di antara kesemuanya." Setelah itu Al-Haris kembali masuk Islam dan berbuat baik dalam Islamnya.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    كَيْفَ يَهْدِي اللَّهُ قَوْماً كَفَرُوا بَعْدَ إِيمانِهِمْ وَشَهِدُوا أَنَّ الرَّسُولَ حَقٌّ وَجاءَهُمُ الْبَيِّناتُ

    Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu benar-benar rasul, dan keterangan-keterangan pun telah datang kepada mereka. (Ali Imran: 86)
    Yakni hujah dan bukti telah jelas baginya membuktikan kebenaran apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepada mereka, dan beliau Saw. telah menerangkannya kepada mereka perkara tersebut. Kemudian mereka murtad dan kembali kepada kegelapan kemusyrikan. Maka bagaimana orang-orang seperti itu berhak mendapat petunjuk sesudah mereka diselamatkan dari kebutaannya? Karena itu, pada akhir ayat ini disebutkan:


    {وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}

    Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim. (Ali Imran: 86)

    Selanjutnya Allah Swt. berfirman


    {أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ أَنَّ عَلَيْهِمْ لَعْنَةَ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ}

    Mereka itu balasannya ialah bahwasanya laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya. (Ali Imran: 87).
    Yaitu mereka dilaknat oleh Allah Swt., juga dilaknat oleh makhluk-Nya.


    {خَالِدِينَ فِيهَا}

    mereka kekal di dalamnya. (Ali Imran: 88)
    Yakni berada di dalam laknat yang abadi.


    {لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ}

    tidak diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh. (Ali Imran: 88).
    Maksudnya, azab yang menimpa mereka tidak pernah terputus dan tidak pernah diberi keringanan, sekalipun hanya sesaat saja.

    Kemudian Allah Swt. berfirman


    {إِلا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}

    kecuali orang-orang yang tobat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 89).
    Hal ini merupakan bagian dari sifat lemah-lembut Allah, kebaikan-Nya, belas kasihan-Nya, rahmat, dan santunan-Nya kepada makhluk-Nya; yaitu barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya.


    Ali Imran, ayat 90-91

    {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ (90) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (91) }

    Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.

    Allah Swt. berfirman mengancam dan memperingatkan orang yang kafir sesudah imannya, kemudian kekafirannya makin bertambah, yakni terus-menerus dalam kekafirannya hingga mati, bahwa tobat mereka tidak diterima di saat matinya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:


    وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئاتِ حَتَّى إِذا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ

    Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka. (An-Nisa: 18), hingga akhir ayat.

    Karena itulah maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:


    {لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ}

    sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat. (Ali Imran: 90)
    Yakni mereka keluar dari jalan yang hak menuju ke jalan kesesatan.

    Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ada suatu kaum masuk Islam, setelah itu mereka murtad, lalu masuk Islam lagi, dan murtad kembali. Kemudian mereka mengirimkan utusan kepada kaumnya, meminta kepada kaumnya untuk menanyakan hal tersebut bagi mereka. Lalu kaum mereka menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya. (Ali Imran: 90)
    Demikianlah bunyi riwayat Al-Bazzar, sanadnya adalah jayyid.

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَماتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَباً وَلَوِ افْتَدى بِهِ

    Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. (Ali Imran: 91)
    Maksudnya, barang siapa yang mati dalam keadaan kafir, maka tidak akan diterima darinya suatu kebaikan pun untuk selama-lamanya, sekalipun dia telah menginfakkan emas sepenuh bumi yang menurutnya dianggap sebagai amal taqarrub.
    Seperti yang pernah ditanyakan kepada Nabi Saw. tentang hal Abdullah ibnu Jad'an. Abdullah ibnu Jad'an semasa hidupnya gemar menjamu tamu, memberikan pertolongan kepada orang miskin, dan memberi makan orang kelaparan. Pertanyaan yang diajukan kepada beliau ialah, "Apakah hal itu bermanfaat baginya?" Maka Rasulullah Saw. menjawab:


    «لَا، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا مِنَ الدهر: ربي اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ»

    Tidak, sesungguhnya dia belum pernah mengucapkan barang sehari pun sepanjang hidupnya, "Ya Tuhanku, ampunilah bagiku semua kesalahanku di hari pembalasan nanti."
    Demikian pula seandainya dia menebus dirinya dengan emas sepenuh bumi, niscaya hal itu tidak akan diterima darinya. Seperti yang dinyatakan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


    وَلا يُقْبَلُ مِنْها عَدْلٌ وَلا تَنْفَعُها شَفاعَةٌ

    dan tidak akan diterima suatu tebusan pun darinya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya. (Al-Baqarah: 123)


    لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خِلالٌ

    Yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (Ibrahim: 31)


    إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذابِ يَوْمِ الْقِيامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذابٌ أَلِيمٌ

    Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al-Maidah: 36)
    Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan:


    {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ}

    Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan  mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. (Ali Imran: 91)
    Huruf ataf (wawu) yang terdapat di dalam firman-Nya:


    {وَلَوِ افْتَدَى بِهِ}
    walaupun dia menebus diri dengan emas (sebanyak) itu. (Ali Imran: 91),
    di-'ataf-kan kepada jumlah yang pertama. Hal ini menunjukkan bahwa yang kedua adalah bukan yang pertama. Pendapat yang kami kemukakan ini lebih baik daripada pendapat yang mengatakan bahwa huruf wawu di sini adalah zaidah (tambahan).
    Makna ayat ini menyimpulkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah, sekalipun dia telah menginfakkan emas sebesar bumi. Walaupun dia berupaya menebus dirinya dari azab Allah dengan emas sebesar bumi yang beratnya sama dengan berat semua gunung-gunung, semua lembah-lembah, semua tanah, pasir, dataran rendah dan hutan belukarnya, serta daratan dan lautannya (niscaya tidak akan diterima).


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حجَّاج، حَدَّثَنِي شُعْبَة، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يُقَالُ لِلرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ مَا عَلَى الأرْضِ مِنْ شَيْءٍ، أَكُنْتَ مُفْتَدِيًا بِهِ؟ قَالَ: فَيَقُولُ: نَعَمْ. قَالَ: فَيَقُولُ: قَدْ أَرَدْتُ مِنْكَ أَهْوَنَ مِنْ ذَلِكَ، قَدْ أَخَذْتُ عَلَيْكَ فِي ظَهْرِ أَبِيكَ آدَمَ أَلَّا تُشْرِكَ بِي شَيْئًا، فَأَبَيْتَ إِلا أَنْ تُشْرِكَ ".

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Dikatakan kepada seorang lelaki penghuni neraka kelak di hari kiamat,  "Bagaimanakah yang akan kamu lakukan seandainya engkau mempunyai segala sesuatu yang ada di permukaan bumi, apakah itu akan engkau pakai untuk menebus dirimu (dari azab-Ku)?" Ia menjawab, "Ya." Allah berfirman, "Padahal Aku menghendaki darimu hal yang lebih mudah daripada itu. Sesungguhnya Aku telah mengambil janji darimu ketika kamu masih berada di dalam lulang sulbi kakek moyangmu, yaitu Adam; agar janganlah kamu mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Tetapi kamu menolak melainkan hanya tetap mempersekutukan (Aku)."
    Demikian pula  apa  yang  diketengalikan  oleh  Imam  Bukhari  dan Imam Muslim.

    Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. 


    حَدَّثَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا حَمَّاد، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤْتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَقُولُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَنزلَكَ؟ فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، خَيْرُ مَنزلٍ. فَيَقُولُ: سَلْ وَتَمَنَّ. فَيَقُولُ: مَا أَسْأَلُ وَلا أَتَمَنَّى إِلا أَنْ تَرُدَّنِي إِلَى الدُّنْيَا فَأُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ عَشْرَ مِرَار -لِمَا يَرَى مِنْ فَضْلِ الشَّهَادَةِ. وَيُؤْتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيَقُولُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَنزلَكَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ شَرُّ مَنزلٍ. فَيَقُولُ لَهُ: تَفْتَدِي مِني بِطِلاعِ الأرْضِ ذَهَبًا؟ فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، نَعَمْ. فَيَقُولُ: كَذَبْتَ، قَدْ سَأَلْتُكَ أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ وَأَيْسَرَ فَلَمْ تَفْعَلْ، فيُرَد إِلَى النَّارِ"

    Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas yang nicngatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Didatangkan seorang lelaki dari penduduk surga, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah kamu jumpai tempat kedudukanmu?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Tuhanku, (aku jumpai tempat tinggalku adalah) sebaik-baik tempat tinggal." Allah berfirman, "Mintalah dan berharaplah." Lelaki iiu menjawab, "Aku tidak akan meminta dan berharap lagi, kecuali kumohon Engkau mengembalikan aku ke dunia, lalu aku akan berperang hingga gugur di jalan-Mu," sebanyak sepuluh kali —ia mengatakan demikian karena keutamaan yang dirasakannya berkat mati syahid—. Dan didatangkan pula seorang lelaki dari penduduk neraka, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah kamu jumpai tempat tinggalmu?" Ia menjawab, "Wahai Tuhanku (aku jumpai tempat tinggalku adalah) seburuk-buruk tempat tinggal." Dikatakan kepadanya, "Apakah engkau mau menebus dirimu dari (azab)-Nya dengan emas sepenuh bumi?" Ia menjawab, "Ya, wahai Tuhanku." Allah berfirman, "Kamu dusta, karena sesungguhnya Aku pernah memintamu melakukan hal yang lebih ringan daripada itu dan lebih mudah, tetapi kamu tidak mau melakukannya." Lalu lelaki itu dicampakkan kembali ke dalam neraka.
    Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:


    {أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}

    Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (Ali Imran: 91),
    Yakni tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah, dan tidak ada seorang pun yang melindungi mereka dari siksa-Nya yang amat pedih.
    *******************************
    Akhir Juz 3
    *******************************


    Ali Imran, ayat 92

    {لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92) }
    Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengtahuinya.

    Waki' di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Syarik, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun sehubungan dengan firman-Nya: Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna). (Ali Imran: 92) Yang dimaksud dengan al-birr ialah surga.


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ أَنْصَارِيٍّ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وكانَ أحبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بيْرَحاءُ -وَكَانَتْ مُسْتقْبلة الْمَسْجِدِ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ-قَالَ أَنَسٌ: فَلَمَّا نَزَلَتْ: {لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ} قَالَ أَبُو طَلْحَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ} وَإِنَّ أحبَّ أَمْوَالِي إلَيَّ بيْرَحاءُ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّها وذُخْرَها عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى، فَضَعْها يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ [تَعَالَى] فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَخٍ، ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ، ذَاكَ مَالٌ رَابِح، وَقَدْ سَمِعْتُ، وَأَنَا أرَى أنْ تجْعَلَهَا فِي الأقْرَبِينَ". فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ: أفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَسَمها أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ.

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Ishaq, dari Abdullah ibnu Abu Talhah yang pernah mendengar dari Anas ibnu Malik, bahwa Abu Talhah adalah seorang Ansar yang paling banyak memiliki harta di Madinah, dan tersebutlah bahwa harta yang paling dicintainya adalah Bairuha (sebuah kebun kurma) yang letaknya berhadapan dengan Masjid Nabawi. Nabi Saw. sering memasuki kebun itu dan meminum airnya yang segar lagi tawar. Sahabat Anas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah diturunkan firman-Nya yang mengatakan: Kalian sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. (Ali Imran: 92) Lalu Abu Talhah berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: 'Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai' (Ali Imran: 92), dan sesungguhnya hartaku yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha ini, dan sekarang Bairuha aku sedekahkan agar aku dapat mencapai kebajikan melaluinya dan sebagai simpananku di sisi Allah Swt. Maka aku mohon sudilah engkau, wahai Rasulullah, mempergunakannya menurut apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadamu." Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Wah, wah, itu harta yang menguntungkan, itu harta yang menguntungkan; dan aku telah mendengarnya, tetapi aku berpendapat hendaklah kamu memberikannya kepada kaum kerabatmu. Abu Talhah menjawab, "Akan aku lakukan sekarang, wahai Rasulullah." Lalu Abu Talhah membagi-bagikannya kepada kaum kerabatnya dan anak-anak pamannya.
    Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

    Di dalam kitab Sahihain disebutkan:


    أَنَّ عُمَر [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أُصِبْ مَالًا قطُّ هُوَ أنْفَسُ عِنْدِي مِنْ سَهْمِي الَّذِي هُوَ بِخَيْبَرَ، فَمَا تَأْمُرُنِي بِهِ؟ قَالَ حَبِّس الأصْل وسَبِّل الثَّمَرَةَ"

    bahwa sahabat Umar mengatakan, "Wahai Rasulullah, aku belum pernah memperoleh harta yang paling aku cintai dari semua harta yang ada padaku selain bagianku dari ganimah Khaibar. Apakah yang harus aku lakukan terhadapnya menurutmu?" Maka Rasuiullah Saw. menjawab: Tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah (di jalan Allah) buah (hasil)nya.

    Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Khattab (yaitu Ziyad ibnu Yahya Al-Hassani), telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Abu Amr ibnu Hammas, dari Hamzah ibnu Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa telah sampai kepadanya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. (Ali Imran: 92) Maka ia teringat kepada pemberian Allah yang paling ia cintai, yaitu seorang budak wanita Romawi. Aku (Ibnu Umar) berkata, "Dia merdeka demi karena Allah. Seandainya aku menarik kembali sesuatu yang telah kujadikan sebagai amal taqarrub kepada Allah, niscaya aku akan menikahinya."


    Ali Imran, ayat 93-95

    {كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنزلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (93) فَمَنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (94) قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (95) }

    Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah, "(Jika kalian mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar." Maka barang siapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim. Katakanlah, "Benarlah (apa yang difirmankan) Allah." Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنَا شَهْر قَالَ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] حَضَرَتْ عِصَابَةٌ مِنَ الْيَهُودِ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: حدِّثنا عَنْ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ. قَالَ: "سَلُونِي عَمَّا شِئْتُمْ، وَلَكِنْ اجْعَلُوا لِي ذِمَّةَ اللَّهِ، وَمَا أَخَذَ يَعْقُوبُ عَلَى بَنِيهِ لَئِنْ أَنَا حَدَّثْتُكُمْ شَيْئًا فَعَرَفْتُمُوهُ لَتُتَابِعُنِّي عَلَى الإسْلامِ". قَالُوا: فَذَلِكَ لَكَ. قَالَ: "فَسَلُونِي عَمَّا شِئْتُمْ " قَالُوا: أَخْبرْنَا عَنْ أَرْبَعِ خِلَالٍ: أَخْبرْنَا أَيُّ الطَّعَامِ حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ؟ وَكَيْفَ مَاءُ الْمَرْأَةِ وَمَاءُ الرَّجُلِ؟ كَيْفَ هَذَا النَّبِيُّ الْأُمِّيُّ فِي النَّوْمِ؟ وَمَنْ وَليّه مِنَ الْمَلَائِكَةِ؟ فَأَخَذَ عَلَيْهِمُ الْعَهْدَ لَئِنْ أَخْبَرَهُمْ لَيُتَابِعُنَّهُ وَقَالَ:"أَنْشُدُكُمْ بِالَّذِي أَنزلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى: هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ إِسْرَائِيلَ مَرِضَ مَرَضًا شَدِيدًا وَطَالَ سُقْمُهُ، فَنَذَرَ لِلَّهِ نَذْرًا لَئِنْ شَفَاهُ اللَّهُ مِنْ سُقْمِهِ لَيُحَرِّمَنَّ أَحَبَّ الشَّرَابِ إِلَيْهِ وَأَحَبَّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ، وَكَانَ أَحَبَّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ لُحْمان الإبِلِ، وَأَحَبَّ الشَّرَابِ إِلَيْهِ أَلْبَانُهَا" فَقَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ". وَقَالَ: أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ، الَّذِي أَنزلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى: هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ مَاءَ الرَّجُلِ أَبْيَضُ غَلِيظٌ، ومَاءَ الْمَرْأَةِ أَصْفَر رَقِيقٌ، فَأَيُّهُمَا عَلا كَانَ لَهُ الْوَلَدُ وَالشَّبَهُ بإذنِ اللَّهِ، إِنْ عَلا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ  كَانَ ذَكَرًا بِإِذْنِ اللَّهِ وَإِنْ عَلا مَاءُ الْمَرْأَةِ مَاءَ الرَّجُلِ كَانَ أُنْثَى بِإِذْنِ اللَّهِ ". قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ". وَقَالَ: "أَنْشُدُكُمْ بِالَّذِي أَنزلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى: هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ هَذَا النَّبِيَّ الأمِّيَّ تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلا يَنَامُ قَلْبُهُ". قَالُوا: اللَّهُمَّ نعمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ ". قَالُوا: وَأَنْتَ الْآنَ فَحَدِّثْنَا منْ وليُّك مِنَ الْمَلَائِكَةِ؟ فَعِنْدَهَا نُجَامِعُكَ أَوْ نُفَارِقُكَ قَالَ: "إِنَّ وَلِيِّيَ جِبْرِيلُ، وَلَمْ يَبْعَث اللَّهُ نَبِيًّا قَطُّ إِلا وَهُوَ وَلِيُّهُ". قَالُوا: فَعِنْدَهَا نُفَارِقُكَ، وَلَوْ كَانَ وَلِيُّكَ غَيْرَهُ لتابعنَاك، فَعِنْدَ ذَلِكَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ} الْآيَةَ [الْبَقَرَةِ: 97]

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, bahwa Ibnu Abbas pernah menceritakan: Ada segolongan kaum Yahudi datang kepada Nabi Saw., lalu mereka berkata, "Ceritakanlah kepada kami tentang beberapa perkara yang akan kami tanyakan kepadamu, tiada yang mengetahuinya kecuali hanya seorang nabi." Rasulullah Saw. menjawab: Tanyakanlah kepadaku apa yang kalian kehendaki, tetapi berjanjilah kalian kepadaku demi karena Allah dan janji yang telah diambil oleh Ya'qub dari anak-anaknya, sekiranya aku menceritakan kepada kalian sesuatu hal, lalu kalian mengetahuinya (membenarkannya), maka kalian benar-benar mau mengikutiku masuk Islam. Mereka menjawab, "Baiklah, kami ikuti maumu." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang empat perkara; ceritakanlah kepada kami makanan apakah yang diharamkan oleh Israil atas dirinya? Bagaimanakah perihal air mani laki-laki dan air mani wanita, yakni bagaimanakah perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan darinya? Ceritakanlah kepada kami perihal Nabi yang ummi ini dalam hal tidurnya? Siapakah yang menjadi temannya dari kalangan para malaikat?" Lalu Nabi Saw. mengambil janji atas mereka, yaitu jika beliau menceritakan hal tersebut kepada mereka, maka mereka benar-benar mau mengikutinya. Nabi Saw. bersabda: "Aku bertanya kepada kalian demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa Israil pernah sakit keras dalam waktu yang cukup lama, lalu ia bernazar kepada Allah, jika Allah menyembuhkan penyakit yang selama ini dideritanya, ia benar-benar akan mengharamkan makanan dan minuman yang paling disukainya. Sedangkan makanan yang paling disukainya adalah daging unta, dan minuman yang paling disukainya adalah air susunya?" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Nabi Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Nabi Saw. bersabda, "Aku tanyakan kepada kalian demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa air mani laki-laki itu berwarna putih lagi kental dan air mani wanita itu berwarna kuning lagi encer. Maka yang mana pun di antara keduanya lebih kuat, maka si anak nanti akan mirip dengannya, baik jenis maupun rupanya. Dengan kata lain, jika air mani laki-laki mengalahkan air mani perempuan, maka anaknya nanti adalah laki-laki dengan seizin Allah. Dan jika air mani perempuan mengalahkan air mani laki-laki, maka anaknya nanti adalah perempuan dengan seizin Allah." Mereka menjawab, "Ya Allah, benar."Nabi Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Nabi Saw. bersabda, "Aku bertanya kepada kalian demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, tahukah kalian bahwa Nabi yang ummi ini kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur." Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Nabi Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Nabi Saw. bersabda, "Dan sesungguhnya temanku adalah Jibril, tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan dia adalah temannya." Mereka berkata, "Karena jawaban inilah kami berpisah denganmu. Seandainya temanmu adalah selain dia, niscaya aku benar-benar mengikutimu." Pada saat itu juga Allah berfirman: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril...." (Al-Baqarah: 97), hingga akhir ayat.
    Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui Husain ibnu Muhammad, dari Abdul Hamid dengan lafaz yang sama.

    Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:


    حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ العِجْليّ، عَنْ بُكَير بْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَقْبَلَتْ يهودُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، نَسْأَلُكَ عَنْ خَمْسَةِ أَشْيَاءَ، فَإِنْ أَنْبَأْتَنَا بِهِنَّ عَرَفْنَا أَنَّكَ نَبِيٌّ وَاتَّبَعْنَاكَ، فَأَخَذَ عَلَيْهِمْ مَا أَخَذَ إِسْرَائِيلُ عَلَى بَنِيهِ إِذْ قَالَ: {اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ} [يُوسُفَ: 66] . قَالَ: "هَاتُوا". قَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنْ عَلَامَةِ النَّبِيِّ؟ قَالَ: "تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلا يَنَامُ قَلْبُه". قالوا: أخبرنا كيف تُؤنِّثُ المرأةُ وَكَيْفَ تُذْكرُ؟ قَالَ: "يَلْتَقِي الماءَان، فَإِذَا  عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ أذْكَرَتْ، وإذَا عَلا مَاءُ الْمَرْأَةِ آنثَتْ. قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا حَرَّم إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ، قَالَ: "كَانَ يَشْتَكِي عِرْقَ النَّسَا، فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا يُلائِمُهُ إِلَّا ألْبَانَ كَذَا وكَذَا -قَالَ أَحْمَدُ: قَالَ بَعْضُهُمْ: يَعْنِي الْإِبِلَ -فَحَرَّم لُحُومَهَا". قَالُوا: صَدَقْتَ. قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا هَذَا الرَّعد؟ قَالَ: "مَلَكٌ مِنْ مَلائِكَةِ اللهِ مُوَكلٌ بِالسَّحَابِ بِيدِهِ -أَوْ فِي يَدِه-مِخْرَاقٌ مِنْ نَارٍ يَزْجُر بِهِ السّحابَ، يَسُوقُهُ حَيْثُ أَمَرَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ". قَالُوا: فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الَّذِي يُسمع؟ قَالَ: "صَوْتُه". قَالُوا: صدقت، إنما بقيت واحدة، وهي التي نتابعك إِنْ أَخْبَرَتْنَا بِهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا لَهُ مَلَكٌ يَأْتِيهِ بِالْخَبَرِ، فَأَخْبِرْنَا مَنْ صاحبُك؟ قَالَ: "جبْرِيلُ عَلَيْه السَّلامُ". قَالُوا: جِبْرِيلُ ذَاكَ يَنزل بالحَرْب وَالْقِتَالِ وَالْعَذَابِ عَدُوُّنا. لَوْ قلتَ: ميكائيل الذي ينزل بالرحمة والنبات والقَطْر لَكَانَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ}

    telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Walid Al-Ajali, dari Bukair ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Hai Abul Qasim, sesungguhnya kami akan menanyakan kepadamu tentang lima perkara. Jika kamu menceritakannya kepada kami, maka kami mengetahui bahwa engkau adalah seorang nabi dan kami akan mengikutimu." Maka Nabi Saw. mengambil janji atas mereka seperti apa yang pernah diambil oleh Israil terhadap anak-anaknya, yaitu ketika Israil mengatakan: Allah menjadi saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini). (Yusuf: 66) Lalu Nabi Saw. bersabda, "Kemukakanlah oleh kalian!" Mereka berkata, "Ceritakanlah kepada kami alamat seorang nabi!" Nabi Saw. menjawab: Kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur. Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami, bagaimana seorang wanita melahirkan anak perempuan dan bagaimana dia melahirkan anak laki-laki?" Nabi Saw. menjawab: Kedua air mani bertemu; apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani wanita, maka ia akan melahirkan laki-laki. Dan apabila air mani wanita dapat mengalahkan (air mani laki-laki), maka ia akan melahirkan perempuan. Mereka bertanya lagi, "Ceritakanlah kepada kami, apa yang diharamkan oleh Israil terhadap dirinya?" Nabi Saw. menjawab: Dia menderita penyakit 'irqun nasa, dan ia tidak menemukan sesuatu yang cocok untuknya selain air susu ternak anu —Imam Ahmad mengatakan bahwa sebagian di antara mereka (para perawi) menafsirkannya air susu unta— maka ia mengharamkan dagingnya. Mereka berkata, "Engkau benar." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami, apakah guruh itu?" Nabi Saw. menjawab: ia adalah malaikat Allah Swt. yang ditugaskan mengatur awan dengan tangannya —atau di tangannya— terdapat cemeti dari api untuk menggiring awan ke arah mana yang diperintahkan oleh Allah Swt. Mereka bertanya, "Lalu suara apakah yang terdengar itu?" Nabi Saw. menjawab, "Suara malaikat itu." Mereka berkata, "Engkau benar, sesungguhnya sekarang tinggal satu pertanyaan lagi yang sangat menentukan apakah kami akan mengikutimu jika kamu menceritakannya kepada kami. Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun melainkan mempunyai malaikat yang selalu datang kepadanya membawa berita (wahyu). Maka ceritakanlah kepada kami, siapakah teman malaikatmu itu?" Nabi Saw. menjawab: "Jibril a.s." Mereka berkata, "Jibril! Dia adalah malaikat yang selalu menurunkan peperangan, pembunuhan, dan azab. Dia adalah musuh kami. Seandainya kamu katakan Mikail yang biasa menurunkan rahmat, tumbuh-tumbuhan, dan hujan, maka kami akan mengikutimu." Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 97), hingga akhir ayat yang sesudahnya.
    Imam Turmuzi meriwayatkannya —juga Imam Nasai— melalui hadis Abdullah ibnul Walid Al-Ajali dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.

    Ibnu Juraij dan Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Israil a.s. (yakni Nabi Ya'qub) pernah menderita penyakit 'irqun nasa di setiap malam harinya. Penyakit ini membuatnya tidak dapat tidur. Tetapi bila siang hari, penyakit ini pergi (dan datang lagi pada malam harinya). Lalu Nabi Ya'qub bernazar kepada Allah Swt., bahwa jika Allah benar-benar menyembuhkan dirinya dari penyakit itu. dia tidak akan minum susu dan tidak akan memakan daging ternak yang menyusui (maksudnya unta).

    Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ad-Dahhak dan As-Saddi. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Jarir mengatakan, lalu sikap Ya'qub itu diikuti oleh anak-anaknya dalam mengharamkan hal tersebut, demi mengikuti jejak dan bertaqlid kepada ayahnya.

    Ibnu Jarir mengatakan bahwa firman Allah Swt.: Sebelum Taurat diturunkan. (Ali Imran: 93), Yakni Nabi Ya'qub mengharamkan hal tersebut atas dirinya sebelum kitab Taurat diturunkan kepadanya.
    Menurut kami, pembahasan ini mempunyai kaitan dengan tafsir ayat di atas ditinjau dari dua segi berikut, yaitu:
    • Pertama, Israil a.s. mengharamkan atas dirinya sesuatu yang paling disukainya demi karena Allah Swt. Hal ini diperbolehkan menurut syariat mereka, dan hal ini mempunyai kaitan jauh sesudah itu dengan firman-Nya: Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai..(Ali Imran: 92)
      Hal ini disyariatkan di dalam agama kita (Islam), yaitu menginfakkan sebagian dari harta yang dicintai oleh seorang hamba dan sangat digandrunginya demi ketaatannya kepada Allah Swt. Seperti yang disebutkan oleh firman lainnya, yaitu: dan memberikan harta yang dicintainya. (Al-Baqarah: 177). Dan mereka memberikan makanan yang disukainya. (Al-Insan: 8)
    • Kedua, dalam pembahasan terdahulu disebutkan sanggahan terhadap orang-orang Nasrani dan akidah mereka yang batil terhadap Al-Masih, juga disebutkan kepalsuan pendapat mereka. Kemudian dijelaskan perkara yang hak dan hal yang yakin tentang Isa dan ibunya, bagaimana Allah menciptakan Isa melalui kekuasaan dan kehendak-Nya. Lalu Allah mengutusnya kepada Bani Israil, menyeru mereka untuk menyembah Tuhannya Yang Mahasuci lagi Maha-tinggi. Selanjutnya sanggahan Allah ditujukan kepada orang-orang Yahudi, yang isinya menjelaskan bahwa nasakh yang mereka ingkari keberadaannya dan tidak diperbolehkan oleh mereka benar-benar terjadi. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah me-nas-kan di dalam kitab Taurat mereka bahwa Nabi Nuh a.s. ketika keluar dari perahunya, Allah memperbolehkan baginya semua binatang yang ada di bumi, ia boleh makan dagingnya. Sesudah itu Israil mengharamkan atas dirinya daging unta dan air susunya, yang kemudian sikapnya itu diikuti oleh anak-anaknya. Ketika kitab Taurat diturunkan, hal itu tetap diharamkan; diharamkan pula hal-hal lainnya sebagai tambahan dari yang telah ada.
    Pada mulanya Allah memperbolehkan Adam menikahkan anak-anak lelakinya dengan anak-anak perempuannya, tetapi sesudah itu peraturan tersebut diharamkan.

    Dahulu di masa Nabi Ibrahim, mengambil gundik di samping istri diperbolehkan. Nabi Ibrahim melakukan hal ini terhadap Siti Hajar, ketika ia mengambilnya sebagai gundik di samping istrinya sendiri (yaitu Siti Sarah). Akan tetapi, hal seperti itu diharamkan bagi mereka dalam kitab Taurat.

    Di masa Nabi Ya'qub, menggabungkan dua orang saudara perempuan dalam satu perkawinan diperbolehkan. Nabi Ya'qub a.s. sendiri melakukannya. Sesudah itu hal ini diharamkan dalam kitab Taurat.

    Semuanya itu di-nas-kan di dalam kitab Taurat yang ada di tangan mereka, dan hal ini merupakan salah satu bentuk dari nasakh itu sendiri. Demikian pula halnya apa yang telah disyariatkan oleh Allah kepada Al-Masih a.s., yaitu menghalalkan sebagian dari apa yang pernah diharamkan oleh kitab Taurat. Mengapa mereka tidak mau mengikutinya, bahkan mendustakan dan menentangnya?

    Demikian pula apa yang telah diutus oleh Allah kepada Nabi Muhammad, berupa agama yang benar dan jalan yang lurus, yaitu agama kakek moyangnya (yakni Nabi Ibrahim). Mengapa mereka tidak mau beriman? Karena itulah dalam ayat ini disebut oleh firman-Nya: Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil, melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. (Ali Imran: 93)
    Yakni dahulu semua jenis makanan dihalalkan sebelum kitab Taurat diturunkan, kecuali apa yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya'qub) sendiri.

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    فَأْتُوا بِالتَّوْراةِ فَاتْلُوها إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ

    Katakanlah, "Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar" (Ali Imran: 93)
    Karena sesungguhnya kitab Taurat pasti dinyatakan sama dengan apa yang Kami katakan.


    فَمَنِ افْتَرى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ مِنْ بَعْدِ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

    Maka  barang  siapa  mengada-adakan  dusta  terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim.  (Ali Imran: 94)
    Maksudnya, barang siapa yang berdusta terhadap Allah dan mengakui bahwa Allah mensyariatkan bagi mereka hari Sabtu serta berpegang kepada Taurat selamanya, bahwa Allah tidak mengutus nabi lain yang menyeru kepada Allah Swt. dengan membawa bukti-bukti dan hujah-hujah sesudah apa yang Kami terangkan, yaitu terjadinya nasakh, dan apa yang telah Kami sebutkan itu benar-benar nyata.


    فَأُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

    maka merekalah orang-orang yang zalim. (Ali Imran: 94).

    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    قُلْ صَدَقَ اللَّهُ

    Katakanlah, "Benarlah Allah." (Ali Imran: 95)
    Yaitu katakanlah, Muhammad, bahwa Allah benar dalam apa yang difirmankan-Nya dan dalam semua apa yang disyariatkan-Nya di dalam Al-Qur'an.


    فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَما كانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

    Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (Ali Imran: 95)
    Maksudnya, ikutilah agama Ibrahim yang telah disyariatkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an melalui lisan Nabi Muhammad Saw. Karena sesungguhnya agama Nabi Muhammad itu adalah agama yang hak, yang tidak diragukan lagi dan tidak ada kebimbangan padanya. la merupakan jalan yang belum pernah didatangkan oleh seorang nabi pun dalam bentuk yang lebih sempurna, lebih jelas, lebih gamblang, dan lebih lengkap daripadanya. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:


    قُلْ إِنَّنِي هَدانِي رَبِّي إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ دِيناً قِيَماً مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَما كانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

    Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik." (Al-An'am: 161)


    ثُمَّ أَوْحَيْنا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَما كانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

    Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 123)


    Ali Imran, ayat 96-97

    إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبارَكاً وَهُدىً لِلْعالَمِينَ (96) فِيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ مَقامُ إِبْراهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كانَ آمِناً وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعالَمِينَ (97)

    Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

    Allah Swt. memberitahukan bahwa rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, yakni untuk tempat ibadah dan manasik mereka, di mana mereka melakukan tawaf dan salat serta ber-i'tikaf padanya.


    {لَلَّذِي بِبَكَّةَ}

    ialah Baitullah yang di Bakkah. (Ali Imran: 96)
    Yakni Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim Al-Khalil a.s. yang diklaim oleh masing-masing dari dua golongan, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani; bahwa mereka berada di dalam agama Nabi Ibrahim dan tuntunannya, tetapi mereka tidak mau ber-haji ke Baitullah yang dibangun olehnya atas perintah Allah untuk tujuan itu, padahal Nabi Ibrahim telah menyerukan kepada manusia untuk melakukan haji ke Baitullah. Seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:


    {مُبَارَكًا}

    yang diberkahi. (Ali Imran: 96)
    Yaitu diberkahi sejak awal pembangunannya


    {وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ}

    Yang menjadi petunjuk bagi semua manusia. (Ali Imran: 96)


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْميّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ذَر، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ قلتُ: يَا رسولَ اللَّهِ، أيُّ مَسجِد وُضِع فِي الْأَرْضِ أوَّلُ؟ قَالَ: "الْمسْجِدُ الْحَرَامُ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "الْمسجِدُ الأقْصَى". قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: "أرْبَعُونَ سَنَةً". قلتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُم حَيْثُ أدْرَكْت الصَلاةَ فَصَلِّ، فَكُلُّهَا مَسْجِدٌ".

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Zar r.a. yang telah menceritakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, masjid manakah yang mula-mula dibangun?" Nabi Saw. menjawab, "Masjidil Haram." Aku bertanya, "Sesudah itu mana lagi?" Nabi Saw. menjawab, "Masjidil Aqsa." Aku bertanya, "Berapa lama jarak di antara keduanya?" Nabi Saw. menjawab.”Empat puluh tahun." Aku bertanya, "Kemudian masjid apa lagi?" Nabi Saw. bersabda, "Kemudian tempat di mana kamu mengalami waklu salat, maka salatlah padanya, karena semuanya adalah masjid."
    Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, dari Syarik, dari Mujahid, dari Asy-Sya'bi, dari Ali r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi. (Ali Imran: 96) Memang banyak rumah yang dibangun sebelum Masjidil Haram, tetapi Baitullah adalah rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah.
    (Ibnu Abu Hatim mengatakan pula) dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sammak, dari Khalid ibnu Ur'urah yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki berdiri, lalu menuju kepada sahabat Ali r.a. dan bertanya, "Sudikah engkau menceritakan kepadaku tentang Baitullah, apakah ia merupakan rumah yang mula-mula dibangun di bumi ini?" Sahabat Ali menjawab, "Tidak, tetapi Baitullah merupakan rumah yang mula-mula dibangun mengandung berkah, yaitu maqam Ibrahim; dan barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia."
    Kemudian Ibnu Abu Hatim menuturkan asar ini hingga selesai, yaitu menyangkut perihal pembangunan Baitullah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Kami mengetengahkan asar ini secara rinci di dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah, hingga tidak perlu diulangi lagi dalam bab ini.
    As-Saddi menduga bahwa Baitullah merupakan rumah yang mula-mula dibangun di bumi ini secara mutlak. Akan tetapi, pendapat Ali r.a.-lah yang benar.
    Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi di dalam kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah mengenai pembangunan Ka'bah yang ia ketengahkan melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Habib, dari Abul Khair, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As secara marfu’ yaitu: Allah mengutus Jibril kepada Adam dan Hawa, membawa perintah kepada keduanya agar keduanya membangun Ka'bah. Maka Adam membangunnya, kemudian Allah memerintahkan kepadanya untuk melakukan tawaf di sekeliling Ka'bah. Dikatakan kepadanya, "Engkau adalah manusia pertama (yang beribadah di Baitullah), dan ini merupakan Baitullah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia."
    Maka sesungguhnya hadis ini merupakan salah satu dari mufradat (hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang) Ibnu Luhai'ah, sedangkan Ibnu Luhai'ah orangnya dinilai daif. Hal yang mirip kepada kebenaran —hanya Allah Yang Maha Mengetahui—bila hadis ini dikatakan mauquf hanya sampai kepada Abdullah ibnu Amr. Dengan demikian, berarti kisah ini termasuk ke dalam kategori kedua hadis daif lainnya yang keduanya diperoleh oleh Abdullah ibnu Amr pada saat Perang Yarmuk, yaitu diambil dari kisah Ahli Kitab.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    لَلَّذِي بِبَكَّةَ
    ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah). (Ali Imran: 96)
    Bakkah merupakan salah satu nama lain dari kota Mekah yang terkenal. Menurut suatu pendapat, dinamakan demikian karena kota Mekah dapat membuat hina orang-orang yang zalim dan yang angkara murka. Dengan kata lain, mereka menjadi hina dan tunduk bila memasukinya.
    Menurut pendapat yang lainnya lagi, dinamakan demikian karena manusia berdesak-desakan padanya. Qatadah mengatakan, sesungguhnya Allah membuat manusia berdesak-desakan di dalamnya, hingga kaum wanita dapat salat di depan kaum laki-laki; hal seperti ini tidak boleh dilakukan selain hanya di dalam kota Mekah. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Amr ibnu Syu'aib, dan Muqatil ibnu Hayyan.
    Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa batas Mekah mulai dari Al-Faj sampai ke Tan'im, sedangkan Bakkah batas-nya dari Baitullah sampai ke Al-Batha.
    Syu'bah meriwayatkan dari Al-Mugirah, dari Ibrahim, bahwa Bakkah ialah Baitullah dan Masjidil Haram. Hal yang sama dikatakan pula oleh Az-Zuhri.
    Ikrimah dalam salah satu riwayat dan Maimun ibnu Mihran mengatakan bahwa Baitullah dan sekitarnya dinamakan Bakkah, sedangkan selain itu dinamakan Mekah.
    Abu Malik, Abu Saleh, Ibrahim An-Nakha'i, Atiyyah Al-Aufi, dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa Bakkah ialah tempat Baitullah berada, sedangkan selain itu dinamakan Mekah.
    Mereka menyebutkan beberapa nama lain yang banyak bagi Mekah, yaitu Bakkah, Baitul Atiq, Baitul Haram, Baladul Amin, Al-Mamun, Ummu Rahim, Ummul Qura, Salah, Al-Arsy, Al-Qadis (karena menyucikan dosa-dosa), Al-Muqaddasah, An-Nasah, Al-Basah, Al-Balsah, Al-Hatimah, Ar-Ras, Kausa, Al-Baldah, Al-Bunyah, dan Al-Ka'bah.
    *******************
    Firman Allah Swt.:


    فِيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ

    Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata. (ali Imran: 97)
    Yaitu tanda-tanda yang jelas menunjukkan bahwa bangunan tersebut dibangun oleh Nabi Ibrahim, dan Allah memuliakan serta menghormatinya.
    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    مَقامُ إِبْراهِيمَ

    maqam Ibrahim. (ali Imran: 97)
    Yaitu sarana yang dipakai oleh Nabi Ibrahim ketika bangunan Ka'bah mulai meninggi untuk meninggikan fondasi dan temboknya. Sarana ini dipakai untuk tangga tempat berdiri, sedangkan anaknya (yaitu Nabi Ismail) menyuplai bebatuan.
    Pada mulanya maqam Ibrahim ini menempel pada dinding Ka'bah, kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. maqam tersebut dipindahkan ke sebelah timur Ka'bah hingga memudahkan bagi orang-orang yang bertawaf dan tidak berdesak-desakan dengan orang-orang yang salat di dekatnya sesudah melakukan tawaf. Karena Allah Swt. telah memerintahkan kepada kita agar melakukan salat di dekat maqam Ibrahim, yaitu melalui firman-Nya:


    {وَاتَّخِذُوا مِنْ مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى}

    Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)
    Dalam pembahasan terdahulu telah kami kemukakan hadis-hadis mengenai hal ini, maka tidak perlu diulangi lagi dalam bab ini.
    Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di antaranya) maqam Ibrahim. (Ali Imran: 97) Yakni antara lain ialah maqam Ibrahim dan tanda-tanda lainnya.
    Menurut Mujahid, bekas kedua telapak kaki Nabi Ibrahim di maqamnya mempakan tanda yang nyata. Hal yang sama dikatakan pula dalam riwayat lain dari Umar ibnu Abdul Aziz, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya.
    Abu Talib mengatakan dalam salah satu bait syair dari qasidah Lamiyah yang terkenal, yaitu:


    وَمَوْطِئُ إِبْرَاهِيمَ فِي الصَّخْرِ رَطْبَةٌ ... عَلَى قَدَمَيْهِ حَافِيًا غَيْرَ نَاعِلِ

    Pijakan kaki Nabi Ibrahim pada batu itu tampak nyata bekas
    kedua telapak kakinya yang telanjang tanpa memakai terompah.

    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id dan Amr Al-Audi; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maqam Ibrahim. (Ali Imran: 97) Bahwa yang dimaksud dengan maqam Ibrahim ialah tanah suci seluruhnya. Sedangkan menurut lafaz Amr disebutkan bahwa Al-Hijir seluruhnya adalah maqam Ibrahim.
    Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa dia pernah mengatakan, "Haji itu maqam Ibrahim." Demikianlah yang aku lihat di dalam kitab salinannya, barangkali yang dimaksud ialah Al-Hijir seluruhnya adalah maqam Ibrahim. Hal ini telah diterangkan pula oleh Mujahid.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَمَنْ دَخَلَهُ كانَ آمِناً

    barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. (Ali Imran: 97)
    Yaitu memasuki lingkungan Mekah yang diharamkan (disucikan). Apabila orang yang dalam ketakutan memasukinya, menjadi amanlah dia dari semua kejahatan. Hal yang sama terjadi pula di masa Jahiliah, seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri dan lain-lain-nya. Disebutkan bahwa pernah ada seorang lelaki melakukan pembunuhan, lalu ia memakai kain wol pada lehernya dan memasuki Masjidil Haram. Ketika anak laki-laki si terbunuh menjumpainya, ia tidak menyerangnya sebelum keluar dari lingkungan Masjidil Haram.
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Tamimi, dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. (Ali Imran: 97) Bahwa barang siapa yang berlindung di Baitullah, maka Baitullah melindunginya. Tetapi Baitullah tidak memberikan naungan, tidak juga makanan dan minuman; dan bila ia keluar darinya, maka ia pasti dihukum karena dosanya. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


    أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنا حَرَماً آمِناً وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ

    Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedangkan manusia sekitarnya rampok-merampok. (Al-Ankabut: 67), hingga akhir ayat.


    فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

    Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy: 3-4)
    Sehingga disebutkan bahwa termasuk hal yang diharamkan di dalam kota Mekah ialah dilarang memburu binatang buruannya dan menghardiknya dari sarangnya, dilarang pula memotong pepohonannya serta mencabut rerumputannya. Seperti yang dinyatakan di dalam banyak hadis dan asar mengenainya dari sejumlah sahabat secara marfu' dan mauquf.
    Di dalam kitab Sahihain menurut lafaz Imam Muslim dari Ibnu Abbas r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda pada hari kemenangan atas kota Mekah:


    «لَا هِجْرَةَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا»

    Tidak ada hijrah lagi, tetapi yang ada adalah jihad dan niat; dan apabila kalian diseru untuk berjihad, maka berangkatlah.
    Pada hari kemenangan atas kota Mekah Nabi Saw. bersabda pula:


    "إنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ والأرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحرمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا فِي سَاعَةٍ مِنْ نَهَارٍ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لَا يُعْضَد شَوْكُهُ، وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلَا يَلْتَقطْ لُقَطتَه إِلَّا مَنْ عَرَّفها، وَلَا يُخْتَلى خَلاها فقال العباس: يا رسول الله، إلا الإذْخَرَ، فَإِنَّهُ لقَيْنهم ولبُيوتهم، فَقَالَ: "إِلَّا الإذْخَر"

    Sesungguhnya negeri (kota) ini diharamkan oleh Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, maka ia haram karena diharamkan oleh Allah sampai hari kiamat. Dan sesungguhnya tidak dihalalkan melakukan peperangan di dalamnya sebelumku, dan tidaklah dihalalkan bagiku kecuali hanya sesaat dari siang hari. Maka ia kembali menjadi haram karena diharamkan oleh Allah hingga hari kiamat; pepohonannya tidak boleh ditebang, binatang buruannya tidak boleh diburu, barang temuannya tidak boleh dipungut kecuali bagi orang yang hendak mempermaklumatkannya, dan rerumputannya tidak boleh dicabut. Lalu Al Abbas berkata mengajukan usulnya, "Wahai Rasulullah, kecuali izkhir, karena sesungguhnya izkhir digunakan oleh mereka untuk atap rumah mereka." Maka Nabi Saw. bersabda: Terkecuali izkhir (sejenis rumput ilalang).
    Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan pula hal yang semisal atau yang sama melalui sahabat Abu Hurairah r.a.
    Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan pula dari Abu Syuraih Al-Adawi —menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim—


    أَنَّهُ قَالَ لعَمْرو بْنِ سَعِيدٍ، وَهُوَ يَبْعَثُ الْبُعُوثَ إِلَى مكةَ: ائذَنْ لِي أَيُّهَا الْأَمِيرُ أَنْ أُحدِّثك قَولا قَامَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الغَدَ مِنْ يَوْمِ الْفَتْحِ سَمعَتْه أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي وَأَبْصَرَتْهُ عَيْنَايَ حِينَ تَكَلَّمَ بِهِ، إِنَّهُ حَمد اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: "إنَّ مَكِّةَ حَرَّمَهَا اللهُ ولَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ، فَلا يَحِلُّ لامرئ يُؤْمِنُ باللهِ والْيَوْمِ الْآخِرِ أنْ يَسْفِكَ بِهَا دَمًا، ولا يَعْضد بِهَا شَجَرةً، فَإنْ أحَد تَرخَّصَ بِقِتَالِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا فَقُولُوا لَهُ: إنَّ اللهَ أذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ، وإنَّمَا أذِنَ لِي فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، وَقَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا بِالأمْسِ فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهدُ الغائِبَ" فَقِيلَ لِأَبِي شُرَيح: ما قال لك عَمْرو؟ قال: أنا أَعْلَمُ بِذَلِكَ مِنْكَ يَا أَبَا شُرَيْحٍ، إِنَّ الحَرَم لَا يُعيذ عَاصِيًا وَلَا فَارا بِدَمٍ وَلَا فَارًّا بخَزْيَة.

    bahwa ia pernah berkata kepada Amr ibnu Sa'id yang sedang melantik delegasi-delegasinya yang akan berangkat ke Mekah, "Izinkanlah kepadaku, wahai Amirui Muminin. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadis yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. pada keesokan harinya setelah kemenangan atas kota Mekah, aku mendengarnya dengan kedua telingaku ini dan kuhafalkan dalam kalbuku serta aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri ketika beliau Saw. mengucapkannya. Sesungguhnya pada mulanya beliau memanjatkan puja dan puji kepada Allah Swt., kemudian bersabda: Sesungguhnya Mekah ini diharamkan oleh Allah dan bukan diharamkan oleh manusia. Karena itu, tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian mengalirkan darah di dalamnya, atau menebang suatu pohon padanya. Apabila ada seseorang menghalalkannya dengan alasan bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan peperangan di dalamnya, maka katakanlah oleh kalian kepadanya, 'Sesungguhnya Allah telah memberikan izin kepada Nabi-Nya, tetapi Dia tidak mengizinkan bagi kalian, dan sesungguhnya Allah hanya memberikan izin kepadaku melakukan peperangan di dalamnya sesaat dari siang hari. Dan sekarang keharaman kota Mekah telah kembali seperti semula, sama dengan keharaman yang sebelumnya. Maka hendaklah orang yang hadir menyampaikan berita ini kepada yang gaib (tidak hadir)'." Ketika ditanyakan kepada Abu Syuraih, "Apa yang dikatakan oleh Amr kepadamu?" Abu Syuraih menjawab bahwa Amr berkata, "Aku lebih mengetahui hal tersebut daripada kamu, hai Abu Syuraih. Sesungguhnya Kota Suci Mekah ini tidak memberikan perlindungan kepada orang yang maksiat, tidak bagi orang yang lari setelah membunuh, tidak pula orang yang lari karena menimbulkan kerusakan."


    وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "لَا يَحِلُّ لأحَدِكُمْ أنْ يَحْمِلَ بِمَكَّةَ السِّلاحَ"

    Telah diriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak dihalalkan bagi seorang pun membawa senjata di Mekah.
    Hadis riwayat Imam Muslim.


    وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَدِيّ بْنِ الْحَمْرَاءِ الزُّهْرِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ، وَهُوَ وَاقِفٌ بالحَزْوَرَة فِي سُوقِ مَكَّةَ: "واللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أرْضِ اللهِ، وأحَبُّ أرْضِ اللهِ إلَى اللهِ، ولَوْلا أنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ".

    Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Addi ibnul Hamra Az-Zuhri, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda kepada kota kelahirannya seraya berdiri di Harurah, pasar Mekah: Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik bumi Allah dan bumi Allah yang paling dicintai oleh-Nya. Seandainya aku tidak dikeluarkan darimu, niscaya aku tidak akan keluar.
    Hadis riwayat Imam Ahmad —lafaz ini menurutnya—, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih, demikian pula telah disahihkan yang semisalnya dari hadis Ibnu Abbas.
    Imam Ahmad telah meriwayatkan pula hadis yang sama dari Abu Hurairah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Adam ibnu binti Azar As-Saman, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Asim, dari Zuraiq ibnu Muslim Al-A'ma maula Bani Makhzum, telah menceritakan kepadaku Ziyad ibnu Abu Iyasy, dari Yahya ibnu Ja'dah ibnu Hubairah sehubungan dengan Firman-Nya: Barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. (Ali Imran: 97) Yang dimaksud ialah aman dari api neraka.
    Semakna dengan pendapat ini hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi. Disebutkan bahwa:


    أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدان، أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا ابْنُ المُؤَمَّل، عَنِ ابْنِ مُحَيْصِن، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "مَنْ دَخَلَ الْبَيْتَ دَخَلَ فِي حَسَنةٍ وَخَرَجَ مِنْ سَيِّئَةٍ، وَخَرَجَ مَغْفُورًا لَهُ"

    telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Ali ibnu Ahmad ibnu Abdan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman ibnul Wasiti, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Muammal, dari Ibnu Muhaisin, dari Atha,dari Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa memasuki Baitullah, berarti dia masuk ke dalam kebaikan dan keluar dari keburukan, serta ia keluar dalam keadaan diampuni baginya.
    Kemudian   Imam   Baihaqi   mengatakan   bahwa   hadis   ini   hanya diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Muammal sendiri, sedangkan dia orangnya tidak kuat.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

    mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97)
    Ayat ini mewajibkan ibadah haji, menurut pendapat jumhur ulama. Sedangkan menurut yang lainnya, ayat yang mewajibkan ibadah haji ialah firman-Nya:


    وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

    Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. (Al-Baqarah: 196)
    Akan tetapi, pendapat yang pertama lebih kuat.
    Banyak hadis yang beraneka ragam menyatakan bahwa ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam dan merupakan pilar serta fondasinya. Kaum muslim telah sepakat akan hal tersebut dengan kesepakatan yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Sesungguhnya melakukan ibadah haji itu hanya diwajibkan sekali dalam seumur hidup berdasarkan keterangan dari nas dan ijma'.


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ القُرَشيّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فُرِضَ عَلَيْكُمْ الْحَجُّ فَحُجُّوا". فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ ". ثُمَّ قَالَ: "ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، وإذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وإذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ".

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Muslim Al-Qurasyi, dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah berkhotbah kepada kami (para sahabat) yang isinya mengatakan: "Hai manusia, telah difardukan atas kalian melakukan ibadah haji. Karena itu, berhajilah kalian." Ketika ada seorang lelaki bertanya, "Apakah untuk setiap tahun, wahai Rasulullah?" Nabi Saw. diam hingga lelaki itu mengulangi pertanyaannya tiga kali. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Seandainya aku katakan, 'Ya,' niscaya diwajibkan (setiap tahunnya), tetapi niscaya kalian tidak akan mampu." Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Terimalah dariku apa yang aku tinggaikan buat kalian, karena sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian (umat-umat terdahulu) karena mereka banyak bertanya dan menentang nabi-nabi mereka. Apabila aku perintahkan kepada kalian sesuatu hal, maka kerjakanlah sebagian darinya semampu kalian; dan apabila aku larang kalian terhadap sesuatu, maka tinggalkanlah ia oleh kalian."
    Imam Muslim meriwayatkannya dari Zuhair ibnu Harb, dari Yazid ibnu Harun dengan lafaz yang semisal.
    Sufyan ibnu Husain, Sulaiman ibnu Kasir, Abdul Jalil ibnu Humaid, dan Muhammad ibnu Abu Hafsah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Abu Sinan Ad-Duali (yang namanya adalah Yazid ibnu Umayyah), dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berkhotbah kepada kami yang isinya mengatakan:


    "يَأيُّهَا النَّاسُ، إنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُم الحَجَّ". فَقَامَ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ قَالَ: "لَوْ قُلْتُهَا، لَوَجَبَتْ، ولَوْ وَجَبَتْ لَمْ تَعْمَلُوا بِهَا، وَلَمْ تَسْتَطِيعُوا أنْ تَعْمَلُوا بِهَا؛ الحَجُّ مَرَّةً، فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ".

    "Hai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian ibadah haji." Maka berdirilah Al-Aqra' ibnu Habis, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Nabi Saw. bersabda, "Seandainya aku mengatakannya, niscaya akan diwajibkan; dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian tidak dapat mengerjakannya dan kalian tidak akan dapat melakukannya. Ibadah haji adalah sekali; maka barang siapa yang lebih dari sekali, maka hal itu haji sunat."
    Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah serta Imam Hakim melalui hadis Az-Zuhri dengan lafaz yang sama. Syarik meriwayatkannya melalui Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semakna. Hal ini diriwayatkan pula melalui hadis Usamah ibnu Zaid.
    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Wardan, dari Abdul A'la ibnu Abdul A'la, dari ayahnya, dari Al-Bukhturi, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw. diam. Mereka bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Nabi Saw. menjawab: "Tidak, seandainya aku katakan, 'Ya,' niscaya diwajibkan (setiap tahunnya)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101 )
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Ibnu Majah, dan Imam Hakim melalui hadis Mansur ibnu Wardan. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Imam Turmuzi itu masih perlu dipertimbangkan, mengingat Imam Bukhari mengatakan bahwa Abul Bukhturi belum pernah mendengar dari sahabat Ali r.a.


    قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْر، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُبَيدة، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْحَجُّ فِي كُلِّ عَامٍ؟ قَالَ: "لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ، لوجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَمْ تَقُومُوا بِهَا، ولَوْ لَمْ تَقُومُوا بِهَا لَعُذِّبتُمْ"

    Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Ubaidah, dari ayahnya, dari Al-A'masy ibnu Abu Sufyan, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan: Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ibadah haji itu setiap tahun?" Nabi Saw. menjawab, "Seandainya aku kalakan, 'Ya,' niscaya diwajibkan. Dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian tidak dapat melakukannya; dan seandainya kalian tidak dapat melakukannya, niscaya kalian akan tersiksa.
    Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Juraij, dari Ata, dari Jabir, dari Suraqah ibnu Malik yang mengatakan:


    يَا رَسُولَ اللَّهِ، مُتْعَتنا هَذِهِ لِعَامِنَا هَذَا أَمْ لِلْأَبَدِ؟ قَالَ: "لَا بَلْ لِلأبَدِ". وَفِي رِوَايَةٍ: "بَلْ لأبَد أبَدٍ"

    "Wahai Rasulullah, apakah engkau mengajak kami ber-tamattu' hanya untuk tahun kita sekarang ini, ataukah untuk selama-lamanya?" Nabi Saw. menjawab, "Tidak, bahkan untuk selamanya." Menurut riwayat yang lain disebutkan, "Bahkan untuk selama-lamanya."
    Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan kitab Sunan Abu Daud dinyatakan melalui hadis Waqid ibnu Abu Waqid Al-Laisi, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. dalam hajinya itu berkata kepada istri-istrinya,


    "هَذِه ثُمَّ ظُهُورَ الحُصْر"

    "Kemudian mereka (kaum wanita) menetapi tikar hamparannya,"
    maksudnya tetaplah kalian pada tikar kalian dan janganlah kalian keluar dari rumah.
    Adapun mengenai istita'ah (yakni berkemampuan), hal ini terdiri atas berbagai macam, adakalanya seseorang mempunyai kemampuan pada dirinya, dan adakalanya pada yang lainnya, seperti yang ditetapkan di dalam kitab yang membahas masalah hukum.


    قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَزِيدَ قَالَ: سَمِعْتُ محمَّد بْنَ عَبَّاد بْنِ جَعْفَرٍ يُحَدِّثُ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَالَ: مَن الْحَاجُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الشَّعثُ التَّفِل" فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: أَيُّ الْحَجِّ أَفْضَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "العَجُّ والثَّجُّ"، فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: مَا السَّبِيلُ يَا رَسُولَ الله  ؟ قال: "الزَّادُ والرَّاحِلَة".

    Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far menceritakan sebuah hadis dari Ibnu Umar r.a.: Seorang lelaki menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berhaji sesungguhnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Orang yang rambutnya awut-awutan dan kusut pakaiannya (karena lama dalam perjalanannya)." Lalu ada lelaki lain menghadap dan bertanya, "Wahai Rasulullah, haji apakah yang lebih utama?" Rasulullah Saw. menjawab, "Mengeraskan bacaan talbiyah dan berkelompok-kelompok." Lalu datang lagi lelaki yang lainnya dan bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan as-sabil itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Bekal dan kendaraan."
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui hadis Ibrahim ibnu Yazid (yaitu Al-Jauzi). Imam Turmuzi mengatakan, tiada yang me-rafa'-kan hadis ini kecuali hanya melalui hadisnya (Ibrahim ibnu Yazid). Akan tetapi, sebagian dari ahlul 'ilmi meragukan perihal kekuatan hafalannya.
    Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Imam Turmuzi dalam bab ini. Di dalam Kitabul Haj ia mengatakan bahwa hadis  ini  hasan,  tidak  diragukan bahwa  sanad  ini para perawinya semua terdiri atas orang-orang yang Siqah selain Al-Jauzi. Mereka membicarakan perihalnya demi hadis ini, tetapi ternyata jejaknya itu diikuti oleh orang lain.
    Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:


    حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْعَامِرِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ اللَّيْثِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ: جَلَسْتُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ: مَا السَّبِيلُ؟ قَالَ: "الزَّادُ والرِّحْلَة".

    telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah Al-Amiri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair Al-Laisi, dari Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far yang menceritakan bahwa ia duduk di majelis Abdullah Ibnu Umar, lalu Ibnu Umar menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya kepadanya, "Apakah arti sabil itu?" Nabi Saw. menjawab: Bekal dan kendaraan.
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui riwayat Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dengan lafaz yang sama.
    Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Anas, Al-Hasan, Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah hal yang semisal dengan hadis di atas.
    Hadis ini diriwayatkan melalui berbagai jalur lain dari hadis Anas, Abdullah ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan Siti Aisyah yang semuanya berpredikat marfu’.  Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat perbedaan pendapat, seperti yang ditetapkan di dalam Kitabul Ahkam. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mempunyai perhatian khusus terhadap hadis ini dengan mengumpulkan semua jalur periwayatannya.
    Imam Hakim meriwayatkan melalui hadis Qatadah, dari Hammad ibnu Salamah, dari Qatadah, dari Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman Allah Swt: yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97)
    Lalu ditanyakan, "Apakah makna sabil itu?" Rasulullah Saw. menjawab:


    «الزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ»

    Bekal dan kendaraan.
    Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa predikat hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
    Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Yunus, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97) Lalu mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan sabil itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Bekal dan kendaraan.
    Waki' meriwayatkan hadis ini di dalam kitab tafsirnya melalui Sufyan dan Yunus dengan lafaz yang sama.


    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا الثَّوْرِيُّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ -وَهُوَ أَبُو إِسْرَائِيلَ الْمُلَائِيُّ-عَنْ فُضَيْل -يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو-عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَعَجَّلُوا إِلَى الحَجِّ -يَعْنِي الْفَرِيضَةَ-فإنَّ أحَدَكُمْ لَا يَدْرِي مَا يَعْرضُ لَهُ "

    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Ismail (yaitu Abu Israil Al-Mala-i), dari Fudail (yakni Ibnu Amr), dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Bersegeralah kalian mengerjakan haji —yakni haji fardu— karena sesungguhnya seseorang di antara kalian tidak mengetahui aral yang akan menghalang-halanginya (di masa mendatang).


    قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرٍو الفُقَيْمي، عَنْ مِهْرَان بْنِ أَبِي صَفْوَانَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أرَادَ الحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ".

    Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Amr Al-Faqimi, dari Mahran ibnu Abu Safwan, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang niat hendak melakukan haji, maka kerjakanlah dengan segera.
    Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abu Mu'awiyah Ad-Darir dengan lafaz yang sama.
    Waki' meriwayatkan —begitu pula Ibnu Jarir— dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97) Ibnu Abbas mengatakan, "Barang siapa yang memiliki harta sejumlah tiga ratus dirham, berarti dia sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah."
    Telah diriwayatkan dari maulanya (yaitu Ikrimah) bahwa ia pernah mengatakan, "Yang dimaksud dengan sabil ialah sehat."
    Waki' ibnul Jarrah meriwayatkan dari Abu Janab (yakni Al-Kalbi), dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari Ibnu Abbas yang menga¬takan sehubungan dengan firman-Nya: yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97), Yang dimaksud dengan sabil ialah bekal dan kendaraan unta.
    *******************

    Firman Allah Swt.:


    وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعالَمِينَ

    Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam. (Ali Imran: 97)
    Ibnu Abbas mengatakan —begitu pula Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang— bahwa barang siapa yang ingkar terhadap kefarduan ibadah haji, maka sesungguhnya ia telah kafir, dan Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) darinya.


    قَالَ سَعيد بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيح، عَنْ عِكْرِمة قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ} قَالَتِ الْيَهُودُ: فَنَحْنُ مُسْلِمُونَ. قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ فاخْصَمْهُمْ فَحَجَّهُمْ -يَعْنِي فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ اللهَ فَرَضَ عَلَى الْمسلمِينَ حَجَّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاع إِلَيْه سَبِيلا" فَقَالُوا: لَمْ يُكْتَبْ عَلَيْنَا، وأبَوْا أَنْ يَحُجُّوا. قَالَ اللَّهُ: {وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}

    Sa'id ibnu Mansur meriwayatkan dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa ketika firman Allah Swt. ini diturunkan, yaitu: Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya. (Ali Imran: 85); Maka orang-orang Yahudi berkata, "Kami adalah orang-orang muslim." Tetapi Allah membantah pengakuan mereka dan mematahkan alasan mereka, yakni melalui sabda Nabi Saw. kepada mereka: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kaum muslim berhaji ke Baitullah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Orang-orang Yahudi menjawab, "Belum pernah diwajibkan atas kami," dan mereka menolak, tidak mau melakukan haji. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Ali Imran: 97)
    Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan hal yang sama dari Mujahid.


    قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وشَاذ بْنُ فَيَّاضٍ قَالَا أَخْبَرَنَا هِلَالٌ أَبُو هَاشِمٍ الخُراساني، أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِيُّ، عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً وَلَمْ يَحُجَّ بَيْتَ اللهِ، فَلا يَضُرُّهُ مَاتَ يَهُودِيّا أوْ نَصْرانِيّا، ذَلِكَ بِأنَّ اللهَ قَالَ: {وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}

    Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim dan Syaz ibnu Fayyad; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hilal Abu Hasyim Al-Khurrasani, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Al-Haris, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memiliki bekal dan kendaraan, lalu tidak juga melakukan haji ke Baitullah, maka haji tidak dirugikan olehnya bilamana ia mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani. Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam" (Ali Imran: 97).
    Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Muslim ibnu Ibrahim dengan lafaz yang sama. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Abu Zar'ah Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnul Fayyad, telah menceritakan kepada kami Hilal Abu Hasyim Al-Khurrasani, lalu ia menuturkan hadis ini dengan sanad yang semisal.
    Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ali Al-Qat'i, dari Muslim ibnu Ibrahim, dari Hilal ibnu Abdullah maula Rabi'ah ibnu Amr ibnu Muslim Al-Bahili dengan lafaz yang sama, dan ia mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali dari segi ini.
    Di dalam sanadnya terdapat perbedaan pendapat: Hilal orangnya tidak dikenal, sedangkan Al-Haris daif dalam periwayatan hadis. Imam Bukhari mengatakan bahwa Hilal yang ini hadisnya dinilai munkar (tidak dapat dipakai). Ibnu Addi mengatakan bahwa hadis ini tidak dipelihara (dihafal).

    Abu Bakar Al-Isma'ili Al-Hafiz meriwayatkan melalui hadis Abu Amr Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abdullah ibnu Abul Muhajir, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Ganam, bahwa ia pernah mendengar Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. mengatakan, "Barang siapa yang mampu melakukan ibadah haji, lalu ia tidak berhaji, maka sama saja baginya bilamana dia mati sebagai seorang Yahudi atau seorang Nasrani."
    Sanad asar ini memang sahih sampai kepada Umar r.a.

    Sa'id ibnu Mansur di dalam kitab sunannya meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku berniat mengirim banyak lelaki ke berbagai kota besar untuk menginspeksi setiap orang yang mempunyai kemampuan, lalu ia tidak melakukan ibadah haji, maka hendaklah mereka memungut jizyah darinya. Mereka (yang berkemampuan, lalu tidak haji) bukanlah orang muslim, mereka bukan orang muslim."


    Ali Imran, ayat 98-99

    قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآياتِ اللَّهِ وَاللَّهُ شَهِيدٌ عَلى مَا تَعْمَلُونَ (98) قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتابِ لِمَ تَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ تَبْغُونَها عِوَجاً وَأَنْتُمْ شُهَداءُ وَمَا اللَّهُ بِغافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (99)

    Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, mengapa kalian ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan apa yang kalian kerjakan?" Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, mengapa kalian menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kalian menghendakinya menjadi bengkok, padahal kalian menyaksikan?" Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kalian kerjakan.

    Hal ini merupakan kecaman keras dari Allah Swt., ditujukan kepada orang-orang kafir Ahli Kitab karena mereka ingkar terhadap perkara yang hak, dan mereka kafir terhadap ayat-ayat Allah serta menghalang-halangi jalan Allah dari orang yang hendak menempuhnya dari kalangan ahlul iman. Mereka menghalang-halangi jalan Allah dengan segenap kemampuan dan kekuatan mereka, padahal mereka mengetahui bahwa apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. adalah perkara yang hak dari sisi Allah Swt. Pengetahuan mereka berlandaskan kepada apa yang ada pada mereka berupa pengetahuan mengenai para nabi dan para rasul terdahulu. Mereka semuanya mendapat berita gembira dan mengisyaratkan perihal akan adanya seorang nabi yang ummi dari kalangan Bani Hasyim, keturunan orang Arab dari Mekah, penghulu semua manusia, penutup para nabi dan rasul Tuhan yang memiliki bumi dan langit.

    Allah mengancam mereka atas perbuatan mereka yang demikian, dan memberitahukan bahwa Dia Maha Menyaksikan semua yang mereka lakukan itu, juga Allah Maha Menyaksikan atas pelanggaran mereka terhadap kitab yang ada di tangan mereka dari para nabi mereka, lalu perlakuan mereka terhadap rasul yang disebut dalam berita gembira dengan cara mendustakannya dan mengingkarinya. Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia sekali-kali tidak lalai dari apa yang mereka kerjakan. Dengan kata lain, Allah Swt. pasti akan membalas perbuatan itu terhadap diri mereka. Hal itu akan dilakukan-Nya pada hari kiamat nanti, seperti  yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
     
    يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ

    (yaitu) pada hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. (Asy-Syu'ara: 88)


    Ali Imran, ayat 100-101

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقاً مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمانِكُمْ كافِرِينَ (100) وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلى عَلَيْكُمْ آياتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ (101)

    Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti sebagian orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman. Bagaimanakah kalian (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

    Allah Swt. memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar jangan sampai taat kepada kemauan segolongan Ahli Kitab yang selalu dengki terhadap kaum mukmin, karena kaum mukmin telah mendapat anugerah dari Allah berkat kemurahan-Nya, dan telah mengutus Rasul-Nya kepada mereka. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:


    وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ

    Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran seielah kalian beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri. (Al-Baqarah: 109)
    Sedangkan di dalam ayat ini disebutkan:


    {إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ}

    jika kalian mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi kafir sesudah kalian beriman. (Ali Imran: 100)
    Kemudian Allah Swt. berfirman:


    {وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ}

    Bagaimanakah kalian (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? (Ali Imran: 101)
    Yakni kekafiran sangat jauh dari kalian dan semoga Allah menjauhkan kalian darinya. Karena sesungguhnya ayat-ayat Allah terus-menerus diturunkan kepada Rasul-Nya malam dan siang hari, sedangkan beliau Saw. membacakannya kepada kalian dan menyampaikannya. Makna ayat ini sama dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya:


    وَما لَكُمْ لَا تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ لِتُؤْمِنُوا بِرَبِّكُمْ وَقَدْ أَخَذَ مِيثاقَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

    Dan mengapa kalian tidak beriman kepada Allah, padahal Rasul menyeru kalian supaya kalian beriman kepada Tuhan kalian. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjian kalian jika kalian adalah orang-orang yang beriman. (Al-Hadid: 8)
    Juga sama dengan makna yang terkandung di dalam sebuah hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada para sahabatnya di suatu hari:


    «أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَعْجَبُ إِلَيْكُمْ إِيمَانًا؟» قَالُوا: الْمَلَائِكَةُ. قَالَ: «وَكَيْفَ لَا يُؤْمِنُونَ وَهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ» ؟ وَذَكَرُوا الْأَنْبِيَاءَ، قَالَ «وَكَيْفَ لَا يُؤْمِنُونَ وَالْوَحْيُ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ؟» قَالُوا: فَنَحْنُ. قَالَ «وَكَيْفَ لَا تُؤْمِنُونَ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟» قَالُوا: فَأَيُّ النَّاسِ أَعْجَبُ إِيمَانًا؟ قَالَ: «قَوْمٌ يَجِيئُونَ مِنْ بَعْدِكُمْ يَجِدُونَ صُحُفًا يُؤْمِنُونَ بِمَا فِيهَا»

    "Orang mukmin manakah yang paling kalian kagumi keimanannya?" Mereka menjawab, "Para malaikat." Nabi Saw bersabda, "Mengapa mereka tidak beriman, padahal wahyu selalu diturunkan kepada mereka." Mereka berkata, "Kalau demikian, kamilah." Nabi Saw. bersabda, "Mengapa kalian tidak beriman, padahal aku berada di antara kalian." Mereka bertanya, "Maka siapakah yang paling dikagumi keimanannya, kalau demikian?" Nabi Saw. menjawab, "Suatu kaum yang datang sesudah kalian. Mereka menjumpai lembaran-lembaran (Al-Qur'an), lalu mereka beriman kepada apa yang terkandung di dalamnya."
    Kami mengetengahkan sanad hadis ini dan juga keterangan mengenainya pada permulaan syarah Imam Bukhari.
    *******************

    Kemudian Allah Swt. berfirman: 


    {وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}

    Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar. (Ali Imran: 101)
    Yakni selain dari itu berpegang teguh kepada agama Allah dan bertawakal kepada-Nya menipakan sumber hidayah dan sekaligus sebagai penangkal dari kesesatan, sebagai sarana untuk mendapat bimbingan, beroleh jalan yang lurus, dan mencapai cita-cita yang didambakan.

    No comments

    Tafsir Jalalain

    Tafsir Ibnu Katsir

    Back to top