Muslim Notebook Header Ads

002. Surat Al-Baqoroh Ayat 250 - 286 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook

 Al-Baqarah, ayat 250-252

{وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (250) فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الأرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ (251) تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (252) }

Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdoa, "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir." Mereka (tentara Talut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Talut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.

Ketika tentara yang beriman yang berjumlah sedikit di bawah pimpinan Talut berhadap-hadapan dengan bala tentara Jalut yang berjumlah sangat besar itu, maka bala tentara Talut berdoa:
{قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا}
Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami. (Al-Baqarah: 250)
Yakni curahkanlah kepada kami kesabaran dari sisi-Mu.
{وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا}
dan kokohkanlah pendirian kami. (Al-Baqarah: 250)
Yaitu dalam menghadapi musuh-musuh kami itu, dan jauhkanlah kami dari sifat pengecut dan lemah.
{وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}
dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. (Al-Baqarah:250)
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ}
Mereka (tentara Talut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah. (Al-Baqarah: 251)
Maksudnya, mereka dapat mengalahkan dan menaklukkan musuhnya berkat pertolongan Allah yang diturunkan kepada mereka.
{وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ}
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah: 251)
Disebutkan di dalam kisah israiliyat bahwa Daud membunuh Jalut dengan katapel yang ada di tangannya; ia membidiknya dengan katapel itu dan mengenainya hingga Jalut terbunuh. Sebelum itu Talut menjanjikan kepada Daud, bahwa jika Daud dapat membunuh Jalut, maka ia akan menikahkan Daud dengan anak perempuannya dan membagi-bagi kesenangan bersamanya serta berserikat dengannya dalam semua urusan. Maka Talut menunaikan janjinya itu kepada Daud. Setelah itu pemerintahan pindah ke tangan Daud a.s. di samping kenabian yang dianugerahkan Allah kepadanya. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ}
kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan. (Al-Baqarah: 251)
Yakni yang tadi dipegang oleh Talut, kini beralih ke tangan Daud a.s.
{وَالْحِكْمَةَ}
dan hikmah. (Al-Baqarah: 251)
Yang dimaksud dengan hikmah ialah kenabian, sesudah Syamuel.
{وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ}
dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 251)
Yaitu segala sesuatu yang dikehendaki Allah berupa ilmu yang khusus diberikan kepadanya. Kemudian dalam firman selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الأرْضُ}
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (Al-Baqarah: 251)
Yakni seandainya Allah tidak membela suatu kaum dari keganasan kaum yang lain seperti pembelaan-Nya kepada kaum Bani Israil melalui perang mereka bersama Talut dan didukung oleh Daud a.s., niscaya kaum Bani Israil akan binasa. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَواتٌ وَمَساجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja; dan rumah-rumah ibadat orang Yahudi serta masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. (Al-Hajj: 40), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنِي أَبُو حُمَيْدٍ الْحِمْصِيُّ أَحْمَدُ بْنُ الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ وَبَرَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَيَدْفَعُ بِالْمُسْلِمِ الصَالِحٍ عَنْ مِائَةِ أَهْلِ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِهِ الْبَلَاءَ". ثُمَّ قَرَأَ ابْنُ عُمَرَ: {وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الأرْضُ}
telah menceritakan kepadaku Abu Humaid Al-Himsi salah seorang dari kalangan Banil Mugirah), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Riff ibnu Sulaiman, dari Muhammad ibnu Suqah, dari Wabrah ibnu Abdur Rahman. dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah saw telah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar menolak wabah (penyakit) melalui seorang muslim yang saleh terhadap seratus keluarga dari kalangan para tetangganya. Kemudian Ibnu Umar membacakan firman-Nya: Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (Al-Baqarah: 251)
Sanad hadis ini daif, mengingat Yahya ibnu Sa'id yang dikenal dengan sebutan 'Ibnul Attar Al-Himsi' ini orangnya daif sekali.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو حُمَيْدٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَيُصْلِحُ بِصَلَاحِ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ وَلَدَهُ وَوَلَدَ وَلَدِهِ وَأَهْلَ دُوَيْرَتِهِ وَدُوَيْرَاتٍ حَوْلَهُ، وَلَا يَزَالُونَ فِي حِفْظِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا دَامَ فِيهِمْ"
telah menceritakan kepada kami Abu Humaid Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar akan memberikan kebaikan berkat kebaikan seorang lelaki muslim kepada anaknya, cucunya, keluarganya, dan para ahli bait yang tinggal di sekitarnya. Dan mereka masih tetap berada dalam pemeliharaan Allah Swt. selagi lelaki yang muslim itu berada di antara mereka.
Hadis ini pun daif lagi garib karena alasan yang telah lalu tadi.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَخْبَرَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنِي حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي أسماء عن ثوبان –رفع الْحَدِيثَ-قَالَ: "لَا يَزَالُ فِيكُمْ سَبْعَةٌ بِهِمْ تُنْصَرُونَ وَبِهِمْ تُمْطَرُونَ وَبِهِمْ تُرْزَقُونَ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ismail ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abus Siman, dari Sauban tentang sebuah hadis marfu, yaitu: Masih tetap berada di antara kalian tujuh orang, berkat keberadaan mereka kalian mendapat pertolongan, berkat keberadaan mereka kalian mendapat hujan, dan berkat keberadaan mereka kalian diberi rezeki hingga datang perintah Allah (yakni hari kiamat).
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula:
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَرِيرِ بْنِ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاذٍ نَهَارُ بْنُ عُثْمَانَ اللَّيْثِيُّ أَخْبَرَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ أَخْبَرَنِي عُمَرُ الْبَزَّارُ، عَنْ عَنْبَسَةَ الْخَوَاصِّ، عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي قِلابة عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْأَبْدَالُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ بِهِمْ تَقُومُ الْأَرْضُ، وَبِهِمْ تُمْطَرُونَ وَبِهِمْ تُنْصَرُونَ" قَالَ قَتَادَةُ: إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ الْحَسَنُ مِنْهُمْ
telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jarir ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'az, yaitu Nahar ibnu Mu'az ibnu Usman Al-Laisi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbah, telah menceritakan kepadaku Umar Al-Bazzar, dari Anbasah Al-Khawwas, dari Qatadah, dari Abu Qilabah, dari Abul Asy'as As-San'ani, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Wali Abdal di kalangan umatku ada tiga puluh orang, berkat mereka kalian diberi rezeki, berkat mereka kalian diberi hujan, dan berkat mereka kalian mendapat pertolongan. Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga Al-Hasan (Al-Basri) adalah salah seorang dari mereka."
*******************
Firman Allah Swt:
{وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ}
Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam. (Al-Baqarah: 251)
Yakni Dialah yang memberikan karunia dan rahmat kepada mereka; dengan sebagian di antara mereka, maka tertolaklah keganasan sebagian yang lain. Bagi-Nyalah keputusan, hikmah, dan hujah atas makhluk-Nya dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ}
Itu adalah ayat-ayat Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. (Al-Baqarah: 252)
Yaitu ayat-ayat Allah yang Kami ceritakan kepadamu ini —yang menceritakan perihal orang-orang yang telah Kami sebutkan di dalamnya— merupakan perkara yang hak, yakni kejadian yang sesungguhnya dan sesuai dengan apa yang ada di dalam isi kitab kaum Bani Israil dan telah diketahui oleh semua ulama mereka.
{وَإِنَّكَ}
dan sesungguhnya kamu. (Al-Baqarah: 252)
Khitab atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw.
{لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ}
benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. (Al-Baqarah: 252)
Ungkapan ayat ini mengandung makna taukid (pengukuhan) dan mengandung qasam (sumpah).
*******************
Akhir juz ke 2
*******************

Al-Baqarah, ayat 254

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (254) }
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
Melalui ayat ini Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berinfak, yakni membelanjakan sebagian dari apa yang Allah rezekikan kepada mereka di jalan-Nya, yaitu jalan kebaikan. Dengan demikian, berarti mereka menyimpan pahala hal tersebut di sisi Tuhan yang memiliki mereka semua; dan agar mereka bersegera melakukan hal tersebut dalam kehidupan di dunia ini, yaitu:
{مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ}
 sebelum datang suatu hari. (Al-Baqarah: 254)
Hari yang dimaksud adalah hari kiamat.
لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفاعَةٌ
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah: 254)
Artinya, pada hari itu seseorang tidak dapat membeli dirinya sendiri; tidak dapat pula menebusnya dengan harta, sekalipun ia menyerahkannya dan sekalipun ia mendatangkan emas sepenuh bumi untuk tujuan itu. Persahabatan yang akrab dengan seseorang tidak dapat memberikan manfaat apa pun kepada dirinya, bahkan nasabnya sekalipun, seperti yang dinyatakan di dalam firman lainnya:
فَإِذا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَساءَلُونَ
Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Mu’minun: 101)
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا شَفَاعَةٌ}
dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah: 254)
Yakni tiada bermanfaat bagi mereka syafaat orang-orang yang memberikan syafaatnya.
*******************
Firman Allah Swt:
وَالْكافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 254)
Mubtada dalam ayat ini dibatasi oleh khabar-nya, yakni orang-orang yang benar-benar zalim di antara mereka yang datang menghadap kepada Allah adalah orang yang kafir.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ata ibnu Dinar, bahwa ia pernah berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah berfirman: 'Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim' (Al-Baqarah: 254) dan tidak mengatakan dalam firman-Nya, 'Orang-orang zalim itulah orang-orang yang kafir'."

Al-Baqarah, ayat 255

{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255) }
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk, dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah melainkan dengan seizin-Nya. Allah mengetahui semua apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
Ayat ini disebut "ayat Kursi", ia mempunyai kedudukan yang besar.
Di dalam sebuah hadis sahib, dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling utama di dalam Kitabullah.
Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَعِيدٍ الْجَرِيرِيِّ عَنْ أَبِي السَّلِيلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ أُبَيٍّ -هُوَ ابْنُ كَعْبٍ-أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَهُ: "أَيُّ آيَةٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ أَعْظَمُ"؟ قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَرَدَّدَهَا مِرَارًا ثُمَّ قَالَ أُبَيٌّ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. قَالَ: "لِيَهْنك الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ لَهَا لِسَانًا وَشَفَتَيْنِ تُقَدِّسُ الْمَلِكَ عِنْدَ سَاقِ الْعَرْشِ"
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sa'id Al-Jariri, dari Abus Salil, dari Abdullah ibnu Rabah, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa Nabi Saw. pernah bertanya kepadanya, "Ayat Kitabullah manakah yang paling agung?" Ubay menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. mengulang-ulang pertanyaannya, maka Ubay menjawab, "Ayat Kursi." Lalu Nabi Saw. bersabda: Selamatlah dengan ilmu yang kamu miliki, hai Abul Munzir. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya ayat Kursi itu mempunyai lisan dan sepasang bibir yang selalu menyucikan Tuhan Yang Mahakuasa di dekat pilar Arasy.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdul A'la ibnu Abdul A'la, dari Al-Jariri dengan lafaz yang sama. Akan tetapi, pada hadis yang ada pada Imam Muslim tidak terdapat kalimat "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya", hingga akhir hadis.
Hadis   yang   lain   diriwayatkan   dari   Ubay   pula   mengenai keutamaan ayat Kursi  ini.  Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا مُبَشِّرٌ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدَةَ بْنِ أَبِي لُبَابَةَ  عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ كَانَ لَهُ جُرْنٌ فِيهِ تَمْرُّ قَالَ: فَكَانَ أُبَيٌّ يَتَعَاهَدُهُ فَوَجَدَهُ يَنْقُصُ قَالَ: فَحَرَسَهُ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَإِذَا هُوَ بِدَابَّةٍ شَبِيهُ الْغُلَامِ الْمُحْتَلِمِ قَالَ: فَسَلَّمَتْ عَلَيْهِ فَرَدَّ السَّلَامَ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا أَنْتَ، جِنِّيٌّ أَمْ إِنْسِيٌّ؟ قَالَ: جِنِّيٌّ. قُلْتُ: نَاوِلْنِي يَدَكَ. قَالَ: فَنَاوَلَنِي، فَإِذَا يَدُ كَلْبٍ وَشَعْرُ كَلْبٍ. فَقُلْتُ: هَكَذَا خَلْقُ الْجِنُّ؟ قَالَ: لَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنُّ مَا فِيهِمْ أَشَدُّ مِنِّي، قُلْتُ: فَمَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ؟ قَالَ: بَلَغَنِي أَنَّكَ رَجُلٌ تُحِبُّ الصَّدَقَةَ فَأَحْبَبْنَا أَنَّ نُصِيبَ مِنْ طَعَامِكَ. قَالَ: فَقَالَ لَهُ  فَمَا الَّذِي يُجِيرُنَا مِنْكُمْ؟ قَالَ: هَذِهِ الْآيَةُ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. ثُمَّ غَدَا إِلَى النَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَدَقَ الْخَبِيثُ".
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Maisarah, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ubaidah ibnu Abu Lubabah, dari Abdullah ibnu Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ia memiliki sebuah wadah besar yang berisikan buah kurma. Ayahnya biasa menjaga tong berisikan kurma itu, tetapi ia menjumpai isinya berkurang. Di suatu malam ia menjaganya, tiba-tiba ia melihat seekor hewan yang bentuknya mirip dengan anak lelaki yang baru berusia balig. Lalu aku (Ka'b) bersalam kepadanya dan ia menyalami salamku. Aku bertanya, "Siapakah kamu, jin ataukah manusia?" Ia menjawab, "Jin." Aku berkata, "Kemarikanlah tanganmu ke tanganku." Maka ia mengulurkan tangannya ke tanganku, ternyata tangannya seperti kaki anjing, begitu pula bulunya. Lalu aku berkata, "Apakah memang demikian bentuk jin itu?" Ia menjawab, "Kamu sekarang telah mengetahui jin, di kalangan mereka tidak ada yang lebih kuat daripada aku." Aku bertanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Ia menjawab, 'Telah sampai kepadaku bahwa kamu adalah seorang manusia yang suka bersedekah, maka kami ingin memperoleh sebagian dari makananmu." Lalu ayahku (Ka'b) berkata kepadanya, "Hal apakah yang dapat melindungi kami dari gangguan kalian?" Jin itu menjawab, "Ayat ini," yakni ayat Kursi. Pada keesokan harinya Ka'b berangkat menemui Nabi Saw., lalu menceritakan hal itu kepadanya. Nabi Saw. bersabda: Benarlah (apa yang dikatakan oleh) si jahat itu.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya. melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi, dari Harb ibnu Syaddad, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Al-Hadrami ibnu Lahiq, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ubay ibnu Ka'b, dari kakeknya dengan lafaz yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Jalur yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا السَّلِيلِ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ النَّاسَ حَتَّى يَكْثُرُوا عَلَيْهِ فَيَصْعَدُ عَلَى سَطْحِ بَيْتٍ فَيُحَدِّثُ النَّاسَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ أَعْظَمُ؟ " فقال رجل: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ} قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ كَتِفَيَّ وَقَالَ: "لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Itab yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abus Salil menceritakan hadis berikut: Ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. menceritakan hadis kepada orang-orang hingga banyak orang yang datang kepadanya. Lalu lelaki itu naik ke loteng sebuah rumah dan menceritakan hadis (dari tempat itu) kepada orang banyak. Rasulullah Saw. mengajukan pertanyaan (kepada lelaki itu), "Ayat Al-Qur'an manakah yang paling agung?" Lelaki itu menjawab: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah; 255) Lelaki itu melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Nabi Saw. meletakkan tangannya di antara kedua pundakku, dan aku merasakan kesejukan di antara kedua susuku." Atau ia mengatakan, "Nabi Saw. meletakkan tangannya di antara kedua susuku dan aku merasakan kesejukan tangannya menembus sampai ke bagian di antara kedua pundakku," lalu Nabi Saw. bersabda: Selamatlah dengan ilmumu itu, hai Abul Munzir.
Hadis yang lain diriwayatkan dari Al-Asqa' Al-Bakri.
Imam Tabrani mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abu Yazid Al-Qaratisi, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abu Abbad Al-Maliki, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Ata atau Maula Ibnul Asqa', seorang lelaki yang jujur; dia menceritakan hadis ini dari Al-Asqa' Al-Bakri. Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Al-Asqa' menceritakan hadis berikut: Nabi Saw. datang kepada mereka dengan ditemani oleh orang-orang suffah dari kalangan Muhajirin. Lalu ada seorang lelaki bertanya kepadanya, "Ayat apakah yang paling agung di dalam Al-Qur'an?" Maka Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat.
Hadis lain diriwayatkan dari Anas r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنِي سَلَمَةَ بْنُ وَرْدَانَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم سَأَلَ رَجُلًا مِنْ صَحَابَتِهِ فَقَالَ: "أَيْ فُلَانُ هَلْ تَزَوَّجْتَ"؟ قَالَ: لَا وَلَيْسَ عِنْدِي مَا أَتَزَوَّجُ بِهِ. قَالَ: "أَوَلَيَسَ مَعَكَ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ: {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ {إِذَا زُلْزِلَتِ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ أَلَيْسَ مَعَكَ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ [وَالْفَتْحُ] } "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ } "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Wardan, bahwa sahabat Anas ibnu Malik pernah menceritakan hadis berikut kepadanya: Bahwa Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada salah seorang lelaki dari kalangan sahabatnya, untuk itu beliau bertanya, "Hai Fulan, apakah kamu sudah kawin?" Lelaki itu menjawab, "Belum, karena aku tidak mempunyai biaya untuk kawin." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu telah hafal qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlas)?" Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu telah hafal qul ya ayyuhal kafirun (surat Al-Kafirun)?" Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda,    "Seperempat   Al-Qur'an."   Nabi   Saw.   bertanya, "Bukankah kamu telah hafal Ida zulzilal (surat Az-Zalzalah)?" Lelaki itu menjawab,  "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu hafal Ida ja'a nasrullahi (surat An-Nasr)?" Lelaki itu menjawab, "Memang   benar."   Nabi   Saw.   bersabda,    "Seperempat   Al-Qur 'an."   Nabi   Saw.   bertanya,    "Bukankah   kamu   hafal  ayat Kursi. yaitu 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia'?"Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an."
Hadis lain diriwayatkan dari Abu Zar, yaitu Jundub ibnu Junadah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:حَدَّثْنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ أَنْبَأَنِي أَبُو عُمَرَ الدِّمَشْقِيُّ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَجَلَسْتُ. فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ هَلْ صَلَّيْتَ؟ " قُلْتُ: لَا. قَالَ: "قُمْ فَصَلِّ" قَالَ: فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ: "نَعَمْ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ الصَّلَاةُ؟ قَالَ: "خَيْرُ مَوْضُوعٍ مَنْ شَاءَ أَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ أَكْثَرَ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّوْمُ؟ قَالَ: "فَرْضٌ مُجْزِئ وَعِنْدَ اللَّهِ مَزِيدٌ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّدَقَةُ؟ قَالَ: "أَضْعَافٌ مُضَاعَفَةٌ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَيُّهَا أَفْضَلُ؟ قَالَ: "جُهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ أَوْ سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ؟ قَالَ: "آدَمُ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَنَبِيٌّ (9) كَانَ؟ قَالَ: "نَعِمَ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمِ الْمُرْسَلُونَ؟ قَالَ: "ثَلَثُمِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا" وَقَالَ مَرَّةً: "وَخَمْسَةَ عَشَرَ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّمَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' ibnul Jarrah, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, telah menceritakan kepadaku Abu Umar Ad-Dimasyqi, dari Ubaid ibnul Khasykhasy, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan hadis berikut: Aku datang kepada Nabi Saw. yang saat itu berada di dalam masjid, lalu aku duduk, maka beliau bersabda, "Hai Abu Zar, apakah kamu telah salat?" Aku menjawab, "Belum." Nabi Saw. bersabda, "Bangkitlah dan salatlah!" Aku bangkit dan salat, kemudian duduk lagi. Maka beliau bersabda, "Hai Abu Zar, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan-setan manusia dan jin." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setan ada yang berupa manusia?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan salat?" Beliau menjawab, "Salat merupakan sebaik-baik tempat. Barang siapa yang ingin sedikit melakukannya, ia boleh mengerjakannya sedikit; dan barang siapa yang ingin mengerjakannya banyak, maka ia boleh mengerjakannya banyak." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan ibadah puasa?" Beliau menjawab, "Puasa adalah fardu yang pasti diberi balasan pahala dan di sisi Allah ada (pahala) tambahan-(nya)." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan sedekah?" Nabi Saw. menjawab, "Pahalanya dilipatgandakan dengan penggandaan yang banyak." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang paling afdal?" Beliau menjawab, "Jerih payah dari orang yang miskin atau sedekah kepada orang fakir dengan sembunyi-sembunyi." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, nabi manakah yang paling pertama?" Beliau menjawab, "Adam." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Adam adalah seorang nabi (rasul)?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, dia adalah seorang nabi yang diajak berbicara (secara langsung oleh Allah)." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul itu?" Nabi Saw. menjawab, "Tiga ratus lebih belasan orang, jumlah yang banyak," dan di lain waktu disebutkan "Lebih lima belas orang." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara yang diturunkan kepada engkau?" Beliau menjawab, "Ayat Kursi, yaitu 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)' (Al-Baqarah: 255)." (Riwayat Imam Nasai)
Hadis lain diriwayatkan dari Abu Ayyub, yaitu Khalid ibnu Zaid Al-Ansari r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَبِي أَيُّوبَ: أَنَّهُ كَانَ فِي سَهْوَةٍ لَهُ، وَكَانَتِ الْغُولُ تَجِيءُ فَتَأْخُذُ فَشَكَاهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَقَالَ: "فَإِذَا رَأَيْتَهَا فَقُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ أَجِيبِي رَسُولَ اللَّهِ". قَالَ: فَجَاءَتْ فَقَالَ لَهَا: فَأَخَذَهَا فَقَالَتْ: إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلَهَا فَجَاءَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ " قَالَ: أَخَذْتُهَا فَقَالَتْ لِي: إِنِّي لَا أَعُودُ، إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلْتُهَا، فَقَالَ : "إِنَّهَا عَائِدَةٌ" فَأَخَذْتُهَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ تَقُولُ: لَا أَعُودُ. وَأَجِيءُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ " فَأَقُولُ: أَخَذْتُهَا فَتَقُولُ: لَا أَعُودُ. فَيَقُولُ: "إِنَّهَا عَائِدَةٌ" فَأَخَذْتُهَا فَقَالَتْ: أَرْسِلْنِي وَأُعُلِّمُكَ شَيْئًا تَقُولُهُ فَلَا يَقْرَبُكَ شَيْءٌ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: "صَدَقَتْ وَهِيَ كَذُوبٌ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Laila, dari saudaranya (yaitu Abdur Rahman ibnu Abu Laila), dari Abu Ayyub, bahwa ia selalu kedatangan jin yang mengganggu dalam tidurnya. Ia mengadukan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Apabila kamu melihatnya, maka ucapkanlah, "Bismillah (dengan menyebut asma Allah), tunduklah kepada Rasulullah!" Ketika jin itu datang, Abu Ayyub mengucapkan kalimat tersebut dan akhirnya ia dapat menangkapnya. Tetapi jin itu berkata, "Sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi," maka Abu Ayyub melepaskannya. Abu Ayyub datang dan Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang telah dilakukan oleh -tawananmu?" Abu Ayyub menjawab, "Aku dapat menangkapnya dan ia berkata bahwa dirinya tidak akan kembali lagi, akhirnya dia kulepaskan." Nabi Saw. menjawab, "Sesungguhnya dia akan kembali lagi." Abu Ayyub melanjutkan kisahnya, "Aku menangkapnya kembali sebanyak dua atau tiga kali. Setiap kutangkap, ia mengatakan, 'Aku sudah kapok dan tidak akan kembali menggoda lagi.' Aku datang lagi kepada Nabi Saw. dan beliau bertanya, 'Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu?' Aku menjawab, 'Aku menangkapnya dan ia berkata bahwa tidak akan kembali lagi.' Maka beliau Saw. bersabda, 'Sesungguhnya dia akan kembali lagi.' Kemudian aku menangkapnya kembali dan ia berkata, 'Lepaskanlah aku, dan aku akan mengajarkan kepadamu suatu kalimat yang harus kamu ucapkan, niscaya tiada sesuatu pun yang berani mengganggumu, yaitu ayat Kursi'. Abu Ayyub datang-'kepada Nabi Saw. dan menceritakan hal itu kepadanya. Lalu beliau Saw. bersabda: Engkau benar, tetapi dia banyak berdusta.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi di dalam Bab "Keutamaan Al-Qur'an", dari Bandar, dari Abu Ahmad Az-Zubairi dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.
Makna al-gaul yang ada dalam teks hadis menurut istilah bahasa adalah jin yang menampakkan dirinya di malam hari.
Imam Bukhari menyebutkan pula kisah hadis ini dari sahabat Abu Hurairah. Imam Bukhari di dalam Bab "Fadailil Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an)", yaitu bagian Wakalah, mengenai sifat iblis, dalam kitab sahihnya mengatakan:
قَالَ عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ أَبُو عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ وَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ وَلِي حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ. قَالَ: فَخَلَّيْتُ عَنْهُ. فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالًا فَرحِمْتُه وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبك وَسَيَعُودُ" فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّهُ سَيَعُودُ" فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: دَعْنِي فَإِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ لَا أَعُودُ. فَرَحِمْتُهُ وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ" فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَهَذَا آخَرُ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ أنَّك تَزْعُمُ أَنَّكَ لَا تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ. فَقَالَ: دَعْنِي أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا. قُلْتُ: مَا هُنَّ . قَالَ: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِي كَلِمَاتٍ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهَا فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "مَا هِيَ؟ " قَالَ: قَالَ لِي: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَقَالَ لِي: لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ. وَكَانُوا أَحْرَصَ شَيْءٍ على الخير، فقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا إِنَّهُ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُذْ  ثَلَاثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ " قُلْتُ: لَا قَالَ: "ذَاكَ شَيْطَانٌ".
bahwa Usman ibnul Haisam yang dijuluki Abu Amr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan hadis berikut: Rasulullah Saw. menugasi diriku untuk menjaga (hasil) zakat Ramadan. Datanglah kepadaku seseorang yang langsung mengambil sebagian dari makanan, maka aku menangkapnya dan kukatakan (kepadanya), "Sungguh aku akan melaporkan kamu kepada Rasulullah." Ia menjawab, "Lepaskanlah aku, sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak anak serta aku dalam keadaan sangat perlu (makanan)." Aku melepaskannya, dan pada pagi harinya Nabi Saw. bersabda (kepadaku), "Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia mengadu tentang kemiskinan yang sangat dan banyak anak, hingga aku kasihan kepadanya, maka kulepaskan dia." Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi." Aku mengetahui bahwa dia pasti akan kembali karena sabda Rasul Saw. yang mengatakan bahwa dia akan kembali. Untuk itu aku mengintainya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan itu. Maka kutangkap dia, dan aku berkata kepadanya, "Sungguh aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah Saw." Ia berkata, "Lepaskanlah aku, karena sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak tanggungan anak-anak, aku kapok tidak akan kembali lagi." Aku merasa kasihan kepadanya dan kulepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, "Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia mengadukan keadaannya yang miskin dan banyak anak, aku merasa kasihan kepadanya, akhirnya terpaksa kulepaskan dia." Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi." Kuintai untuk yang ketiga kalinya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan. Maka aku tangkap dia, dan kukatakan kepadanya, "Sungguh aku akan menghadapkan dirimu kepada Rasulullah. Kali ini untuk yang ketiga kalinya kamu katakan bahwa dirimu tidak akan kembali, tetapi ternyata kamu kembali lagi." Ia menjawab, "Lepaskanlah aku, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang akan membuatmu mendapat manfaat dari Allah karenanya." Aku bertanya, "Kalimat-kalimat apakah itu?" Ia menjawab, "Apabila kamu hendak pergi ke peraduanmu, maka bacalah ayat Kursi, yaitu 'Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)', hingga kamu selesaikan ayat ini. Sesungguhnya engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tiada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya." Maka aku lepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, "Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia menduga bahwa dirinya mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang menyebabkan aku mendapat manfaat dari Allah karenanya, maka dia kulepaskan." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kalimat-kalimat   itu?"   Aku   menjawab,   "Dia   mengatakan   kepadaku, 'Apabila engkau hendak pergi ke peraduanmu, bacalah ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).' Dia mengatakan kepadaku, 'Engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tidak ada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya'." Sedangkan para sahabat adalah orang-orang yang paling suka kepada kebaikan. Maka Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia percaya kepadamu, tetapi dia sendiri banyak berdusta. Hai Abu Hurairah, tahukah kamu siapakah orang yang kamu ajak bicara selama tiga malam itu?" Aku menjawab, "Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Dia adalah setan."
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari secara ta'liq dengan memakai ungkapan yang tegas. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah melalui Ibrahim ibnu Ya'qub, dari Usman ibnul Haisam, lalu ia menuturkan hadis ini.
Telah diriwayatkan dari jalur yang lain melalui Abu Hurairah dengan konteks yang lain, tetapi maknanya berdekatan dengan hadis ini. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab tafsirnya:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرَوَيْهِ الصَّفَّارُ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْعَبْدِيُّ أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِيُّ: أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ مَعَهُ مِفْتَاحُ بَيْتِ الصَّدَقَةِ وَكَانَ فِيهِ تَمْرٌ فَذَهَبَ يَوْمًا فَفَتَحَ الْبَابَ فَوَجَدَ التَّمْرَ قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ وَدَخَلَ يَوْمًا آخَرَ فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ ثُمَّ دَخَلَ يَوْمًا آخَرَ ثَالِثًا فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مِثْلُ ذَلِكَ. فَشَكَا ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تُحِبُّ أَنَّ تَأْخُذَ صَاحِبَكَ هَذَا؟ " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "فَإِذَا فَتَحَتَ الباب فقل: سبحان من سخرك محمد" فَذَهَبَ فَفَتَحَ الْبَابَ فَقَالَ: سُبْحَانَ مَنْ سَخَّرَكَ محمد . فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ: يَا عَدُوَّ اللَّهِ أَنْتَ صَاحِبُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ دَعْنِي فَإِنِّي لَا أَعُودُ مَا كُنْتُ آخِذًا إِلَّا لِأَهْلِ بَيْتٍ مِنَ الْجِنِّ فُقَرَاءَ، فَخَلَّى عَنْهُ ثُمَّ عَادَ الثَّانِيَةَ ثُمَّ عَادَ الثَّالِثَةَ. فَقُلْتُ: أَلَيْسَ قَدْ عَاهَدْتَنِي أَلَّا تَعُودَ؟ لَا أَدْعُكَ الْيَوْمَ حَتَّى أَذْهَبَ بِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَفْعَلْ فَإِنَّكَ إِنْ تَدَعْنِي عَلَّمْتُكَ كَلِمَاتٍ إِذَا أَنْتَ قُلْتَهَا لَمْ يَقَرَبْكَ أَحَدٌ مِنَ الْجِنِّ صَغِيرٌ وَلَا كَبِيرٌ ذَكَرٌ وَلَا أُنْثَى قَالَ لَهُ: لَتَفْعَلَنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مَا هُنَّ؟ قَالَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ حَتَّى خَتَمَهَا فَتَرَكَهُ فَذَهَبَ فَأَبْعَدَ فَذَكَرَ ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ ذَلِكَ كَذَلِكَ؟ ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amruwaih As-Saffar, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Muslim Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Abul Mutawakkil An-Naji, bahwa sahabat Abu Hurairah diserahi tugas memegang kunci rumah sedekah (Baitul Mal) yang di dalamnya saat itu terdapat buah kurma. Pada suatu hari ia berangkat menuju rumah sedekah dan membuka pintunya, ternyata dia menjumpai buah kurma telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh. Di hari yang lain ia memasukinya, dan menjumpainya telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh pula. Pada hari yang ketiganya ia kembali memasukinya, ternyata telah diambil lagi sebanyak segenggam tangan penuh, sama dengan hari-hari sebelumnya. Kemudian Abu Hurairah melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw. Maka beliau Saw. bersabda kepadanya: "Apakah engkau ingin menangkap seterumu itu?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Apabila kamu membuka pintunya, maka katakanlah, 'Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad'." Maka Abu Hurairah berangkat dan membuka pintu rumah sedekah itu, lalu mengucapkan, "Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad." Dengan tiba-tiba muncul sesosok makhluk di hadapannya, lalu Abu Hurairah berkata, "Hai musuh Allah, kamukah yang melakukan ini?" Ia menjawab, "Ya, lepaskanlah aku, sungguh aku tidak akan kembali lagi. Tidak sekali-kali aku mengambil ini melainkan untuk ahli bait dari kalangan makhluk jin yang miskin." Maka Abu Hurairah melepaskannya. Pada hari yang kedua jin itu kembali lagi, begitu pula pada hari yang ketiganya. Abu Hurairah berkata, "Bukankah kamu telah berjanji kepadaku bahwa kamu tidak akan kembali lagi? Aku tidak akan melepaskanmu pada hari ini sebelum aku hadapkan kamu kepada Nabi Saw." Jin itu menjawab, "Tolong jangan kamu lakukan itu. Jika kamu melepaskan diriku, aku sungguh-sungguh akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang bila kamu ucapkan niscaya tidak ada satu jin pun yang mendekatimu, baik jin kecil maupun jin besar, jin laki-laki maupun jin perempuan." Abu Hurairah bertanya, "Kamu sungguh akan melakukannya?" Jin itu menjawab, "Ya." Abu Hurairah bertanya, "Apakah kalimat-kalimat itu?" Jin itu membacakan ayat Kursi hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat. Maka Abu Hurairah melepaskannya, lalu jin itu pergi dan tidak kembali lagi. Selanjutnya Abu Hurairah menuturkan hal tersebut kepada Nabi Saw. Beliau Saw. bersabda, "Tidakkah kamu tahu, memang hal tersebut adalah seperti apa yang dikatakannya."
Imam Nasai meriwayatkan pula dari Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah, dari Syu'aib ibnu Harb, dari Ismail ibnu Muslim, dari Abul Mutawakkil, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan hadis dari Ubay ibnu Ka'b, menceritakan hal yang semisal. Semuanya itu merupakan tiga peristiwa.
Kisah yang lain diriwayatkan oleh Abu Ubaid di dalam Kitabul Garib-nya: telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Abu Asim As-Saqafi, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan manusia berangkat, lalu ia bersua dengan lelaki dari kalangan makhluk jin. Jin berkata kepadanya, "Maukah engkau berkelahi denganku? Jika kamu dapat mengalahkan aku, aku akan mengajarkan kepadamu suatu ayat yang jika kamu katakan ketika hendak memasuki rumahmu niscaya tidak ada setan yang berani memasukinya." Maka manusia itu berkelahi dengannya, dan ternyata dia dapat mengalahkannya. Lalu si manusia berkata, "Sesungguhnya aku menjumpaimu berbadan kurus lagi kasar, seakan-akan kedua tanganmu seperti tangan (kaki depan) anjing. Apakah memang demikian semua bentuk dan rupa kalian golongan jin, ataukah kamu hanya salah satu dari mereka?" Jin itu menjawab, "Sesungguhnya aku di antara mereka adalah jin yang paling kuat Sekarang marilah kita bertarung lagi." Maka manusia itu bertarung dengannya dan dapat mengalahkannya. Akhirnya jin itu berkata: Kamu baca ayat Kursi, karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang membacanya bila hendak memasuki rumahnya, melainkan setan (yang ada di dalamnya) keluar seraya terkentut-kentut, seperti suara keledai. Kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud, "Apakah yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah sahabat Umar?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Siapa lagi orangnya kalau bukan Umar."
Abu Ubaid mengatakan bahwa ad-dail artinya bertubuh kurus, dan al-khaikh yang adakalanya juga dibaca al-haih artinya suara kentut.
Hadis lain diriwayatkan dari Abu Hurairah.
Imam Hakim (yaitu Abu Abdullah) telah mengatakan di dalam kitab Mustadrak-nya:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَمْشَاذَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي حَكِيمُ بْنُ جُبَير الْأَسَدِيُّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سُورَةُ الْبَقَرَةِ فِيهَا آيَةٌ سَيِّدَةُ آيِ الْقُرْآنِ لَا تُقْرَأُ فِي بَيْتٍ فِيهِ شَيْطَانٌ إِلَّا خَرَجَ مِنْهُ! آيَةُ الْكُرْسِيِّ".

telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hamsyad, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Hakim ibnu Jubair Al-Asadi, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Surat Al-Baqarah di dalamnya terdapat sebuah ayat, yaitu penghulu semua ayat Al-Qur'an. Tidak sekali-kali ia dibaca di dalam sebuah rumah yang ada setannya, melainkan setan itu pasti keluar darinya, yaitu ayat Kursi.
Hal yang sama diriwayatkan melalui jalur lain, dari Zaidah, dari Hakim ibnu Jubair, lalu Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya. Demikianlah menurut Imam Hakim.
Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Zaidah yang lafaz (teks) yang berbunyi seperti berikut:
"لِكُلِّ شَيْءٍ سِنَامٌ وَسِنَامُ الْقُرْآنِ سُورَةُ البقرة وفيها آية هي سيدة آي القرآن: آيَةُ الْكُرْسِيِّ".
Segala sesuatu itu mempunyai puncaknya, dan puncak Al-Qur'an ialah surat Al-Baqarah; di dalamnya terdapat sebuah ayat, penghulu semua ayat Al-Qur'an, yaitu ayat Kursi.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali dari hadis Hakim ibnu Jubair. Sedangkan sehubungan dengan Hakim ibnu Jubair ini, Syu'bah meragukannya dan menilainya daif.
Menurut kami, Hakim ibnu Jubair dinilai daif pula oleh Ahmad, Yahya ibnu Mu'in, dan bukan hanya seorang dari kalangan para Imam. Ibnu Mahdi tidak memakai hadisnya, dan As-Sa'di menilainya dusta.
Hadis yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي بْنُ نَافِعٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبُخَارِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبِي أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُوسَى غُنْجَار عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَيْسان، أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ عَقِيلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ: أَنَّهُ خَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ إِلَى النَّاسِ وَهُمْ سَمَاطَاتٌ فَقَالَ: أَيُّكُمْ يُخْبِرُنِي بِأَعْظَمِ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: عَلَى الْخَبِيرِ سَقَطْتَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَعْظَمُ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ}
telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Nafi’ telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Muhammad Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Musa (yaitu Ganjar), dari Abdullah ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Uqail, dari Yahya ibnu Ya'mur, dari Ibnu Umar, dari Umar ibnul Khattab, bahwa pada suatu hari ia keluar menemui orang banyak yang saat itu mereka terdiam, lalu Umar bertanya, "Siapakah di antara kalian yang mengetahui ayat Al-Qur'an manakah yang paling agung?" Maka Ibnu Mas'ud menjawab: Engkau bertanya kepada orang yang tepat, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Ayat Al-Qur'an yang paling agung ialah 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)' (Al-Baqarah: 255)."
Hadis lain mengatakan bahwa di dalamnya terdapat asma Allah yang paling agung.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ  بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا شَهْرُ بْنُ حَوْشَبٍ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول فِي هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَ {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} [آلِ عِمْرَانَ:1، 2] "إِنَّ فِيهِمَا اسْمَ اللَّهِ الْأَعْظَمِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakir, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan kedua ayat berikut, yaitu firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255) Dan firman-Nya: Alif lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2) Beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam kedua ayat tersebut terdapat asma Allah yang paling agung.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui Musaddad, sedangkan Imam Turmuzi melalui Ali ibnu Khasyram, dan Ibnu Majah melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah; ketiga-tiganya menceritakan hadis ini dari Isa ibnu Yunus, dari Abdullah ibnu Abu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.
Hadis lain semakna dengan hadis ini diriwayatkan dari Abu Umamah r.a.,
قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ نُمَيْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ إِسْمَاعِيلَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ زَيْدٍ: أَنَّهُ سَمِعَ الْقَاسِمَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ: "اسْمُ اللَّهِ الْأَعْظَمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ فِي ثَلَاثٍ: سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَآلِ عِمْرَانَ وَطَهَ" وَقَالَ هِشَامٌ -وَهُوَ ابْنُ عَمَّارٍ خَطِيبُ دِمَشْقَ-: أَمَّا الْبَقَرَةُ فَـ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي آلِ عِمْرَانَ: {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي طَهَ: {وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ}
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Ala ibnu Zaid, bahwa dia pernah mendengar Al-Qasim ibnu Abdur Rahman menceritakan hadis berikut dari Abu Umamah yang me-rafa'-kannya (kepada Nabi Saw.), yaitu: Asma Allah yang paling agung yang apabila dibaca di dalam doa pasti dikabulkan ada dalam tiga tempat, yaitu surat Al-Baqarah, surat Ali Imran, dan surat Thaha. Hisyam (yaitu Ibnu Ammar, khatib kota Damaskus) mengatakan, yang di dalam surat Al-Baqarah ialah firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255). Di dalam surat Ali Imran ialah firman-Nya: Alif Lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2), Dan yang di dalam surat Thaha ialah firman-Nya: Dan tunduklah semua muka kepada Tuhan Yang Hidup kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). (Thaha: 111)
Hadis lain dari Abu Umamah dalam keutamaan membacanya sesudah salat fardu.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحْرِزِ بْنِ مُسَاوِرٍ الْأُدْمِيُّ أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ أَخْبَرَنَا الحُسَين بْنُ بِشْرٍ بطَرسُوس أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حِمْيَرٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ دُبُر كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا أَنْ يَمُوتَ".

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muharriz ibnu Yanawir Al-Adami, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Bisyr di Tartus, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca ayat Kursi sehabis setiap salat fardu, maka tiada penghalang baginya untuk memasuki surga kecuali hanya mati.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah dari Al-Hasan ibnu Bisyr dengan lafaz yang sama.
Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan dari hadis Muhammad ibnu Humair (yaitu Al-Himsi, salah seorang Rijal Imam Bukhari), hadis ini dapat dinilai sahih dengan syarat Imam Bukhari. Abul Faraj —yakni Ibnul Jauzi— menduga bahwa hadis ini maudu'.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali dan Al-Mugirah ibnu Syu'bah serta Jabir ibnu Abdullah semisal dengan hadis ini, tetapi di dalam sanad masing-masing terdapat ke-daif-an.
Ibnu Murdawaih mengatakan pula:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ زِيَادٍ الْمُقْرِيُّ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ دُرُسْتُوَيه الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَمْزَةَ السُّكَّرِيُّ عَنِ الْمُثَنَّى عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بْنِ عِمْرَانَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنِ اقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مكتوبة فإنه من يقرؤها فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ أجعلْ لَهُ قَلْبَ الشَّاكِرِينَ وَلِسَانَ الذَّاكِرِينَ وَثَوَابَ الْمُنِيبِينَ وَأَعْمَالَ الصِّدِّيقِينَ وَلَا يُوَاظِبُ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا نَبِيٌّ أَوْ صِدِّيقٌ أَوْ عَبْدٌ امتحنتُ قَلْبَهُ لِلْإِيمَانِ أَوْ أُرِيدُ قَتْلَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Ziyad Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Durustuwaih Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah As-Sukari, dari Al-Musanna, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:  Allah mewahyukan kepada Musa ibnu Imran a.s., "Bacalah ayat Kursi pada tiap-tiap sehabis salat fardu, karena sesungguhnya barang siapa yang membacanya setelah selesai dari tiap salat fardu, niscaya Aku jadikan baginya kalbu orang-orang yang bersyukur, lisan orang-orang yang berzikir, pahala para nabi dan amal para siddiqin. Dan tidak sekali-kali melestarikan hal tersebut kecuali hanya seorang nabi atau seorang siddiq atau seorang hamba yang Aku uji kalbunya untuk iman atau Aku menghendakinya terbunuh di jalan Allah."
Hadis ini munkar sekali.
Hadis lain menyebutkan bahwa ayat Kursi memelihara pembacanya pada permulaan siang hari dan permulaan malam hari.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْمُغِيرَةِ أَبُو سَلَمَةَ الْمَخْزُومِيُّ الْمَدِينِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَلِيكِيِّ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ مُصْعَبٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ: {حم} الْمُؤْمِنَ إِلَى: {إِلَيْهِ الْمَصِيرُ} وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ حِينَ يُصْبِحُ حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُمْسِيَ وَمَنْ قَرَأَهُمَا حِينَ يُمْسِي حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُصْبِحَ
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah (yaitu Abu Salamah Al-Makhzumi Al-Madini), telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Abdur Rahman Al-Mulaiki, dari Zararah ibnu Mus'ab, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca Ha-Mim surat Al-Mu’min sampai kepada firman-Nya, "Ilaihil masir," dan ayat Kursi di saat pagi hari, maka ia akan dipelihara oleh keduanya hingga petang hari. Dan barang siapa yang membaca keduanya hingga petang hari, maka ia akan dipelihara berkat keduanya hingga pagi hari.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sebagian dari kalangan ahlul ilmi meragukan hafalan Abdur Rahman ibnu Abu Bakar ibnu Abu Mulaikah Al-Mulaiki.
Sesungguhnya banyak hadis lain yang menceritakan keutamaan ayat Kursi ini, sengaja tidak kami ketengahkan untuk meringkas, mengingat predikatnya tidak ada yang sahih lagi sanadnya daif, seperti hadis Ali yang menganjurkan membacanya di saat hendak ber-hijamah (berbekam). Disebutkan bahwa membaca ayat Kursi di saat hendak berhijamah sama kedudukannya dengan melakukan hijamah dua kali. Dan hadis Abu Hurairah yang menceritakan perihal menulis ayat Kursi pada telapak tangan kiri dengan memakai minyak za'faran sebanyak tujuh kali, lalu dijilat yang faedahnya untuk menguatkan hafalan dan tidak akan lupa pada hafalannya. Kedua hadis tersebut diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih, juga hadis-hadis yang lain mengenainya.
Ayat Kursi Mengandung Sepuluh Kalimat yang Menyendiri.
Firman Allah Swt:
{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ}
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)
Pemberitahuan yang menyatakan bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa bagi semua makhluk.
{الْحَيُّ الْقَيُّومُ}
Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255)
Yakni Dia adalah Zat Yang Hidup kekal, tidak mati selama-lamanya, lagi terus-menerus mengurus selain-Nya. Sahabat Umar membacanya qiyamun dengan pengertian bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya dari semua makhluk. Dengan kata lain, segala sesuatu tidak akan berujud tanpa perintah dari-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam firman-Nya:
أَنْ تَقُومَ السَّماءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ
Dan di antara  tanda-tanda kekuasaan-Nya  ialah  berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. (Ar-Rum: 25)
Adapun firman Allah Swt.:
{لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ}
tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255)
Artinya, Dia tidak pernah terkena kekurangan, tidak lupa, tidak pula lalai terhadap makhluk-Nya. Bahkan Dia mengurus semua jiwa berikut amal perbuatannya, lagi menyaksikan segala sesuatu. Tiada sesuatu pun yang gaib (tidak diketahui) oleh-Nya, tiada suatu perkara yang samar pun yang tidak diketahui-Nya. Di antara kesempurnaan sifat Qayyum-Nya ialah Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur.
Lafaz la ta-khuzuhu artinya tidak pernah terkena; sinatun, artinya mengantuk, yaitu pendahuluan dari tidur. Wala naum, dan tidak pula tidur, lafaz ini disebutkan karena pengertiannya lebih kuat daripada yang pertama.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan dari Abu Musa:
قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، فَقَالَ «إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يُخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، وَعَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، حِجَابُهُ النُّورُ أَوِ النَّارُ، لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ»
Rasulullah Saw. berdiri di antara kami, lalu mengucapkan empat kalimat berikut, yaitu: "Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur. Dia merendahkan dan mengangkat timbangan (amal perbuatan); dilaporkan kepada-Nya semua amal perbuatan siang hari sebelum amal perbuatan malam hari; dan amal perbuatan malam hari sebelum amal perbuatan siang hari. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur atau api. Seandainya Dia membuka hijab-Nya, niscaya Kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk sejauh pandangan-Nya."
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255) Bahwa Musa a.s. pernah bertanya kepada para malaikat, "Apakah Allah Swt. pernah tidur?" Maka Allah mewahyukan kepada para malaikat dan memerintahkan mereka untuk membuat Musa mengantuk selama tiga hari, dan mereka tidak boleh membiarkannya terjaga. Mereka mengerjakan apa yang diperintahkan itu. Mereka memberi dua buah botol kepada Musa supaya dipegang, lalu mereka meninggalkannya. Sebelum itu mereka mewanti-wanti kepada Musa agar hati-hati terhadap kedua botol tersebut, jangan sampai pecah. Maka Musa mulai mengantuk, sementara kedua botol itu dipegang oleh masing-masing tangannya. Kemudian Musa mengantuk dan sadar, dan mengantuk serta sadar. Akhirnya ia mengantuk selama beberapa saat, lalu salah satu dari kedua botol itu beradu dengan yang lainnya hingga pecah.
Ma'mar mengatakan, sesungguhnya apa yang disebutkan oleh kisah di atas merupakan misal (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah Swt. Ma'mar 'mengatakan bahwa demikian pula halnya langit dan bumi di tangan kekuasaan-Nya (seandainya Dia mengantuk, niscaya keduanya akan hancur berantakan).
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq yang mengetengahkan kisah ini. Pada kenyataannya kisah ini merupakan salah satu dari berita kaum Bani Israil, yang kesimpulannya menyatakan bahwa hal seperti ini termasuk salah satu hal yang diajarkan kepada Musa untuk mengetahui bahwa Allah Swt. itu tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya dan bahwa Dia Mahasuci dari hal tersebut.
Hal yang lebih garib (aneh) lagi daripada kisah di atas ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي إِسْرَائِيلَ حَدَّثْنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ أُمَيَّةَ بْنِ شِبْلٍ عَنِ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي عَنْ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ: "وَقَعَ فِي نَفْسِ مُوسَى: هَلْ يَنَامُ اللَّهُ؟ فَأَرْسَلَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا فَأَرَّقَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَعْطَاهُ قَارُورَتَيْنِ فِي كُلِّ يَدٍ قَارُورَةٌ وَأَمَرَهُ أَنْ يَحْتَفِظَ بِهِمَا". قَالَ: "فَجَعَلَ يَنَامُ تَكَادُ يَدَاهُ تَلْتَقِيَانِ فَيَسْتَيْقِظُ فَيَحْبِسُ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى، حَتَّى نَامَ نَوْمَةً فَاصْطَفَقَتْ يَدَاهُ فَانْكَسَرَتِ الْقَارُورَتَانِ" قَالَ: "ضَرَبَ اللَّهُ لَهُ مَثَلًا عَزَّ وَجَلَّ: أَنَّ اللَّهَ لَوْ كَانَ يَنَامُ لَمْ تَسْتَمْسِكِ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ"
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abu Israil, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Umayyah ibnu Syibl, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. yang ada di atas mimbarnya mengisahkan kejadian yang dialami oleh Musa a.s.:  Timbul pertanyaan di dalam hati Nabi Musa, apakah Allah tidur? Maka Allah mengutus malaikat kepadanya dan Musa dibuatnya mengantuk selama tiga hari. Sebelumnya malaikat itu memberikan dua buah botol kepadanya, pada masing-masing tangan satu botol; dan memerintahkan kepadanya agar kedua botol itu dijaga (jangan sampai pecah). Lalu Musa tertidur dan kedua tangannya hampir saja bertemu satu sama lainnya, tetapi ia keburu bangun, lalu ia menahan keduanya supaya jangan beradu dengan yang lainnya. Akhirnya Musa tertidur sejenak dan kedua tangannya beradu hingga kedua botol itu pecah. Nabi Saw. bersabda, "Allah Swt. membuat suatu perumpamaan; seandainya Allah tidur, niscaya langit dan bumi tidak dapat dipegang-Nya."
Hadis ini garib sekali, yang jelas hadis ini adalah kisah israiliyat, tidak marfu' (sampai kepada Nabi Saw.).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dustuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Asy'as ibnu Ishaq, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Bani Israil pernah bertanya, "Hai Musa, apakah Tuhanmu tidur?" Musa menjawab, "Ber-takwalah kalian kepada Allah." Maka Tuhan berseru kepadanya, "Hai Musa, mereka menanyakan kepadamu, apakah Tuhanmu tidur? Maka ambillah dua buah botol, lalu peganglah pada kedua tanganmu dan janganlah kamu tidur pada malam harinya." Musa melakukan hal itu. Ketika sepertiga malam hari lewat, Musa merasa mengantuk hingga ia jatuh terduduk, tetapi ia terbangun, lalu dengan segera ia membetulkan letak kedua botol itu. Tetapi ketika malam hari berada pada penghujungnya, Musa mengantuk dan kedua botol itu jatuh, lalu pecah. Maka Allah Swt. berfirman, "Hai Musa, seandainya Aku mengantuk, niscaya terjatuhlah langit dan bumi dan hancur berantakan, sebagaimana kedua botol yang ada pada kedua tanganmu itu terjatuh." Kemudian Allah Swt. menurunkan ayat Kursi ini kepada Nabi-Nya Saw.
Firman Allah Swt.:
{لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ}
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. (Al-Baqarah: 255)
Ayat ini memberitakan bahwa semuanya adalah hamba-hamba-Nya, berada dalam kekuasaan-Nya dan di bawah pengaturan dan pemerintahan-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا * وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا}
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 93-95)
Adapun firman Allah Swt.:
{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ}
Tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya. (Al-Baqarah: 255)
Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّماواتِ لَا تُغْنِي شَفاعَتُهُمْ شَيْئاً إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشاءُ وَيَرْضى
Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26)
Sama pula dengan firman-Nya:
وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضى
dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28)
Demikian itu karena keagungan dan kebesaran serta ketinggian-Nya, hingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada seseorang di sisi-Nya melainkan dengan izin dari-Nya. Seperti hal yang disebutkan di dalam hadis mengenai syafaat, yaitu:
«آتِي تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَخِرُّ سَاجِدًا، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي. ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ تُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ- قَالَ- فَيَحِدُّ لِي حَدًّا فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ» .
Aku datang ke bawah Arasy, lalu aku menyungkur bersujud, dan Allah membiarkan diriku dalam keadaan demikian menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Dia berfirman, "Angkatlah kepalamu dan katakanlah (apa yang engkau kehendaki), niscaya kamu didengar; dan mintalah syafaat, niscaya kamu diberi izin untuk memberi syafaat." Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, "Kemudian Allah memberikan suatu batasan kepadaku, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga."
Firman Allah Swt.:
{يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ}
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. (Al-Baqarah: 255)
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa pengetahuan Allah meliputi semua yang  ada, baik masa lalu, masa  sekarang, maupun masa depannya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lain yang mengisahkan malaikat:
{وَمَا نَتَنزلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}
Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)
{وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ}
Dan   mereka   tidak   mengetahui   apa-apa   dari   ilmu   Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255)
Yakni tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu dari ilmu Allah kecuali sebatas apa yang Allah beri tahukan kepadanya dan apa yang diperlihatkan kepadanya.
Akan tetapi, makna ayat ini dapat ditafsirkan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka tidak dapat mengetahui sesuatu pun mengenai pengetahuan tentang Zat dan sifat-sifat-Nya melainkan hanya sebatas apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْماً
sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110)
{وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Mutarrif, dari Tarif, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan 'Kursi-Nya' ialah ilmu-Nya.
Hal yang sama telah diriwayatkan Ibnu Jarir melalui hadis Abdullah ibnu Idris dan Hasyim, keduanya dari Mutarrif ibnu Tarif dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair hal yang semisal.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, "Yang dimaksud dengan Kursi ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya)." Kemudian ia meriwayatkannya dari Abu Musa, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Muslim Al-Batin.
Syuja' ibnu Makhlad mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255) Maka beliau Saw. menjawab:
«كُرْسِيُّهُ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ وَالْعَرْشُ لَا يُقَدِّرُ قَدْرَهُ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ»
Kursi Allah ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya), sedangkan Arasy tiada yang dapat menaksir luasnya kecuali hanya Allah Swt. sendiri.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Syuja' ibnu Makhlad Al-Fallas yang menceritakan hadis ini, tetapi ke-marfu'-an hadis ini adalah suatu kekeliruan. Karena Waki' meriwayatkannya pula di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan)-Nya; dan Arasy, tidak ada seorang pun yang dapat menaksir luasnya.
Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Abul Abbas (yaitu Muhammad ibnu Ahmad Al-Mahbubi), dari Muhammad ibnu Mu'az, dari Abu Asim, dari Sufyan (yaitu As-Sauri) berikut sanadnya, dari Ibnu Abbas, tetapi mauquf sampai kepada Ibnu Abbas saja (dan tidak marfu' sampai kepada Nabi Saw.). Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkan asar ini.
Ibnu Murdawaih meriwayakan pula melalui jalur Al-Hakim ibnu Zahir Al-Fazzari Al-Kufi yang dikenal hadisnya tak terpakai, dari As-Saddi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu', tetapi tidak sahih predikatnya.
As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik bahwa Kursi terletak di bawah Arasy.
As-Saddi sendiri mengatakan bahwa langit dan bumi berada di dalam Kursi, sedangkan Kursi berada di hadapan Arasy.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Seandainya langit dan bumi yang masing-masingnya terdiri atas tujuh lapis dihamparkan, kemudian satu sama lainnya disambungkan, maka semuanya itu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan luasnya Kursi, melainkan hanya seperti suatu halqah (sekerumunan manusia) yang berada di tengah-tengah padang pasir."
Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«ما السموات السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَدَرَاهِمَ سَبْعَةٍ أُلْقِيَتْ فِي تُرْسٍ»
Tiadalah langit yang tujuh (bila) diletakkan di dalam Kursi, melainkan seperti tujuh keping uang dirham yang dilemparkan di atas sebuah tameng.
Disebutkan pula, Abu Zar r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ أُلْقِيَتْ بَيْنَ ظَهْرَيْ فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ"
Tiadalah Kursi itu (bila) diletakkan di dalam Arasy melainkan seperti sebuah halqah (lingkaran) besi yang dilemparkan di tengah-tengah sebuah padang pasir dari bumi.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:
أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وُهَيْبٍ الغزي أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيّ الْعَسْقَلَانِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ  التَّمِيمِيُّ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ الثَّقَفِيِّ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانَيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُرْسِيِّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "والذي نفسي بيده ما السموات السَّبْعُ وَالْأَرْضُونَ السَّبْعُ عِنْدَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ"
telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wuhaib Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abul Yusri Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah At-Tamimi, dari Al-Qasim ibnu Muhammad As-Saqafi, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar Al-Gifari, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang Kursi. Maka beliau Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh lapis bila diletakkan pada Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran (besi) yang dilemparkan di tengah-tengah padang pasir. Dan sesungguhnya keutamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang pasir atas lingkaran itu.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya:
حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي بُكَيْر حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَلِيفَةَ عَنْ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتِ: ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ. قَالَ: فَعَظَّمَ الرَّبَّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَقَالَ: "إن كرسيه وسع السموات وَالْأَرْضَ وَإِنَّ لَهُ أَطِيطًا كَأَطِيطِ الرَّحل الْجَدِيدِ مِنْ ثِقَلِهِ"
telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar r.a. yang menceritakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Doakanlah kepada Allah, semoga Dia memasukkan diriku ke dalam surga." Sahabat Umar melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw. menyebutkan asma Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi, lalu bersabda: Sesungguhnya Kursi Allah meliputi semua langit dan bumi, dan sesungguhnya Kursi Allah mengeluarkan suara seperti suara pelana besi karena beratnya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya yang terkenal, juga Abdu Humaid serta Ibnu Jarir di dalam kitab tafsir masing-masing, Imam Tabrani dan Ibnu Abu Asim di dalam kitab sunnah masing-masing; Al-Hafiz Ad-Diya di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mukhtar melalui hadis Ishaq As-Subai'i, dari Abdullah ibnu Khalifah. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjamin hadis ini menjadi masyhur, sedangkan mengenai mendengarnya Abdullah ibnu Khalifah dari sahabat Umar masih perlu dipertimbangkan.
Kemudian di antara mereka ada orang yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar r.a. secara mauquf (hanya sampai pada dia). Di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah secara mursal. Ada yang menambahkan pada matannya dengan tambahan yang garib (aneh), dan ada pula yang membuangnya. Hal yang lebih aneh daripada kisah di atas ialah hadis yang diceritakan oleh Jabir ibnu Mut'im mengenai sifat (gambaran) Arasy, seperti hadis yang diriwayatkan Imam Abu Daud di dalam kitab sunnahnya.
Ibnu Murdawaih dan lain-lainnya meriwayatkan banyak hadis dari Buraidah, Jabir, dan selain keduanya yang isinya mengisahkan bahwa kelak di hari kiamat Kursi akan diletakkan untuk menyelesaikan masalah peradilan. Tetapi menurut makna lahiriahnya, hal tersebut tidak disebut di dalam ayat ini (Al-Baqarah: 255).
Sebagian ahli ilmu filsafat mengenai astrologi dari kalangan orang-orang Islam mengatakan bahwa Kursi menurut mereka adalah falak yang jumlahnya ada delapan, yaitu falak yang bersifat tetap; di atasnya terdapat falak lain yang kesembilan, yaitu falak asir yang dikenal dengan sebutan atlas. Akan tetapi, pendapat mereka di-sanggah oleh golongan yang lain.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Juwaibir, dari Al-Hasan Al-Basri, ia pernah mengatakan bahwa Kursi adalah Arasy. Tetapi menurut pendapat yang benar, Kursi itu lain dengan Arasy; Arasy jauh lebih besar daripada Kursi, seperti yang ditunjukkan oleh banyak asar dan hadis. Dalam hal ini Ibnu Jarir berpegang kepada hadis Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar. Menurut kami, kesahihan asar tersebut masih perlu dipertimbangkan.
Firman Allah Swt.:
{وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا}
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.   (Al-Baqarah: 255)
Maksudnya, tidak memberatkan-Nya dan tidak mengganggu-Nya sama sekali memelihara langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, bahkan hal tersebut mudah dan sangat ringan bagi-Nya. Dialah yang mengatur semua jiwa beserta semua apa yang diperbuatnya, Dialah yang mengawasi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang terhalang dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang gaib bagi-Nya. Segala sesuatu seluruhnya hina di hadapan-Nya dalam keadaan tunduk dan patuh bila dibandingkan dengan-Nya, lagi berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya lagi Maha Terpuji, Maha melakukan semua yang dikehendaki-Nya, tidak dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan-Nya, sedangkan mereka dimintai pertanggungjawaban. Dia Mahamenang atas segala sesuatu, Maha Menghitung atas segala sesuatu, Maha Mengawasi (Waspada), Mahaagung. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
Firman-Nya:
{وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ}
Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Baqarah: 255)
Sama maknanya dengan firman-Nya:
الْكَبِيرُ الْمُتَعالِ
Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar-Ra'd: 9)
Cara memahami ayat-ayat ini dan hadis-hadis sahih yang semakna dengannya lebih baik memakai metode yang dilakukan oleh ulama Salaf yang saleh dan dianjurkan oleh mereka, yaitu tidak serupa dan tidak mirip dengan apa yang digambarkan dalam teksnya.

Al-Baqarah, ayat 256

{لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256) }
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
{لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّين}
Tidak ada paksaan  untuk  (memasuki)  agama  (Islam).  (Al-Baqarah: 256)
Yakni janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk agama Islam, karena sesungguhnya agama Islam itu sudah jelas, terang, dan gamblang dalil-dalil dan bukti-buktinya. Untuk itu, tidak perlu memaksakan seseorang agar memeluknya. Bahkan Allah-lah yang memberinya hidayah untuk masuk Islam, melapangkan dadanya, dan menerangi hatinya hingga ia masuk Islam dengan suka rela dan penuh kesadaran. Barang siapa yang hatinya dibutakan oleh Allah, pendengaran dan pandangannya dikunci mati oleh-Nya, sesungguhnya tidak ada gunanya bila mendesaknya untuk masuk Islam secara paksa.
Mereka menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan Ansar, sekalipun hukum yang terkandung di dalamnya bersifat umum.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yasar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada seorang wanita yang selalu mengalami kematian anaknya, maka ia bersumpah kepada dirinya sendiri, "Jika anakku hidup kelak, aku akan menjadikannya seorang Yahudi". Ketika Bani Nadir diusir dari Madinah, di antara mereka ada anak-anak dari kalangan Ansar. Lalu mereka berkata, "Kami tidak akan menyeru anak-anak kami (untuk masuk Islam)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. (Al-Baqarah: 256)
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini, kedua-duanya meriwayatkannya dari Bandar dengan lafaz yang sama. Sedangkan dari jalur-jalur yang lain diriwayatkan hal yang semakna, dari Syu'bah.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang sama. Hal yang sama disebutkan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, dan Al-Hasan Al-Basri serta lain-lainnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad Al-Jarasyi, dari Zaid ibnu Sabit, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (Al-Baqarah: 256). Ibnu Abbas menceritakan: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Ansar dari kalangan Bani Salim ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Husaini. Dia mempunyai dua orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi Saw., "Bolehkah aku memaksa keduanya (untuk masuk Islam)? Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama Nasrani." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. As-Saddi meriwayatkan pula hal yang semakna, tetapi di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut: Keduanya telah masuk agama Nasrani di tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa zabib (anggur kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang Syam itu, maka ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan meminta kepada Rasulullah Saw. agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya agar pulang kembali. Maka turunlah ayat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Hilal, dari Asbaq yang menceritakan, "Pada mulanya aku memeluk agama mereka sebagai seorang Nasrani yang menjadi budak Umar ibnul Khajtab, dan ia selalu menawarkan untuk masuk Islam kepadaku, tetapi aku menolak. Maka ia membacakan firman-Nya: 'Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).' (Al-Baqarah: 256). Ia mengatakan, 'Hai Asbaq, seandainya kamu masuk Islam, niscaya aku akan mengangkatmu sebagai pegawai untuk mengurusi sebagian urusan kaum muslim'."
Golongan yang cukup banyak dari kalangan ulama berpendapat bahwa ayat ini diinterpretasikan dengan pengertian tertuju kepada kaum Ahli Kitab dan orang-orang yang termasuk ke dalam kategori mereka sebelum (mengetahui adanya) pe-nasakh-an dan penggantian, tetapi dengan syarat bila mereka membayar jizyah.
Ulama lain mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat qital (perang). Wajib menyeru semua umat untuk memasuki agama Al-Hanif, yaitu agama Islam. Jika ada seseorang di antara mereka menolak untuk masuk ke dalam agama Islam serta tidak mau tunduk kepada peraturannya atau tidak mau membayar jizyah, maka ia diperangi hingga titik darah penghabisan. Yang demikian itulah makna ikrah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
سَتُدْعَوْنَ إِلى قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ
Kalian akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kalian akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). (Al-Fath: 16)
Dalam ayat yang lain Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Taubah: 73)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ  
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripada kalian; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 123)
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
«عَجِبَ رَبُّكَ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُونَ إِلَى الْجَنَّةِ فِي السَّلَاسِلِ»
Tuhanmu kagum kepada suatu kaum yang digiring masuk ke surga dalam keadaan dirantai.
Makna yang dimaksud ialah para tawanan yang didatangkan ke negeri Islam dalam keadaan terikat oleh rantai dan belenggu. Sesudah itu mereka masuk Islam dan memperbaiki amal perbuatan serta hati mereka. Maka mereka kelak termasuk ahli surga.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu:
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ: "أَسْلِمْ" قَالَ: إِنِّي أَجِدُنِي كَارِهًا. قَالَ: "وَإِنْ كُنْتَ كَارِهًا"
telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Humaid, dari sahabat Abas r.a. yang menceritakan: Bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada seorang lelaki, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya masih belum menyukainya." Nabi Saw. bersabda, "Sekalipun kamu belum menyukainya."
Hadis ini merupakan salah satu dari hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang, tetapi sahih. Hanya saja tidak termasuk ke dalam bab ini karena pada kenyataannya Nabi Saw. tidak memaksanya untuk masuk Islam, melainkan beliau menyerunya untuk masuk Islam, lalu lelaki itu menjawab bahwa ia masih belum mau menerimanya, bahkan masih tidak suka untuk masuk Islam. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah, sekalipun hatimu tidak suka, karena sesungguhnya Allah pasti akan menganugerahimu niat yang baik dan ikhlas."
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 256)
Yakni barang siapa yang melepaskan semua tandingan dan berhala-berhala serta segala sesuatu yang diserukan oleh setan berupa penyembahan kepada selain Allah, lalu ia menauhidkan Allah dan menyembah-Nya semata serta bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, berarti ia seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya: maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. (Al-Baqarah: 256)
Yaitu berarti perkaranya telah mapan dan berjalan lurus di atas tuntunan yang baik dan jalan yang lurus.
Abul Qasim Al-Bagawi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas (yaitu Salam ibnu Salim), dari Abu Ishaq, dari Hassan (yaitu Ibnu Qaid Al-Absi) yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya al-jibt adalah sihir, dan tagut adalah setan. Sesungguhnya sifat berani dan sifat pengecut ada di dalam diri kaum lelaki; orang yang pemberani berperang membela orang yang tidak dikenalnya, sedangkan orang yang pengecut lari tidak dapat membela ibunya sendiri. Sesungguhnya kehormatan seorang lelaki itu terletak pada agamanya, sedangkan kedudukannya terletak pada akhlaknya, sekalipun ia seorang Persia atau seorang Nabat."
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui riwayat As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Hassan ibnu Qaid Al-Abdi, dari Umar.
Makna ucapan Umar tentang tagut —bahwa tagut adalah setan— sangat kuat, karena sesungguhnya pengertian tersebut mencakup semua bentuk kejahatan yang biasa dilakukan oleh ahli Jahiliah, seperti menyembah berhala dan meminta keputusan hukum kepadanya serta membelanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى}
Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)
Yakni sesungguhnya ia telah berpegang kepada agama dengan sarana yang sangat kuat. Hal itu diserupakan dengan buhul tali yang kuat lagi tak dapat putus. Pada kenyataannya tali tersebut dipintal dengan sangat rapi, kuat lagi halus, sedangkan ikatannya pun sangat kuat. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang . amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)
Mujahid mengatakan bahwa al-'urwatil wusqa artinya iman. Menurut As-Saddi artinya agama Islam, sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair dan Ad-Dahhak artinya ialah kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah." '
Menurut sahabat Anas ibnu Malik, al-'urwatul wusqa artinya Al-Qur'an. Menurut riwayat yang bersumber dari Salim ibnu Abul Ja'd, yang dimaksud adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.
Semua pendapat di atas benar, satu sama lainnya tidak bertentangan.
Sahabat Mu'az ibnu Jabal mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Bahwa yang dimaksud dengan terputus ialah tidak dapat masuk surga.
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan pengertian yang ada di dalam firman-Nya: maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Kemudian membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 11)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَّادٍ قَالَ: كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَجَاءَ رَجُلٌ فِي وَجْهِهِ أَثَرٌ مِنْ خُشُوعٍ، فَدَخَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ أَوْجَزَ فِيهِمَا فَقَالَ الْقَوْمُ: هَذَا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. فَلَمَّا خَرَجَ اتَّبَعْتُهُ حَتَّى دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَدَخَلْتُ مَعَهُ فَحَدَّثْتُهُ فَلَمَّا اسْتَأْنَسَ قُلْتُ لَهُ: إِنَّ الْقَوْمَ لَمَّا دَخَلْتَ قَبْلُ الْمَسْجِدَ قَالُوا كَذَا وَكَذَا. قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ مَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ مَا لَا يَعْلَمُ وَسَأُحَدِّثُكَ لِمَ: إِنِّي رَأَيْتُ رُؤْيَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ: رَأَيْتُ كَأَنِّي فِي رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: فَذَكَرَ مِنْ خُضْرَتِهَا وَسِعَتِهَا-وَسَطُهَا عَمُودُ حَدِيدٍ أَسْفَلُهُ فِي الْأَرْضِ وَأَعْلَاهُ فِي السَّمَاءِ فِي أَعْلَاهُ عُرْوَةٌ، فَقِيلَ لِيَ: اصْعَدْ عَلَيْهِ فَقُلْتُ: لَا أَسْتَطِيعُ. فَجَاءَنِي مِنْصَف -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: هُوَ الْوَصِيفُ -فَرَفَعَ ثِيَابِي مِنْ خَلْفِي، فَقَالَ: اصْعَدْ. فَصَعِدْتُ حَتَّى أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ بِالْعُرْوَةِ. فَاسْتَيْقَظْتُ وَإِنَّهَا لَفِي يَدِي فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ: "أَمَّا الرَّوْضَةُ فَرَوْضَةُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعَمُودُ فَعَمُودُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعُرْوَةُ فَهِيَ الْعُرْوَةُ الْوُثْقَى، أَنْتَ عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى تَمُوتَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Auf, dari Muhammad ibnu Qais ibnu Ubadah yang menceritakan bahwa ketika ia berada di dalam masjid, datanglah seorang lelaki yang pada roman mukanya ada bekas kekhusyukan. Lalu lelaki itu salat dua rakaat dengan singkat. Maka kaum yang ada di dalam masjid itu berkata, "Lelaki ini termasuk ahli surga." Ketika lelaki itu keluar (dari masjid), maka aku (Muhammad ibnu Qais ibnu Ubadah) mengikutinya hingga ia memasuki rumahnya. Aku ikut masuk bersamanya, dan aku mengobrol dengannya. Setelah kami saling berkenalan, aku katakan kepadanya, "Sesungguhnya kaum yang ada di masjid tadi ketika engkau masuk ke dalam masjid, mereka mengatakan anu dan anu." Lelaki itu menjawab, "Mahasuci Allah, tidak layak bagi seseorang mengatakan apa yang tidak diketahuinya. Aku akan menceritakan kepadamu mengapa demikian. Sesungguhnya aku pernah bermimpi sesuatu di masa Rasulullah, lalu aku ceritakan mimpi itu kepadanya. Aku melihat diriku berada di sebuah taman yang hijau —Ibnu Aun mengatakan bahwa lelaki itu menggambarkan suasana kesuburan taman dan luasnya—. Di tengah-tengah kebun itu terdapat sebuah tiang besi yang bagian bawahnya berada di bumi, sedangkan bagian atasnya berada di langit, dan pada bagian atasnya ada buhul tali-nya. Kemudian dikatakan kepadaku, 'Naiklah ke tiang itu.' Aku menjawab, 'Aku tidak dapat.' Lalu datanglah seorang yang memberi nasihat kepadaku —Ibnu Aun mengatakan bahwa orang tersebut adalah penjaga taman tersebut—. Orang itu mengangkat bajuku dari belakang seraya berkata, 'Naiklah!' Maka aku naik hingga dapat memegang tali tersebut. Orang tersebut berkata, 'Berpeganglah kepada tali ini.' Aku terbangun, dan sesungguhnya tali itu benar-benar masih berada dalam pegangan kedua tanganku. Aku datang kepada Rasulullah Saw., lalu kuceritakan kepadanya mimpi tersebut. Maka beliau bersabda: 'Adapun taman tersebut adalah. taman Islam, sedangkan tiang tersebut adalah tiang Islam; dan tali itu adalah tali yang kuat, artinya engkau tetap berada dalam agama Islam hingga mati'."
Perawi mengatakan bahwa lelaki tersebut adalah sahabat Abdullah ibnu Salam.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abdullah ibnu Aun, maka aku (perawi) berdiri menghormatinya. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari melalui jalur lain, dari Muhammad ibnu Sirin dengan lafaz yang sama.
Jalur yang lain dan teks yang lain:
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنِ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الحُرِّ قَالَ: قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَجَلَسْتُ إِلَى مَشْيَخَةٍ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَجَاءَ شَيْخٌ يَتَوَكَّأُ عَلَى عَصًا لَهُ فَقَالَ الْقَوْمُ: مَنْ سَرَّهُ أَنَّ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا. فَقَامَ خَلْفَ سَارِيَةٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَقُمْتُ إِلَيْهِ، فَقُلْتُ لَهُ: قَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: كَذَا وَكَذَا. فَقَالَ: الْجَنَّةُ لِلَّهِ يُدخلها مَنْ يَشَاءُ وَإِنِّي رَأَيْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُؤْيَا، رَأَيْتُ كَأَنَّ رَجُلًا أَتَانِي فَقَالَ: انْطَلِقْ. فَذَهَبْتُ مَعَهُ فَسَلَكَ بِي مَنْهَجًا عَظِيمًا فَعَرَضَتْ لِي طَرِيقٌ عَنْ يَسَارِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَسْلُكَهَا. فَقَالَ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا. ثُمَّ عَرَضَتْ لِي طريق عن يَمِينِي فَسَلَكْتُهَا حَتَّى انْتَهَتْ إِلَى جَبَلٍ زَلَقٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ فَإِذَا أَنَا عَلَى ذُرْوَتِهِ، فَلَمْ أَتَقَارَّ وَلَمْ أَتَمَاسَكْ فَإِذَا عَمُودُ حَدِيدٍ فِي ذُرْوَتِهِ حَلْقَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ حَتَّى أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ. فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَضَرَبَ الْعَمُودَ بِرِجْلِهِ فَاسْتَمْسَكْتُ بِالْعُرْوَةِ، فَقَصَصْتُهَا على رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: "رَأَيْتَ خَيْرًا أَمَّا الْمَنْهَجُ الْعَظِيمُ فَالْمَحْشَرُ، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ عَنْ يَسَارِكَ فَطَرِيقُ أَهْلِ النَّارِ، وَلَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ عَنْ يَمِينِكَ فَطَرِيقُ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَأَمَّا الْجَبَلُ الزَّلَقُ فَمَنْزِلُ الشُّهَدَاءِ، وَأَمَّا الْعُرْوَةُ الَّتِي اسْتَمْسَكْتَ بِهَا فَعُرْوَةُ الْإِسْلَامِ فَاسْتَمْسِكْ بِهَا حَتَّى تَمُوتَ". قَالَ: فَإِنَّمَا أَرْجُو أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. قَالَ: وَإِذَا هُوَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ
Imam Ahmad berkata: telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa dan Usman. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Al-Musayyab ibnu Rafi', dari Kharsyah ibnul Hur yang menceritakan hadis berikut: Aku tiba di Madinah, lalu aku duduk (bergabung) dengan halqah salah seorang guru di Masjid Nabawi. Lalu datanglah seorang syekh (guru) yang bertopang pada sebilah tongkat, maka kaum yang ada berkata, "Barang siapa yang ingin melihat seorang lelaki dari kalangan ahli surga, hendaklah ia memandang syekh ini." Kemudian syekh itu berdiri di belakang sebuah tiang dan melakukan salat dua rakaat. Lalu aku berkata kepadanya, "Sebagian dari kaum mengatakan anu dan anu." Maka ia menjawab, "Surga adalah milik Allah, Dia memasukkan ke dalamnya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya aku pernah mengalami sebuah mimpi di zaman Rasulullah Saw. Aku melihat dalam mimpiku itu seakan-akan ada seorang lelaki datang kepadaku, lalu lelaki itu berkata, 'Berangkatlah.' Maka aku berangkat bersamanya, dan ia menempuh sebuah jalan yang besar bersamaku. Lalu ada sebuah jalan di sebelah kiriku; ketika aku hendak menempuhnya, lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya kamu bukan termasuk ahlinya.' Kemudian tampak sebuah jalan di sebelah kananku, dan aku langsung menempuhnya hingga sampai di sebuah bukit yang licin. Lalu ia memegang tanganku dan mendorongku, tiba-tiba diriku telah berada di puncak bukit tersebut; aku merasa diriku tidak tetap dan tiada pegangan. Kemudian muncullah sebuah tiang besi yang di puncaknya terdapat tali emas. Maka ia memegang tanganku dan mendorongku hingga aku dapat memegang tali tersebut, lalu ia berkata, 'Berpeganglah.' Aku menjawab, 'Ya.' Lalu ia memanjatkan kakinya ke tiang tersebut, dan aku berpegang dengan tali itu. Lalu aku kisahkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka beliau menjawab: 'Kamu telah melihat kebaikan; adapun jalan yang besar itu adalah padang mahsyar, adapun jalan yang tampak di sebelah kirimu adalah jalan ahli neraka, sedangkan kamu bukan termasuk ahlinya. Dan adapun jalan yang tampak di sebelah kananmu adalah jalan ahli surga, dan adapun mengenai bukit yang licin itu adalah kedudukan para syuhada, sedangkan tali yang menjadi peganganmu itu adalah tali Islam. Maka berpeganglah kepadanya hingga kamu mati.' Lalu Syekh itu berkata, 'Sesungguhnya aku hanya berharap semoga diriku ini termasuk ahli surga'." Perawi mengatakan, ternyata Syekh itu adalah Abdullah ibnu Salam.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari Affan dan Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Al-Hasan ibnu Musa Al-Asyyab. Keduanya meriwayatkannya pula dari Hammad ibnu Salimah dengan lafaz yang semisal.
Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Al-A'masy, dari Sulaiman ibnu Mishar, dari Kharsyah ibnul Hur Al-Fazari dengan lafaz yang sama.

Al-Baqarah, ayat 257

{اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (257) }
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Allah menceritakan bahwa Dia memberi petunjuk orang yang mengikuti jalan yang diridai-Nya ke jalan keselamatan. Untuk itu Dia mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dari kegelapan, kekufuran, dan keraguan menuju kepada cahaya perkara hak yang jelas lagi gamblang, terang, mudah, dan bercahaya. Orang-orang kafir itu penolong mereka hanyalah setan. Setanlah yang menghiasi mereka dengan kebodohan dan kesesatan. Setan mengeluarkan mereka dan menyimpangkan mereka dari perkara yang hak kepada kekufuran dan kebohongan.
{أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 257)
Karena itulah dalam ayat ini Allah mengungkapkan lafaz an-nur dalam bentuk tunggal, sedangkan lafaz zalam (kegelapan) diungkapkan-Nya dalam bentuk jamak. Dengan kata lain, disebutkan demikian karena perkara yang hak itu satu, sedangkan perkara yang kufur itu banyak ragamnya; semuanya adalah batil. Seperti yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa. (Al-An'am: 153)
وَجَعَلَ الظُّلُماتِ وَالنُّورَ

dan mengadakan kegelapan dan terang. (Al-An'am: 1)
عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمائِلِ
Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok. (Al-Ma'arij: 37)
Dan ayat-ayat lain yang lafaznya memberikan pengertian ketunggalan perkara yang hak dan tersebarnya kebatilan; dan bahwa perkara yang hak itu satu, sedangkan kebatilan banyak ragamnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Maisarah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Usman, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Ayyub ibnu Khalid yang mengatakan bahwa kelak seluruh umat manusia akan dibangkitkan; maka barang siapa yang kesukaannya adalah iman, maka fitnah (ujian)nya tampak putih bersinar, sedangkan orang yang kesukaannya adalah kekufuran, maka fitnahnya tampak hitam lagi gelap. Lalu ia membacakan firman-Nya: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 257)

Al-Baqarah, ayat 258

{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (258) }
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat." Lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya dalam ayat ini adalah Raja Babil (yaitu Namrud ibnu Kan'an ibnu Kausy ibnu Sam ibnu Nuh), dan menurut pendapat yang lain dikatakan Namrud ibnu Falik ibnu Abir ibnu Syalikh ibnu Arfakhsyad ibnu Sam ibnu Nuh. Pendapat yang pertama dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya. Mujahid mengatakan bahwa raja yang menguasai belahan timur dan barat dunia ada empat orang; dua orang di antaranya mukmin, sedangkan dua orang lainnya kafir. Raja yang mukmin ialah Sulaiman ibnu Daud dan Zul Qamain, sedangkan raja yang kafir ialah Namrud dan Bukhtanasar.
Makna firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ}
Tidakkah kamu perhatikan. (Al-Baqarah: 258)
Yakni apakah kamu tidak memperhatikan dengan hatimu, hai Muhammad!
{إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ}
orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya. (Al-Baqarah: 258)
Yaitu tentang keberadaan Tuhannya. Demikian itu karena raja tersebut ingkar terhadap keberadaan Tuhan selain dirinya sendiri, seperti halnya yang dikatakan oleh Raja Fir'aun yang hidup sesudahnya kepada para pembantu terdekatnya, yang disebutkan oleh firman-Nya:
مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلهٍ غَيْرِي
Aku tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain aku. (Al-Qashash: 38)
Dan tidak ada yang mendorongnya (raja itu) berbuat keterlaluan dan kekufuran yang berat serta keingkaran yang keras ini kecuali karena kecongkakannya dan lamanya masa memegang kerajaan. Menurut suatu pendapat, Raja Namrud memegang tahta pemerintahannya selama empat ratus tahun. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:
أَنْ آتاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ
karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). (Al-Baqarah: 258)
Pada mulanya raja itu meminta kepada Ibrahim agar mengemukakan bukti yang menunjukkan keberadaan Tuhan yang diserukan olehnya. Maka Ibrahim menjawabnya yang disitir oleh firman-Nya:
رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ
Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan Yang mematikan. (Al-Baqarah: 258)
Dengan kata lain, sesungguhnya bukti yang menunjukkan keberadaan Tuhan ialah adanya semua yang wujud di alam ini, padahal sebelumnya tentu tidak ada, lalu menjadi tidak ada sesudah adanya. Hal tersebut menunjukkan adanya Pencipta yang berbuat atas kehendak-Nya sendiri dengan pasti. Mengingat segala sesuatu yang kita saksikan ini tidak ada dengan sendirinya, maka pasti ada pelaku yang menciptakannya. Dia adalah Tuhan yang aku serukan kepada kalian agar menyembah-Nya semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Setelah itu orang yang mendebat Ibrahim —yaitu Raja Namrud— mengatakan, yang perkataannya disitir oleh firman-Nya:
أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ
Saya dapat menghidupkan dan mematikan. (Al-Baqarah: 258)
Qatadah, Muhammad ibnu Ishaq, As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa untuk membuktikan ucapannya itu raja tersebut mendatangkan dua orang lelaki yang keduanya dikenai sanksi hukuman mati. Lalu si Raja Namrud membunuh salah seorangnya dan memaafkan yang lainnya hingga selamat, tidak dikenai hukuman mati. Demikianlah makna menghidupkan dan mematikan menurutnya.
Akan tetapi, pada kenyataannya bukanlah demikian jawaban yang dikehendaki oleh Ibrahim a.s. dan tidak pula sealur dengannya, mengingat   hal   tersebut   tidak   menghalangi    adanya   Pencipta.
Sesungguhnya raja itu mengakui kedudukan tersebut hanyalah semata-mata sebagai ungkapan keingkaran dan kecongkakannya, serta mengkamuflasekan jawabannya seakan-akan dialah yang melakukan hal tersebut. Bahwa seakan-akan dialah yang menghidupkan dan yang mematikan. Sikapnya itu diikuti oleh Raja Fir'aun dalam ucapannya yang disitir oleh firman-Nya:
{مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي}
Aku tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain aku. (Al-Qashash: 38)
Karena itulah Nabi Ibrahim menjawabnya dengan jawaban berikut ketika raja tersebut mengakui dirinya menduduki kedudukan tersebut dengan penuh kecongkakan, yaitu:
فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِها مِنَ الْمَغْرِبِ
Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat. (Al-Baqarah: 258)
Dengan kata lain, apabila kamu mengakui dirimu seperti apa yang kamu katakan itu, yaitu bahwa dirimu dapat menghidupkan dan mematikan, maka Tuhan yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Yang dapat mengatur semua alam wujud, yakni pada semua makhluk dan dapat menundukkan semua bintang serta peredarannya. Bahwa matahari yang tampak setiap harinya ini terbit dari arah timur, maka jika kamu seperti apa yang kamu akukan sebagai tuhan, terbit-kanlah dia dari arah barat!
Setelah raja itu menyadari kelemahan dan ketidakmampuannya, karena ia tidak dapat mencongkakkan dirinya lagi kali ini, maka ia terdiam, tidak dapat menjawab sepatah kata pun, dan hujah Nabi Ibrahim mematahkan argumentasinya.
Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 258)
Artinya, Allah tidak memberi ilham hujah dan bukti kepada mereka, bahkan hujah mereka terputus di hadapan Tuhan mereka, dan bagi mereka murka Allah serta azab yang keras.
Analisis makna ayat seperti di atas lebih baik daripada apa yang disebutkan oleh kebanyakan ahli mantiq yang menyatakan bahwa peralihan jawaban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dari dalil yang pertama kepada dalil yang kedua merupakan perpindahan dari suatu dalil kepada dalil yang lebih jelas daripada yang pertama. Di antara mereka ada yang menganggapnya mutlak dalam jawabannya, tetapi kenyataannya tidaklah seperti yang dikatakan oleh mereka. Bahkan dalil yang pertama merupakan pendahuluan dari dalil yang kedua serta membatalkan alasan yang diajukan oleh Raja Namrud, baik pada dalil yang pertama maupun dalil yang kedua.
As-Saddi menyebutkan bahwa perdebatan antara Nabi Ibrahim dan Raja Namrud ini terjadi setelah Nabi Ibrahim selamat dari api. Nabi Ibrahim belum pernah bersua dengan Namrud kecuali hanya pada hari tersebut, lalu terjadilah perdebatan di antara keduanya.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Raja Namrud menyimpan makanan pokok dan orang-orang datang kepadanya untuk makanan itu. Lalu Namrud mengirimkan sejumlah utusannya, mengundang Nabi Ibrahim untuk makanan tersebut. Setelah terjadi perdebatan di antara keduanya, maka Nabi Ibrahim tidak diberi makanan itu barang sedikit pun, sebagaimana orang-orang diberi makanan; bahkan dia keluar tanpa membawa makanan sedikit pun. Ketika Nabi Ibrahim telah berada di dekat rumah keluarganya, ia menuju ke suatu gundukan pasir, maka ia memenuhi kedua kantongnya dengan pasir itu, kemudian berkata, "Aku akan menyibukkan keluargaku dari mengingatku, jika aku datang kepada mereka." Ketika ia datang, ia langsung meletakkan pelana kendaraannya yang berisikan pasir itu dan langsung bersandar, lalu tidur. Maka istrinya —yaitu Siti Sarah— bangkit menuju ke arah kedua kantong tersebut, dan ternyata ia menjumpai keduanya dipenuhi oleh makanan yang baik. Ketika Nabi Ibrahim terbangun dari tidurnya, ia menjumpai apa yang telah dimasak oleh keluarganya, lalu ia bertanya, "Dari manakah kalian memperoleh semua ini?" Sarah menjawab, "Dari orang yang engkau datang darinya." Maka Nabi Ibrahim menyadari bahwa hal tersebut merupakan rezeki dari Allah yang dianugerahkan kepadanya. Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa setelah itu Allah mengirimkan seorang malaikat kepada raja yang angkara murka itu untuk menyerunya kepada iman. Tetapi si raja menolak, lalu malaikat itu menyerunya untuk yang kedua kalinya dan untuk yang ketiga kalinya, tetapi si raja tetap menolak. Akhirnya malaikat berkata, "Kumpulkanlah semua kekuatanmu dan aku pun akan mengumpulkan kekuatanku pula." Maka Namrud mengumpulkan semua bala tentara dan pasukannya di saat matahari terbit, dan Allah mengirimkan kepada mereka pasukan nyamuk yang menutupi mereka hingga tidak dapat melihat sinar matahari. Lalu Allah menguasakan nyamuk-nyamuk itu atas mereka. Nyamuk-nyamuk itu memakan daging dan menyedot darah mereka serta meninggalkan mereka menjadi rulang-belulang. Salah seekor nyamuk memasuki kedua lubang hidung si raja, lalu ia bercokol di bagian dalam hidung si raja selama empat ratus tahun sebagai azab dari Allah untuknya. Tersebutlah bahwa Raja Namrud memukuli kepalanya dengan palu selama masa itu hingga Allah membinasakannya dengan palu tersebut.

Al-Baqarah, ayat 259

{أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (259) }
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, "Berapa lamakah kamu tinggal di sini?" Ia menjawab, "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman, "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami menutupnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati), dia pun berkata, "Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ}
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya. (Al-Baqarah: 258)
Makna firman ini dalam hal kekuatannya sama dengan pengertian "Apakah engkau memperhatikan perumpamaan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya." Karena itu, dalam ayat berikutnya di-’ataf-kan kepadanya firman Allah Swt.:
{أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا}
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. (Al-Baqarah: 259)
Para ulama berbeda pendapat tentang siapa orang yang lewat tersebut. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Isam ibnu Daud, dari Adam ibnu Iyas, dari Israil, dari Abi Ishaq, dari Najiyah ibnu Ka'b, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa orang yang disebut dalam ayat ini adalah Uzair. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Najiyah pula. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya juga dari Ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan Sulaiman ibnu Buraidah. Pendapat inilah yang terkenal.
Wahb ibnu Munabbih dan Abdullah ibnu Ubaid (yaitu Armia ibnu Halqiya) mengatakan bahwa Muhammad ibnu Ishaq pernah meriwayatkan dari seseorang yang tidak diragukan lagi periwayatannya dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah Khaidir a.s.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar dari Sulaiman ibnu Muhammad Al-Yasari Al-Jari, seseorang dari ahli Al-Jari (yaitu anak paman Mutarrif). Ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Salman mengatakan, "Sesungguhnya ada seseorang dari ulama negeri Syam mengatakan bahwa orang yang dimatikan oleh Allah Swt. selama seratus tahun, lalu sesudah itu dihidupkan lagi oleh-Nya bernama Hizqil ibnu Bawar."
Mujahid ibnu Jabr mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil.
Adapun negeri yang disebutkan dalam ayat, menurut pendapat yang terkenal mengatakan Baitul Maqdis. Orang tersebut melaluinya setelah negeri itu dihancurkan oleh Bukhtanasar dan semua penduduknya dibunuh.
{وَهِيَ خَاوِيَة}
yang (temboknya) roboh menutupi atapnya. (Al-Baqarah: 259)
Khawiyah artinya kosong, tidak ada seorang pun; diambil dari perkataan mereka, "Khawatid daru", yang artinya rumah itu kosong tak berpenghuni.
'Ala 'Urusyiha, yakni tembok dan atapnya runtuh menimpa halaman negeri tersebut dan lapangannya. Maka lelaki itu berdiri seraya berpikir tentang kejadian yang menimpa negeri itu dan penduduknya, padahal sebelumnya negeri tersebut sangat ramai dan dipenuhi oleh bangunan-bangunan. Lalu ia berkata: Bagaimana Allah  menghidupkan  kembali  negeri  ini  setelah roboh? (Al-Baqarah: 259)
Dia mengatakan demikian setelah melihat kehancuran dan kerusakan negeri tersebut yang sangat parah, dan sesudah itu bagaimana cara mengembalikannya seperti semula.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَه}
Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. (Al-Baqarah: 259)
Menurut suatu pendapat, negeri tersebut diramaikan kembali setelah tujuh puluh tahun kematian lelaki itu, penduduknya lengkap seperti semula, dan kaum Bani Israil kembali lagi ke negeri itu. Ketika Allah membangkitkannya sesudah ia mati, maka anggota tubuhnya yang mula-mula dihidupkan oleh Allah adalah kedua matanya. Dengan demikian, maka ia dapat menyaksikan perbuatan Allah, bagaimana Allah menghidupkan kembali dirinya. Setelah seluruh tubuh lelaki itu hidup seperti sediakala, maka Allah berfirman kepadanya melalui malaikat:
{كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْم}
Berapakah lamanya kamu tinggal? Ia menjawab, "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." (Al-Baqarah: 259)
Dia merasakan bahwa dirinya mati pada permulaan siang hari, kemudian dihidupkan kembali pada petang harinya. Akan tetapi, ketika ia melihat matahari masih tetap ada, ia menduga bahwa ia dibangkitkan dalam hari yang sama. Karena itulah ia berkata, "Atau setengah hari." Maka Allah Swt. menjawab dengan melalui firman-Nya:
{أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ}
Allah berfirman, "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah." (Al-Baqarah: 259)
Demikian itu karena menurut kisahnya disebutkan bahwa lelaki itu membawa buah anggur, buah tin, dan minuman jus. Maka ia melihatnya masih utuh seperti semula, tiada sesuatu pun yang berubah; minuman jusnya tidak berubah, buah tinnya tidak masam dan tidak busuk, serta buah anggurnya tidak berkurang barang sedikit pun.
{وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِك}
dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang-belulang). (Al-Baqarah: 259)
Yakni bagaimana Allah Swt. menghidupkannya kembali dengan disaksikan oleh kedua matamu.
{وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ}
Kami  akan  menjadikan kamu tanda  kekuasaan Kami bagi manusia. (Al-Baqarah: 259)
Yaitu sebagai dalil yang membuktikan adanya hari berbangkit.
وَانْظُرْ إِلَى الْعِظامِ كَيْفَ نُنْشِزُها
Dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali. (Al-Baqarah: 259)
Maksudnya, bagaimana Kami mengangkatnya dan menyusun sebagian darinya atas sebagian yang lain hingga seperti bentuk semula.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Nafi' ibnu Abu Na'im, dari Ismail ibnu Hakim, dari Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. membaca kaifa nunsyizuha dengan memakai huruf za. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Menurut pendapat yang lain dibaca nunsyiruha (dengan memakai huruf ra), artinya 'Kami menghidupkannya kembali'. Demikianlah menurut Mujahid.
ثُمَّ نَكْسُوها لَحْماً
kemudian Kami menutupinya dengan daging. (Al-Baqarah: 259)
As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa tulang-belulang keledainya telah bercerai-berai di sebelah kanan dan kirinya. Lalu ia memandang ke tulang-belulang itu yang berkilauan karena putihnya. Kemudian Allah mengirimkan angin, lalu angin itu menghimpun kembali tulang-belulang itu ke tempat semula. Kemudian masing-masing tulang tersusun pada tempatnya masing-masing, hingga jadilah seekor keledai yang berdiri berbentuk rangka tulang tanpa daging. Selanjutnya Allah memakaikan kepadanya daging, otot, urat, dan kulit, lalu Allah mengirim malaikat yang ditugaskan untuk meniupkan roh ke dalam tubuh keledai itu melalui kedua lubang hidungnya. Maka dengan serta merta keledai itu meringkik dan hidup kembali dengan seizin Allah Swt. Semuanya itu terjadi di hadapan pandangan mata Uzair. Setelah ia menyaksikan hal itu dengan jelas dan kini ia mengerti, maka ia berkata yang perkataannya disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dia berkata, "Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 259)
Yakni saya yakin akan hal ini karena saya telah menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, dan saya adalah orang yang paling mengetahui hal ini di antara semua manusia yang hidup di zaman saya.
Menurut ulama yang lain, ayat ini dibaca i'lam yang artinya 'ketahuilah', sebagai perintah buat dia untuk mengetahuinya.

Al-Baqarah, ayat 260

{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (260) }
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu potong-potonglah burung-burung itu olehmu, kemudian letakkanlah tiap bagian darinya atas tiap-tiap bukit. Sesudah itu panggillah dia, niscaya dia akan datang kepadamu dengan segera." Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Mereka menyebutkan beberapa penyebab yang mendorong Ibrahim a.s. bertanya seperti itu; antara lain ialah ketika ia berkata kepada Namrud, yang perkataannya itu disitir oleh firman-Nya:
{رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ}
Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan Yang mematikan. (Al-Baqarah: 258)
Maka Nabi Ibrahim ingin agar pengetahuannya yang berdasarkan keyakinan itu menjadi meningkat kepada pengetahuan yang bersifat 'ainul yaqin dan ingin menyaksikan hal tersebut dengan mata kepalanya sendiri. Untuk itulah ia berkata dalam ayat ini:
{رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي}
Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." (Al-Baqarah: 260)
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sehubungan dengan ayat ini, yaitu:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَسَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَحْنُ أَحَقُّ بِالشَّكِّ مِنْ إِبْرَاهِيمَ، إِذْ قَالَ: رَبِّ أَرِنِي كيف تحيى الموتى؟ قال: أو لم تُؤْمِنْ. قَالَ: بَلَى، وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah dan Sa'id dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kami lebih berhak untuk ragu ketimbang Nabi Ibrahim, ketika ia berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." (Al-Baqarah: 260)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Harmalah ibnu Yahya, dari Wahb dengan lafaz yang sama.
Yang dimaksud dengan istilah syak (ragu) dalam hadis ini bukanlah seperti apa yang dipahami oleh orang-orang yang tidak berilmu mengenainya, tanpa ada yang memperselisihkannya. Sesungguhnya pemahaman tersebut telah dijawab oleh banyak sanggahan yang mematahkan alasannya.
Sehubungan dengan pembahasan ini, pada salinan yang ada di tangan kami terdapat komentar. Dan sehubungan dengan masalah ini kami akan mengemukakan apa yang dikatakan oleh Al-Bagawi demi melengkapi pembahasan ini. Al-Bagawi mengatakan bahwa Muhammad ibnu Ishaq ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Ibrahim (yaitu Ismail ibnu Yahya Al-Muzani) bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna hadis ini, sebenarnya Nabi Saw. tidak ragu —begitu pula Nabi Ibrahim a.s.— mengenai masalah bahwa Allah Mahakuasa untuk menghidupkan orang-orang mati. Melainkan keduanya merasa ragu apakah permohonan keduanya diperkenankan untuk hal tersebut.
Abu Sulaiman Al-Khattabi mengatakan sehubungan dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Kami lebih berhak untuk ragu ketimbang Ibrahim. Di dalam ungkapan ini tidak terkandung pengakuan keraguan atas dirinya dan tidak pula atas diri Nabi Ibrahim, melainkan justru mengandung pengertian yang menghapuskan keraguan tersebut dari keduanya. Seakan-akan Nabi Saw. berkata, "Jika aku tidak ragu tentang kekuasaan Allah Swt. dalam menghidupkan kembali orang-orang mati, maka Ibrahim lebih berhak untuk tidak ragu." Nabi Saw. mengungkapkan demikian sebagai rasa rendah diri dan sopan santunnya kepada Nabi Ibrahim.
Demikian pula sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"لو لَبِثْتُ فِي السِّجْنِ مَا لَبِثَ يُوسُفُ لَأَجَبْتُ الداعي"
Seandainya aku tinggal di dalam penjara selama Nabi Yusuf tinggal di penjara, niscaya aku mau memenuhinya.
Di dalam pembahasan ini terkandung pemberitahuan bahwa masalah yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s. tidak diungkapkannya dari segi perasaan ragu, melainkan dari segi ingin menambah ilmu dengan melalui kesaksian mata. Karena sesungguhnya kesaksian mata itu dapat memberikan pengetahuan dan ketenangan hati lebih daripada pengetahuan yang didasari hanya oleh teori.
Menurut suatu pendapat, ketika ayat ini (Al-Baqarah: 260) diturunkan, ada segolongan kaum yang mengatakan, "Nabi Ibrahim ragu, sedangkan Nabi kita tidak ragu." Maka Rasulullah Saw. mengucapkan sabdanya yang telah disebutkan di atas sebagai ungkapan rasa rendah diri dan bersopan santun kepada Nabi Ibrahim a.s. sehingga beliau mendahulukan Nabi Ibrahim atas dirinya sendiri.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ}
Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu potong-potonglah burung-burungt itu olehmu." (Al-Baqarah: 260)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai jenis keempat burung itu, sekalipun tiada faedahnya menentukan jenis-jenisnya; karena seandainya hal ini penting, niscaya Al-Qur'an akan menycbutkannya dengan keterangan yang jelas.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia pernah mengatakan, "Keempat burung tersebut terdiri atas burung Garnuq, burung merak, ayam jago, dan burung merpati."
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Ibrahim mengambil angsa, anak burung unta, ayam jago, dan burung merak.
Mujahid dan Ikrimah mengatakan bahwa keempat burung tersebut adalah merpati, ayam jago, burung merak, dan burung gagak.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَصُرْهُنَّ إِلَيْك}
dan potong-potonglah burung-burung itu olehmu. (Al-Baqarah: 260)
Yakni memotong-motongnya (sesudah menyembelihnya). Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, Abul Aswad Ad-Duali, Wahb ibnu Munabbih, Al-Hasan, As-Saddi, serta lain-lainnya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan ikatlah burung-burung itu olehmu. (Al-Baqarah: 260) Setelah burung-burung itu diikat, maka Nabi Ibrahim menyembelihnya, kemudian menjadikan tiap bagian dari burung-burung itu pada tiap bukit.
Mereka menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim menangkap empat ekor burung, lalu menyembelihnya, kemudian memotong-motongnya, mencabuti bulu-bulunya, dan mencabik-cabiknya. Setelah itu sebagian dari burung-burung itu dicampuradukkan dengan sebagian yang lain. Kemudian   dibagi-bagi   menjadi   beberapa   bagian   dan   menaruh sebagian darinya pada tiap bukit. Menurut suatu pendapat adalah empat buah bukit, dan menurut pendapat yang lain tujuh buah bukit. Ibnu Abbas mengatakan, Nabi Ibrahim memegang kepala keempat burung itu pada tangannya. Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada Ibrahim agar memanggil burung-burung itu. Maka Ibrahim memanggil burung-burung itu seperti apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. Nabi Ibrahim melihat bulu-bulu burung-burung tersebut beterbangan ke arah bulu-bulunya, darah beterbangan ke arah darah-nya, dan daging beterbangan ke arah dagingnya; masing-masing bagian dari masing-masing burung bersatu dengan bagian lainnya, hingga masing-masing burung bangkit seperti semula, lalu datang kepada Ibrahim dengan berlari, dimaksudkan agar lebih jelas dilihat oleh orang yang meminta kejadian tersebut. Lalu masing-masing burung datang mengambil kepalanya yang ada di tangan Nabi Ibrahim a.s. Apabila Nabi Ibrahim mengulurkan kepala yang bukan milik burung yang bersangkutan, burung itu menolak; dan jika Ibrahim mengulurkan kepala yang menjadi milik burung bersangkutan, maka menyatulah kepala itu dengan tubuhnya berkat kekuasaan Allah Swt. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Baqarah: 260)
Yakni Mahaperkasa, tiada sesuatu pun yang mengalahkan-Nya, dan tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi-Nya; semua yang dikehendaki-Nya pasti terjadi tanpa ada yang mencegah-Nya, karena Dia Mahamenang atas segala sesuatu, lagi Mahabijaksana dalam semua firman, perbuatan, syariat serta kekuasaan-Nya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub sehubungan dengan firman-Nya: tetapi agar bertambah tetap hati saya. (Al-Baqarah: 260), Bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Tiada suatu ayat pun di dalam Al-Qur'an yang lebih aku harapkan selain darinya (Al-Baqarah: 260)."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Zaid ibnu Ali menceritakan asar berikut dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Abbas dan Abdullah ibnu Amr ibnul As sepakat mengadakan pertemuan, saat itu kami berusia muda. Salah seorang dari keduanya berkata yang lainnya, "Ayat apakah di dalam Kitabullah yang paling diharapkan olehmu untuk umat ini?" Maka Abdullah ibnu Amr membacakan firman-Nya:
{يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا}
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." (Az-Zumar 53)
Ibnu Abbas berkata, "Jika kamu mengatakan itu, maka aku katakan bahwa ayat yang paling kuharapkan dari Kitabullah untuk umat ini ialah ucapan Nabi Ibrahim," yaitu: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati?" Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." (Al-Baqarah: 260)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh Katib Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Salamah, dari Amr, telah menceritakan kepadaku Ibnul Munkadir, bahwa ia pernah bersua dengan Abdullah ibnu Abbas dan Abdullah ibnu Amr ibnul As. Lalu Abdullah ibnu Abbas berkata kepada Ibnu Amr ibnul As, "Ayat Al-Qur'an apakah yang paling kamu harapkan menurutmu?" Abdullah ibnu Amr membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah." (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat Maka Ibnu Abbas berkata, "Tetapi menurutku adalah firman Allah Swt.: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati?' Allah berfirman, 'Apakah kamu belum percaya?' Ibrahim menjawab, 'Saya telah percaya.' (Al-Baqarah: 260), hingga akhir ayat." Allah rida kepada Ibrahim setelah dia mengatakan bala (saya telah percaya). Hal ini terjadi setelah timbul keinginan itu di dalam hatinya dan setan mengembuskan godaan kepadanya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui Abu Abdullah, yaitu Muhammad ibnu Ya'qub ibnul Ahzam, dari Ibrahim ibnu Abdullah As-Sa'di, dari Bisyr ibnu Umar Az-Zahrani, dari Abdul Aziz ibnu Abu Salamah berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa sanad asar ini sahih, padahal keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.

Al-Baqarah, ayat 261

{مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) }
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah Swt. untuk menggambarkan perlipatgandaan pahala bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan mencari keridaan-Nya. Setiap amal kebaikan itu dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat, sampai kepada tujuh ratus kali lipat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. (Al-Baqarah: 261)
Yang dimaksud dengan 'jalan Allah' menurut Sa'id ibnu Jubair ialah dalam rangka taat kepada Allah Swt.
Menurut Makhul, yang dimaksud dengan 'jalan Allah' ialah menafkahkan hartanya untuk keperluan berjihad, seperti mempersiapkan kuda dan senjata serta lain-lainnya untuk tujuan berjihad.
Syabib ibnu Bisyr meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa menafkahkan harta untuk keperluan jihad dan ibadah haji pahalanya dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
{كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ}
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. (Al-Baqarah: 261)
Perumpamaan ini lebih berkesan dalam hati daripada hanya menyebutkan sekadar bilangan tujuh ratus kali lipat, mengingat dalam ungkapan perumpamaan tersebut tersirat pengertian bahwa amal-amal saleh itu dikembangkan pahalanya oleh Allah Swt. buat para pelakunya, sebagaimana seorang petani menyemaikan benih di lahan yang subur. Sunnah telah menyebutkan adanya perlipatgandaan tujuh ratus kali lipat ini bagi amal kebaikan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الرَّبِيعِ أَبُو خِدَاش، حَدَّثَنَا وَاصِلٌ مَوْلَى ابْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ بَشَّارِ بْنِ أَبِي سَيْفٍ الْجُرْمِيِّ، عَنْ عِيَاضِ بْنِ غَطِيفٍ قَالَ: دَخَلْنَا عَلَى أَبِي عُبَيْدَةَ [بْنِ الْجَرَّاحِ] نَعُودُهُ مِنْ شَكْوَى أَصَابَهُ -وَامْرَأَتُهُ تُحَيْفَة قَاعِدَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ -قُلْنَا: كَيْفَ بَاتَ أَبُو عُبَيْدَةَ؟ قَالَتْ: وَاللَّهِ لَقَدْ بَاتَ بِأَجْرٍ، قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: مَا بَتُّ بِأَجْرٍ، وَكَانَ مُقْبِلًا بِوَجْهِهِ عَلَى الْحَائِطِ، فَأَقْبَلَ عَلَى الْقَوْمِ بِوَجْهِهِ، وَقَالَ: أَلَا تَسْأَلُونِي عَمَّا قُلْتُ؟ قَالُوا: مَا أَعْجَبَنَا مَا قَلْتَ فَنَسْأَلُكَ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فَاضِلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبِسَبْعِمِائَةٍ، وَمَنْ أَنْفَقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ، أَوْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ مازَ أَذًى، فَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرُقْهَا، وَمَنِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، بِبَلَاءٍ فِي جَسَدِهِ فَهُوَ لَهُ حِطَّةٌ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnur Rabi' Abu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Wasil maula Ibnu Uyaynah, dari Basysyar ibnu Abu Saif Al-Jurmi, dari lyad ibnu Gatif yang menceritakan bahwa kami datang ke rumah Abu Ubaidah dalam rangka menjenguknya karena ia sedang mengalami sakit pada bagian lambungnya. Saat itu istrinya bernama Tuhaifah duduk di dekat kepalanya. Lalu kami berkata, "Bagaimanakah keadaan Abu Ubaidah semalam?" Tuhaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya dia menjalani malam harinya dengan berpahala." Abu Ubaidah menjawab, "Aku tidak menjalani malam hariku dengan berpahala." Saat itu Abu Ubaidah menghadapkan wajahnya ke arah tembok, lalu ia menghadapkan wajahnya ke arah kaum yang menjenguknya dan berkata, "Janganlah kalian menanyakan kepadaku tentang apa yang telah kukatakan." Mereka berkata, "Kami sangat heran dengan ucapanmu itu, karenanya kami menanyakan kepadamu, apa yang dimaksud dengannya?" Abu Ubaidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta lebihan di jalan Allah, maka pahalanya diperlipatgandakan tujuh ratus kali. Dan barang siapa yang membelanjakan nafkah buat dirinya dan keluarganya atau menjenguk orang yang sakit atau menyingkirkan gangguan (dari jalan), maka suaiu amal kebaikan (pahalanya) sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal. Puasa adalah benteng selagi orang yang bersangkutan tidak membobolnya. Dan barang siapa yang mendapat suatu cobaan dari Allah Swt. pada tubuhnya, maka hal itu baginya merupakan penghapus (dosa).
Imam Nasai meriwayatkan sebagian darinya dalam Bab "Puasa" melalui hadis yang berpredikat mausul, sedangkan dari jalur lain berpredikat mauquf.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ: أَنَّ رَجُلًا تَصَدَّقَ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَتَأْتِيَنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِسَبْعِمِائَةِ نَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abu Amr Asy-Syaibani menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas'ud, bahwa ada seorang lelaki menyedekahkan seekor unta yang telah diberi tali kendali, maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu akan datang di hari kiamat nanti dengan membawa tujuh ratus ekor unta yang telah diberi tali kendali.
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnu Mihran, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Lafaz menurut riwayat Imam Muslim seperti berikut:
جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. فَقَالَ: "لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُمِائَةِ نَاقَةٍ".
Seorang lelaki datang dengan membawa seekor unta yang telah diberi tali kendali, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, unta ini untuk sabilillah." Maka beliau Saw. bersabda, "Kamu kelak di hari kiamat akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta karenanya."
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَجْمَع أَبُو الْمُنْذِرِ الْكِنْدِيُّ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ الْهِجْرِيِّ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، جَعَلَ حَسَنَةَ ابْنِ آدَمَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَّا الصَّوْمَ، وَالصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ إِفْطَارِهِ وَفَرْحَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ المسك"
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Majma' Abul Munzir Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah menjadikan suatu amal kebaikan anak Adam menjadi sepuluh kali lipat sampai dengan tujuh ratus kali lipat pahala kebaikan, selain puasa. Puasa (menurut firman Allah Swt) adalah untuk-Ku, Akulah yang membalasnya (secara langsung). Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain (diperolehnya) pada hari kiamat. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak misik (kesturi).
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، يَقُولُ اللَّهُ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ، ولخُلُوف فِيه أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. الصَّوْمُ جُنَّةٌ، الصَّوْمُ جُنَّةٌ"
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua amal (kebaikan) anak Adam diperlipatgandakan, suatu amal baik menjadi sepuluh kali lipat pahala kebaikan sampai dengan tujuh ratus kali lipat, dan sampai bilangan yang dikehendaki oleh Allah. Allah berfirman, "Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku, Akulah yang akan membalasnya (secara langsung); orang yang puasa meninggalkan makan dan minumnya karena demi Aku." Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain di saat ia bersua dengan Tuhannya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang puasa itu lebih wangi di sisi Allah (menurut Allah) daripada minyak kesturi. Puasa adalah benteng, puasa adalah benteng.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Sa'id Al-Asyaj, keduanya meriwayatkan hadis ini dari Waki' dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنِ الرُّكَيْنِ، عَنْ يُسَيْر بْنِ عَمِيلَةَ عَنْ خَرِيمِ بْنِ فَاتِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تُضَاعَفُ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ"
telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ali, dari Zaidah, dari Ad-Dakin, dari Bisyr ibnu Amilah, dari Harim ibnu Fatik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta di jalan Allah, maka pahalanya dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud;
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرْحِ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ، عَنْ زَبَّانَ بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الصَّلَاةَ وَالصِّيَامَ وَالذِّكْرَ يُضَاعَفُ عَلَى النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ سَبْعَمِائَةِ ضِعْفٍ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Yahya ibnu Ayyub dan Sa'id ibnu Abu Ayyub, dari Zaban ibnu Faid, dari Sahl ibnu Mu'az, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya salat, puasa, dan zikir dilipatgandakan pahalanya menjadi tujuh ratus kali lipat di atas membelanjakan harta di jalan Allah.
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَرْوَانَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ، عَنِ الْخَلِيلِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "من أَرْسَلَ بِنَفَقَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَقَامَ فِي بَيْتِهِ فَلَهُ بِكُلِّ دِرْهَمِ سَبْعُمِائَةِ دِرْهَمٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ غَزَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَنْفَقَ فِي جِهَةِ ذَلِكَ فَلَهُ بِكُلِّ دِرْهَمِ سَبْعُمِائَةِ أَلْفِ دِرْهَمٍ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah ibnu Marwan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Al-Khalil ibnu Abdullah ibnul Hasan, dari Imran ibnu Husain, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang mengeluarkan nafkah (perbelanjaan) di jalan Allah, lalu ia tinggal di dalam rumahnya, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya) menjadi tujuh ratus dirham di hari kiamat. Dan barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu ia membelanjakan hartanya untuk tujuan itu, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya menjadi) tujuh ratus ribu dirham. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)
Hadis ini garib.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Abu Usman An-Nahdi, dari Abu Hurairah yang menceritakan tentang perlipatgandaan suatu amal kebaikan sampai menjadi dua ribu kali lipat kebaikan, yaitu pada firman-Nya:
{مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً}
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Al-Baqarah: 245), hingga akhir ayat.
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih;
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَسْكَرِيِّ الْبَزَّازُ، أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شَبِيبٍ، أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبِي، عن عيسى بن المسيب، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّه} قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَبِّ زِدْ أُمَّتِي" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا} قَالَ: "رَبِّ زِدْ أُمَّتِي" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ubaidillah ibnul Askari Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Disebutkan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. (Al-Baqarah: 261), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik. (Al-Baqarah: 245) Nabi Saw. masih berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya   hanya   orang-orang   yang   bersabarlah   yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Az-Zumar: 10)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, dari Hajib ibnu Arkin, dari Abu Umar (yaitu Hafs ibnu Umar ibnu Abdul Aziz Al-Muqri), dari Abu Ismail Al-Mu-addib, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi', dari Ibnu Umar, lalu ia mengetengahkan hadis ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}
Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)
Yakni sesuai dengan keikhlasan orang yang bersangkutan dalam amalnya.
{وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}
Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 261)
Artinya, anugerah-Nya Mahaluas lagi banyak, lebih banyak daripada makhluk-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat pahala yang berlipat ganda dan siapa yang tidak berhak. Mahasuci Allah dengan segala pujian-Nya.

Al-Baqarah, ayat 262-264

{الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (262) قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (263) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (264) }
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawaliran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hali. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Allah Swt. memuji orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi kebaikan dan sedekah yang telah mereka infakkan dengan menyebut-nyebutnya kepada orang yang telah mereka beri. Dengan kata lain, mereka tidak menyebutkan amal infaknya itu kepada seorang pun dan tidak pula mengungkapkannya, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا أَذًى}
dan (tidak pula) menyakiti (perasaan si penerima). (Al-Baqarah: 262)
Dengan kata lain, mereka tidak melakukan perbuatan yang tidak disukai terhadap orang yang telah mereka santuni, yang akibatnya kebaikan mereka menjadi terhapuskan pahalanya karena perbuatan tersebut. Kemudian Allah Swt. menjanjikan kepada mereka pahala yang berlimpah atas perbuatan yang baik tanpa menyakiti hati si penerima itu, melalui firman-Nya:
لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. (Al-Baqarah: 262)
Yakni pahala mereka atas tanggungan Allah, bukan atas tanggungan seseorang selain-Nya.
وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka. (Al-Baqarah: 262)
Maksudnya, tidak ada kekhawatiran bagi mereka dalam menghadapi masa mendatang, yaitu kengerian di hari kiamat.
وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 262)
Yaitu tidak bersedih hati atas sanak keluarga yang mereka tinggalkan, tidak pula atas kesenangan dunia dan gemerlapannya yang terluputkan. Sama sekali mereka tidak menyesalinya, karena mereka telah beralih kepada keadaan yang jauh lebih baik bagi mereka daripada semuanya itu.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ
Perkataan yang baik. (Al-Baqarah: 263)
Yang dimaksud ialah kalimat yang baik dan doa buat orang muslim.
وَمَغْفِرَةٌ
dan pemberian maaf. (Al-Baqarah: 263)
Yakni memaafkan dan mengampuni perbuatan aniaya yang ditujukan terhadap dirinya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُها أَذىً
lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. (Al-Baqarah: 263)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيْلٍ قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَعْقِلِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ قَالَ: بَلَغَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ صَدَقَةٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ قَوْلٍ مَعْرُوفٍ، أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَهُ: {قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى} "
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah ku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail yang menceritakan bahwa ia pernah belajar mengaji kepada Ma'qal ibnu Abdullah, dari Amr ibnu Dinar yang mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,  "Tiada suatu sedekah pun yang lebih disukai oleh Allah selain ucapan yang baik. Tidakkah kami mendengar firman-Nya yang mengatakan: 'Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).’
*******************
وَاللَّهُ غَنِيٌّ
Allah Mahakaya' (Al-Baqarah: 263).
Yakni tidak membutuhkan makhluk-Nya.
حَلِيمٌ
lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah: 263)
Yaitu penyantun, pengampun, pemaaf, dan membiarkan (kesalahan) mereka."
Banyak hadis yang menyebutkan larangan menyebut-nyebut pemberian sedekah. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Sulaiman ibnu Misar, dari Kharsyah ibnul Hur, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ثلاثة لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: الْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى، وَالْمُسْبِلُ إِزَارَهُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ"
Ada tiga macam orang yang Allah tidak mau berbicara kepada mereka di hari kiamat dan tidak mau memandang mereka serta tidak mau menyucikan mereka (dari dosa-dosanya) dan bagi mereka siksa yang pedih, yaitu orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang suka memanjangkan kainnya, dan orang yang melariskan dagangannya melalui sumpah dusta.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، أَخْبَرَنَا هُشَيْمُ بْنُ خَارِجَةَ، أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عُقْبَةَ، عَنْ يُونُسَ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌّ، وَلَا مَنَّانٌ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ، ولا مكذب بقدر"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Us'man ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Uqbah, dari Yunus ibnu Maisarah, dari Abu Idris, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak dapat masuk surga orang yang menyakiti (kedua orang tuanya), orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang gemar minuman keras, dan orang yang tidak percaya kepada takdir.
Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan pula hal yang semisal melalui hadis Yunus ibnu Maisarah.
Kemudian Ibnu Murdawaih, Ibnu Hibban, Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Yasar Al-A'raj, dari Salim ibnu Abdullah ibnu Umar, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَمُدْمِنُ خمر، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى»
Ada tiga macam orang, Allah tidak mau memandang kepada mereka di hari kiamat, yaitu orang yang menyakiti kedua orang tuanya, orang yang gemar minum khamr (minuman keras), dan orang yang suka menyebut-nyebut apa yang telah diberikannya.
Imam Nasai meriwayatkan dari Malik ibnu Sa'd, dari pamannya yang bernama Rauh ibnu Ubadah, dari Attab ibnu Basyir, dari Khasif Al-Jarari, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
«لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ خَمْرٍ، وَلَا عَاقٌّ لِوَالِدَيْهِ، وَلَا مَنَّانٌ»
Tidak dapat masuk surga orang yang gemar minuman khamr, orang yang menyakiti kedua orang tuanya, dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan ibnul Minhal, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Assar Al-Mausuli, dari Attab, dari Khasif, dari Mujahid, dari ibnu Abbas; Imam Nasai meriwayatkan pula dari hadis Abdul Karim ibnu Malik Al-Huri, dari Mujahid perkataannya. Hadis ini diriwayatkan pula dari Mujahid, dari Abu Sa'id dan dari Mujahid, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.
*******************
Untuk itulah Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain yang bunyinya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذى
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima). (Al-Baqarah: 264)
Dengan ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa amal sedekah itu pahalanya terhapus bila diiringi dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerimanya. Karena dengan menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti hati penerimanya, maka pahala sedekah menjadi terhapus oleh dosa keduanya.
Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman:
كَالَّذِي يُنْفِقُ مالَهُ رِئاءَ النَّاسِ
seperti orang yang membelanjakan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia. (Al-Baqarah: 264)
Dengan kata lain, janganlah kalian menghapus pahala sedekah kalian dengan perbuatan manna dan aza. Perbuatan riya juga membatalkan pahala sedekah, yakni orang yang menampakkan kepada orang banyak bahwa sedekah yang dilakukannya adalah karena mengharapkan rida Allah, padahal hakikatnya ia hanya ingin dipuji oleh mereka atau dirinya menjadi terkenal sebagai orang yang memiliki sifat yang terpuji, supaya orang-orang hormat kepadanya; atau dikatakan bahwa dia orang yang dermawan dan niat lainnya yang berkaitan dengan tujuan duniawi, tanpa memperhatikan niat ikhlas karena Allah dan mencari rida-Nya serta pahala-Nya yang berlimpah. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:
وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. (Al-Baqarah: 264)
Perumpamaan ini dibuatkan oleh Allah Swt. untuk orang yang pamer (riya) dalam berinfak. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang yang mengiringi infaknya dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti perasaan penerimanya, perumpamaannya disebut oleh firman Allah Swt.:
فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوانٍ
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin. (Al-Baqarah: 264)
Lafaz safwan adalah bentuk jamak dari safwanah. Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa lafaz safwan dapat digunakan untuk makna tunggal pula yang artinya sofa, yakni batu yang licin.
عَلَيْهِ تُرابٌ فَأَصابَهُ وابِلٌ
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. (Al-Baqarah: 264)
Yang dimaksud dengan wabilun ialah hujan yang besar.
فَتَرَكَهُ صَلْداً
lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). (Al-Baqarah: 264)
Dengan kata lain, hujan yang lebat itu membuat batu licin yang dikenainya bersih dan licin, tidak ada sedikit tanah pun padanya, melainkan semuanya lenyap tak berbekas. Demikian pula halnya amal orang yang riya (pamer), pahalanya lenyap dan menyusut di sisi Allah, sekalipun orang yang bersangkutan menampakkan amal perbuatannya di mata orang banyak seperti tanah (karena banyaknya amal). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
لَا يَقْدِرُونَ عَلى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكافِرِينَ
Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 264)

Al-Baqarah, ayat 265

{وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (265) }
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terlelak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat.
Ayat ini mengandung perumpamaan mengenai orang-orang mukmin yang membelanjakan hartanya demi memperoleh rida Allah, agar Allah rida kepada diri mereka.
وَتَثْبِيتاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ
dan untuk keteguhan jiwa mereka. (Al-Baqarah: 265)
Yakni sedangkan mereka merasa yakin dan pasti bahwa Allah Swt. akan membalas amal perbuatan mereka dengan balasan pahala yang berlimpah (sehingga hati mereka menjadi teguh).
Semakna dengan ayat ini adalah sebuah hadis sahih yang muttafaq 'alaih (disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim predikat sahihnya), disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا»
Barang siapa yang puasa bulan Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala (rida) Allah....
Yakni dengan penuh keimanan bahwa Allah-lah yang mensyariatkan ibadah puasa dan Dia pasti membalas dengan pahala di slsi-Nya.
Menurut Asy-Sya'bi, makna firman-Nya: dan untuk keteguhan jiwa mereka. (Al-Baqarah: 265). Artinya percaya dan yakin, sebagai ungkapan yakin dan percaya dirinya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah, Abu Saleh, dan Ibnu Zaid. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut Mujahid dan Al-Hasan, mereka meneliti ke manakah mereka mengalokasikan sedekah mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ
seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi. (Al-Baqarah: 265)
Yaitu seperti sebuah kebun yang ada di atas bukit Ar-rabwah, menurut jumhur ulama artinya tempat yang tinggi, yakni dataran tinggi. Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak ditambahkan bahwa di samping itu mengalir padanya sungai-sungai.
Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan lafaz rabwah ini ada tiga dialek, yakni tiga bacaan mengenainya. Ada yang membacanya rubwah dengan huruf ra yang di-dammah-kan, menurut qiraat kebanyakan ulama Madinah, Hijaz, dan Irak. Ada yang membacanya rabwah, menurut qiraat ulama negeri Syam dan Kufah. Menurut suatu pendapat, bacaan ini menurut dialek Bani Tamim. Ada yang membacanya ribwah dengan memakai huruf ra yang di-kasrah-kan, menurut suatu pendapat hal ini merupakan qiraat Ibnu Abbas.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَصابَها وابِلٌ
yang disiram oleh hujan lebat. (Al-Baqarah: 265)
Yang dimaksud dengan wabil adalah hujan yang deras, seperti keterangan yang telah disebutkan sebelumnya.
فَآتَتْ أُكُلَها  ضِعْفَيْنِ
maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. (Al-Baqarah: 265)
Yang dimaksud dengan ukul ialah buahnya. Ia mendatangkan buahnya dua kali lipat dibandingkan dengan hasil kebun lainnya.
فَإِنْ لَمْ يُصِبْها وابِلٌ فَطَلٌّ
Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). (Al-Baqarah: 265)
Menurut Ad-Dahhak, yang dimaksud dengan lafaz fatallun ialah rintik-rintik, yakni hujan gerimis. Dengan kata lain, kebun yang ada di tempat yang tinggi ini tidak pernah gersang selamanya. Karena jika tidak disirami oleh hujan yang lebat, maka ada hujan gerimis, dan hujan gerimis pun sudah cukup baginya. Demikian pula amal orang mukmin, tidak pernah sia-sia, melainkan diterima oleh Allah dan diperbanyak pahalanya serta dikembangkan sesuai dengan jerih payah setiap orang yang beramal. Karena itulah pada penghujung ayat ini disebutkan:
وَاللَّهُ بِما تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat. (Al-Baqarah: 265)
Yakni tiada sesuatu pun dari amal perbuatan hamba-hamba-Nya yang samar bagi-Nya.

Al-Baqarah, ayat 266

{أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ (266) }
Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu, sedangkan dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah (ia). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian memikirkannya.
Imam Bukhari meriwayatkan sehubungan dengan tafsir ayat ini, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam (yakni Ibnu Yusuf), dari Ibnu Juraij, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Abu Mulaikah menceritakan asar berikut dari Ibnu Abbas, dan ia pernah mendengar pula dari saudaranya (yaitu Abu Bakar ibnu Abu Mulaikah) menceritakan asar berikut dari Ubaid ibnu Umair yang menceritakan bahwa pada suatu hari Khalifah Umar ibnul Khattab pernah bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi Saw. mengenai orang yang dimaksud di dalam ayat berikut, yaitu firman-Nya: Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur. (Al-Baqarah: 266) Mereka menjawab bahwa Allah lebih mengetahui tentang maksudnya. Maka Khalifah Umar marah dan mengatakan, "Katakanlah oleh kalian, 'Kami mengetahui atau kami tidak mengetahui'." Maka Ibnu Abbas berkata, "Hai Amirul Mukminin, aku mengetahui sedikit mengenainya." Maka Umar r.a. berkata, "Katakanlah hai anak saudaraku, janganlah kamu merasa rendah diri." Ibnu Abbas berkata, "Makna ayat ini mengandung perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan suatu amal perbuatan." Khalifah Umar bertanya, "Amal apakah yang kamu maksudkan?" Ibnu Abbas menjawab bahwa hal itu ditujukan kepada seorang lelaki yang kaya, lalu ia beramal untuk ketaatan kepada Allah. Kemudian Allah mengirimkan setan kepadanya, akhirnya ia melakukan perbuatan-perbuatan maksiat hingga menghabiskan semua pahala amal kebaikannya.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnu Muhammad Az-Za'farani, dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Ibnu Juraij. Asar ini termasuk salah satu di antara hadis yang hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri. Makna hadis ini sudah cukup sebagai tafsir dari ayat ini, yang kesimpulannya menjelaskan perumpamaan suatu amal yang baik pada permulaannya, kemudian sesudah itu keadaannya berbalik, orang yang bersangkutan mengubah sepak terjangnya hingga amal baik diganti dengan amal buruk. Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti ini. Amalnya yang terakhir menghapuskan semua upaya amal saleh yang telah mendahuluinya, lalu ia memerlukan kembali sesuatu dari amal saleh yang pertama dalam keadaan yang sempit, akhirnya ia tidak dapat menghasilkannya, padahal ia sangat memerlukan amal salehnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
فَأَصابَها إِعْصارٌ فِيهِ نارٌ فَاحْتَرَقَتْ
kemudian datanglah masa tua pada orang itu, sedangkan dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah kebunnya itu. (Al-Baqarah: 266)
Yang dimaksud dengan lafaz i'sar ialah angin yang kuat lagi keras. Angin tersebut mengandung panasnya api hingga terbakarlah semua buah berikut pepohonannya. Maka dapat digambarkan bagaimanakah keadaannya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah membuat suatu perumpamaan dengan cara yang baik, dan memang semua perumpamaan-Nya adalah baik.
*******************
Allah Swt. berfirman:
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ لَهُ فِيها مِنْ كُلِّ الثَّمَراتِ
Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan. (Al-Baqarah: 266).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal tersebut dibuatkan oleh Allah untuknya di saat ia masih berusia muda.
وَأَصابَهُ الْكِبَرُ
kemudian datanglah masa tua pada orang itu. (Al-Baqarah: 266)
sedangkan anak-anak dan keturunannya masih lemah di saat ia berada di penghujung usianya. Lalu datanglah angin topan yang mengandung api hingga terbakarlah semua kebunnya, sedangkan dia tidak lagi memlliki kemampuan dan kekuatan untuk menggarap kembali lahan kebunnya itu; sementara itu di kalangan keturunannya tiada seorang pun yang dapat diandalkan. Maka demikianlah keadaan orang kafir di hari kiamat kelak; jika ia dikembalikan kepada Allah Swt., maka ia tidak mempunyai suatu kebaikan pun yang dapat diandalkannya.
Sebagaimana ia pun tidak memiliki kekuatan yang dengan kekuatan itu ia dapat menggarap kebunnya kembali seperti keadaan semula. Dia tidak menemukan suatu kebaikan pun pada kebunnya itu yang bermanfaat bagi dirinya, seperti halnya keadaan anak-anaknya yang tidak dapat diharapkan lagi di saat dia sangat memerlukan pertolongan mereka. Sedangkan keadaan kebunnya tidak dapat diharapkan lagi di saat usianya telah tua dan keadaan keturunannya masih lemah, belum dapat berbuat banyak yang berarti.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Rasulullah Saw. acapkali bersabda dalam doanya:
«اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَوْسَعَ رِزْقِكَ عَلَيَّ عِنْدَ كِبَرِ سِنِّي وَانْقِضَاءِ عُمُرِي»
Ya Allah, jadikanlah rezekiku yang paling lapang di saat usiaku telah tua dan ketika aku berada di penghujung usiaku.
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآياتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian memikirkannya. (Al-Baqarah: 266)
Yakni agar kalian mengambil pelajaran dan memahami perum-pamaan-perumpamaan serta makna-makna yang tersirat di dalamnya dan kalian memahaminya dengan benar sesuai dengan makna yang dimaksud. Perihalnya sama dengan yang diungkapkan oleh ayat lain-nya, yaitu firman-Nya:
وَتِلْكَ الْأَمْثالُ نَضْرِبُها لِلنَّاسِ وَما يَعْقِلُها إِلَّا الْعالِمُونَ
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabut 43)

Al-Baqarah, ayat 267-269

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267) الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (268) يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ (269) }
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.
Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berinfak. Yang dimaksud dengan infak dalam ayat ini ialah bersedekah. Menurut Ibnu Abbas, sedekah harus diberikan dari harta yang baik (yang halal) yang dihasilkan oleh orang yang bersangkutan.
Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan hasil usaha ialah berdagang; Allah telah memudahkan cara berdagang bagi mereka. Menurut Ali dan As-Saddi, makna firman-Nya: dari hasil usaha kalian yang baik. (Al-Baqarah: 267), Yakni emas dan perak, juga buah-buahan serta hasil panen yang telah ditumbuhkan oleh Allah di bumi untuk mereka.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada mereka untuk berinfak dari sebagian harta mereka yang baik, yang paling disukai dan paling disayang. Allah melarang mereka mengeluarkan sedekah dari harta mereka yang buruk dan jelek serta berkualitas rendah; karena sesungguhnya Allah itu Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali yang baik. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ
Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya. (Al-Baqarah: 267)
Yakni janganlah kalian sengaja memilih yang buruk-buruk. Seandainya kalian diberi yang buruk-buruk itu, niscaya kalian sendiri tidak mau menerimanya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Allah Mahakaya terhadap hal seperti itu dari kalian, maka janganlah kalian menjadikan untuk Allah apa-apa yang tidak kalian sukai.
Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267), Yakni janganlah kalian menyimpang dari barang yang halal, lalu dengan sengaja mengambil barang yang haram, kemudian barang yang haram itu kalian jadikan sebagai nafkah kalian.
Sehubungan dengan ayat ini ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنِ الصَّبَّاحِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُرّة الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "إن اللَّهَ قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ، وَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الدِّينَ إِلَّا لِمَنْ أحبَّ، فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُسْلِمُ عَبْدٌّ حَتَّى يُسلِمَ قلبُه وَلِسَانُهُ، وَلَا يُؤْمِنُ حَتَّى يَأْمَنَ جارُه بَوَائِقَهُ". قَالُوا: وَمَا بَوَائِقُهُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ؟. قَالَ: "غَشَمُه وَظُلْمُهُ، وَلَا يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالًا مِنْ حَرَامٍ فينفقَ مِنْهُ فيباركَ لَهُ فِيهِ، وَلَا يتصدقُ بِهِ فَيُقْبَلَ مِنْهُ، وَلَا يَتْرُكُهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ إِلَّا كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ، إِنَّ اللَّهَ لَا يَمْحُو السَّيِّئَ بِالسَّيِّئِ، وَلَكِنْ يَمْحُو السَّيِّئَ بِالْحَسَنِ، إِنَّ الْخَبِيثَ لَا يَمْحُو الْخَبِيثَ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Ishaq, dari As-Sabbah ibnu Muhammad, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah membagikan di antara kalian akhlak-akhlak kalian, sebagaimana Dia telah membagi-bagi di antara kalian rezeki-rezeki kalian. Dan sesungguhnya Allah memberikan dunia ini kepada semua orang, baik yang disukai-Nya ataupun yang tidak disukai-Nya. Tetapi Allah tidak memberikan agama kecuali kepada orang yang disukai-Nya. Maka barang siapa yang dianugerahi agama oleh Allah, berarti Allah mencintainya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seorang hamba masih belum Islam sebelum kalbu dan lisannya Islam, dan masih belum beriman sebelum tetangga-tetangganya merasa aman dari ulahnya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Nabi Allah, apakah yang dimaksud dengan bawa'iqahu?" Nabi Saw. menjawab, "Tipuan dan perbuatan aniayanya. Dan tidak sekali-kali seorang hamba mencari usaha dari cara yang diharamkan, lalu ia menginfakkannya dan mendapat berkah dari infaknya itu. Dan tidak sekali-kali ia menyedekahkannya, lalu sedekahnya diterima darinya. Dan tidak sekali-kali ia meninggalkannya di belakang punggungnya (yakni menyimpannya), melainkan hartanya itu kelak menjadi bekal baginya di neraka. Sesungguhnya Allah tidak menghapus yang buruk dengan yang buruk lagi, melainkan Dia menghapus yang buruk dengan yang baik. Sesungguhnya hal yang buruk itu tidak dapat menghapuskan keburukan lainnya."
Akan tetapi, pendapat yang sahih adalah pendapat yang pertama tadi.
Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Umar Al-Abqari, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Asbat, dari As-Saddi, dari Addi ibnu Sabit, dari Al-Barra ibnu Azib r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan ja-nganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267), hingga akhir ayat. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Ansar. Dahulu orang-orang Ansar apabila tiba masa panen buah kurma, mereka mengeluarkan buah kurma yang belum masak benar (yang disebut busr) dari kebun kurmanya. Lalu mereka menggantungkannya di antara kedua tiang masjid dengan tali, yaitu di masjid Rasul. Maka orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin makan buah kurma itu. Lalu ada seorang lelaki dari kalangan mereka (kaum Ansar) dengan sengaja mencampur kurma yang buruk dengan busr (agar tidak kelihatan), ia menduga bahwa hal itu diperbolehkan. Maka turunlah firman Allah berkenaan dengan orang yang berbuat demikian, yaitu: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267)
Kemudian Ibnu Jarir, Ibnu Majah, dan Ibnu Murdawaih serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui As-Saddi, dari Addi ibnu Sabit, dari Al-Barra meriwayatkan hal yang semisal. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkan hadis ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari As-Saddi, dari Abu Malik, dari Al-Barra r.a. sehubungan dengan firman-Nya:  Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Al-Barra r.a. mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami (kalangan Ansar); di antara kami ada orang-orang yang memiliki kebun kurma. Seseorang dari kami biasa mendatangkan sebagian dari hasil buah kurmanya sesuai dengan kadar yang dimilikinya; ada yang banyak, dan ada yang sedikit. Kemudian ada seorang lelaki (dari kalangan Ansar) datang dengan membawa buah kurma yang buruk, lalu menggantungkannya di masjid. Sedangkan golongan suffah (fakir miskin) tidak mempunyai makanan; seseorang di antara mereka apabila lapar datang, lalu memukulkan tongkatnya pada gantungan buah kurma yang ada di masjid, maka berjatuhanlah darinya buah kurma yang belum masak dan yang berkualitas rendah, lalu memakannya. Di antara orang-orang yang tidak menginginkan kebaikan memberikan sedekahnya berupa buah kurma yang buruk dan yang telah kering dan belum masak, untuk itu ia datang dengan membawa buah kurmanya yang buruk dan menggantungkannya di masjid. Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: 'Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya' (Al-Baqarah: 267)." Al-Barra ibnu Azib r.a. mengatakan, "Seandainya seseorang di antara kalian diberi hadiah buah kurma seperti apa yang biasa ia berikan, niscaya dia tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya dengan perasaan malu. Maka sesudah itu seseorang di antara kami selalu datang dengan membawa hasil yang paling baik yang ada padanya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Ad-Darimi, dari Ubaidillah (yaitu Ibnu Musa Al-Absi), dari Israil, dari As-Saddi (yaitu Ismail ibnu Abdur Rahman), dari Abu Malik Al-Gifari yang namanya adalah Gazwan, dari Al-Barra, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal. Selanjutnya Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Kasir, dari Az-Zuhri, dari Abu Umamah ibnu Sahl ibnu Hanif, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. melarang menyedekahkan dua jenis kurma, yaitu ju'rur dan habiq (kurma yang buruk dan kurma yang sudah kering). Tersebutlah bahwa pada mulanya orang-orang menyeleksi yang buruk-buruk dari hasil buah kurma mereka, lalu mereka menyedekahkannya sebagai zakat mereka. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267)
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini disandarkan oleh Abul Walid dari Sulaiman ibnu KaSir, dari Az-Zuhri yang lafaznya berbunyi seperti berikut:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الجُعْرُور وَلَوْنِ الحُبيق أَنْ يُؤْخَذَا فِي الصَّدَقَةِ
Rasulullah Saw. melarang memungut kurma ju'rur (yang buruk) dan kurma yang telah kering sebagai sedekah (zakat).
Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Abdul Jalil ibnu Humaid Al-Yahsubi, dari Az-Zuhri, dari Abu Umamah, tetapi ia tidak menyebutkan dari ayahnya, lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Wahb, dari Abdul Jalil.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata ibnus Saib, dari Abdullah ibnu Mugaffal sehubungan dengan ayat ini: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267) Ia mengatakan bahwa usaha yang dihasilkan oleh seorang muslim tidak ada yang buruk, tetapi janganlah ia menyedekahkan kurma yang berkualitas rendah dan uang dirham palsu serta sesuatu yang tidak ada kebaikan padanya (barang yang tak terpakai).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ حَمَّادٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ -عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أُتِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِضَبٍّ فَلَمْ يَأْكُلْهُ وَلَمْ يَنْهَ عَنْهُ. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نُطْعِمُهُ الْمَسَاكِينَ؟ قَالَ: "لَا تُطْعِمُوهُمْ مِمَّا لَا تَأْكُلُونَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Hammad (yakni Ibnu Sulaiman), dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Siti Aisyah yang telah menceritakan: Pernah Rasulullah Saw. mendapat kiriman daging dab (semacam biawak), maka beliau tidak mau memakannya dan tidak pula melarangnya. Aku (Siti Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah kami memberikannya kepada orang-orang miskin agar dimakan oleh mereka?" Beliau Saw. menjawab, "Janganlah kalian memberi makan mereka dengan makanan yang tidak pernah kalian makan."
Kemudian ia meriwayatkan pula hal yang semisal dari Affan, dari Hammad ibnu Salamah; aku (Siti Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku memberikannya kepada orang-orang miskin (agar dimakan mereka)?" Beliau menjawab, "Janganlah kalian memberi makan mereka dengan makanan yang tidak pernah kalian makan."
As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abu Malik, dari Al-Barra sehubungan dengan firman-Nya: Padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Ia mengatakan, "Seandainya seorang lelaki mempunyai suatu hak atas lelaki yang lain, lalu si lelaki yang berutang membayar utangnya itu kepada lelaki yang memiliki piutang, lalu ia tidak mau menerimanya, mengingat apa yang dibayarkan kepadanya itu berkualitas lebih ren-dah daripada miliknya yang dipinjamkan." Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya kalian mempunyai hak atas seseorang, lalu orang itu datang dengan membawa hak kalian yang kualitasnya lebih rendah daripada hak kalian, niscaya kalian tidak mau menerimanya karena kurang dari kualitas yang sebenarnya." Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa demikian pula makna yang terkandung di dalam firman-Nya: melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Maka bagaimana kalian rela memberikan kepadaku apa-apa yang kalian sendiri tidak rela bila buat diri kalian, hakku atas kalian harus dibayar dengan harta yang paling baik dan paling berharga pada kalian.
Asar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, dan ditambahkan dalam riwayat ini firman Allah Swt lainnya, yaitu: Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. (Ali Imran: 92)
Kemudian diriwayatkan pula hal yang semisal dari jalur Al-Aufi dan lain-lainnya dari Ibnu Abbas. Hal yang sama diriwayatkan pula bukan hanya oleh seorang imam saja.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah: 267)
Dengan kata lain, sekalipun Dia memerintahkan kepada kalian untuk bersedekah dengan harta kalian yang paling baik, pada kenyataannya Dia tidak memerlukannya. Dia Mahakaya dari itu. Tidak sekali-kali Dia memerintahkan demikian melainkan hanya untuk berbagi rasa antara orang yang kaya dan orang yang miskin. Pengertian ayat ini sama dengan firman-Nya:
لَنْ يَنالَ اللَّهَ لُحُومُها وَلا دِماؤُها وَلكِنْ يَنالُهُ التَّقْوى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37)
Allah Mahakaya dari semua makhluk-Nya, sedangkan semua makhluk-Nya berhajat kepada-Nya. Dia Mahaluas karunia-Nya, semua yang ada padanya tidak akan pernah habis. Maka barang siapa yang mengeluarkan suatu sedekah dari usaha yang baik (halal), perlu diketahui bahwa Allah Mahakaya, Mahaluas pemberian-Nya, lagi Mahamulia dan Maha Pemberi; maka Dia pasti akan membalasnya karena sedekahnya itu, dan Dia pasti akan melipatgandakan pahalanya dengan penggandaan yang banyak. Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Tuhan Yang Mahakaya lagi tidak pernah aniaya? Dia Maha Terpuji dalam semua perbuatan, ucapan, syariat,dan takdirnya. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
*******************
Firman Allah Swt.:
الشَّيْطانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 268)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا هَنَّاد بْنُ السِّرِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ مُرَّةَ الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنْ لِلشَّيْطَانِ لَلَمّة بِابْنِ آدَمَ، وللمَلك لَمة، فَأَمَّا لَمَّةُ الشَّيْطَانِ فَإِيعَادٌ بِالشَّرِّ وَتَكْذِيبٌ بِالْحَقِّ، وَأَمَّا لَمَّةُ الْمَلَكِ فَإِيعَادٌ بِالْخَيْرِ وَتَصْدِيقٌ بِالْحَقِّ. فَمَنْ وَجَدَ ذَلِكَ فليعلَمْ أَنَّهُ مِنَ اللَّهِ، فَلْيحمَد اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ الْأُخْرَى فَلْيَتَعَوَّذْ مِنَ الشَّيْطَانِ". ثُمَّ قَرَأَ: {الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا} الْآيَةَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Ata ibnus Saib, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya setan mempunyai dorongan dalam diri anak Adam dan malaikat pun mempunyai dorongan pula (dalam dirinya). Adapun dorongan dari setan ialah dorongan yang menganjurkan kepada kejahatan dan mendustakan perkara yang hak. Dan adapun dorongan dari malaikat ialah dorongan yang menganjurkan kepada kebaikan dan percaya kepada perkara yang hak. Maka barang siapa yang merasakan dalam dirinya hal ini, hendaklah ia mengetahui bahwa yang demikian itu dari Allah, hendaklah ia memuji kepada Allah; dan barang siapa yang merasakan selain dari itu, maka hendaklah ia meminta perlin-dungan (kepada Allah) dari godaan setan. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. (Al-Baqarah: 268), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab sunnah masing-masing, dari Hannad ibnus Sirri. Ibnu Hibban mengetengahkannya pula di dalam kitab sahihnya dari Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Hannad dengan lafaz yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Hadis ini bersumber dari Abul Ahwas (yakni Salam ibnu Salim). Kami tidak mengenal hadis ini berpredikat marfu' kecuali dari hadisnya.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan hadis ini di dalam kitab tafsirnya dari Muhammad ibnu Ahmad, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Mas'ud secara marfu' dengan lafaz yang semisal. Akan tetapi, diriwayatkan oleh Mis'ar dari Ata ibnus Saib, dari Abul Ahwas (yaitu Auf ibnu Malik ibnu Nadlah), dari Ibnu Mas'ud, lalu ia menjadikannya sebagai perkataan Ibnu Mas'ud sendiri.
*******************
Makna firman-Nya:
الشَّيْطانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan. (Al-Baqarah: 268)
Maksudnya, menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan agar kalian kikir dengan harta yang ada di tangan kalian sehingga kalian tidak menginfakkannya ke jalan yang diridai oleh Allah Swt.
وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشاءِ
dan menyuruh kalian berbuat fahsya (kekejian). (Al-Baqarah: 268)
Selain setan mencegah kalian untuk berinfak dengan mengelabui kalian akan jatuh miskin karenanya, dia pun memerintahkan kalian untuk melakukan perbuatan maksiat, dosa-dosa, serta hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak yang mulia.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ
sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya. (Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari apa yang dianjurkan oleh setan kepada kalian yang mendorong kepada perbuatan-perbuatan yang keji.
وَفَضْلًا
dan karunia. (Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari kemiskinan yang ditakut-takutkan oleh setan kepada kalian.
وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ
Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 268)
*******************
Firman Allah Swt.:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشاءُ
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 269)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan hikmah ialah pengetahuan mengenai Al-Qur'an, menyangkut nasikh dan mansukh-nya, muhkam dan mutasyabih-nya, muqaddam dan muakhkhar-nya, halal dan haramnya serta perumpamaan-perumpamaannya.
Juwaibir meriwayatkan dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas secara marfu', bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah ialah Al-Qur'an, yakni tafsirnya. Diartikan demikian oleh Ibnu Abbas mengingat Al-Qur'an itu dibaca oleh orang yang bertakwa dan juga oleh orang yang fajir (berdosa). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid, yang dimaksud dengan al-hikmah ialah benar dan tepat dalam perkataan.
Lais ibnu Abu Salim meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 269) Yang dimaksud dengan hikmah bukanlah kenabian, melainkan ilmu, fiqih, dan Al-Qur'an.
Abul Aliyah mengatakan, yang dimaksud dengan hikmah ialah takut kepada Allah, karena takut kepada Allah merupakan puncak dari hikmah.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Baqiyyah, dari Usman ibnu Zufar Al-Juhani, dari Abu Ammar Al-Asadi, dari Ibnu Mas'ud secara marfu':
"رَأْسُ الْحِكْمَةِ مَخَافَةُ اللَّهِ"
Puncak hikmah adalah takut kepada Allah.
Abul Aliyah, menurut salah satu riwayat yang bersumber darinya, mengatakan bahwa hikmah adalah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan pemahaman mengenainya.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa hikmah ialah pemahaman. Sedangkan menurut Abu Malik, hikmah adalah sunnah Rasul Saw.
Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik, bahwa Zaid ibnu Aslam pernah mengatakan bahwa hikmah ialah akal.
Malik mengatakan, "Sesungguhnya terdetik di dalam hatiku bahwa hikmah itu adalah pengetahuan mengenai agama Allah dan merupakan perkara yang dimasukkan oleh Allah ke dalam hati manusia sebagai rahmat dan karunia-Nya. Sebagai penjelasannya dapat dikatakan bahwa engkau menjumpai seorang lelaki pandai dalam urusan duniawinya jika ia memperhatikannya, sedangkan engkau jumpai yang lainnya lemah dalam perkara duniawinya, tetapi berpengetahuan dalam masalah agama dan mendalaminya. Allah memberikan yang ini kepada lelaki yang pertama dan memberikan yang itu kepada lelaki yang kedua. Pada garis besarnya hikmah adalah pengetahuan mengenai agama Allah."
As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah dalam ayat ini ialah kenabian.
Pendapat yang sahih sehubungan dengan arti hikmah ini ialah apa yang dikatakan oleh jumhur ulama, yaitu bahwa hikmah itu tidak khusus menyangkut kenabian saja, melainkan pengertian hikmah lebih umum dari itu, dan memang paling tinggi adalah kenabian. Kerasulan lebih khusus lagi, tetapi pengikut para nabi memperoleh bagian dari kebaikan ini berkat mengikutinya. Seperti halnya yang disebut di dalam sebuah hadis yang isinya mengatakan:
«مَنْ حَفِظَ الْقُرْآنَ فَقَدْ أُدْرِجَتِ النُّبُوَّةُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يُوحَى إِلَيْهِ»
Barang siapa yang hafal Al-Qur'an, berarti derajat kenabian telah berada di antara kedua pundaknya, hanya dia tidak diberi wahyu.
Hadis ini diriwayatkan oleh Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsir-nya melalui Ismail ibnu Rafi’, dari seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya, dari Abdullah ibnu Umar yang dianggap sebagai ucapannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع وَيَزِيدُ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي خَالِدٍ -عَنْ قَيْسٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي حَازِمٍ -عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فسلَّطه عَلَى هَلَكته فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Yazid. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Abu Khalid), dari Qais (yaitu Ibnu Abu Hazim), dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak boleh ada iri hati kecuali dalam dua perkara, yaitu seorang lelaki yang dianugerahi harta oleh Allah, lalu ia menggunakannya untuk membiayai perkara yang hak; dan seorang lelaki yang dianugerahi hikmah oleh Allah, lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya (kepada orang lain).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam   Nasai,   dan   Imam   Ibnu   Majah   melalui   berbagai   jalur periwayatan dari Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَما يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُوا الْأَلْبابِ
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah: 269)
Yakni tiada yang dapat memanfaatkan pelajaran dan peringatan kecuali hanya orang yang mempunyai pemahaman dan akal, dengan melaluinya ia dapat memahami khitab (perintah) Allah Swt.

Al-Baqarah, ayat 270-271

{وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (270) إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (271) }
Apa saja yang kalian nafkahkan atau apa saja yang kalian nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim, tidak ada seorang pelindung pun baginya. Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian; dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia mengetahui segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang-orang yang beramal kebaikan dalam bentuk infak dan nazarnya. Pengertian ini mengandung isyarat yang menunjukkan bahwa Allah pasti membalas hal tersebut dengan balasan yang berlimpah kepada mereka yang beramal demi mengharapkan rida-Nya dan apa yang telah dijanjikan-Nya; sekaligus mengandung ancaman bagi orang yang tidak mau beramal taat kepada-Nya, dan bahkan menentang perintah-Nya, mendustakan berita-Nya serta menyembah selain-Nya bersama Dia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَما لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصارٍ
Orang-orang yang berbuat aniaya, tidak ada seorang penolong pun baginya. (Al-Baqarah: 270)
Artinya, kelak di hari kiamat tiada seorang penolong pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah dan pembalasan-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقاتِ فَنِعِمَّا هِيَ
Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. (Al-Baqarah: 271)
Dengan kata lain, jika kalian menampakkan sedekah kalian, maka perbuatan itu baik sekali.
Firman Allah Swt:
وَإِنْ تُخْفُوها وَتُؤْتُوهَا الْفُقَراءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271)
Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa menyembunyikan sedekah (yakni melakukannya dengan secara sembunyi-sembunyi) lebih utama daripada menampakkannya, karena hal itu lebih jauh dari riya (pamer). Terkecuali jika keadaan menuntut seseorang untuk menampakkan sedekahnya karena ada maslahat yang lebih penting, misalnya agar tindakannya diikuti oleh orang lain; bila dipandang dari sudut ini, cara demikian lebih utama.
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ»
Orang yang membaca Al-Qur'an dengan suara yang keras sama halnya dengan orang yang bersedekah dengan terang-terangan. Dan orang yang membaca Al-Qur'an dengan suara perlahan-lahan sama dengan orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi.
Akan tetapi, pada asalnya menyembunyikan sedekah adalah lebih utama berdasarkan makna ayat ini dan sebuah hadis di dalam kitab Sahihain dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجِمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقُ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ"
Ada tujuh macam orang yang mendapat naungan dari Allah pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu seorang imam yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah; dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah demi karena Allah; seorang lelaki yang hatinya terpaut di masjid bila ia keluar darinya hingga kembali kepadanya; seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dengan menyendiri, lalu kedua matanya mengalirkan air mata; seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam"; dan seorang lelaki yang mengeluarkan suatu sedekah secara sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الْعَوَّامُ بْنُ حَوْشَبٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْأَرْضَ جَعَلَتْ تَمِيدُ، فَخَلَقَ الْجِبَالَ فَأَلْقَاهَا عَلَيْهَا فَاسْتَقَرَّتْ، فَتَعَجَّبَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ خَلْقِ الْجِبَالِ، فَقَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْجِبَالِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الْحَدِيدُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْحَدِيدِ؟ قَالَ: نَعَمْ، النَّارُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الْمَاءُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْمَاءِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الرِّيحُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الرِّيحِ؟ قَالَ: نَعَمْ، ابنُ آدَمَ يَتَصَدَّقُ بِيَمِينِهِ فَيُخْفِيهَا مِنْ شَمَالِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Al-Awam ibnu Hausyab, dari Sulaiman ibnu Abu Sulaiman, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:  Ketika Allah menciptakan bumi, maka bumi berguncang. Lalu Allah menciptakan gunung-gunung, kemudian diletakkan di atas bumi, maka barulah bumi stabil (tidak berguncang). Para malaikat merasa heran dengan penciptaan gunung-gunung itu, lalu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada gunung-gunung?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu besi." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada besi?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu api." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada api?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu air." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada air?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu angin." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada yang lebih kuat daripada angin?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya, lalu ia menyembunyikannya dari tangan kirinya."
Kami telah menyebutkan di dalam keutamaan ayat Kursi sebuah hadis dari Abu zar r.a. yang telah menceritakan:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ «سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ أَوْ جُهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ»
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang lebih utama?" Beliau Saw. menjawab,  "Sedekah dengan sembunyi-sembunyi kepada orang fakir atau jerih payah dari orang yang miskin." (Riwayat Imam Ahmad)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim melalui jalur Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Abu Zar. Di dalam riwayat ini ditambahkan bahwa setelah itu Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271)
Di dalam sebuah hadis lain disebutkan:
«صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَجَلَّ»
Sedekah dengan sembunyi-sembunyi dapat memadamkan murka Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah-ku, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ziyad Al-Muharibi Muaddib Muharib, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Umair, dari Amir Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orangrorang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271) Ia (Amir Asy-Sya'bi) mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar. Umar datang dengan membawa separo harta miliknya, lalu menyerahkannya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bertanya kepadanya: "Apakah yang engkau sisakan di belakangmu buat keluargamu, hai Umar?" Umar menjawab, "Aku sisakan separo dari hartaku buat mereka." Sedangkan Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya, hampir saja ia menyembunyikan sedekahnya itu dari dirinya sendiri, lalu ia menyerahkannya kepada Nabi Saw. Dan Nabi Saw. bertanya kepadanya: "Apakah yang engkau sisakan di belakangmu buat keluargamu, hai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab, "Janji Allah dan janji Rasul-Nya." Maka Umar menangis dan mengatakan, "Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, hai Abu Bakar. Demi Allah, tidak sekali-kali kita berlomba menuju ke pintu kebaikan melainkan engkau selalu menang."
Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur yang lain dari Umar r.a., dan sesungguhnya kami menyebutkannya dalam bab ini karena perkataan Asy-Sya'bi bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut. Kemudian sesungguhnya makna ayat ini bersifat umum yang menyatakan bahwa melakukan sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama (daripada melakukannya secara terang-terangan), baik dalam sedekah wajib (zakat) ataupun dalam sedekah sunat.
Akan tetapi, Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas di dalam tafsir ayat ini, bahwa Allah menjadikan sedekah sirri (sembunyi-sembunyi) dalam sedekah sunat lebih utama daripada terang-terangan. Menurut suatu pendapat, lebih tujuh puluh kali lipat. Allah menjadikan sedekah fardu yang dilakukan dengan terang-terangan lebih utama daripada yang sembunyi-sembunyi. Menurut pendapat lainnya lebih dua puluh lima kali lipat.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئاتِكُمْ
Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian. (Al-Baqarah: 271)
Yakni sebagai imbalan dari pahala sedekah-sedekah itu. Terlebih lagi jika sedekah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, maka kalian akan memperoleh kebaikan, yaitu derajat kalian ditinggikan dan kesalahan-kesalahan kalian dihapuskan.
Ada di antara ulama yang membaca yukaffir dengan jazam karena di-’ataf-kan secara mahall kepada jawab syarat, yaitu firman-Nya: maka itu adalah baik sekali. (Al-Baqarah: 271) perihalnya sama dengan firman-Nya:
فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ
maka aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh. (Al-Munafiquh: 10)
Adapun firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 271)
Maksudnya, tiada sesuatu pun dari hal tersebut yang samar bagi-Nya, dan Dia pasti akan memberikan balasannya kepada kalian.

Al-Baqarah, ayat 272-274

{لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (272) لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (273) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (274) }
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri. Dan janganlah kalian membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kalian sedikit pun tidak akan dianiaya. (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdus Salam ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa mereka (kaum muslim pada permulaan Islam) tidak suka bila nasab mereka dikaitkan dengan orang-orang musyrik. Lalu mereka meminta, dan diberikan keringanan kepada mereka dalam masalah ini. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri. Dan janganlah kalian membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kalian sedikit pun tidak akan dianiaya. (Al-Baqarah: 272)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Huzaifah, Ibnul Mubarak, Abu Ahmad Az-Zubairi, dan Abu Daud Al-Hadrami, dari Sufyan (yaitu As-Sauri).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdurrahman (yakni Addusytuki) ayahku telah menceritakan kepadaku dari ayahnya; Asy'as ibnu Ishaq telah menceritakan kepada kami dari Ja'far ibnu Abdul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. memerintahkan agar janganlah diberi sedekah kecuali orang-orang yang memeluk Islam, hingga turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 272), hingga akhir ayat. Setelah ayat ini turun, maka Nabi Saw. memerintahkan memberi sedekah kepada setiap orang yang meminta kepadamu dari semua kalangan agama.
Dalam hadis Asma binti As-Siddiq akan dijelaskan masalah ini, yaitu dalam tafsir firman-Nya:
لَا يَنْهاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيارِكُمْ
Allah tidak melarang kalian (untuk berbuat baik dan berlaku adil) terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. (Al-Mumtahanah: 8)
*******************
Firman Allah Swt.:
وَما تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ
Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri. (Al-Baqarah: 272)
sama dengan firman-Nya:
مَنْ عَمِلَ صالِحاً فَلِنَفْسِهِ
Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri. (Fussilat: 46)
Dan di dalam Al-Qur'an masih banyak ayat yang semakna.
*******************
Firman Allah Swt:
وَما تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغاءَ وَجْهِ اللَّهِ
Dan janganlah kalian membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 272)
Menurut Al-Hasan Al-Basri ialah nafkah seorang mukinin buat dirinya sendiri. Seorang mukmin tidak sekali-kali mengeluarkan nafkah melainkan karena mencari rida Allah.
Menurut Ata Al-Khurrasani, makna yang dimaksud ialah 'apabila kamu mengeluarkan sedekah karena Allah, maka kamu tidak akan dibebani apa yang telah diamalkan olehmu itu'. Makna ini cukup baik, yang artinya dengan kata lain ialah 'apabila seseorang bersedekah karena mengharapkan rida Allah, maka sesungguhnya pahalanya telah ada di sisi Allah'. Ia tidak dikenai beban karena memberikannya kepada orang yang takwa atau orang yang ahli maksiat, atau orang yang berhak atau orang yang tidak berhak. Pada garis besarnya ia mendapat pahala sesuai dengan apa yang diniatkannya. Sebagai dalil yang dijadikan dasar dari makna ini ialah firman selanjutnya, yaitu: Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kalian sedikit pun tidak akan dianiaya. (Al-Baqarah: 272)
Hadis sahih yang diketengahkan di dalam kitab sahihain melalui jalur Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ زَانِيَةٍ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ عَلَى زَانِيَةٍ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ غَنِيٍّ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ الليلة على غني، قال: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى غَنِيٍّ، لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بصدقة، فخرج فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى سَارِقٍ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ وَعَلَى سَارِقٍ، فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ: أَمَّا صَدَقَتُكَ فَقَدْ قُبِلَتْ، وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ بِهَا عَنْ زِنَاهَا، وَلَعَلَّ الْغَنِيَّ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ، وَلَعَلَّ السَّارِقَ أَنْ يَسْتَعِفَّ بِهَا عَنْ سَرِقَتِهِ»
Seorang lelaki berkata, "Aku benar-benar akan mengeluarkan sedekah malam ini." Lalu ia keluar dengan membawa sedekahnya, kemudian ia memberikannya kepada wanita tuna susila. Pada pagi harinya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan sedekahnya pada wanita tuna susila. Maka ia berkata, "Ya Allah, segala puji bagi-Mu atas wanita pezina. Aku benar-benar akan mengeluarkan sedekah lagi malam ini." Maka ia memberikan sedekahnya itu kepada orang yang kaya. Pada pagi harinya mereka ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan sedekahnya kepada orang kaya. Ia berkata, "Ya Allah, bagi-Mu segala puji atas orang yang kaya. Aku benar-benar akan mengeluarkan sedekahku lagi malam ini." Lalu ia keluar dan memberikan sedekahnya kepada pencuri, maka pada pagi harinya mereka ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan sedekahnya tadi malam kepada pencuri. Ia berkata, "Ya Allah, bagi-Mu segala puji atas wanita tuna susila, orang kaya, dan pencuri." Kemudian ia didatangi (seseorang) dan dikatakan kepadanya, "Adapun mengenai sedekahmu, sesungguhnya telah diterima darimu. Mengenai wanita tuna susila, barangkali ia memelihara kehormatannya dengan sedekahmu itu dan tidak berzina lagi. Barangkali orang yang kaya itu sadar, lalu ia pun menginfakkan sebagian dari apa yang diberikan oleh Allah kepadanya. Dan barangkali si pencuri memelihara kehormatannya dengan sedekahmu itu dan tidak mencuri lagi."
*******************
Firman Allah Swt.:
لِلْفُقَراءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. (Al-Baqarah: 273)
Yakni kaum Muhajirin yang menyibukkan diri mereka untuk membela Allah dan Rasul-Nya serta tinggal di Madinah, sedangkan mereka tidak mempunyai usaha yang dijadikan pegangan untuk mencukupi diri mereka sendiri.
لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْباً فِي الْأَرْضِ
mereka tidak dapat berusaha di bumi. (Al-Baqarah: 273)
Maksudnya, mereka tidak dapat bepergian untuk usaha mencari penghidupan. Istilah ad-darbu fil ardi adalah bepergian, seperti pengertian yang ada di dalam firman Lainnya, yaitu:
وَإِذا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ
Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqasar salat (kalian). (An-Nisa: 101)
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kalian orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. (Al-Muzzammil: 20), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
يَحْسَبُهُمُ الْجاهِلُ أَغْنِياءَ مِنَ التَّعَفُّفِ
orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. (Al-Baqarah: 273)
Artinya, orang yang tidak mengetahui perihal dan keadaan mereka pasti menduga bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara dirinya melalui pakaian, keadaan, dan ucapan mereka.
Semakna dengan ayat ini sebuah hadis yang kesahihannya telah disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَاللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالْأُكْلَةُ وَالْأُكْلَتَانِ، وَلَكِنَّ الْمِسْكِينَ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ، وَلَا يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا»
Orang yang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) yang pergi setelah diberi sebiji atau dua biji buah kurma, sesuap atau dua suap makanan, dan sepiring atau dua piring makanan; tetapi orang miskin yang sesungguhnya ialah orang yang tidak mempunyai kecukupan yang mencukupi dirinya, dan keadaannya tidak diketahui sehingga mudah diberi sedekah, serta tidak pernah meminta sesuatu pun kepada orang lain.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Mas'ud r.a.
*******************
Firman Allah Swt.:
تَعْرِفُهُمْ بِسِيماهُمْ
Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya. (Al-Baqarah: 273)
Yakni melalui penampilan mereka bagi orang-orang yang memahami sifat-sifat mereka. Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
سِيماهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al-Fath: 29)
وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ
Dan kalian benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad: 30)
Di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan seperti berikut:
"اتَّقُوا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ، فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُورِ اللَّهِ"، ثُمَّ قَرَأَ: {إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ}
Takutlah kalian kepada firasat orang mukmin, karena sesungguhnya dia memandang dengan nur Allah. Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya, "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda." (Al-Hijr 75)
*******************
Firman Allah Swt.:
لا يَسْئَلُونَ النَّاسَ إِلْحافاً
mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. (Al-Baqarah: 273)
Maksudnya, dalam meminta mereka tidak pernah mendesak dan tidak pernah membebankan kepada orang lain apa yang tidak mereka perlukan. Karena sesungguhnya orang yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai kecukupan yang dapat menjaminnya untuk tidak meminta, berarti ia melakukan permintaan dengan cara mendesak.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شَرِيكُ بْنُ أَبِي نَمِرٍ: أَنَّ عَطَاءَ بْنَ يَسَار وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي عَمْرَة الْأَنْصَارِيَّ قَالَا سَمِعْنَا أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيْسَ المسكينُ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَلَا اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الَّذِي يتعفَّفُ؛ اقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ -يَعْنِي قَوْلَهُ-: {لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Abu Namir, bahwa Ata ibnu Yasar dan Abdur Rahman ibnu Abu Amrah Al-Ansari pernah menceritakan bahwa mereka pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji buah kurma, dan sesuap atau dua suap makanan; melainkan orang miskin yang sebenarnya ialah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yakni firman-Nya, "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273)
Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Ismail ibnu Ja'far Al-Madini, dari Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Ata ibnu Yasar sendiri, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama.
قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ النَّسَائِيُّ: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا شَرَّيْكٌ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي نَمِرٍ -عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَاللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الْمُتَعَفِّفُ؛ اقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ: {لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا} "
Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hujr, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik (yakni Ibnu Abu Namir), dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang yang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji kurma, dan sesuap atau dua suap makanan; melainkan orang yang miskin adalah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yaitu firman-Nya, "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273).
Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ziyad, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. hal yang semisal.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وهب، أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ أَبِي الْوَلِيدِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِالطَّوَّافِ عَلَيْكُمْ، فَتُطْعِمُونَهُ لُقْمَةً لُقْمَةً، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الْمُتَعَفِّفُ الَّذِي لَا يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Zi-b, dari Abul Walid, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:  Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) kepada kalian, lalu kalian memberinya makan sesuap demi sesuap. Sesungguhnya orang yang miskin hanyalah orang yang memelihara dirinya dari meminta-minta kepada orang lain secara mendesak.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Mu'tamir, dari Al-Hasan ibnu Malik, dari Saleh ibnu Suwaib, dari Abu Hurairah yang telah mengatakan: Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta), yang pergi setelah diberi sepiring atau dua piring makanan; tetapi orang miskin ialah orang yang memelihara dirinya, tinggal di dalam rumahnya, tidak pernah meminta kepada orang lain sesuatu hajat yang diperlukannya. Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. jika kalian suka, yaitu: "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ الْحَنَفِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ مُزَيْنَةَ، أَنَّهُ قَالَتْ لَهُ أُمُّهُ: أَلَا تَنْطَلِقَ فَتَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ سَلَّمَ كَمَا يَسْأَلُهُ النَّاسُ؟ فَانْطَلَقْتُ أَسْأَلُهُ، فَوَجَدْتُهُ قَائِمًا يَخْطُبُ، وَهُوَ يَقُولُ: "وَمَنِ اسْتَعَفَّ أَعَفَّهُ اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَغْنَى أَغْنَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْأَلِ النَّاسَ وَلَهُ عَدْلُ خَمْسِ أَوَاقٍ فَقَدْ سَأَلَ النَّاسَ إِلْحَافًا". فَقُلْتُ بَيْنِي وَبَيْنَ نَفْسِي: لَنَاقَةٌ لِي خَيْرٌ مِنْ خَمْسِ أَوَاقٍ، وَلِغُلَامِهِ نَاقَةٌ أُخْرَى فَهِيَ خَيْرٌ مِنْ خَمْسِ أَوَاقٍ فَرَجَعْتُ وَلَمْ أَسْأَلْ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari ayahnya, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah, bahwa ibu si lelaki tersebut pernah berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak berangkat untuk meminta-minta kepada Rasulullah Saw. sebagaimana orang-orang lain meminta kepadanya?" Maka aku (lelaki tersebut) berangkat untuk meminta-minta kepadanya, tetapi kujumpai beliau sedang berdiri berkhotbah seraya bersabda dalam khotbahnya itu: Barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan memelihara kehormatannya; dan barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah membuatnya berkecukupan. Dan barang siapa yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai makanan sejumlah kurang lebih lima auqiyah, berarti dia meminta kepada orang lain secara mendesak. Maka aku berkata kepada diriku sendiri bahwa seekor unta milikku jauh lebih baik daripada lima auqiyah makanan, dan budakku memiliki unta lainnya yang jelas lebih baik daripada lima auqiyah. Maka aku kembali, tidak jadi meminta.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَرَّحَتْنِي أُمِّي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَسْأَلُهُ، فَأَتَيْتُهُ فَقَعَدْتُ، قَالَ: فَاسْتَقْبَلَنِي فَقَالَ: "مَنِ اسْتَغْنَى أَغْنَاهُ اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَعَفَّ أعفَّه اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَكَفَّ كَفَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ سَأَلَ وَلَهُ قِيمَةُ أُوقِيَّةٍ فَقَدْ أَلْحَفَ". قَالَ: فَقُلْتُ: نَاقَتِي الْيَاقُوتَةُ خَيْرٌ مِنْ أُوقِيَّةٍ. فَرَجَعْتُ وَلَمْ أَسْأَلْهُ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ibunya menyuruhnya datang kepada Rasulullah Saw. untuk meminta sesuatu kepada beliau Saw. Lalu ia datang menghadap kepada Rasulullah dan duduk. Rasulullah Saw. menyambutku, lalu bersabda: Barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah akan membuatnya berkecukupan; dan barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memelihara kehormatannya. Dan barang siapa yang menahan dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memberinya kecukupan. Dan barang siapa yang meminta, sedangkan dia mempunyai makanan satu auqiyah, berarti dia telah berbuat ilhaf (meminta dengan cara mendesak). Perawi melanjutkan kisahnya, lalu aku berkata bahwa untaku yang bernama Yaqutah lebih baik daripada satu auqiyah makanan. Maka aku kembali, tidak jadi meminta-minta kepadanya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai yang keduanya bersumber dari Qutaibah. Imam Abu Daud menambahkan, juga dari Hisyam ibnu Ammar; keduanya dari Abdur Rahman ibnu Abur Rijal berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْجَمَاهِيرِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ قِيمَةُ وُقِيَّةٍ فَهُوَ مُلْحِفٌ" وَالْوُقِيَّةُ: أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Abu Sa'id Al-Khudri telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah, berarti dia orang yang mulhif (meminta dengan cara mendesak). Yang dimaksud dengan satu auqiyah ialah sama harganya dengan empat puluh dirham.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي أَسَدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ أُوقِيَّةٌ -أَوْ عَدْلُهَا -فَقَدْ سَأَلَ إِلْحَافًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki',. telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Asad yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah atau yang sebanding dengannya, berarti dia telah meminta dengan cara mendesak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ مَا يُغْنِيهِ، جَاءَتْ مَسْأَلَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُدُوشًا -أَوْ كُدُوحًا -فِي وَجْهِهِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا غِنَاهُ؟ قَالَ: "خَمْسُونَ دِرْهَمًا، أَوْ حِسَابُهَا مِنَ الذَّهَبِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hakim ibnu Jubair, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Yazid, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai sesuatu yang mencukupinya, maka kelak perbuatan minta-mintanya itu datang di hari kiamat dalam bentuk gurat-gurat atau luka-luka goresan pada wajahnya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah yang mencukupi itu?" Nabi Saw. menjawab, "Lima puluh dirham atau yang seharga dengannya dalam bentuk emas."
Para pemilik kitab sunnah yang empat (Arba'ah) mengetengahkan hadis ini melalui Hakim ibnu Jubair Al-Asadi Al-Kufi, yang dinilai matruk (tak terpakai hadisnya) oleh Syu'bah ibnul Hajjaj dan dinilai daif bukan hanya oleh seorang Imam ahli hadis sebagai akibat dari hadis ini.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ يُونُسَ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ: بَلَغَ الْحَارِثُ-رَجُلًا كَانَ بِالشَّامِ مِنْ قُرَيْشٍ -أَنَّ أَبَا ذَرٍّ كَانَ بِهِ عَوَزٌ، فَبَعَثَ إِلَيْهِ ثَلَاثَمِائَةِ دِينَارٍ، فَقَالَ: مَا وَجَدَ عَبْدُ اللَّهِ رَجُلًا هُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ مِنِّي، سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يقول: "من سَأَلَ وَلَهُ أَرْبَعُونَ فَقَدْ أَلْحَفَ" وَلِآلِ أَبِي ذَرٍّ أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا وَأَرْبَعُونَ شَاةً وَمَاهِنَانِ.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Abu Husain Abdullah ibnu Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, "Telah sampai kepada Al-Haris —seorang lelaki yang tinggal di negeri Syam dari kalangan Quraisy— bahwa Abu zar r.a. dalam keadaan miskin. Maka Al-Haris mengirimkan kepadanya tiga ratus dinar. Lalu Abu zar berkata, 'Abdullah (hamba Allah) tidak akan menemukan seorang lelaki pun yang lebih memerlukannya selain dari diriku. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, (yaitu): Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh (dirham), berarti ia telah berbuat ilhaf (meminta secara mendesak). Saat itu keluarga Abu Zar mempunyai empat puluh dirham, empat puluh ekor kambing, dan dua orang pelayan (budak)."
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، أَنْبَأَنَا عَبْدُ الْجَبَّارِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ سَابُورَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا فَهُوَ مُلْحِف، وَهُوَ مِثْلُ سَفِّ الْمَلَّةِ" يَعْنِي: الرَّمْلُ.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Daud ibnu Sabur, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh dirham, berarti dia orang yang mulhif dan perumpamaannya sama dengan pasir.
Imam Nasai meriwayatkan dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari Ahmad ibnu Adam, dari Sufyan (yakni Ibnu Uyaynah) berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَما تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 273)
Yakni tiada sesuatu pun darinya yang samar bagi Allah. Karena itu, Dia akan memberikan balasan pahalanya dengan lengkap dan sem-purna di hari kiamat kelak, yaitu di saat orang yang bersangkutan sangat memerlukannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهارِ سِرًّا وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)
Hal ini merupakan pujian dari Allah Swt. kepada orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan untuk mencari keridaan-Nya di segala waktu —baik siang maupun malam hari— dan dengan berbagai cara —baik yang sembunyi-sembunyi ataupun yang terang-terangan— sehingga nafkah buat keluarga pun termasuk ke dalam pengertian ini pula. Seperti yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Sa'd ibnu Abu Waqqas, ketika beliau menjenguknya yang sedang sakit pada tahun kemenangan atas kota Mekah, menurut pendapat yang lain pada tahun haji wada', yaitu:
«وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا ازْدَدْتَ بِهَا دَرَجَةً وَرِفْعَةً حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ»
Dan sesungguhnya kamu tidak sekali-kali mengeluarkan suatu nafkah dengan mengharapkan rida Allah, melainkan engkau makin bertambah derajat dan ketinggianmu karenanya, sehingga berupa makanan yang kamu suapkan ke dalam mulut istrimu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وبَهْز قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ الْأَنْصَارِيَّ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far dan Bahz; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Addi ibnu Sabit yang telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Yazid Al-Ansari menceritakan hadis berikut dari Abu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang muslim itu apabila mengeluarkan suatu nafkah kepada istrinya dengan mengharapkan pahala dari Allah, maka hal itu merupakan sedekah baginya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Syu'bah dengan lafaz yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Yasar menceritakan hadis berikut dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Uraib Al-Mulaiki, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw., bahwa firman-Nya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (Al-Baqarah: 274), diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang memiliki kuda (untuk berjihad di jalan Allah).
Habsy As-San'ani meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang memelihara kuda untuk berjihad di jalan Allah.
Asar yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, kemudian ia mengatakan bahwa hal yang sama diriwayatkan pula dari Abu Umamah, Sa'id ibnul Musayyab, dan Makhul.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, dari Abdul Wahhab ibnu Mujahid, dari Ibnu Jubair, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Ali r.a. mempunyai uang empat dirham, lalu ia menafkahkan satu dirham darinya di malam hari, satu dirham lainnya pada siang harinya, dan satu dirham lagi dengan sembunyi-sembunyi, sedangkan dirham terakhir ia nafkahkan secara terang-terangan. Maka turunlah Firman-Nya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam hari dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan. (Al-Baqarah: 274)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Abdul Wahhab ibnu Mujahid, sedangkan dia orang yang daif. Akari tetapi, Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui jalur yang lain dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali r.a. ibnu Abu Talib.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (Al-Baqarah: 274)
Yakni di hari kiamat nanti sebagai balasan dari nafkah yang telah mereka keluarkan di jalan ketaatan.
وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)
Tafsir ayat ini telah diterangkan sebelumnya.

Al-Baqarah, ayat 275

{الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) }
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu karena mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Setelah Allah menuturkan perihal orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, mengeluarkan zakatnya, lagi suka berbuat kebajikan dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, juga kepada kaum kerabatnya dalam semua waktu dan dengan berbagai cara, maka Allah Swt. menyebutkan perihal orang-orang yang memakan riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil, serta melakukan berbagai macam usaha syubhat. Melalui ayat ini Allah Swt. memberitakan keadaan mereka kelak di saat mereka dibangkitkan dari kuburnya, lalu berdiri menuju tempat dihimpunnya semua makhluk. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَما يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطانُ مِنَ الْمَسِّ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, tidak sekali-kali mereka bangkit dari kuburnya pada hari kiamat nanti, melainkan seperti orang gila yang terbangun pada saat mendapat tekanan penyakit dan setan merasukinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi berdiri mereka pada saat itu sangat buruk.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang memakan riba (melakukan riba) dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan tercekik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Auf ibnu Malik, Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Telah diriwayatkan dari Abdullah ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan, bahwa mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275), Yakni kelak pada hari kiamat. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Abu Nujaih dari Mujahid, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Abu Bakar ibnu Abu Maryam dari Damrah ibnu Hanif, dari Abu Abdullah ibnu Mas'ud, dari ayahnya, bahwa ia membaca ayat berikut dengan bacaan berikut tafsirnya, yaitu: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan   seperti  berdirinya  orang  yang   kemasukan  setan karena (tekanan) penyakil gila, kelak di hari kiamat. (Al-Baqarah: 275)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Rabi'ah ibnu Kalsum, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kelak di hari kiamat dikatakan kepada pemakan riba, "Ambillah senjatamu untuk perang," lalu ia membacakan firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakil gila. (Al-Baqarah: 275) Demikian itu terjadi ketika mereka bangkit dari kuburnya.
Di dalam hadis Abu Sa'id Al-Khudri yang mengisahkan tentang hadis Isra, seperti yang disebutkan di dalam surat Al-Isra", dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. di malam beliau melakukan Isra melewati suatu kaum yang mempunyai perut besar-besar seperti rumah. Maka beliau Saw. bertanya (kepada Jibril) tentang mereka, lalu dikatakan kepadanya bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba. Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam hadis yang panjang.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الصَّلْتِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ، فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ. فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ibnu Abu Syaibah. telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Ibnu Musa, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abus Silt, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku bersua di malam aku menjalani Isra dengan suatu kaum yang perut mereka sebesar-besar rumah, di dalam perut mereka terdapat ular-ular yang masuk dari luar perut mereka. Maka aku bertanya, "Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab, "Mereka adalah para pemakan riba."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Hasan dan Affan, keduanya dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama, tetapi di dalam sanadnya terkandung kelemahan.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Samurah ibnu Jundub di dalam hadisul manam (mengenai mimpi) yang cukup panjang. Di dalamnya disebutkan bahwa kami menjumpai sebuah sungai, yang menurut dugaanku perawi mengatakan bahwa warna airnya merah seperti darah. Tiba-tiba di dalam sungai itu terdapat seorang lelaki yang sedang berenang, sedangkan di pinggir sungai terdapat lelaki lain yang telah mengumpulkan batu-batuan yang banyak di dekatnya. Lalu lelaki yang berenang itu menuju ke arah lelaki yang di dekatnya banyak batu. Ketika lelaki yang berenang itu mengangakan mulutnya, maka lelaki yang ada di pinggir sungai menyumbatnya dengan batu. Lalu perawi menuturkan dalam tafsir hadis ini bahwa lelaki yang berenang itu adalah pemakan riba.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا}
Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, sesungguhnya mereka menghalalkan hal tersebut tiada lain karena mereka menentang hukum-hukum Allah dalam syariat-Nya, dan hal ini bukanlah analogi mereka yang menyamakan riba dengan jual beli, karena orang-orang musyrik tidak mengakui kaidah jual beli yang disyariatkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an. Sekiranya hal ini termasuk ke dalam pengertian kias (analogi), niscaya mereka mengatakan, "Sesungguhnya riba itu seperti jual beli," tetapi ternyata mereka mengatakan: sesungguhnya jual beli sama dengan riba. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, jual beli itu sama dengan riba; mengapa yang ini diharamkan, sedangkan yang itu tidak? Hal ini jelas merupakan pembangkangan dari mereka terhadap hukum syara'. Yakni yang ini sama dengan yang itu, tetapi yang ini dihalalkan dan yang itu (riba) diharamkan.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah: 275)
Makna ayat ini dapat ditafsirkan sebagai kelanjutan dari kalam sebelumnya untuk menyanggah protes yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah membedakan antara jual beli dan riba secara hukum. Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana yang tiada akibat bagi keputusan hukum-Nya, tidak dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka pasti dimintai pertanggungjawabannya. Dia Maha Mengetahui semua hakikat segala perkara dan kemaslahatannya; mana yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya, hal itu dihalalkan-Nya bagi mereka; dan mana yang membahayakan mereka, maka Dia melarang mereka darinya. Dia lebih belas kasihan kepada mereka daripada belas kasih seorang ibu kepada bayinya. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah Swt berfirman:
فَمَنْ جاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya terserah kepada Allah. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, barang siapa yang telah sampai kepadanya larangan Allah terhadap riba, lalu ia berhenti dari melakukan riba setelah sampai berita itu kepadanya, maka masih diperbolehkan mengambil apa yang dahulu ia lakukan sebelum ada larangan. Dikatakan demikian karena firman-Nya: 
عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ
Allah memaafkan apa yang telah lalu. (Al-Maidah: 95)
Seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. pada hari kemenangan atas kota Mekah, yaitu:
«وَكُلُّ رِبًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ تَحْتَ قَدَمَيْ هَاتَيْنِ، وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَا الْعَبَّاسِ»
Semua riba Jahiliah telah diletakkan di bawah kedua telapak kakiku ini (dihapuskan), mula-mula riba yang kuhapuskan adalah riba Al-Abbas.
Nabi Saw. tidak memerintahkan kepada mereka untuk mengembalikan bunga yang diambil mereka di masa Jahiliah, melainkan memaafkan apa yang telah lalu. Seperti juga yang disebutkan di dalam firman-Nya:    maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. (Al-Baqarah: 275)
Menurut Sa'id ibnu Jubair dan As-Saddi, baginya apa yang telah lalu dari perbuatan ribanya dan memakannya sebelum datang larangan dari Allah Swt.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah membacakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Hazm, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Ummu Yunus (yakni istrinya yang bernama Aliyah binti Abqa'). Ia menceritakan bahwa Ummu Bahnah (ibu dari anak Zaid ibnu Arqam) pernah mengatakan kepada Siti Aisyah r.a., istri Nabi Saw., "Hai Ummul Mukminin, kenalkah engkau dengan Zaid ibnu Arqam?" Siti Aisyah r.a. menjawab, "Ya." Ia berkata, "Sesungguhnya aku menjual seorang budak kepadanya seharga delapan ratus secara 'ata. Lalu ia memerlukan dana, maka aku kembali membeli budak itu dengan harga enam ratus sebelum tiba masa pelunasannya." Siti Aisyah menjawab, "Seburuk-buruk jual beli adalah apa yang kamu lakukan, alangkah buruknya jual beli kamu. Sampaikanlah kepada Zaid, bahwa semua jihadnya bersama dengan Rasulullah Saw. akan dihapuskan, dan benar-benar akan dihapuskan (pahalanya) jika ia tidak mau bertobat." Ummu Yunus melanjutkan kisahnya, bahwa ia berkata kepada Siti Aisyah r.a., "Bagaimanakah pendapatmu jika aku bebaskan yang dua ratusnya, lalu aku menerima enam ratusnya?" Siti Aisyah menjawab, "Ya, boleh." Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya (sebelum datang larangan). (Al-Baqarah: 275)
Asar ini cukup terkenal, dan dijadikan dalil bagi orang yang mengharamkan masalah riba 'aini, selain dalil-dalil lainnya berupa hadis-hadis yang disebutkan di dalam kitab mengenai hukum-hukum.
*******************
Allah Swt berfirman:
وَمَنْ عادَ
Orang yang kembali. (Al-Baqarah: 275)
Yakni kembali melakukan riba sesudah sampai kepadanya larangan Allah, berarti ia pasti terkena hukuman dan hujah mengenainya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 275)
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ الْمَكِّيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ لَمْ يَذْرِ الْمُخَابَرَةَ، فَلْيَأْذَنْ بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ"
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja Al-Makki, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275); Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang tidak mau meninggalkan (berhenti dari) mukhabarah (bagi hasil), maka diserukan perang terhadapnya dari Allah dan Rasul-Nya.
Hadis riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abu Khaisam, dan ia mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Mukhabarah, juga dikenal dengan istilah muzara'ah, ialah menyewa lahan dengan bayaran sebagian dari apa yang dihasilkan oleh lahan itu. Muzabanah ialah membeli buah kurma gemading yang ada di pohonnya dengan pembayaran berupa buah kurma yang telah dipetik (masak). Muhaqalah yaitu membeli biji-bijian yang masih hijau dengan biji-bijian yang telah masak (ijon). Sesungguhnya semuanya dan yang semisal dengannya diharamkan tiada lain untuk menutup pintu riba, mengingat persamaan di antara kedua barang yang dipertukarkan tidak diketahui karena belum kering. Karena itulah para ahli fiqih mengatakan bahwa persamaan yang tidak diketahui sama halnya dengan mufadalah (ada kelebihan pada salah satu pihaknya). Berangkat dari pengertian inilah maka mereka mengharamkan segala sesuatu yang menjurus ke arah riba dan memutuskan semua sarana yang membantunya, sesuai dengan pemahaman mereka. Perbedaan pendapat dan pandangan mereka dalam masalah ini berpangkal dari ilmu yang dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada masing-masing dari mereka, karena Allah Swt. telah berfirman:
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
Dan di atas setiap orang yang berilmu ada yang lebih berilmu. (Yusuf: 76)
Bab "Riba" merupakan bab paling sulit menurut kebanyakan ahli ilmu agama. Amirul Mukminin Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan, "Seandainya saja Rasulullah Saw. memberikan suatu keterangan yang memuaskan kepada kami tentang masalah jad (kakek) dan kalalah serta beberapa bab yang menyangkut masalah riba. Yang dimaksudnya ialah beberapa masalah yang di dalamnya terdapat campuran masalah riba." Hukum syariat telah tegas-tegas menyatakan bahwa semua sarana yang menjurus ke arah hal yang diharamkan hukumnya sama haramnya; karena semua sarana yang membantu ke arah hal yang diharamkan hukumnya haram. Sebagaimana hal yang menjadi kesempurnaan bagi perkara yang wajib, hukumnya wajib pula.
Di dalam hadis Sahihain, dari An-Nu'man ibnu Basyir, disebutkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَ ذَلِكَ أُمُورٌ مُشْتَبِهَاتٌ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبَهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبَهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ"
Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram jelas (pula), sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat. Maka barang siapa yang memelihara dirinya dari hal-hal yang syubhat, berarti dia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus ke dalam hal-hal yang syubhat, berarti dia telah terjerumus ke dalam hal yang haram. Perihalnya sama dengan seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tempat yang terlarang, maka sulit baginya menghindar dari tempat yang terlarang itu.
Di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan dari Al-Hasan ibnu Ali r.a., bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
«دَعْ مَا يُرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يُرِيبُكَ»
Tinggalkanlah hal yang meragukanmu untuk melakukan hal yang tidak kamu ragukan.
Di dalam hadis lain disebutkan:
«الْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَتْ فِيهِ النَّفْسُ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ»
Dosa ialah sesuatu yang mengganjal di hati(mu) dan jiwa merasa ragu terhadapnya serta kamu tidak suka bila orang lain melihatnya.
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:
«اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ»
Mintalah fatwa (tanyakanlah) kepada hatimu, sekalipun orang-orang meminta fatwa kepadamu dan mereka memberikan fatwanya kepadamu.
As-Sauri meriwayatkan dari Asim, dari Asy-Sya'bi, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan: Wahyu yang paling akhir diturunkan kepada Rasulullah Saw. adalah ayat mengenai riba. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari melalui Qubaisah, dari Ibnu Abbas.
Ahmad meriwayatkan dari Yahya, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Umar r.a. pernah mengatakan bahwa ayat yang paling akhir diturunkan ialah ayat yang mengharamkan riba. Sesungguhnya Rasulullah Saw. keburu wafat sebelum beliau menafsirkannya kepada kami. Maka tinggalkanlah riba dan hal yang meragukan.
Ahmad mengatakan bahwa as'ar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dan Ibnu Murdawaih melalui jalur Hayyaj ibnu Bustam, dari Daud ibnu Abu Hind, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang telah menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. berkhotbah kepada kami, antara lain isinya mengatakan, "Barangkali aku akan melarang kalian beberapa hal yang baik buat kalian, dan akan memerintahkan kepada kalian beberapa hal yang tidak layak bagi kalian. Sesungguhnya ayat Al-Qur'an yang diturunkan paling akhir adalah ayat riba, dan sesungguhnya Rasulullah Saw. wafat, sedangkan beliau belum menjelaskannya kepada kami. Maka tinggalkanlah hal-hal yang meragukan kalian untuk melakukan hal-hal yang tidak meragukan kalian."
Ibnu Abu Abdi mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat mauquf, lalu ia mengetengahkan hadis ini. Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ الصَّيْرَفِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ زُبَيْدٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنِ مَسْعُودٍ -عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا"
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali As-Sairafi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Abdi, dari Syu'bah, dari Zubaid, dari Ibrahim, dari Masruq, dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud), dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Riba terdiri atas tujuh puluh tiga bab (macam).
Imam Hakim meriwayatkan pula hal yang semisal di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Amr ibnu Ali Al-Fallas berikut sanadnya. Ia menambahkan dalam riwayatnya hal berikut:
«أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ، وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ»
Yang paling ringan ialah bila seorang lelaki mengawini ibunya. Dan sesungguhnya riba yang paling berat ialah kehormatan seorang lelaki muslim.
Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkan hadis ini.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا، أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ"
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, dari Abu Ma'syar, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Riba itu tujuh puluh bagian. Yang paling ringan ialah bila seorang laki-laki mengawini ibunya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنْ عَبَّادِ بْنِ رَاشِدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي خَيرة حَدَّثَنَا الْحَسَنُ -مُنْذُ نَحْوٍ مِنْ أَرْبَعِينَ أَوْ خَمْسِينَ سَنَةً -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ فِيهِ الرِّبَا" قَالَ: قِيلَ لَهُ: النَّاسُ كُلُّهُمْ؟ قَالَ: "مَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ مِنْهُمْ نَالَهُ مِنْ غُبَارِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Ibad ibnu Rasyid, dari Said, dari Abu Khairah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan sejak dari sekitar empat puluh tahun atau lima puluh tahun, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak akan datang kepada manusia suatu zaman yang dalam zaman itu mereka memakan riba. Ketika ditanyakan kepadanya, bahwa apakah semua orang (melakukannya)? Maka beliau Saw. menjawab, "Barang siapa yang tidak memakannya dari kalangan mereka, maka ia terkena oleh debu (getah)-Nya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah dari berbagai jalur melalui Sa'id ibnu Abu Khairah, dari Al-Hasan.
Termasuk ke dalam bab ini pengharaman semua sarana yang menjurus ke hal-hal yang diharamkan, seperti hadis yang disebutkan oleh Imam Ahmad;
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ صُبَيْحٍ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: لَمَّا نَزَلَتِ الْآيَاتُ مِنْ آخِرِ الْبَقَرَةِ فِي الرِّبَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى الْمَسْجِدِ، فقرأهُن، فَحَرَّمَ التِّجَارَةَ فِي الْخَمْرِ.
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Muslim ibnu Sabih, dari Masruq, dari Siti Aisyah yang telah menceritakan: Ketika diturunkan ayat-ayat terakhir surat Al-Baqarah yang menyangkut masalah riba, maka Rasulullah Saw. keluar menuju masjid, lalu membacakan ayat-ayat tersebut, dan beliau mengharamkan jual beli khamr.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Jamaah selain Imam Turmuzi melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
Demikianlah menurut lafaz riwayat Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini, yaitu: "Maka beliau mengharamkan jual beli khamr."
Menurut lafaz lain yang juga dari Imam Bukhari, bersumber dari Siti Aisyah r.a., disebut seperti berikut: Setelah diturunkan ayat-ayat terakhir dari surat Al-Baqarah mengenai masalah riba, maka Rasulullah Saw. membacakannya kepada orang-orang, kemudian beliau Saw. mengharamkan jual beli khamr.
Salah seorang Imam yang membicarakan hadis ini mengatakan, "Setelah riba dan semua sarananya diharamkan, maka diharamkan pula khamr dan semua sarana yang membantunya, seperti memperjualbelikannya dan lain sebagainya." Seperti yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis yang muttafaq 'alaih (disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim), yaitu:
«لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُومُ فَجَمَّلُوهَا فَبَاعُوهَا وَأَكَلُوا أَثْمَانَهَا»
Allah melaknat orang-orang Yahudi, diharamkan kepada mereka lemak, tetapi mereka memulasinya, kemudian mereka menjualnya dan memakan hasilnya.
Dalam pembahasan yang lalu disebutkan hadis Ali dan Ibnu Mas'ud serta selain keduanya pada masalah laknat Allah terhadap muhallil (penghapus talak), dalam tafsir firman-Nya: hingga dia kawin dengan suami yang lain. (Al-Baqarah: 230) Yaitu sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
«لَعَنَ اللَّهُ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ»
Allah melaknat pemakan riba, wakilnya, kedua saksinya, dan juru tulisnya.
Mereka mengatakan bahwa tidak sekali-kali seseorang menyaksikan dan mencatat riba kecuali jika riba ditampakkan dalam bentuk transaksi yang diakui oleh syariat, tetapi pada hakikatnya transaksi itu sendiri batal. Hal yang dijadikan pertimbangan adalah maknanya, bukan gambar lahiriahnya, mengingat semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
«إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ، وَأَعْمَالِكُمْ»
Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian dan tidak pula kepada harta kalian, melainkan Dia memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian.
Abul Abbas ibnu Taimiyyah menulis sebuah kitab yang isinya membatalkan tentang tahlil, di dalamnya terkandung larangan menggunakan semua sarana yang menjurus kepada setiap perkara yang batil. Penyajian yang disuguhkannya itu cukup memuaskan, semoga Allah merahmati dan melimpahkan rida-Nya kepadanya.

Al-Baqarah, ayat 276-277

{يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (277) }
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Allah memberitakan bahwa Dia menghapuskan riba dan melenyapkannya. Hal ini terjadi dengan cara adakalanya Allah melenyapkan riba secara keseluruhan dari tangan pelakunya, atau adakalanya Dia mencabut berkah hartanya, sehingga ia tidak dapat memanfaatkannya, melainkan menghilangkannya di dunia dan kelak di hari kiamat Dia akan menyiksanya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ
Katakanlah, "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu." (Al-Maidah: 100)
وَيَجْعَلَ الْخَبِيثَ بَعْضَهُ عَلى بَعْضٍ، فَيَرْكُمَهُ جَمِيعاً فَيَجْعَلَهُ فِي جَهَنَّمَ
Dan Allah menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. (Al-Anfal: 37)
Dan firman Allah Swt.:
وَما آتَيْتُمْ مِنْ رِباً لِيَرْبُوَا فِي أَمْوالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُوا عِنْدَ اللَّهِ
Dan sesuatu riba yang kalian berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (Ar-Rum: 39), hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: فِي قَوْلِهِ: {يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا} وَهَذَا نَظِيرُ الْخَبَرِ الَّذِي رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِلَى قُلّ"
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Allah memusnahkan riba. (Al-Baqarah: 276), Makna ayat ini sama dengan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud. Disebutkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Riba itu sekalipun (hasilnya) banyak, pada akhirnya berakibat menyusut."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya. Imam Ahmad mengatakan,
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ [قَالَ] حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنِ الرُّكَيْنِ بْنِ الرَّبِيعِ [بْنِ عَمِيلَةَ الْفَزَارِيِّ] عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتَهُ تَصِيرُ إِلَى قُلٍّ"
telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ar-Rakin ibnur Rabi', dari ayahnya, dari ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya  riba itu, sekalipun (hasilnya) banyak, tetapi akibatnya menjadi menyusut.
وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ، عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ عَوْنٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنِ الرُّكَيْنِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ عَمِيلَةَ الْفَزَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلَّا كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ"
Ibnu Majah meriwayatkan dari Al-Abbas ibnu Ja'far, dari Amr ibnu Aun, dari Yahya ibnu Abu Zaidah, dari Israil, dari Ar-Rakin ibnur Rabi' ibnu Amilah Al-Fazzari, dari ayahnya, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak  sekali-kali seseorang memperbanyak  melakukan riba, melainkan akibat urusannya itu akan menyusut.
Hal ini termasuk ke dalam Bab "Muamalah" yang akibatnya bertentangan dengan tujuan yang dimaksud, seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا الْهَيْثَمُ بْنُ رَافِعٍ الطَّاطَرِيُّ، حَدَّثَنِي أَبُو يَحْيَى -رَجُلٌ (7) مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ -عَنْ فَرُّوخٍّ مَوْلَى عُثْمَانَ: أَنَّ عُمَرَ -وَهُوَ يَوْمَئِذٍ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ -خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَرَأَى طَعَامًا مَنْثُورًا. فَقَالَ: مَا هَذَا الطَّعَامُ؟ فَقَالُوا: طَعَامٌ جُلِبَ إِلَيْنَا. قَالَ: بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ وَفِيمَنْ جَلَبَهُ. قِيلَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، إِنَّهُ قَدِ احْتَكَرَ. قَالَ: وَمَنِ احْتَكَرَهُ؟ قَالُوا: فَرُّوخٌ مَوْلَى عُثْمَانَ، وَفُلَانٌ مَوْلَى عُمَرَ. فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَدَعَاهُمَا فَقَالَ: مَا حَمَلَكُمَا عَلَى احْتِكَارِ طَعَامِ الْمُسْلِمِينَ؟ قَالَا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ!! فَقَالَ عُمَرُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنِ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْإِفْلَاسِ أَوْ بِجُذَامٍ". فَقَالَ فَرُّوخٌ عِنْدَ ذَلِكَ: أُعَاهِدُ اللَّهَ وَأُعَاهِدُكَ أَلَّا أَعُودَ فِي طَعَامٍ أَبَدًا. وَأَمَّا مَوْلَى عُمَرَ فَقَالَ: إِنَّمَا نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ. قَالَ أَبُو يَحْيَى: فَلَقَدْ رَأَيْتُ مَوْلَى عُمَرَ مَجْذُومًا.
telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Nafi' Az-Zahiri, telah menceritakan kepadaku Abu Yahya (seorang lelaki dari kalangan penduduk Mekah), dari Farukh maula Usman, bahwa sahabat Umar r.a. ketika menjabat sebagai Amirul Mukminin keluar menuju masjid, lalu ia melihat makanan yang digelarkan. Maka ia bertanya, "Makanan apakah ini?" Mereka menjawab, "Makanan yang didatangkan buat kami." Umar berkata, "Semoga Allah memberkati makanan ini, juga orang yang mendatangkannya." Ketika dikatakan kepadanya bahwa sesungguhnya si pengirim makanan ini telah menimbun makanan kaum muslim,    Umar bertanya, "Siapakah pelakunya?" Mereka menjawab bahwa yang melakukannya adalah Farukh maula Usman dan si Fulan maula Umar. Maka Khalifah Umar memanggil keduanya, lalu Umar bertanya kepada keduanya, "Apakah yang mendorong kamu berdua menimbun makanan kaum muslim?" Keduanya menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, kami membelinya dengan harta kami dan menjualnya." Umar berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang melakukan penimbunan terhadap makanan kaum muslim, niscaya Allah akan menghukumnya dengan kepailitan atau penyakit kusta. Maka Farukh berkata saat itu juga, "Aku berjanji kepada Allah, juga kepadamu, bahwa aku tidak akan mengulangi lagi menimbun makanan untuk selama-lamanya." Adapun maula (bekas budak) Umar, ia berkata, "Sesungguhnya kami membeli dan menjual dengan harta kami sendiri." Abu Yahya mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat maula Umar terkena penyakit kusta."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah melalui Al-Haisam ibnu Rafi' yang lafaznya menyebutkan seperti berikut:
"مَنِ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْجُذَامِ وَالْإِفْلَاسِ".
Barang siapa yang melakukan penimbunan Terhadap makanan kaum muslim, niscaya Allah akan menghukumnya dengan kepailitan dan penyakit kusta.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَيُرْبِي الصَّدَقاتِ
dan menyuburkan sedekah. (Al-Baqarah: 276)
Ayat ini dapat dibaca yurbi, berasal dari rabasy syai-a, yarbu, arbahu yurbihi artinya memperbanyak dan mengembangkan serta menumbuhkan. Dapat pula dibaca yurabbi, berasal dari tarbiyah.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ، سَمِعَ أَبَا النَّضْرِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "من تصدق بعدل تمرة مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ، وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطِّيبَ، وَإِنَّ اللَّهَ لَيَقْبَلُهَا بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّه، حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Munir, ia pernah mendengar dari Abun Nadr bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang bersedekah sebiji buah kurma dari usaha yang baik (halal), dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik, maka sesungguhnya Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya (kekuasaan-Nya), kemudian mengembangkannya buat pelakunya, sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara anak untanya, hingga besarnya nanti seperti bukit.
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari di dalam Kitab Zakat-nya. Dia meriwayatannya pula di dalam Kitab Tauhid, bahwa Khalid ibnu Mukhallad ibnu Sulaiman ibnu Bilal telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Dinar, lalu ia menyebutkan hadis ini berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Bab "Zakat", dari Ahmad ibnu Usman Ibnu Hakim, dari Khalid ibnu Mukhallad, lalu ia menuturkan hadis ini.
Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Muslim ibnu Abu Maryam, Zaid ibnu Aslam, dan Suhail, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.
Menurut kami, adapun riwayat Muslim ibnu Abu Maryam, maka hadis ini hanya Imam  Bukhari sendirilah  yang  menuturkannya.
Adapun hadis yang diriwayatkan melalui jalur Zaid ibnu Aslam, diriwayatkan pula oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya dari Abut Tahir ibnus Sarh, dari Abu Wahb, dari Hisyam ibnu Sa'id, dari Zaid ibnu Aslam. Sedangkan hadis Suhail diriwayatkan pula oleh Imam Muslim, dari Qutaibah, dari Ya'qub ibnu Abdur Rahman, dari Suhail dengan lafaz yang sama.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Warqa telah meriwayatkan dari Ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.
Hadis ini disandarkan dari segi ini oleh Imam Baihaqi kepada Imam Hakim dan lain-lainnya dari Al-Asam, dari Al-Abbas Al-Marwazi, dari Abuz Zanad, Hasyim ibnul Qasim, dari Warqa. Dia adalah Ibnu Umar Al-Yasykuri, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"من تصدق بعدل تمرة من كَسْبٍ طَيِّبٍ، وَلَا يَصْعَدُ إِلَى اللَّهِ إِلَّا الطَّيِّبُ، فَإِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُهَا بِيَمِينِهِ، فَيُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهَا، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ، حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ أُحُدٍ"
Barang siapa yang bersedekah sebiji buah kurma dari usaha yang halal, dan tidak akan naik kepada Allah kecuali yang halal, maka sesungguhnya Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu memeliharanya untuk pelakunya sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara anak untanya, hingga besarnya seperti Bukit Uhud.
Demikian pula hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai; semuanya dari Qutaibah, dari Al-Lais ibnu Sa'd, dari Sa'id Al-Maqbari.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Malik, dari Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari dan dari jalur Yahya Al-Qattan, dari Muhammad ibnu Ajlan; ketiganya meriwayatkan hadis ini dari Sa'id ibnu Yasar Abul Hubab Al-Madani, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw., lalu ia menuturkan hadis ini.
Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah melalui jalur yang lain. Maka Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَبْدِ الله الأودي، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ الصَّدَقَةَ وَيَأْخُذُهَا بِيَمِينِهِ، فَيُرَبِّيهَا لِأَحَدِكُمْ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ مُهْرَهُ -أَوْ فَلُوَّهُ -حَتَّى إِنَّ اللُّقْمَةَ لَتَصِيرُ مِثْلَ أُحُدٍ". وَتَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ: {يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ} .
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdullah Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abbad ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menerima sedekah dan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya, lalu memeliharanya untuk seseorang di antara kalian sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara anak kuda atau anak untanya, sehingga sesuap makanan benar-benar menjadi seperti Bukit Uhud (besarnya). Hal yang membenarkan hadis ini di dalam Kitabullah adalah firman-Nya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. (Al-Baqarah: 276)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Waki, hal ini ada dalam tafsir Waki'. Imam Turmuzi meriwayatkan dari Abu Kuraib, dari Waki' dengan lafaz yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Abbad ibnu Mansur dengan lafaz yang sama.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Khalaf ibnul Walid, dari Ibnul Mubarak, dari Abdul Walid ibnu Damrah dan Abbad ibnu Mansur; keduanya dari Abu Nadrah, dari Al-Qasim dengan lafaz yang sama.
وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا تَصَدَّقَ مِنْ طَيِّبٍ، يَقْبَلُهَا اللَّهُ مِنْهُ، فَيَأْخُذُهَا بِيَمِينِهِ، ويُرَبِّيها كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ مُهْره أَوْ فَصِيلَهُ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَصَدَّقُ بِاللُّقْمَةِ فَتَرْبُو فِي يَدِ اللَّهِ -أَوْ قَالَ: فِي كَفِّ اللَّهِ -حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ أُحُدٍ، فَتَصَدَّقُوا"
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Ishaq, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang hamba itu apabila bersedekah dari hasil yang baik (halal), maka Allah menerima sedekah itu darinya dan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya, lalu memeliharanya seperti seseorang di antara kalian memelihara anak kudanya atau anak untanya. Dan sesungguhnya seorang lelaki itu benar-benar menyedekahkan sesuap makanan, maka sedekahnya itu berkembang di tangan (kekuasaan) Allah —atau disebutkan— di telapak tangan Allah, hingga besarnya seperti Bukit Uhud. Karena itu, bersedekahlah kalian.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abdur Razzaq. Jalur ini terbilang garib, tetapi sanadnya sahih; hanya lafaznya aneh, mengingat hal yang dihafal adalah seperti yang telah disebutkan di atas.
Telah diriwayatkan dari Siti Aisyah Ummul Mukminin, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ لَيُرَبِّي لِأَحَدِكُمُ التَّمْرَةَ وَاللُّقْمَةَ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّه أَوْ فَصِيلَهُ، حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ أُحُدٍ".
telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Sabit, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar memelihara bagi seseorang di antara kalian sebiji kurma dan sesuap makanan (yang disedekahkannya) seperti seseorang di antara kalian memelihara anak unta atau anak kudanya, hingga besarnya seperti Bukit Uhud.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri dari jalur ini.
قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْمُعَلَّى بْنِ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَمْرَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَصَدَّقُ بِالصَّدَقَةِ مِنَ الْكَسْبِ الطَّيِّبِ، وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ، فَيَتَلَقَّاهَا الرَّحْمَنُ بِيَدِهِ فَيُرَبِّيهَا، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ -أَوْ وَصيفه -أَوْ قَالَ: فَصِيلَهُ"
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Ma'la ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Amrah, dari Siti Aisyah, dari Nabi Saw. Juga dari Dahhak ibnu Usman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki benar-benar mengeluarkan suatu sedekah dari hasil yang halal, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang halal, maka Tuhan Yang Maha Pemurah menerima sedekah itu dengan tangan (kekuasaan)-Nya, lalu Dia memeliharanya seperti seseorang di antara kalian memelihara anak kuda atau anak untanya.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengetahui seorang pun meriwayatkan hadis ini dari Yahya ibnu Sa'id dari Amrah kecuali Abu Uwais.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Dan Allah  tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (Al-Baqarah: 276)
Artinya, Allah tidak menyukai orang yang hatinya banyak ingkar lagi ucapan dan   perbuatannya   banyak   berdosa.   Merupakan   suatu keharusan adanya hubungan antara pembahasan ini dengan ayat ini yang diakhiri dengan mengemukakan sifat tersebut. Sebagai penjelasannya dapat dikatakan bahwa orang yang melakukan riba itu pada hakikatnya tidak rela dengan rezeki halal yang dibagikan oleh Allah untuknya. Dia kurang puas dengan apa yang disyariatkan oleh Allah buatnya, yaitu usaha yang diperbolehkan. Untuk itu ia berusaha dengan cara memakan harta orang lain secara batil melalui berbagai usaha yang jahat. Dia adalah orang yang ingkar kepada nikmat yang diperolehnya, lagi suka aniaya dengan memakan harta orang lain secara batil.
Kemudian Allah berfirman memuji orang-orang mukmin, yaitu mereka yang taat kepada perintah-Nya, bersyukur kepada-Nya, lagi berbuat baik kepada sesama makhluk-Nya. Allah memuji mereka karena mendirikan salat dan menunaikan zakat, selain itu Allah mem-beritakan pahala apa yang telah Dia sediakan buat mereka —yaitu pahala yang terhormat— dan bahwa mereka kelak di hari kiamat aman dari berbagai kesulitan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ وَأَقامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 277)

Al-Baqarah, ayat 278-281

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (279) وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (280) وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (281) }
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertobat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya.
Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar bertakwa kepada-Nya dan melarang mereka melakukan hal-hal yang mendekatkan mereka kepada kemurkaan-Nya dan hal-hal yang menjauhkan diri mereka dari rida-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. (Al-Baqarah: 278)
Yakni takutlah kalian kepada-Nya dan ingatlah selalu bahwa kalian selalu berada di dalam pengawasan-Nya dalam semua perbuatan kalian.
وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا
dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut). (Al-Baqarah: 278)
Maksudnya, tinggalkanlah harta kalian yang ada di tangan orang lain berupa lebihan dari pokoknya sesudah adanya peringatan ini.
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
jika kalian orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 278)
Yaitu jika kalian beriman kepada apa yang disyariatkan oleh Allah buat kalian, yaitu penghalalan jual beli dan pengharaman riba, serta lain-lainnya.
Zaid ibnu Aslam dan Ibnu Juraij, Muqatil ibnu Hayyan, serta As-Saddi telah mengatakan bahwa konteks ini diturunkan berkenaan dengan Bani Amr ibnu Umair dari kalangan Bani Saqif, dan Banil Mugirah dari kalangan Bani Makhzum; di antara mereka terjadi transaksi riba di masa Jahiliah. Ketika Islam datang, lalu mereka memeluknya, maka Bani Saqif melakukan tagihannya kepada Bani Mugirah, yaitu meminta lebihan dari pokok harta mereka (bunganya). Maka orang-orang Bani Mugirah mengadakan musyawarah, akhirnya mereka memutuskan bahwa mereka tidak akan membayar riba (bunga) itu dalam Islam, sebab usaha mereka telah Islam. Lalu Attab ibnu Usaid yang menjadi Naib Mekah berkirim surat kepada Rasulullah Saw., menanyakan masalah tersebut, lalu turunlah ayat ini. Jawaban dari Rasulullah Saw. kepada Usaid berisikan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. (Al-Baqarah: 278-279) Maka mereka mengatakan, "Kami bertobat kepada Allah dan kami tinggalkan semua sisa riba." Lalu mereka meninggalkan perbuatan riba mereka. Ayat ini merupakan ancaman yang keras dan peringatan yang tegas terhadap orang-orang yang masih menetapi perbuatan riba sesudah adanya peringatan.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa sahabat Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka hendaklah diketahui oleh mereka adanya perang. (Al-Baqarah: 279); Yakni hendaklah mereka mengetahui bahwa Allah dan Rasul-Nya memerangi mereka.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan melalui riwayat Rabiah ibnu Ummu Kalsum, dari ayahnya, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dikatakan kepada orang yang memakan riba kelak di hari kiamat, "Ambillah senjatamu untuk berperang." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. (Al-Baqarah: 279)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. (Al-Baqarah: 279) Bahwa barang siapa yang masih tetap menjalankan riba dan tidak mau menanggalkannya, maka sudah merupakan kewajiban bagi Imam kaum muslim untuk memerintahkan bertobat kepadanya. Jika ia mau bertobat, maka bebaslah ia; tetapi jika masih tetap, maka lehernya dipukul (yakni dipancung).
Ibnu Abu Hatim (yaitu Ali ibnul Husain) meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hasan, dari Al-Hasan dan Ibnu Sirin, bahwa keduanya pernah mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya bankir-bankir itu benar-benar orang-orang yang memakan riba. Sesungguhnya mereka telah mempermaklumatkan perang kepada Allah dan Rasul-Nya. Seandainya orang-orang dipimpin oleh seorang imam yang adil, niscaya imam diwajibkan memerintahkan mereka untuk bertobat. Jika mereka mau bertobat, maka bebaslah mereka; tetapi jika mereka tetap melakukan perbuatan riba, maka dipermaklumatkan perang terhadap mereka.
Qatadah mengatakan bahwa Allah mengancam mereka untuk berperang seperti yang telah mereka dengar, dan Allah menjadikan mereka boleh diperangi di mana pun mereka berada. Maka jangan sekali-kali melakukan transaksi riba ini, karena sesungguhnya Allah telah meluaskan usaha yang halal dan menilainya baik. Karena itu, janganlah sekali-kali kalian menyimpang dan berbuat durhaka kepada Allah Swt. karena takut jatuh miskin. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Allah mengancam orang yang memakan riba dengan perang. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
As-Suhaili mengatakan, "Oleh karena itulah Siti Aisyah mengatakan kepada Ummu Mahbah —budak perempuan Zaid ibnu Arqam yang telah dimerdekakan (oleh anaknya)— dalam masalah riba ainiyyah, 'Sampaikanlah kepadanya bahwa jihadnya bersama Rasulullah Saw. telah dihapus (pahalanya) kecuali jika ia bertobat'."  Penyebutan jihad dalam asar ini merupakan suatu prioritas, mengingat ia adalah lawan kata dari makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. (Al-Baqarah: 279)
Ar-Rabi'   ibnu   Anas   mengatakan   bahwa   pengertian   ini   banyak dikatakan oleh kalangan ulama. Ia mengatakan pula bahwa tetapi sanad asar ini sampai kepada Siti Aisyah berpredikat daif.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُسُ أَمْوالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Dan jika kalian bertobat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Al-Baqarah: 279)
Maksudnya, kalian tidak menganiaya orang lain karena mengambil bunga darinya, dan tidak pula dianiaya karena harta pokok kalian dikembalikan tanpa ada tambahan atau pengurangan, melainkan sesuai dengan apa adanya.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِشْكَابٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ شَيْبَانَ، عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ الْبَارِقِيِّ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَقَالَ: "أَلَا إِنَّ كُلَّ رِبًا كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ عَنْكُمْ كُلُّهُ، لَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ، وَأَوَّلُ رِبًا مَوْضُوعٍ رِبَا الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، مَوْضُوعٌ كُلُّهُ" كَذَا وَجَدْتُهُ: سُلَيْمَانَ بْنَ الْأَحْوَصِ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Husain ibnu Asykab, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Syaiban, dari Syabib ibnu Garqadah Al-Mubariqi, dari Sulaiman ibnu Amr ibnul Ahwas, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. dalam khotbah haji wada'-nya mengatakan: Ingatlah, sesungguhnya semua riba Jahiliah dihapus dari kalian. Kalian hanyalah pokok dari harta kalian, kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya, dan pertama riba yang dihapus ialah riba Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib, dihapus seluruhnya. Demikianlah  menurut  apa  yang  ditemukan  oleh  Sulaiman  ibnul Ahwas.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا الشَّافِعِيُّ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ الْمُثَنَّى، أَخْبَرَنَا مُسَدَّدٌ، أَخْبَرَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، حَدَّثَنَا شَبِيبُ بْنُ غَرْقَدَةَ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم يقول: "أَلَا إِنَّ كُلَّ رِبًا مِنْ رِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ، فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asy-Syafii, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, telah menceritakan kepada kami Syabib ibnu Garqadah, dari Sulaiman ibnu Amr, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya semua riba Jahiliah dihapus. Maka bagi kalian hanyalah pokok dari harta kalian, kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.
Hal yang sama diriwayatkan melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Hamzah Ar-Raqqasyi, dari Amr (yakni Ibnu Kharijah), lalu ia menuturkan hadis ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ كانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah masa tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. (Al-Baqarah: 280)
Allah Swt. memerintahkan untuk bersabar dalam menghadapi orang yang berutang yang dalam kesulitan tidak mempunyai apa yang akan dibayarkannya buat menutupi utangnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. (Al-Baqarah: 280)
Tidak seperti apa yang dilakukan di masa Jahiliah, seseorang di antara mereka berkata kepada orang yang berutang kepadanya, "Jika masa pelunasan utangmu telah tiba, maka adakalanya kamu melunasinya atau kamu menambahkan bunganya."
Kemudian Allah menganjurkan untuk menghapuskan sebagian dari utang itu, dan menilainya sebagai perbuatan yang baik dan berpahala berlimpah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. (Al-Baqarah: 280).
Artinya, jika kalian menghapuskan semua pokoknya dari tanggungan si pengutang, maka hal itu lebih baik bagi kalian.
Banyak hadis yang menerangkan keutamaan menghapus utang ini yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Nabi Saw.
Hadis pertama diriwayatkan dari Abu Umamah, yaitu As'ad ibnu Zurarah.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ شُعَيْبٍ الرَّجَّانِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَكِيمٍ الْمُقَوِّمُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ الْبُرْسَانِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، فَلْيُيَسِّر عَلَى مُعْسِرٍ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Syu'aib Al-Murjani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hakim Al-Muqawwim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakr Al-Bursani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Ubaidillah, dari Abu Umamah (yaitu As'ad ibnu Zurarah), bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang ingin mendapat naungan dari Allah pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, maka hendaklah ia memberikan kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan atau memaafkan utangnya.
Hadis lain diriwayatkan dari Buraidah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حدثنا محمد بْنُ جُحَادَةَ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلُهُ صَدَقَةٌ ". قَالَ: ثُمَّ سَمِعْتُهُ يَقُولُ: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَاهُ صَدَقَةٌ". قُلْتُ: سَمِعْتُكَ -يَا رَسُولَ اللَّهِ -تَقُولُ: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلُهُ صَدَقَةٌ". ثُمَّ سَمِعْتُكَ تَقُولُ: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَاهُ صَدَقَةٌ"؟! قَالَ: "لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلُهُ صَدَقَةٌ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ، فَإِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَأَنْظَرَهُ، فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَاهُ صَدَقَةٌ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah mencerftakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Juhadah, dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa ia' pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:  Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesulitan, maka baginya untuk setiap harinya pahala sedekah yang semisal dengan piutangnya. Kemudian Buraidah menceritakan pula bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: "Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang sedang kesulitan, maka baginya pahala sedekah yang semisal dengan piutangnya  untuk setiap  harinya."   Aku  berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah mendengarmu mengatakan, 'Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesulitan, maka baginya pahala sedekah yang semisal dengan piutangnya untuk setiap harinya.' Kemudian aku pernah mendengarmu bersabda, 'Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang dalam kesulitan, maka baginya pahala dua kali lipat sedekah piutangnya untuk setiap harinya'." Beliau Saw. bersabda,  "Baginya pahala sedekah sebesar piutangnya untuk setiap harinya sebelum tiba masa pelunasannya. Dan apabila masa pelunasannya tiba, lalu ia menangguhkannya, maka baginya untuk setiap hari pahala dua kali lipat sedekah piutangnya."
Hadis lain diriwayatkan dari Abu Qatadah, yaitu Al-Haris ibnu Rab'i Al-Ansari.
قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الْخَطْمِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ: أَنَّ أَبَا قَتَادَةَ كَانَ لَهُ دَيْنٌ عَلَى رَجُلٍ، وَكَانَ يَأْتِيهِ يَتَقَاضَاهُ، فَيَخْتَبِئُ مِنْهُ، فَجَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ فَخَرَجَ صَبِيٌّ فَسَأَلَهُ عَنْهُ، فَقَالَ: نَعَمْ، هُوَ فِي الْبَيْتِ يَأْكُلُ خَزِيرَةً فَنَادَاهُ: يَا فُلَانُ، اخْرُجْ، فَقَدْ أُخْبِرْتُ أَنَّكَ هَاهُنَا فَخَرَجَ إِلَيْهِ، فَقَالَ: مَا يُغَيِّبُكَ عَنِّي؟ فَقَالَ: إِنِّي مُعْسِرٌ، وَلَيْسَ عِنْدِي. قَالَ: آللَّهَ إِنَّكَ مُعْسِرٌ؟ قَالَ: نَعَمْ. فَبَكَى أَبُو قَتَادَةَ، ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ -أَوْ مَحَا عَنْهُ -كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Al-Khatmi, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, bahwa Abu Qatadah mempunyai piutang pada seorang lelaki, dan setiap kali ia datang untuk menagih kepada lelaki itu, maka lelaki itu bersembunyi menghindar darinya. Maka pada suatu hari ia datang untuk menagih, lalu dari rumah lelaki itu keluar seorang anak kecil. Abu Qatadah menanyakan kepada anak itu tentang lelaki tersebut. Si anak menjawab, "Ya, dia berada di dalam rumah sedang makan ubi (makanan orang miskin)." Lalu Abu Qatadah menyerunya, "Hai Fulan, keluarlah, sesungguhnya aku telah tahu bahwa kamu berada di dalam rumah." Maka lelaki itu keluar, dan Abu Qatadah bertanya, "Mengapa engkau selalu menghindar dariku?" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya aku dalam kesulitan dan aku tidak memiliki sesuatu pun (untuk melunasi utangmu)." Abu Qatadah berkata, "Beranikah kamu bersumpah dengan nama Allah bahwa kamu benar-benar dalam kesukaran?" Ia menjawab, "Ya." Maka Abu Qatadah menangis, kemudian berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang memberikan kelapangan kepada orang yang berutang kepadanya atau menghapuskannya, maka dia berada di bawah naungan Arasy kelak pada hari kiamat. (Riwayat Imam Muslim di dalam kitab sahihnya)
Hadis lain diriwayatkan dari Huzaifah Ibnul Yaman.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا الْأَخْنَسُ أَحْمَدُ بْنُ عِمْرَانَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، حَدَّثَنَا أَبُو مَالِكٍ الْأَشْجَعِيُّ، عَنْ رِبْعي بْنِ حِرَاشٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَى اللَّهُ بِعَبْدٍ مِنْ عَبِيدِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالَ: مَاذَا عَمِلْتَ لِي فِي الدُّنْيَا؟ فَقَالَ: مَا عَمِلْتُ لَكَ يَا رَبِّ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي الدُّنْيَا أَرْجُوكَ بِهَا، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، قَالَ الْعَبْدُ عِنْدَ آخِرِهَا: يَا رَبِّ، إِنَّكَ أَعْطَيْتَنِي فَضْلَ مَالٍ، وَكُنْتُ رَجُلًا أُبَايِعُ النَّاسَ وَكَانَ مِنْ خُلُقِي الْجَوَازُ، فَكُنْتُ أُيَسِّرُ عَلَى الْمُوسِرِ، وَأُنْظِرُ الْمُعْسِرَ. قَالَ: فَيَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا أَحَقُّ مَنْ يُيَسِّرُ، ادْخُلِ الْجَنَّةَ".
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Akhnas (yaitu Ahmad ibnu Imran), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Abu Malik Al-Asyja'i, dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Dihadapkan kepada Allah seorang hamba di antara hamba-hamba-Nya di hari kiamat, lalu Allah bertanya, "Apakah yang telah engkau amalkan untuk-Ku ketika di dunia?" Ia menjawab, "Aku tidak pernah beramal barang seberat zarrah pun untuk-Mu, wahai Tuhanku, ketika aku di dunia. Maka kumohon Engkau memaafkannya." Hal ini dikatakan oleh si hamba sebanyak tiga kali. Dan pada kalimat terakhirnya si hamba mengatakan, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku harta yang berlimpah, dan aku adalah seorang lelaki yang biasa bermuamalah dengan orang banyak. Dan termasuk kebiasaanku ialah memaafkan; aku biasa memaafkan orang yang dalam kesukaran, dan biasa memberi masa tangguh terhadap orang yang dalam kesulitan." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Allah Swt. berfirman, "Aku lebih berhak untuk memberikan kemudahan, sekarang masuklah engkau ke surga."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah. Sedangkan Imam Muslim menambahkan, dan dari Uqbah ibnu Amir serta Abu Mas'ud Al-Badri, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ: تَجَاوَزُوا عَنْهُ، لَعَلَّ اللَّهَ يَتَجَاوَزُ عَنَّا، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ".
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah, bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ada seorang pedagang yang biasa memberikan utang kepada orang-orang. Apabila ia melihat pengutang yang dalam kesulitan, maka ia berkata kepada pesuruh-pesuruhnya, "Maafkanlah dia, mudah-mudahan Allah memaafkan kita." Maka Allah membalas memaafkannya.
Hadis lain diriwayatkan dari Sahl ibnu Hanif.
قَالَ الْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ: حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى، حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ ثَابِتٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، أَنَّ سَهْلًا حَدَّثَهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قَالَ: "مَنْ أَعَانَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ غَازِيًا، أَوْ غَارِمًا فِي عُسْرَتِهِ، أَوْ مكاتبًا في رَقَبَتِهِ، أَظَلَّهُ اللَّهُ  يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ" ثُمَّ قَالَ: صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ.
Imam Hakim mengatakan di dalam kitab Mustadrak-nya, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah (yaitu Muhammad ibnu Ya'qub), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abul Walid (yaitu Hisyam ibnu Abdul Malik), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Uqail, dari Abdullah ibnu Sahl ibnu Hanif; Sahl pernah menceritakan hadis kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membantu orang yang berjihad di jalan Allah, atau orang yang berperang, atau orang yang berutang dalam kesulitannya, atau budak mukatab yang masih dalam ikatan perbudakannya, niscaya Allah akan menaunginya pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hadis lain diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ زَيْدٍ الْعَمِّيِّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَرَادَ أَنْ تُسْتَجَابَ دَعْوَتُهُ، وَأَنْ تُكْشَفَ كُرْبَتُهُ، فَلْيُفَرِّجْ عَنْ مُعْسِرٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, dari Yusuf ibnu Suhaib, dari Zaid Al-Ama, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang ingin diperkenankan doanya dan dilenyapkan kesusahannya, maka hendaklah ia membebaskan orang yang dalam kesulitan.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
Hadis lain diriwayatkan dari Abu Mas'ud, yaitu Uqbah ibnu Amr.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Abu Malik, dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah, bahwa seorang lelaki dihadapkan kepada Allah Swt., lalu Allah berfirman, "Apakah yang telah engkau amalkan di dunia?" Lelaki itu menjawab, "Aku tidak pernah beramal kebaikan barang seberat zarrah pun." Kalimat ini diucapkannya sebanyak tiga kali, setelah ketiga kalinya, si lelaki itu berkata, "Sesungguhnya aku telah diberi anugerah harta yang berlimpah oleh-Mu ketika di dunia, dan aku biasa melakukan jual beli dengan orang banyak. Aku selalu memberikan kemudahan kepada orang yang mampu dan biasa memberikan masa tangguh kepada orang yang kesulitan." Maka Allah Swt. berfirman: Kami lebih berhak untuk melakukan hal itu daripada kamu, maafkanlah hamba-Ku ini oleh kalian. Maka diberikan ampunan baginya. Abu Mas'ud mengatakan, "Demikianlah yang aku dengar dari Nabi Saw."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Abu Malik, yaitu Sa'd ibnu Tariq, dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imran ibnu Husain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي دَاوُدَ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ كَانَ لَهُ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَخَّرَهُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Al-A'masy, dari Abu Daud, dari Imran ibnu Husain yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mempunyai suatu hak atas seorang lelaki, lalu ia menangguhkannya, maka baginya pahala sedekah untuk setiap hari (penangguhan)nya.
Bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib. Dalam pembahasan yang lalu disebutkan hal yang semisal dari Buraidah.
Hadis lain diriwayatkan dari Abul Yusr, yaitu Ka'b ibnu Amr.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ رِبْعِيٍّ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو الْيَسَرِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Zaidah, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Rab'i yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Yusr, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesulitan atau memaafkan (utang)nya, kelak Allah Swt. akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya.
Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur yang lain, dari hadis Abbad ibnul Walid ibnu Ubadah ibnus Samit yang menceritakan, "Aku dan ayahku berangkat keluar untuk menuntut ilmu di kalangan kaum Ansar sebelum mereka tiada. Maka orang yang mula-mula kami jumpai adalah Abul Yusr, sahabat Rasulullah Saw. Ia ditemani oleh seorang pelayannya yang membawa seikat lontar catatan. Abul Yusr saat itu memakai baju burdah mu'afiri, dan pelayannya memakai pakaian yang sama. Lalu ayahku berkata kepada Abul Yusr, 'Wahai pamanku, sesungguhnya aku melihat roman wajahmu terdapat tanda-tanda kemarahan.' Ia menjawab, 'Memang benar, aku mempunyai sejumlah piutang pada si Fulan bin Fulan yang dikenal sebagai ahli memanah. Lalu aku datang kepada keluarganya dan aku bertanya, apakah dia ada di tempat. Keluarganya menjawab bahwa ia tidak ada. Lalu keluar dari rumahnya seorang anaknya yang masih kecil, maka kutanyakan kepadanya, 'Di manakah ayahmu?' Ia menjawab, 'Ia mendengar suaramu, lalu ia memasuki kamar ibuku.' Maka aku berkata, 'Keluarlah kamu untuk menemuiku, sekarang aku telah mengetahui di mana kamu berada.' Maka ia keluar, dan aku bertanya kepadanya, 'Mengapa engkau selalu menghindar dariku dan bersembunyi?' Ia menjawab, 'Demi Allah, aku akan berbicara kepadamu dan tidak akan berdusta. Aku takut, demi Allah, berbicara kepadamu, lalu aku berdusta atau aku menjanjikan kepadamu, lalu aku mengingkarinya, sedangkan aku adalah seorang sahabat Rasulullah Saw. Demi Allah, sekarang aku sedang dalam kesusahan.' Aku berkata, 'Maukah engkau bersumpah kepada Allah?' Ia menjawab, 'Demi Allah.' Kemudian ia mengambil lontarnya, dan menghapusnya dengan tangannya, lalu ia berkata, 'Jika engkau telah punya, maka bayarlah kepadaku; dan jika kamu masih juga tidak punya, maka engkau kubebaskan dari utangmu.' Abul Yusr melakukan demikian karena ia pernah menyaksikan dan melihat dengan kedua matanya —seraya mengisyaratkan kedua telunjuknya kepada kedua matanya sendiri— dan ia pernah mendengar dengan kedua telinganya, serta hatinya telah menghafalnya dengan baik —seraya mengisyaratkan ke arah ulu hatinya— bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا، أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ"
Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesusahan atau memaafkan (utang)nya, niscaya Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya. Lalu Abul Yusr menuturkan hadis ini hingga selesai."
Hadis lain diriwayatkan dari Amirul Mukminin Usman ibnu Affan.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ [فِي مُسْنَدِ أَبِيهِ] حَدَّثَنِي أَبُو يَحْيَى الْبَزَّازُ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ بِشْرِ بْنِ سَلْمٍ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْفَضْلِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ هِشَامِ بْنِ زِيَادٍ الْقُرَشِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مِحْجَنٍ مَوْلَى عُثْمَانَ، عَنْ عُثْمَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: "أَظَلَّ اللَّهُ عَيْنًا فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا، أَوْ تَرَكَ لِغَارِمٍ"
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Yahya Al-Bazzar (yaitu Muhammad ibnu Abdur Rahman), telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Usaid ibnu Salim Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl Al-Ansari, dari Hisyam ibnu Ziyad Al-Qurasyi, dari ayahnya, dari Mihjan maula Usman, dari Usman r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Allah memberikan naungan kepada seseorang di bawah naungan-Nya pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu orang yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesusahan atau memaafkan orang yang berutang (kepadanya).
Hadis lain diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا نُوحُ بْنُ جَعْوَنَةَ السُّلَمِيُّ الْخُرَاسَانِيُّ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّانَ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ، وَهُوَ يَقُولُ بِيَدِهِ هَكَذَا -وَأَوْمَأَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بِيَدِهِ إِلَى الْأَرْضِ-: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ، وَقَاهُ اللَّهُ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ، أَلَا إِنَّ عَمَلَ الْجَنَّةِ حَزْنٌ بِرَبْوَةٍ -ثَلَاثًا -أَلَا إِنَّ عَمَلَ النَّارِ سَهْلٌ بِسَهْوَةٍ، وَالسَّعِيدُ مَنْ وُقِيَ الْفِتَنَ، وَمَا مِنْ جَرْعَةٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ جَرْعَةِ غَيْظٍ يَكْظِمُهَا عَبْدٌ، مَا كَظَمَهَا عَبْدٌ لِلَّهِ إِلَّا مَلَأَ اللَّهُ جَوْفَهُ إِيمَانًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Ja'unah As-Sulami Al-Khurrasani, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar menuju masjid seraya bersabda dan mengisyaratkan tangannya seperti ini —lalu Abu Abdur Rahman mengisahkan hadis ini seraya mengisyaratkan tangannya ke tanah: Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesusahan atau memaafkan (utang)nya, maka Allah akan memeliharanya dari panas neraka Jahannam. Ingatlah, sesungguhnya amal surgawi itu (bagaikan mendaki) bukit yang terjal lagi tajam, diulangnya tiga kali; ingatlah, sesungguhnya amal neraka itu (bagaikan menempuh) dataran di atas batu besar. Orang yang berbahagia ialah orang yang dihindarkan dari berbagai fitnah; tiada suatu tegukan pun yang lebih disukai oleh Allah selain dari mereguk kemarahan yang dilakukan oleh seorang hamba. Tidak sekali-kali seorang hamba Allah menahan kemarahannya, melainkan Allah memenuhi rongganya dengan iman.
Hadis ini termasuk yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Tabrani.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ البُورَاني قَاضِي الحَدِيَثة مِنْ دِيَارِ رَبِيعَةَ، حَدَّثَنَا الحُسَين بْنُ عَلِيٍّ الصُّدَائي، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ الْجَارُودِ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي الْمُتَّئِدِ -خَالُ ابْنِ عُيَيْنَةَ -عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا إِلَى مَيْسَرَتِهِ أَنْظَرَهُ اللَّهُ بِذَنْبِهِ إِلَى تَوْبَتِهِ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad Al-Baurani Kadi Hudaibiyyah, tempat Bani Rabi'ah; telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali As-Sada-i, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam Ibnul Jarud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abul Muttaidkhal ibnu Uyaynah, dari ayahnya, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesulitan sampai masa kelapangannya, niscaya Allah akan menangguhkan dosa-dosanya sampai ia bertobat.
*******************
Kemudian Allah memberikan wejangan kepada hamba-hamba-Nya dan mengingatkan mereka akan lenyapnya dunia ini dan semua yang ada padanya berupa harta benda dan lain-lainnya pasti lenyap. Sesudah itu mereka datang ke alam ukhrawi dan kembali kepada-Nya, lalu Allah melakukan perhitungan hisab kepada semua makhluk-Nya atas semua amal perbuatan yang telah mereka lakukan selama di dunia, kemudian Allah memberikan balasan-Nya kepada mereka sesuai dengan amal baik dan amal buruk mereka. Allah memperingat-kan mereka akan siksaan-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ
Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakan, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya. (Al-Baqarah: 281)
Telah diriwayatkan bahwa ayat ini merupakan ayat Al-Qur'an yang paling akhir diturunkan.
Ibnu Luhaiah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa ayat Al-Qur'an yang paling akhir diturunkan di antara semuanya ialah firman Allah Swt.: Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya. (Al-Baqarah: 281).  Nabi Saw. hidup selama sembilan malam sesudah ayat ini diturunkan, kemudian beliau wafat pada hari Senin, tanggal dua, bulan Rabi'ul Awwal. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula melalui hadis Al-Mas'udi, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa akhir ayat Al-Qur'an dalam penurunannya ialah firman Allah Swt.: Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. (Al-Baqarah: 281)
Imam Nasai meriwayatkan melalui hadis Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an yang paling akhir turunnya ialah firman Allah Swt.: Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna ter-hadap apa yang telah dikerjakan, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya. (Al-Baqarah: 281)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ad-Dahhak dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.
As-Sauri meriwayatkan dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an yang paling akhir turunnya ialah firman Allah Swt.: Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. (Al-Baqarah: 281) Tersebutlah bahwa antara turunnya ayat ini dan wafat Nabi Saw. terhadap tenggang masa selama tiga puluh satu hari.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang paling akhir diturunkan ialah firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. (Al-Baqarah: 281), hingga akhir ayat.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa mereka (para sahabat) mengatakan, "Sesungguhnya usia Nabi Saw. sesudah ayat ini diturunkan tinggal sembilan hari lagi; ayat diturunkan pada hari Sabtu, dan beliau Saw. wafat pada hari Senin."
Ibnu Jarir dan Ibnu Atiyyah meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa ayat yang paling akhir diturunkan adalah firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya. (Al-Baqarah: 281)

Al-Baqarah, ayat 282

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (282) }
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara kalian). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridai, supaya jika seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kalian jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan kesaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian. (Tulislah muamalah kalian itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara kalian; maka tak ada dosa bagi kalian, (jika) kalian tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kalian berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kalian lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada diri kalian. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajar kalian; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat yang mulia ini merupakan ayat yang terpanjang di dalam Al-Qur'an.
Imam Abu Jafar ibnu jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab yang menceritakan bahwa telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayyab, telah sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur'an yang menceritakan peristiwa yang terjadi di Arasy adalah ayat dain (utang piutang).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مِهْران، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ آيَةُ الدَّيْنِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ جَحَدَ آدَمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَنَّ اللَّهَ لَمَّا خَلَقَ آدَمَ، مَسَحَ ظَهْرَهُ فأخرِج مِنْهُ مَا هُوَ ذَارِئٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَجَعَلَ يَعْرِضُ ذُرِّيَّتَهُ عَلَيْهِ، فَرَأَى فِيهِمْ رَجُلًا يَزْهر، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَذَا؟ قَالَ: هُوَ ابْنُكَ دَاوُدُ. قَالَ: أَيْ رَبِّ، كَمْ عُمُرُهُ؟ قَالَ: سِتُّونَ عَامًا، قَالَ: رَبِّ زِدْ فِي عُمُرِهِ. قَالَ: لَا إِلَّا أَنْ أَزِيدَهُ مِنْ عُمُرِكَ. وَكَانَ عُمُرُ آدَمَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَزَادَهُ أَرْبَعِينَ عَامًا، فَكَتَبَ عَلَيْهِ بِذَلِكَ كِتَابًا وَأَشْهَدَ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةَ، فَلَمَّا احتُضر آدَمُ وَأَتَتْهُ الْمَلَائِكَةُ قَالَ: إِنَّهُ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمُرِي أَرْبَعُونَ عَامًا، فَقِيلَ لَهُ: إِنَّكَ قَدْ وَهَبْتَهَا لِابْنِكَ دَاوُدَ. قَالَ: مَا فَعَلْتُ. فَأَبْرَزَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْكِتَابَ، وَأَشْهَدَ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةَ".
وَحَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، فَذَكَرَهُ، وَزَادَ فِيهِ: "فَأَتَمَّهَا اللَّهُ لِدَاوُدَ مِائَةً، وَأَتَمَّهَا لِآدَمَ أَلْفَ سَنَةٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa tatkala ayat mengenai utang piutang diturunkan, Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang yang mula-mula berbuat ingkar adalah Adam a.s. Bahwa setelah Allah menciptakan Adam, lalu Allah mengusap punggung Adam, dan dikeluarkan dari punggungnya itu semua keturunannya hingga hari kiamat, semua keturunannya ditampilkan kepadanya. Lalu Adam melihat di antara mereka seorang lelaki yang kelihatan cemerlang. Maka Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah orang ini?" Allah menjawab, "Dia adalah anakmu Daud." Adam berkata, "Wahai Tuhanku, berapakah umurnya?" Allah menjawab, "Enam puluh tahun." Adam berkata, "Wahai Tuhanku, tambahlah usianya.” Allah berfirman, "Tidak dapat, kecuali jika Aku menambahkannya dari usiamu." Dan tersebutlah bahwa usia Adam (ditakdirkan) selama seribu tahun. Maka Allah menambahkan kepada Daud empat puluh tahun (diambil dari usia Adam). Lalu Allah mencatatkan hal tersebut ke dalam suatu catatan dan dipersaksikan oleh para malaikat. Ketika Adam menjelang wafat dan para malaikat datang kepadanya, maka Adam berkata, "Sesungguhnya masih tersisa usiaku selama empat puluh tahun.” Lalu dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Adam menyangkal, "Aku tidak pernah melakukannya.” Maka Allah menampakkan kepadanya catatan itu dan para malaikat mempersaksikannya. Telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir ibnu Hammad ibnu Salamah, lalu ia menyebutkan hadis ini, tetapi di dalamnya ditambahkan seperti berikut: Maka Allah menggenapkan usia Daud menjadi seratus tahun, dan menggenapkan bagi Adam usia seribu tahun.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Yusuf ibnu Abu Habib, dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Hammad ibnu Salamah. Hadis ini garib sekali. Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an hadis-hadisnya berpredikat munkar (tidak dapat diterima).
Tetapi hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya dengan lafaz yang semisal dari hadis Al-Haris ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Wisab, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah. Juga dari riwayat Abu Daud ibnu Abu Hind, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Hurairah; serta dari jalur Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah; juga dari hadis Tammam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Lalu Imam Hakim menuturkan hadis yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا تَدايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282)
Hal ini merupakan petunjuk dari Allah Swt. buat hamba-hamba-Nya yang mukmin apabila mereka mengadakan muamalah secara tidak tunai, yaitu hendaklah mereka mencatatkannya; karena catatan itu lebih memelihara jumlah barang dan masa pembayarannya serta lebih tegas bagi orang yang menyaksikannya. Hikmah ini disebutkan dengan jelas dalam akhir ayat, yaitu melalui firman-Nya:
{ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا}
Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan kesaksian dan lebih dekat kepada tidak' (menimbulkan) keraguan kalian. (Al-Baqarah: 282)
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan transaksi salam yang dibatasi dengan waktu tertentu.
Qatadah meriwayatkan dari Abu Hassan Al-A:raj, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Aku bersaksi bahwa utang yang dalam tanggungan sampai dengan batas waktu yang tertentu merupakan hal yang dihalalkan dan diizinkan oleh Allah pemberlakuannya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan. (Al-Baqarah: 282)
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari. Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Abdullah ibnu Kasir, dari Abul Minhal, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, para penduduknya telah terbiasa saling mengutangkan buah-buahan untuk masa satu tahun, dua tahun, sampai tiga tahun. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
«مَنْ أَسْلَفَ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ، وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ، إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ»
Barang siapa yang berutang, maka hendaklah ia berutang dalam takaran yang telah dimaklumi dan dalam timbangan yang telah dimaklumi untuk waktu yang ditentukan.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَاكْتُبُوهُ
hendaklah kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282)
Melalui ayat ini Allah memerintahkan adanya catatan untuk memperkuat dan memelihara. Apabila timbul suatu pertanyaan bahwa telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ»
Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi (buta huruf), kami tidak dapat menulis dan tidak pula menghitung.
Maka bagaimanakah menggabungkan pengertian antara hadis ini dan perintah mengadakan tulisan (catatan)?
Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa utang piutang itu bila dipandang dari segi hakikatnya memang tidak memerlukan catatan pada asalnya. Dikatakan demikian karena Kitabullah telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafal manusia; demikian pula sunnah-sunnah, semuanya dihafal dari Rasulullah Saw. Hal yang diperintahkan oleh Allah untuk dicatat hanyalah masalah-masalah rinci yang biasa terjadi di antara manusia. Maka mereka diperintahkan untuk melakukan hal tersebut dengan perintah yang mengandung arti petunjuk, bukan perintah yang berarti wajib seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama.
Ibnu Juraij mengatakan, "Barang siapa yang melakukan transaksi utang piutang, hendaklah ia mencatatnya; dan barang siapa yang melakukan jual beli, hendaklah ia mengadakan persaksian.
Qatadah mengatakan, disebutkan kepada kami bahwa Abu Sulaiman Al-Mur'isyi (salah seorang yang berguru kepada Ka'b) mengatakan kepada teman-teman (murid-murid)nya, "Tahukah kalian tentang seorang yang teraniaya yang berdoa kepada Tuhannya, tetapi doanya tidak dikabulkan?" Mereka menjawab, "Mengapa bisa demikian?" Abu Sulaiman berkata, "Dia adalah seorang lelaki yang menjual suatu barang untuk waktu tertentu, tetapi ia tidak memakai saksi dan tidak pula mencatatnya. Ketika tiba masa pembayarannya, ternyata si pembeli mengingkarinya. Lalu ia berdoa kepada Tuhannya, tetapi doanya tidak dikabulkan. Demikian itu karena dia telah berbuat durhaka kepada Tuhannya (tidak menuruti perintah-Nya yang menganjurkannya untuk mencatat atau mempersaksikan hal itu)."
Abu Sa'id, Asy-Sya'bi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya mengatakan bahwa pada mulanya hal ini (menulis utang piutang dan jual beli) hukumnya wajib, kemudian di-mansukh oleh firman-Nya:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمانَتَهُ
Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya). (Al-Baqarah: 283)
Dalil lain yang memperkuat hal ini ialah sebuah hadis yang menceritakan tentang syariat umat sebelum kita, tetapi diakui oleh syariat kita serta tidak diingkari, yang isinya menceritakan tiada kewajiban untuk menulis dan mengadakan persaksian.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُز، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ "أَنَّ رَجُلًا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ سَأَلَ بَعْضَ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يُسْلفه أَلْفَ دِينَارٍ، فَقَالَ: ائْتِنِي بِشُهَدَاءَ أُشْهِدُهُمْ. قَالَ: كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. قَالَ: ائْتِنِي بِكَفِيلٍ. قَالَ: كَفَى بِاللَّهِ كَفِيلًا. قَالَ: صَدَقْتَ. فَدَفَعَهَا إِلَيْهِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى، فَخَرَجَ فِي الْبَحْرِ فَقَضَى حَاجَتَهُ، ثُمَّ الْتَمَسَ مَرْكَبًا يَقَدَمُ عَلَيْهِ لِلْأَجَلِ الَّذِي أجله، فلم يجد مركبا، فأخذ خشبة فنقرها فَأَدْخَلَ فِيهَا أَلْفَ دِينَارٍ وَصَحِيفَةً مَعَهَا إِلَى صَاحِبِهَا، ثُمَّ زَجج مَوْضِعَهَا، ثُمَّ أَتَى بِهَا الْبَحْرَ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنَّكَ قَدْ عَلِمْتَ أَنِّي اسْتَسْلَفْتُ فُلَانًا أَلْفَ دِينَارٍ، فَسَأَلَنِي كَفِيلًا فَقُلْتُ: كَفَى بِاللَّهِ كَفِيلًا. فَرَضِيَ بِذَلِكَ، وَسَأَلَنِي شَهِيدًا، فَقُلْتُ: كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. فَرَضِيَ بِذَلِكَ، وَإِنِّي قَدْ جَهِدْتُ أَنْ أَجِدَ مَرْكَبًا أَبْعَثُ بِهَا إِلَيْهِ بِالَّذِي أَعْطَانِي فَلَمْ أَجِدْ مَرْكَبًا، وَإِنِّي اسْتَوْدعْتُكَها. فَرَمَى بِهَا فِي الْبَحْرِ حَتَّى وَلَجَتْ فِيهِ، ثُمَّ انْصَرَفَ، وَهُوَ فِي ذَلِكَ يَطْلُبُ مَرْكَبًا إِلَى بَلَدِهِ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ أَسْلَفَهُ يَنْظُرُ لَعَلَّ مَرْكَبًا تَجِيئُهُ بِمَالِهِ، فَإِذَا بِالْخَشَبَةِ الَّتِي فِيهَا الْمَالُ، فَأَخَذَهَا لِأَهْلِهِ حَطَبًا فَلَمَّا كَسَرَهَا وَجَدَ الْمَالَ وَالصَّحِيفَةَ، ثُمَّ قَدِمَ الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ تَسَلف مِنْهُ، فَأَتَاهُ بِأَلْفِ دِينَارٍ وَقَالَ: وَاللَّهِ مَا زِلْتُ جَاهِدًا فِي طَلَبِ مَرْكَبٍ لِآتِيَكَ بِمَالِكَ فَمَا وَجَدْتُ مَرْكَبًا قَبْلَ الَّذِي أَتَيْتُ فِيهِ. قَالَ: هَلْ كُنْتَ بَعَثْتَ إِلَيَّ بِشَيْءٍ؟ قَالَ: أَلَمْ أُخْبِرْكَ أَنِّي لَمْ أَجِدْ مَرْكَبًا قَبْلَ هَذَا الَّذِي جِئْتُ فِيهِ؟ قَالَ: فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَدَّى عَنْكَ الَّذِي بَعَثْتَ بِهِ فِي الْخَشَبَةِ، فَانْصَرِفْ بِأَلْفِكَ رَاشِدًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang mengisahkan dalam sabdanya:  Bahwa (dahulu) ada seorang lelaki dan kalangan Bani Israil meminta kepada seseorang yang juga dari kalangan Bani Israil agar meminjaminya uang sebanyak seribu dinar. Maka pemilik uang berkata kepadanya, "Datangkanlah kepadaku para saksi agar transaksiku ini dipersaksikan oleh mereka." Ia menjawab, "Cukuplah Allah sebagai saksi." Pemilik uang berkata, "Datangkanlah kepadaku seorang yang menjaminmu." Ia menjawab, "Cukuplah Allah sebagai penjamin." Pemilik uang berkata, "Engkau benar." Lalu pemilik uang memberikan utang itu kepadanya untuk waktu yang ditentukan. Lalu ia berangkat memakai jalan laut (naik perahu). Setelah keperluannya selesai, lalu ia mencari perahu yang akan mengantarkannya ke tempat pemilik uang karena saat pelunasan utangnya hampir tiba. Akan tetapi, ia tidak menjumpai sebuah perahu pun. Akhirnya ia mengambil sebatang kayu, lalu melubangi tengahnya, kemudian uang seribu dinar itu dimasukkan ke dalam kayu itu berikut sepucuk surat buat alamat yang dituju. Lalu lubang itu ia sumbat rapat, kemudian ia datang ke tepi laut dan kayu itu ia lemparkan ke dalamnya seraya berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa aku pernah berutang kepada si Fulan sebanyak seribu dinar. Ketika ia meminta kepadaku seorang penjamin, maka kukatakan, 'Cukuplah Allah sebagai penjaminku,' dan ternyata ia rela dengan hal tersebut. Ia meminta saksi kepadaku, lalu kukatakan, 'Cukuplah Allah sebagai saksi,' dan ternyata ia rela dengan hal tersebut. Sesungguhnya aku telah berusaha keras untuk menemukan kendaraan (perahu) untuk mengirimkan ini kepada orang yang telah memberiku utang, tetapi aku tidak menemukan sebuah perahu pun. Sesungguhnya sekarang aku titipkan ini kepada Engkau." Lalu ia melemparkan kayu itu ke laut hingga tenggelam ke dalamnya. Sesudah itu ia berangkat dan tetap mencari kendaraan perahu untuk menuju ke negeri pemilik piutang. Lalu lelaki yang memberinya utang keluar dan melihat-lihat barangkali ada perahu yang tiba membawa uangnya. Ternyata yang ia jumpai adalah sebatang kayu tadi yang di dalamnya terdapat uang. Maka ia memungut kayu itu untuk keluarganya sebagai kayu bakar. Ketika ia membelah kayu itu, ternyata ia menemukan sejumlah harta dan sepucuk surat itu. Kemudian lelaki yang berutang kepadanya tiba, dan datang kepadanya dengan membawa uang sejumlah seribu dinar, lalu berkata, "Demi Allah, aku terus berusaha keras mencari perahu untuk sampai kepadamu dengan membawa uangmu, tetapi ternyata aku tidak dapat menemukan sebuah perahu pun sebelum aku tiba dengan perahu ini." Ia bertanya, "Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatu kepadaku?" Lelaki yang berutang balik bertanya, "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahwa aku tidak menemukan sebuah perahu pun sebelum perahu yang datang membawaku sekarang?" Ia berkata, "Sesungguhnya Allah telah membayarkan utangmu melalui apa yang engkau kirimkan di dalam kayu tersebut. Maka kembalilah kamu dengan seribu dinarmu itu dengan sadar."
Sanad hadis ini sahih, dan Imam Bukhari meriwayatkannya dalam tujuh tempat (dari kitabnya) melalui berbagai jalur yang sahih secara muallaq dan memakai sigat jazm (ungkapan yang tegas). Untuk itu ia mengatakan bahwa Lais ibnu Sa'id pernah meriwayatkan, lalu ia menuturkan hadis ini.
Menurut suatu pendapat, Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadis ini melalui Abdullah ibnu Saleh, juru tulis Al-Lais, dari Al-Lais.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كاتِبٌ بِالْعَدْلِ
Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menuliskannya dengan benar. (Al-Baqarah: 282)
Yakni secara adil dan benar. Dengan kata lain, tidak berat sebelah dalam tulisannya; tidak pula menuliskan, melainkan hanya apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, tanpa menambah atau menguranginya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا يَأْبَ كاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. (Al-Baqarah: 282)
Janganlah seorang yang pandai menulis menolak bila diminta untuk mencatatnya buat orang lain; tiada suatu hambatan pun baginya untuk melakukan hal ini. Sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya apa yang belum ia ketahui sebelumnya, maka hendaklah ia bersedekah kepada orang lain yang tidak pandai menulis, melalui tulisannya. Hendaklah ia menunaikan tugasnya itu dalam menulis, sesuai dengan apa yang disebutkan oleh sebuah hadis:
«إِنَّ مِنَ الصَّدَقَةِ أَنْ تُعِينَ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعَ لِأَخْرَقَ»
Sesungguhnya termasuk sedekah ialah bila kamu memberikan bantuan dalam bentuk jasa atau membantu orang yang bisu.
Dalam hadis yang lain disebutkan:
«مَنْ كَتَمَ عِلْمًا يَعْلَمُهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ»
Barang siapa yang menyembunyikan suatu pengetahuan yang dikuasainya, maka kelak di hari kiamat akan dicocok hidungnya dengan kendali berupa api neraka.
Mujahid dan Ata mengatakan, orang yang pandai menulis diwajibkan mengamalkan ilmunya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ
dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. (Al-Baqarah: 282)
Dengan kata lain, hendaklah orang yang berutang mengimlakan kepada si penulis tanggungan utang yang ada padanya, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam hal ini.
وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئاً
dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. (Al-Baqarah: 282)
Artinya, jangan sekali-kali ia menyembunyikan sesuatu dari utangnya.
فَإِنْ كانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهاً
Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya. (Al-Baqarah: 282)
Yang dimaksud dengan istilah safih ialah orang yang dilarang ber-tasarruf karena dikhawatirkan akan berbuat sia-sia atau lain sebagainya.
أَوْ ضَعِيفاً
atau lemah keadaannya. (Al-Baqarah: 282)
Yakni karena masih kecil atau berpenyakit gila.
أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ
atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan. (Al-Baqarah: 282)
Umpamanya karena bicaranya sulit atau ia tidak mengetahui mana yang seharusnya ia lakukan dan mana yang seharusnya tidak ia lakukan (tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang salah). Dalam keadaan seperti ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ}
maka   hendaklah   walinya   mengimlakan   dengan   jujur.   (Al-Baqarah: 282)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجالِكُمْ
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara kalian). (Al-Baqarah: 282)
Ayat ini memerintahkan mengadakan persaksian di samping tulisan untuk lebih memperkuat kepercayaan.
فَإِنْ لَمْ يَكُونا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتانِ
Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan. (Al-Baqarah: 282)
Hal ini berlaku hanya dalam masalah harta dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Sesungguhnya persaksian wanita diharuskan dua orang untuk menduduki tempat seorang lelaki, hanyalah karena akal wanita itu kurang. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرو، عَنِ المَقْبُري، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الِاسْتِغْفَارَ، فَإِنِّي رأيتكُن أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ"، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلة: وَمَا لَنَا -يَا رَسُولَ اللَّهِ -أَكْثَرُ أَهْلِ النَّارِ ؟ قَالَ: "تُكْثرْنَ اللَّعْنَ، وتكفُرْنَ الْعَشِيرَ، مَا رأيتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِذِي لُب مِنْكُنَّ". قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّينِ؟ قَالَ: "أَمَّا نُقْصَانُ عَقْلِهَا فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدل شَهَادَةَ رَجُلٍ، فَهَذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ، وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي لَا تُصَلِّي، وَتُفْطِرُ فِي رَمَضَانَ، فَهَذَا نُقْصَانُ الدين"
telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, dari Amr ibnu Abu Amr, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Hai semua kaum wanita, bersedekahlah dan banyaklah beristigfar, karena sesungguhnya aku melihat kalian adalah mayoritas penghuni neraka. Lalu ada salah seorang wanita dari mereka yang kritis bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa kami adalah kebanyakan penghuni neraka?" Nabi Saw. menjawab, "Kalian banyak melaknat dan ingkar kepada suami. Aku belum pernah melihat orang (wanita) yang lemah akal dan agamanya dapat mengalahkan orang (lelaki) yang berakal selain dari kalian." Wanita itu bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan lemah akal dan agamanya itu?" Nabi Saw. bersabda, "Adapun kelemahan akalnya ialah kesaksian dua orang wanita mengimbangi kesaksian seorang lelaki, inilah segi kelemahan akalnya. Dan ia diam selama beberapa malam tanpa salat serta berbuka dalam bulan Ramadan (karena haid), maka segi inilah kelemahan agamanya."
*******************
Firman Allah Swt.:
مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَداءِ
dari saksi-saksi yang kalian ridai. (Al-Baqarah: 282)
Di dalarn ayat ini terkandung makna yang menunjukkan adanya persyaratan adil bagi saksi. Makna ayat ini bersifat muqayyad (mengikat) yang dijadikan pegangan hukum oleh Imam Syafii dalam menangani semua kemutlakan di dalam Al-Qur'an yang menyangkut perintah mengadakan persaksian tanpa syarat. Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang menolak kesaksian seseorang yang tidak dikenal. Untuk itu ia mempersyaratkan, hendaknya seorang saksi itu haras adil lagi disetujui.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَنْ تَضِلَّ إِحْداهُما
Supaya jika seorang lupa. (Al-Baqarah: 282)
Yakni jika salah seorang dari kedua wanita itu lupa terhadap kesaksiannya,
فَتُذَكِّرَ إِحْداهُمَا الْأُخْرى
maka yang seorang lagi mengingatkannya. (Al-Baqarah: 282)
Maksudnya, orang yang lupa akan diingatkan oleh temannya terhadap kesaksian yang telah dikemukakannya. Berdasarkan pengertian inilah sejumlah ulama ada yang membacanya fatuzakkira dengan memakai tasydid. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa kesaksian seorang wanita yang dibarengi dengan seorang wanita lainnya, membuat kesaksiannya sama dengan kesaksian seorang laki-laki; sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Pendapat yang benar adalah yang pertama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا يَأْبَ الشُّهَداءُ إِذا مَا دُعُوا
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil. (Al-Baqarah: 282)
Makna ayat ini menurut suatu pendapat yaitu 'apabila para saksi itu dipanggil untuk mengemukakan kesaksiannya, maka mereka harus mengemukakannya'. Pendapat ini dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Hal ini sama dengan makna firman-Nya:
وَلا يَأْبَ كاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ
Dan janganlah penults enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. (Al-Baqarah: 282)
Berdasarkan pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mengemukakan kesaksian itu hukumnya fardu kifayah. Menurut pendapat yang lain, makna ini merupakan pendapat jumhur ulama; dan yang dimaksud dengan firman-Nya: Dan janganlah saksi-saksi itu  enggan  (memberi keterangan) apabila dipanggil. (Al-Baqarah: 282), menunjukkan pengertian pemberian keterangan secara hakiki. Sedangkan firman-Nya, "Asy-syuhada" yang dimaksud dengannya ialah orang yang menanggung persaksian. Untuk itu apabila ia dipanggil untuk memberikan keterangan, maka ia harus menunaikannya bila telah ditentukan. Tetapi jika ia tidak ditentukan, maka hukumnya adalah fardu kifayah.
Mujahid dan Abu Mijlaz serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, "Apabila kamu dipanggil menjadi saksi, maka kamu boleh memilih antara mau dan tidak. Tetapi jika kamu telah bersaksi, kemudian dipanggil untuk memberikan keterangan, maka kamu harus menunaikannya."
Di dalam kitab Sahih Muslim telah ditetapkan —demikian pula di dalam kitab-kitab sunnah lainnya— melalui jalur Malik, dari Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, dari ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Amr ibnu Usman), dari Abdur Rahman ibnu Abu Amrah, dari Zaid ibnu Khalid, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ الشُّهَدَاءِ؟ الَّذِي يَأْتِي بِشَهَادَتِهِ قَبْلَ أَنْ يُسْأَلَهَا»
Maukah aku ceritakan kepada kalian sebaik-baik para saksi? Yaitu orang yang memberikan keterangan (kesaksian)nya sebelum diminta untuk mengemukakannya.
Hadis lain dalam kitab Sahihain menyebutkan:
«أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِشَرِّ الشُّهَدَاءِ؟ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ قَبْلَ أَنْ يُسْتَشْهَدُوا»
Maukah aku ceritakan kepada kalian para saksi yang buruk? Yaitu orang-orang yang mengemukakan kesaksiannya sebelum diminta melakukannya.
Demikian pula sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
«ثُمَّ يَأْتِي قَوْمٌ تَسْبِقُ أَيْمَانُهُمْ شَهَادَتَهُمْ، وَتَسْبِقُ شَهَادَتُهُمْ أَيْمَانَهُمْ»
Kemudian datanglah suatu kaum yang kesaksian mereka mendahului sumpah, dan sumpah mereka mendahului kesaksiannya.
Menurut riwayat yang lain disebutkan:
"ثُمَّ يَأْتِي قَوْمٌ يَشْهَدُون وَلَا يُسْتَشْهَدون"
Kemudian datanglah suatu kaum yang selalu mengemukakan kesaksian mereka, padahal mereka tidak diminta untuk mengemukakan kesaksiannya.
Mereka adalah saksi-saksi palsu.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Al-Hasan Al-Basri bahwa makna ayat ini mencakup kedua keadaan itu, yakni menanggung dan mengemukakan persaksian.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا تَسْئَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيراً أَوْ كَبِيراً إِلى أَجَلِهِ
dan janganlah kalian jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. (Al-Baqarah: 282)
Hal ini merupakan kesempurnaan dari petunjuk, yaitu perintah untuk mencatat hak, baik yang kecil maupun yang besar. Karena disebutkan pada permulaannya. la tas-amu, artinya janganlah kalian merasa enggan mencatat hak dalam jumlah seberapa pun, baik sedikit ataupun banyak, sampai batas waktu pembayarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
ذلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهادَةِ وَأَدْنى أَلَّا تَرْتابُوا
Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian. (Al-Baqarah: 282)
Maksudnya, hal yang Kami perintahkan kepada kalian —yaitu mencatat hak bilamana transaksi dilakukan secara tidak tunai— merupakan hal yang lebih adil di sisi Allah. Juga lebih menguatkan persaksian, yakni lebih kukuh kesaksian si saksi bila ia membubuhkan tanda tangannya; karena manakala ia melihatnya, ia pasti ingat akan persaksiannya. Mengingat bisa saja seandainya ia tidak membubuhkan tanda tangannya, ia lupa pada persaksiannya, seperti yang kebanyakan terjadi.
وَأَدْنى أَلَّا تَرْتابُو
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian. (Al-Baqarah: 282)
Yakni lebih menghapus keraguan; bahkan apabila kalian berselisih pendapat, maka catatan yang telah kalian tulis di antara kalian dapat dijadikan sebagai rujukan, sehingga perselisihan di antara kalian dapat diselesaikan dan hilanglah rasa keraguan.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجارَةً حاضِرَةً تُدِيرُونَها بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَلَّا تَكْتُبُوها
kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara kalian, maka tak ada dosa bagi kalian, (jika) kalian tidak menulisnya. (Al-Baqarah: 282)
Dengan kata lain, apabila transaksi jual beli dilakukan secara kontan dan serah terima barang dan pembayarannya, tidak mengapa jika tidak dilakukan penulisan, mengingat tidak ada larangan bila tidak memakainya.
Adapun mengenai masalah persaksian atas jual beli, hal ini disebutkan oleh firman-Nya:
وَأَشْهِدُوا إِذا تَبايَعْتُمْ
Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli. (Al-Baqarah: 282)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abdullah ibnu Bakr, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli. (Al-Baqarah: 282) Yaitu buatlah persaksian atas hak kalian jika memakai tempo waktu, atau tidak memakai tempo waktu. Dengan kata lain, buatlah persaksian atas hak kalian dalam keadaan apa pun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Jabir ibnu Zaid, Mujahid, Ata, dan Ad-Dahhak hal yang semisal.
Asy-Sya'bi dan Al-Hasan mengatakan bahwa perintah yang ada dalam ayat ini di-mansukh oleh firman-Nya: Akan tetapi jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanat-nya (utangnya). (Al-Baqarah: 283)
Tetapi menurut jumhur ulama, perintah yang terkandung di dalam ayat ini ditafsirkan sebagai petunjuk dan anjuran, namun bukan perintah wajib. Sebagai dalilnya ialah hadis Khuzaimah ibnu Sabit Al-Ansari yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، حَدَّثَنِي عمَارة بْنُ خُزَيْمَةَ الْأَنْصَارِيُّ، أَنَّ عَمَّهُ حَدَّثَهُ -وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْتَاعَ فَرَسًا مِنْ أَعْرَابِيٍّ، فَاسْتَتْبَعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَقْضِيَهُ ثَمَنَ فَرَسِهِ، فَأَسْرَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبْطَأَ الْأَعْرَابِيُّ، فَطَفِقَ رِجَالٌ يَعْتَرِضُونَ الْأَعْرَابِيَّ فَيُسَاوِمُونَهُ بِالْفَرَسِ، وَلَا يَشْعُرُونَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْتَاعَهُ، حَتَّى زَادَ بَعْضُهُمُ الْأَعْرَابِيَّ فِي السَّوْمِ عَلَى ثَمَنِ الْفَرَسِ الَّذِي ابْتَاعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَادَى الْأَعْرَابِيُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ مُبْتَاعًا هَذَا الْفَرَسَ فابتَعْه، وَإِلَّا بعتُه، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حين سمع نداء الأعرابي، قال: "أو ليس قَدِ ابْتَعْتُهُ مِنْكَ؟ " قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: لَا وَاللَّهِ مَا بِعْتُكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَلْ قَدِ ابْتَعْتُهُ مِنْكَ". فَطَفِقَ النَّاسُ يَلُوذُونَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَعْرَابِيِّ وَهُمَا يَتَرَاجَعَانِ، فَطَفِقَ الْأَعْرَابِيُّ يَقُولُ: هَلُم شَهِيدًا يَشْهَدُ أَنِّي بَايَعْتُكَ. فَمَنْ جَاءَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ: وَيْلَكَ! إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَقُولُ إِلَّا حَقًّا. حَتَّى جَاءَ خزَيْمة، فَاسْتَمَعَ لِمُرَاجَعَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمُرَاجَعَةِ الْأَعْرَابِيِّ يَقُولُ هَلُمَّ شَهِيدًا يَشْهَدُ أَنِّي بَايَعْتُكَ. قَالَ خُزَيْمَةُ: أَنَا أَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَايَعْتَهُ. فَأَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خُزَيْمَةَ فَقَالَ: "بِمَ تَشْهَدُ؟ " فَقَالَ: بِتَصْدِيقِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَجَعَلَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهَادَةَ خُزَيمة بِشَهَادَةِ رَجُلَيْنِ.
telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Imarah ibnu Khuzaimah Al-Ansari, bahwa pamannya yang merupakan salah seorang sahabat Nabi Saw. pernah menceritakan kepadanya hadis berikut: Nabi Saw. pernah membeli seekor kuda dari seorang Arab Badui. Setelah harganya disetujui, maka Nabi Saw. mencari lelaki Badui itu untuk membayar harga kuda tersebut. Nabi Saw. mengambil keputusan yang cepat, sedangkan lelaki Badui itu terlambat. Akhirnya di tengah jalan lelaki Badui itu dikerumuni oleh banyak orang lelaki; mereka menawar harga kuda itu, sedangkan mereka tidak mengetahui bahwa Nabi Saw. telah membelinya. Hingga salah seorang dari mereka ada yang mau membelinya dengan harga yang lebih tinggi dari apa yang pernah ditawar oleh Nabi Saw. Lalu lelaki Badui itu berseru kepada Nabi Saw., "Jika engkau ingin membeli kuda ini, maka belilah; dan jika engkau tidak mau membelinya, aku akan menjualnya (kepada orang lain)." Maka Nabi Saw. berdiri dan bangkit ketika mendengar seruan itu, lalu beliau bersabda, "Bukankah aku telah membelinya darimu?" Lelaki Badui itu menjawab, "Tidak, demi Allah, aku belum menjualnya kepadamu." Nabi Saw. bersabda, "Tidak, bahkan aku telah membelinya darimu." Maka orang-orang mengerumuni Nabi Saw. dan lelaki Badui yang sedang berbantahan itu. Orang Badui itu berkata, "Datangkanlah seseorang yang mempersaksikan bahwa aku telah menjual kuda ini kepadamu." Lalu setiap orang yang datang dari kaum muslim mengatakan kepada lelaki Badui itu, "Celakalah kamu ini, sesungguhnya Nabi Saw. tidak pernah berbicara tidak benar melainkan hanya benar belaka." Hingga datanglah Khuzaimah, lalu ia mendengarkan pengakuan Nabi Saw. dan sanggahan lelaki Badui yang mengatakan, "Datangkanlah seorang saksi yang mempersaksikan bahwa aku telah menjual(nya) kepadamu." Lalu Khuzaimah berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau (Nabi Saw.) telah membeli kuda itu darinya." Lalu Nabi Saw. berpaling ke arah Khuzaimah dan bersabda, "Dengan alasan apakah kamu bersaksi?" Khuzaimah menjawab, "Dengan percaya kepadamu, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Saw. menjadikan persaksian Khuzaimah sama kedudukannya dengan persaksian dua orang lelaki.
Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud melalui hadis Syu'aib dan An-Nasai melalui riwayat Muhammad ibnul Walid Az-Zubaidi; keduanya meriwayatkan hadis ini dari Az-Zuhri dengan lafaz yang semisal.
Akan tetapi, untuk lebih hati-hati sebagai tindakan preventif ialah pendapat yang mengatakan sebagai petunjuk dan sunnah, karena berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh kedua Imam, yaitu Al-Hafiz Abu Bakar Ibnu Murdawaih dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui riwayat Mu'az ibnu Mu'az Al-Anbari, dari Syu'bah, dari Firas, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
«ثَلَاثَةٌ يَدْعُونَ اللَّهَ فَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ: رَجُلٌ لَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةُ الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا، وَرَجُلٌ دَفَعَ مَالَ يَتِيمٍ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ، وَرَجُلٌ أَقْرَضَ رَجُلًا مَالًا فَلَمْ يُشْهِدْ»
Ada tiga macam orang yang berdoa kepada Allah, tetapi tidak diperkenankan bagi mereka, yaitu seorang lelaki yang mempunyai istri yang berakhlak buruk, tetapi ia tidak menceraikannya. Seorang lelaki yang menyerahkan harta anak yatim kepada anak yatim yang bersangkutan sebelum usianya balig, dan seorang lelaki yang memberikan sejumlah utang kepada lelaki lain tanpa memakai saksi.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain. Imam Hakim mengatakan, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya, mengingat murid-murid Syu'bah me-mauquf-kan hadis ini hanya pada Abu Musa (yakni kata-kata Abu Musa). Sesungguhnya yang mereka sepakati sanad hadis Syu'bah hanyalah hadis yang mengatakan: Ada tiga macam orang yang diberikan pahalanya kepada mereka dua kali lipat...
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا يُضَارَّ كاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ
dan janganlah penulis serta saksi saling sulit-menyulitkan. (Al-Baqarah: 282)
Menurut suatu pendapat, makna ayat ini ialah janganlah penulis dan saksi berbuat menyeleweng, misalnya dia menulis hal yang berbeda dari apa yang diimlakan kepadanya, sedangkan si saksi memberikan keterangan yang berbeda dengan apa yang didengarnya, atau ia menyembunyikan kesaksiannya secara keseluruhan. Pendapat ini dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah serta selain keduanya. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah tidak boleh mempersulit keduanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain (yakni Ibnu Hafs), telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah penulis serta saksi saling sulit-menyulitkan. (Al-Baqarah: 282) Bahwa seorang lelaki datang, lalu memanggil keduanya (juru tulis dan saksi) supaya mencatat dan mempersaksikan, lalu keduanya mengatakan, "Kami sedang dalam keperluan." Kemudian ia berkata, "Sesungguhnya kamu berdua telah diperintahkan melakukannya." Maka tidak boleh baginya mempersulit keduanya.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Tawus, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Atiyyah, Muqatil ibnu Hayyan, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta As-Saddi.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ
Jika kalian lakukan (yang demikian itu), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada diri kalian. (Al-Baqarah: 282)
Yakni jika kalian menyimpang dari apa yang diperintahkan kepada kalian atau kalian melakukan hal yang dilarang kalian melakukannya, maka hal ini merupakan perbuatan kefasikan yang kalian lakukan. Kalian dicap sebagai orang yang fasik, tidak dapat dielakkan lagi; dan kalian tidak terlepas dari julukan ini.
Firman Allah Swt.:
وَاتَّقُوا اللَّهَ
Dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Baqarah: 282)

Yaitu takutlah kalian kepada-Nya, tanamkanlah rasa raqabah (pengawasan Allah) dalam diri kalian, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh-Nya, dan tinggalkanlah apa yang dilarang oleh-Nya.
وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
Allah mengajari kalian. (Al-Baqarah: 282)
sama pengertiannya dengan firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقاناً
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepada kalian Furqan. (Al-Anfal: 29)
Sama pula dengan makna firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُوراً تَمْشُونَ بِهِ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepada kalian dua bagian, dan menjadikan untuk kalian cahaya, dengan cahaya itu kalian dapat berjalan. (Al-Hadid: 28)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 282)
Yakni Dia mengetahui semua hakikat, semua urusan, kemaslahatan-kemaslahatannya, dan akibat-akibatnya; tiada sesuatu pun yang samar bagi Dia, melainkan pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk.

Al-Baqarah, ayat 283

{وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (283) }
Jika kalian dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedangkan kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلى سَفَرٍ
Jika kalian dalam perjalanan. (Al-Baqarah: 283)
Yakni sedang musafir, lalu kalian mengadakan transaksi secara tidak tunai sampai batas waktu yang ditentukan.
وَلَمْ تَجِدُوا كاتِباً
Sedangkan kalian tidak memperoleh seorang penulis.   (Al-Baqarah: 283)
yang menuliskannya buat kalian. Atau —menurut Ibnu Abbas— mereka memperoleh penulis, tetapi tidak menemukan kertas atau tinta atau pena.
فَرِهانٌ مَقْبُوضَةٌ
maka hendaklah ada barang tanggungan (jaminan) yang dipegang. (Al-Baqarah: 283)
Maksudnya, kalian boleh memegang jaminan sebagai ganti dari catatan; jaminan tersebut dipegang oleh pemilik hak. Dapat disimpulkan dari makna firman-Nya: maka hendaklah ada  barang jaminan yang dipegang. (Al-Baqarah: 283) bahwa transaksi gadai masih belum jadi kecuali bila barang jaminan telah dipegang, seperti yang dikatakan oleh mazhab Syafii dan jumhur ulama.
Sedangkan ulama yang lainnya, dari ayat ini mengambil kesimpulan dalil diharuskan bagi terealisasinya gadai, barang yang digadaikan diterima oleh tangan orang yang memberikan pinjaman'. Pendapat ini merupakan suatu riwayat dari Imam Ahmad dan dianut oleh segolongan ulama.
Sejumlah ulama Salaf mengambil kesimpulan dalil dari ayat ini bahwa gadai tidak disyariatkan melainkan dalam perjalanan. Demikianlah menurut Mujahid dan lain-lainnya.
Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari Anas r.a.:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، تُوُفِّيَ وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ عَلَى ثَلَاثِينَ وَسْقًا مِنْ شَعِيرٍ رَهَنَهَا قُوتًا لِأَهْلِهِ
Bahwa Rasulullah Saw. wafat, sedangkan baju besinya digadaikan kepada seorang Yahudi dengan pinjaman tiga puluh wasaq jewawut. Nabi Saw. menggadaikannya untuk makan keluarganya.
Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa barang (baju besi) itu digadaikannya pada seorang Yahudi Madinah. Menurut riwayat Imam Syafii, baju besi itu beliau gadaikan pada Abusy Syahm, seorang Yahudi. Rincian masalah gadai ini diketengahkan secara rinci di dalam kitab hukum-hukum yang membahas masalah hukum fiqih.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمانَتَهُ
Akan tetapi, jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya). (Al-Baqarah: 283)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dengan sanad jayyid dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa ayat ini menasakh ayat sebelumnya.
Asy-Sya'ibi mengatakan, "Apabila sebagian dari kalian percaya kepada sebagian yang lain, maka tidak mengapa jika kalian tidak melakukan catatan atau tidak mengadakan persaksian."
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. (Al-Baqarah: 283)
Yakni hendaklah orang yang dipercaya (untuk memegang jaminan) bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, yaitu diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah melalui riwayat Qatadah, dari Al-Hasan, dari Samurah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ"
Penerima bertanggung jawab atas apa yang diambilnya hingga ia mengembalikannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا تَكْتُمُوا الشَّهادَةَ
dan janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian. (Al-Baqarah: 283)
Maksudnya,   janganlah   kalian   menyembunyikannya,   dan   tidak melebih-lebihkannya, dan tidak mengutarakannya.
Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa persaksian palsu adalah salah satu dosa besar, demikian pula menyembunyikannya. Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya. (Al-Baqarah: 283)
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah durhaka hatinya. Makna ayat ini sama dengan yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَلا نَكْتُمُ شَهادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذاً لَمِنَ الْآثِمِينَ
dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa. (Al-Maidah: 106)
Allah Swt. telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَداءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيراً فَاللَّهُ أَوْلى بِهِما فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كانَ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيراً
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak atau kaum kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan. (An-Nisa’: 135)
Sedangkan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ}
dan janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 283)

Al-Baqarah, ayat 284

{لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (284) }
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Allah Swt. memberitakan bahwa kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada padanya yang ada di antara keduanya. Dia mengetahui semua yang ada di dalamnya, tiada yang samar bagi-Nya semua hal yang tampak dan yang tersembunyi serta yang tersimpan di dalam hati, sekalipun sangat kecil dan sangat samar.
Allah Swt. memberitahukan pula bahwa Dia kelak akan melakukan hisab (perhitungan) terhadap hamba-hamba-Nya atas semua yang telah mereka lakukan dan mereka sembunyikan di dalam hati mereka. Seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah, "Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam hati kalian atau kalian melahirkannya, pasti Allah mengetahui." Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran: 29)
يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفى
Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha: 7)
Ayat-ayat mengenai hal ini sangat banyak, dan dalam ayat ini disebutkan keterangan yang lebih, yaitu Allah Swt akan melakukan perhitungan terhadap hal tersebut.
Karena itulah ketika ayat ini diturunkan, para sahabat merasa keberatan dan takut terhadap apa yang disebutkan oleh ayat ini serta takut terhadap hisab Allah yang akan dilakukan atas diri mereka menyangkut semua amal perbuatan mereka yang besar dan yang sekecil-kecilnya. Perasaan ini timbul dalam hati mereka karena iman dan keyakinan mereka sangat kuat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ - يَعْنِي الْعَلَاءَ -عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} اشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثم جَثَوْا عَلَى الرُّكَبِ، وَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كُلِّفْنَا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا نُطيق: الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالْجِهَادُ وَالصَّدَقَةُ، وَقَدْ أُنْزِلَ عَلَيْكَ هَذِهِ الْآيَةُ وَلَا نُطِيقُهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أَتُرِيدُونَ أَنْ تَقُولُوا كَمَا قَالَ أَهْلُ الْكِتَابَيْنِ مِنْ قَبْلِكُمْ: سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا؟ بَلْ قُولُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا، غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ". فَلَمَّا أقَر بِهَا الْقَوْمُ وَذَلَّتْ بِهَا أَلْسِنَتُهُمْ، أَنْزَلَ اللَّهُ فِي أَثَرِهَا: {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} فَلَمَّا فَعَلُوا ذَلِكَ نَسَخَهَا اللَّهُ فَأَنْزَلَ: {لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} إِلَى آخِرِهِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Abu Abdur Rahman (yakni Al-Ala), dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ketika diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat berikut, yaitu firman-Nya: Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah: 284) Maka hal ini terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasul Saw. Lalu mereka datang menghadap Rasulullah Saw. dan bersimpuh di atas lutut mereka seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah dibebani amal-amal yang sudah memberatkan kami, yaitu salat, puasa, jihad, dan sedekah (zakat), sedangkan telah diturunkan kepadamu ayat ini dan kami tidak kuat menyanggahnya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Apakah kalian hendak mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan oleh kaum ahli kitab sebelum kalian, yaitu: "Kami mendengarkan dan kami durhaka? "Tidak, melainkan kalian harus mengatakan, "Kami mendengar dan kami taat, kami mengharapkan ampunan-Mu, wahai Tuhan kami, dan hanya kepada-Mulah (kami) dikembalikan." Setelah kaum merasa tenang dengan ayat ini dan tidak mengajukan protes lagi, maka Allah menurunkan ayat berikut sesudahnya, yaitu firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,"dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285) Ketika mereka melakukan hal tersebut, lalu Allah me-nasakh-nya dengan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (Al-Baqarah: 286), hingga akhir ayat.
Imam Muslim meriwayatkannya sendirian melalui hadis Yazid ibnu Zurai', dari Rauh ibnul Qasim, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, lalu ia menyebutkan hadis yang semisal.
Lafaznya adalah seperti berikut, bahwa setelah mereka melakukan hukum tersebut, maka Allah me-nasakh-nya dan menurunkan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah." (Al-Baqarah: 286) Maka Allah berfirman, "Ya." Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. (Al-Baqarah: 286) Allah berfirman, "Ya. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (Al-Baqarah: 286) Allah berfirman, "Ya." Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286) Allah Swt. berfirman, "Ya."
Hadis Ibnu Abbas mengenai masalah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ آدَمَ بْنِ سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّه} قَالَ: دَخَلَ قُلُوبَهُمْ مِنْهَا شَيْءٌ لَمْ يَدْخُلْ قُلُوبَهُمْ مِنْ شَيْءٍ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وسَلَّمنا". فَأَلْقَى اللَّهُ الْإِيمَانَ فِي قُلُوبِهِمْ، فَأَنْزَلَ الله. {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} إِلَى قَوْلِهِ: {فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}
Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Adam ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair menceritakan hadis berikut dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) Maka timbullah di dalam hati mereka sesuatu hal yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah oleh kalian, "Kami dengar, kami taat, dan kami berserah diri." Kemudian Allah memasukkan iman ke dalam kalbu mereka, dan menurunkan firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya," dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah: 285) sampai dengan firman-Nya: maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286)
Demikian pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, Abu Kuraib, Ishaq ibnu Ibrahim; ketiga-tiganya meriwayatkan hadis ini dari Waki'. Hanya di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. (Al-Baqarah: 286) Maka Allah berfirman, "Telah Aku lakukan." Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. (Al-Baqarah: 286) Allah Swt. berfirman, "Telah Aku lakukan." Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (Al-Baqarah: 286) Allah Swt. berfirman, "Telah Kami lakukan." Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286) Allah Swt. berfirman, "Telah Aku lakukan."
Jalur lain dari Ibnu Abbas juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ حُمَيْدٍ الْأَعْرَجِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقُلْتُ: يَا أَبَا عَبَّاسٍ، كنت عند ابن عمر فقرأ هَذِهِ الْآيَةَ فَبَكَى. قَالَ: أيَّة آيَةٍ؟ قُلْتُ: {وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ} قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، إِنَّ هَذِهِ الْآيَةَ حِينَ أُنْزِلَتْ غَمَّت أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَمًّا شَدِيدًا، وَغَاظَتْهُمْ غَيْظًا شَدِيدًا، يَعْنِي، وَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلَكْنَا، إِنْ كُنَّا نُؤَاخَذُ بِمَا تَكَلَّمْنَا وَبِمَا نَعْمَلُ، فَأَمَّا قُلُوبُنَا فَلَيْسَتْ بِأَيْدِينَا، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُولُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا". قَالُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا. قَالَ: فَنَسَخَتْهَا هَذِهِ الْآيَةُ: {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ} إِلَى {لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ} فتَجوز لَهُمْ عَنْ حَدِيثِ النَّفْسِ وَأُخِذُوا بِالْأَعْمَالِ
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Humaid Al-A'raj, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah masuk menemui Ibnu Abbas, lalu ia berkata, "Wahai Abu Abbas, ketika aku berada di rumah Ibnu Umar, ia membacakan ayat ini, lalu ia menangis." Ibnu Abbas bertanya, "Ayat apakah itu?" Ia menjawab bahwa yang dimaksud adalah firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya. (Al-Baqarah: 284) Maka Ibnu Abbas mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, semua sahabat Rasulullah Saw. tertimpa kesusahan yang sangat, dan hati mereka sangat gundah gulana, lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami pasti binasa jika kami dihukum karena hal-hal yang kami ucapkan dan yang kami kerjakan. Hal itu sudah wajar, tetapi hati kami tidak dapat menguasainya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah oleh kalian, "Kami dengar dan kami taat." Maka mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa ayat tersebut di-mansukh oleh ayat berikut, yaitu firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, (Al-Baqarah: 285) sampai dengan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Al-Baqarah: 286). Maka dimaafkan dari mereka apa yang tersimpan di dalam hati mereka, dan mereka hanya mendapat balasan dari amal perbuatan mereka saja.
Jalur lain dari Ibnu Abbas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Zaid, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Murjanah; bahwa Ibnu Syihab pernah mendengar Sa'id ibnu Murjanah menceritakan hadis berikut, ketika dia sedang duduk bersama Abdullah ibnu Umar, maka Ibnu Umar membacakan firman-Nya: Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 284), hingga akhir ayat. Lalu ia mengatakan, "Demi Allah, sekiranya kita dihukum oleh Allah disebabkan hal ini, niscaya kita akan binasa," kemudian ia menangis sehingga terdengar isakannya. Ibnu Murjanah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bangkit dan pergi menuju tempat Ibnu Abbas; ia menceritakan apa yang dikatakan oleh Ibnu Umar kepadanya setelah membaca ayat tersebut. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Semoga Allah mengampuni Abu Abdur Rahman. Demi umurku, sesungguhnya kaum muslim pun merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh Ibnu Umar ketika ayat tersebut diturunkan." Sesudah itu Allah menurunkan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah: 286), hingga akhir surat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa bisikan tersebut merupakan hal yang tidak kuat disanggah oleh kaum muslim, dan pada akhirnya Allah memutuskan bahwa masing-masing diri memperoleh pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya, baik berupa ucapan ataupun perbuatan.
Jalur lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Salim, bahwa ayah Salim pernah membaca firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tenlang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) Maka berlinanganlah air matanya, lalu perbuatannya itu disampaikan kepada Ibnu Abbas. Lalu Ibnu Abbas mengatakan, "Semoga Allah merahmati Abu Abdur Rahman. Sesungguhnya dia telah melakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. ketika ayat ini diturunkan. Kemudian ayat ini di-mansukh oleh ayat sesudahnya, yaitu firman-Nya: 'Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya’ (Al-Baqarah: 286)."
Jalur sanad ini berpredikat sahih dari Ibnu Abbas, dan telah ditetapkan pula yang bersumber dari Ibnu Umar sama dengan apa yang ditetapkan dari Ibnu Abbas.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khalid Al-Hazza, dari Marwan Al-Asgar, dari seorang lelaki sahabat Nabi Saw. yang menurut dugaanku (Imam Bukhari) adalah Ibnu Umar, sehubungan dengan firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya. (Al-Baqarah: 284) Ia mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat sesudahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Ali, Ibnu Mas'ud, Ka'b Al-Ahbar, Asy-Sya'bi, An-Nakha'i, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah, disebutkan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat sesudahnya.
Telah ditetapkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh jamaah di dalam kitab-kitab mereka yang enam melalui jalur Qatadah, dari Zurarah ibnu Abu Aufa, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ»
Sesungguhnya Allah telah memaafkan aku buat umatku semua hal yang dibisikkan oleh hati mereka selagi hal itu tidak dikatakan atau dikerjakan.
Di dalam hadis Sahihain melalui Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«قَالَ اللَّهُ: إِذَا هَمَّ عَبْدِي بِسَيِّئَةٍ فَلَا تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا سَيِّئَةً، وَإِذَا هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا عَشْرًا»
Allah berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat untuk melakukan suatu perbuatan yang buruk, maka janganlah kalian (para malaikat) mencatatkan hal itu terhadapnya; dan jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah hal itu sebagai satu keburukan. Apabila dia berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan dan ia tidak mengerjakannya, maka catatkanlah hal itu sebagai satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah hal itu pahala sepuluh kebaikan.
Lafaz hadis ini menurut Imam Muslim.
Dan dia meriwayatkannya sendiri melalui jalur Ismail ibnu Jafar, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., yaitu:
«قَالَ اللَّهُ: إِذَا هَمَّ عَبْدِي بِحَسَنَةٍ وَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَتُهَا لَهُ حسنة، فإن عملها كتبتها له عَشْرَ حَسَنَاتٍ، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، وَإِذَا هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ أَكْتُبْهَا عَلَيْهِ، فَإِنْ عَمِلَهَا كَتَبْتُهَا سَيِّئَةً وَاحِدَةً»
Allah berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat untuk melakukan suatu kebaikan dan ia tidak mengerjakannya, maka Aku catatkan hal itu untuknya sebagai satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka aku catatkan untuknya pahala sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kali lipat. Dan jika dia berniat hendak mengerjakan suatu keburukan, dan ternyata dia tidak mengerjakannya, maka Aku tidak mencatatkan apa pun terhadapnya. Dan jika dia mengerjakan, maka Aku catatkan sebagai suatu keburukan."
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ هَمام بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ، عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ: إِذَا تَحَدَّثَ عَبْدِي بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً، فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَمْ يَعْمَلْ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَإِذَا تَحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ، مَا لَمْ يَعْمَلْهَا، فَإِنْ عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ: رَبِّ، وَإِنَّ عَبْدَكَ يُرِيدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً -وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ -فَقَالَ: ارقُبوه، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرْكَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، وَإِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَراي". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إذا أَحْسَنَ أَحَدٌ إِسْلَامَهُ، فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، وَكُلُّ سَيِّئَةٍ تُكْتَبُ بِمِثْلِهَا حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ".
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Abu Hurairah r.a. pernah menceritakan kepada kami hadis berikut dari Muhammad Rasulullah Saw., yaitu: Allah berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan, maka Aku mencataikan baginya suatu kebaikan selama dia belum mengerjakannya; dan jika dia mengerjakannya, maka Aku catatkan baginya sepuluh pahala yang semisal dengan amal baiknya. Dan apabila dia berniat hendak mengerjakan suatu keburukan, maka Aku mengampuni hal itu baginya selagi dia tidak mengerjakannya. Dan jika dia mengerjakannya, maka Aku mencatatkan hal itu baginya hal yang semisal (dengan) keburukannya." Rasulullah Saw. telah bersabda: Para malaikat berkata, "Wahai Tuhan, hamba-Mu itu hendak melakukan suatu amal keburukan?" Sedangkan Dia lebih melihat tentangnya. Maka Dia berfirman, "Awasilah dia, jika dia mengerjakan keburukan itu, maka catatkanlah baginya hal yang semisal dengan keburukannya. Dan jika dia meninggalkannya, maka catatkanlah baginya pahala satu kebaikan, karena sesungguhnya dia meninggalkan keburukan itu (tidak mengerjakannya) karena demi Aku." Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila seseorang berbuat baik dalam Islamnya, maka sesungguhnya setiap amal kebaikan yang dikerjakannya dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan yang serupa hingga tujuh ratus kali lipat, sedangkan setiap keburukan dicatatkan hal yang semisal dengan keburukannya, hingga ia bersua dengan Allah Swt. (di hari kiamat).
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Muhammad ibnu Rafi', dari Abdur Razzaq dengan konteks dan lafaz yang sama, tetapi sebagian darinya terdapat pula di dalam Sahih Bukhari.
قَالَ مُسْلِمٌ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ هِشَامٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَعَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ [عَشْرًا] إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ، وَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَت".
Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Khalid Al-Ahmar, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu ia tidak melakukannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu ia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus (kali lipat). Dan barang siapa yang berniat akan melakukan suatu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, maka tidak dicatatkan (apa pun) terhadapnya; tetapi jika dia mengerjakannya, maka kejahatan itu dicatatkan terhadapnya.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri di antara para pemilik kitab sunnah, sedangkan yang lainnya tidak.
[وَقَالَ مُسْلِمٌ] حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، عَنِ الجَعْد أَبِي عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ العُطَاردي، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ تَعَالَى قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبها اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ. وَإِنْ هَمَّ بسيئة فلم يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً"
Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Farukh, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, dari Al-Ja'd Abu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Utaridi, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. dalam sabdanya yang menceritakan dari Tuhannya hal berikut, yaitu: Sesungguhnya Allah mencatat semua amal baik dan amal buruk, kemudian Dia menjelaskan hal tersebut, bahwa barang siapa yang berniat akan melakukan suatu amal baik, lalu ia tidak mengerjakannya, maka Allah mencatatkan di sisi-Nya pahala suatu kebaikan penuh. Dan jika ia berniat akan mengerjakannya, lalu ia mengerjakannya, maka Allah mencatatkan di sisi-Nya (pahala) sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai penggandaan yang banyak (buat pelakunya). Dan jika dia berniat akan mengerjakan suatu keburukan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka Allah mencatatkan hal itu di sisi-Nya pahala satu kebaikan. Dan jika dia berniat akan melakukannya, lalu ia mengerjakannya, maka Allah mencatatkan hal itu di sisi-Nya satu amal keburukan.
Imam Muslim meriwayatkan pula dari Yahya ibnu Yahya, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Al-Ja'd (yaitu Abu Usman) dalam sanad ini, yang isinya semakna dengan hadis Abdur Razzaq, hanya di dalam riwayat ini ditambahkan:
«وَمَحَاهَا اللَّهُ وَلَا يَهْلَكُ عَلَى اللَّهِ إِلَّا هَالِكٌ»
Lalu Allah menghapuskan Catatan amal buruk itu, dan tiada yang dibinasakan oleh Allah kecuali orang yang ditakdirkan binasa.
Di dalam hadis Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah disebutkan seperti berikut:
جَاءَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلُوهُ فقالوا: إِنَّا نَجِدُ فِي أَنْفُسِنَا مَا يَتَعَاظَمُ أَحَدُنَا أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، قَالَ «وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ «ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ»
Sejumlah orang dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah Saw. datang, lalu mereka bertanya kepadanya, untuk itu mereka berkata, "Sesungguhnya kami merasakan di dalam hati kami sesuatu yang sangat berat dikatakan oleh seseorang dari kami." Nabi Saw. bersabda, "Apakah kalian benar-benar telah merasakannya?" Mereka menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Itulah tandanya iman yang jelas."
Lafaz hadis ini menurut Imam Muslim. Menurut Imam Muslim pula melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. disebutkan hal yang sama.
Imam Muslim meriwayatkan pula melalui hadis Mugirah, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah ditanya mengenai waswas. Maka beliau bersabda:
«تِلْكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ»
Hal itu merupakan pertanda iman yang jelas.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu. (Al-Baqarah: 284) Sesungguhnya ayat ini tidak di-mansukh Tetapi bila Allah menghimpun semua makhluk di hari kiamat, maka Dia berfirman, "Sesungguhnya Aku akan memberitahukan kepada kalian apa yang kalian sembunyikan di dalam hati kalian hingga para malaikat-Ku tidak mengetahuinya." Adapun terhadap orang-orang mukmin, maka Allah memberitahukan kepada para malaikat apa yang dibisikkan di dalam hati mereka, tetapi Allah memberikan ampunan-Nya bagi mereka. Hal ini disebutkan di dalam firman-Nya: niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) Adapun terhadap orang-orang yang bimbang dan ragu, maka Allah memberitahukan kepada para malaikat apa yang disembunyikan oleh mereka di dalam hatinya, yaitu berupa kedustaan. Hal ini diungkapkan oleh firman-Nya: Maka  Allah  mengampuni  siapa  yang  dikehendaki-Nya   dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 284) Juga disebutkan oleh firman-Nya: tetapi Allah menghukum kalian disebabkan (sumpah kalian) yang disengaja (untuk bersumpah) di dalam hati kalian. (Al-Baqarah: 225) Yakni berupa keraguan dan kemunafikan.
Al-Aufi dan Ad-Dahhak meriwayatkan pula hal yang hampir semakna dengan asar ini. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid dan Ad-Dahhak hal yang semisal.
Disebutkan dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia pernah mengatakan ayat ini muhkam (masih berlaku hukumnya) dan tidak di-mansukh. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir dalam alasannya yang mengatakan bahwa adanya hisab bukan berarti pasti adanya hukuman; dan Allah Swt. adakalanya melakukan hisab, kemudian memberikan ampunan; dan adakalanya melakukan hisab, lalu mengazab, berdasarkan kepada hadis yang diriwayatkannya dalam tafsir ayat ini, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ubay, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Abdi, dari Sa'id ibnu Hisyam. Telah menceritakan kepadaku (kata Ibnu Jarir) Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hisyam. Keduanya mengatakan dalam hadisnya masing-masing bahwa mereka meriwayatkannya dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz yang menceritakan bahwa ketika kami sedang melakukan tawaf di Baitullah bersama Abdullah ibnu Umar yang juga sedang melakukan tawaf, tiba-tiba muncullah seorang lelaki menghadangnya, lalu bertanya, "Hai Ibnu Umar, apakah yang telah engkau dengar dari Rasulullah Saw. mengenai masalah najwa (bisikan)?" Maka ia menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"يَدْنُو الْمُؤْمِنُ مِنْ رَبِّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، حَتَّى يَضَعَ عَلَيْهِ كَنَفَه، فَيُقَرِّرُهُ بِذُنُوبِهِ فَيَقُولُ: هَلْ تَعْرِفُ كَذَا؟ فَيَقُولُ: رَبِّ أعْرف -مَرَّتَيْنِ -حَتَّى إِذَا بَلَغَ بِهِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَبْلُغَ قَالَ: فَإِنِّي قَدْ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ". قَالَ: "فَيُعْطَى صَحِيفَةُ حَسَنَاتِهِ -أَوْ كِتَابُهُ -بِيَمِينِهِ، وَأَمَّا الْكُفَّارُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيُنَادَى بِهِمْ عَلَى رُؤُوسِ الْأَشْهَادِ: {هَؤُلاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ}
Orang mukmin mendekat kepada Tuhannya, lalu Allah Swt. meletakkan hijab-Nya pada dia, kemudian membuatnya mengakui semua dosa-dosanya. Untuk itu Allah Swt. berfirman kepadanya, "Tahukah kamu dosa anu?" Ia menjawab, "Wahai Tuhanku, aku mengakuinya" (sebanyak dua kali), hingga sampailah pertanyaan Allah kepadanya ke tahap apa yang dikehendaki-Nya. Setelah itu Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku sekarang telah menutupi (mengampuni)nya darimu ketika di dunia, dan sesungguhnya pada hari ini pun Aku mengampuninya bagimu." Rasulullah Saw. bersabda, "Maka Allah memberikan lembaran atau Catatan amal-amal baiknya dengan tangan kanan (kekuasaan)-Nya. Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, maka diserukan kepada mereka di hadapan para saksi (semua makhluk), 'Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka.' Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim" (Hud: 18).
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dan selain keduanya, melalui berbagai jalur dari Abu Qatadah dengan lafaz yang sama.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أُمَيَّةَ قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ} فَقَالَتْ: مَا سَأَلَنِي عَنْهَا أَحَدٌ مُنْذُ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا فَقَالَ: "هَذِهِ مُبَايَعَةُ اللَّهِ الْعَبْدَ، وَمَا يُصِيبُهُ مِنَ الْحُمَّى، والنَّكبة، وَالْبِضَاعَةُ يَضَعُهَا فِي يَدِ كُمِّهِ، فَيَفْتَقِدُهَا فَيَفْزَعُ لَهَا، ثُمَّ يَجِدُهَا فِي ضِبْنِه، حَتَّى إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِيَخْرُجُ مِنْ ذُنُوبِهِ كَمَا يَخْرُجُ التِّبْرُ الْأَحْمَرُ [مِنَ الْكِيرِ]".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Siti Aisyah r.a. tentang ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) Maka Siti Aisyah menjawab, "Tidak ada seorang pun yang menanyakannya semenjak aku telah menanyakannya kepada Rasulullah Saw." Rasulullah SAW bersabda: hal ini merupakan mubaya'ah (tawar-menawar) antara Allah dengan hamba-Nya, sedangkan si hamba terkena demam dan penyakit; dan ternyata si hamba kehilangan barang dagangannya, padahal ia meletakkannya pada kantong baju jubahnya. Kemudian si hamba menemukan kembali barang dagangannya berada di kantongnya. Sesungguhnya orang mukmin itu benar-benar keluar dari dosanya sebagaimana emas yang merah dikeluarkan.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Jarir melalui jalur Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali melalui hadis Hammad ibnu Salamah.
Menurut kami, guru Hammad ibnu Salamah adalah Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an; orangnya daif dan garib dalam periwayatannya. Dia meriwayatkan hadis ini dari ibu tirinya yang bernama Ummu Muhammad (yaitu Umayyah binti Abdullah), dari Siti Aisyah. Di dalam kitab-kitab hadis tidak terdapat hadis lainnya dari Umayyah binti Abdullah dari Siti Aisyah r.a. kecuali hanya hadis ini.

Al-Baqarah, ayat 285-286

{آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286) }
Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya," dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

Hadis-hadis yang menerangkan tentang keutamaan surat Al-Baqarah ayat 285 dan 286

Hadis pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ"، وَحَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاه"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Ibrahim, dari Abdur Rahman, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang membaca dua ayat ini... Telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Ibrahim, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:  Barang siapa yang membaca dua ayat ini dari akhir surat Al-Baqarah di suatu malam, maka kedua ayat ini dapat mencukupinya.
Diketengahkan pula oleh jamaah lainnya melalui jalur Sulaiman ibnu Mihran Al-A'masy berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Kalau menurut Sahihain diriwayatkan melalui jalur As-Sauri, dari Mansur, dari Ibrahim, dari Abdur Rahman, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama. Di dalam kitab Sahihain pula dari Abdur Rahman, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud; Abdur Rahman mengatakan, "Kemudian aku bersua dengan Abu Mas'ud, lalu ia menceritakan hadis ini kepadaku."
Demikian pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنِ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "مَنْ قَرَأَ الْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَتِهِ كَفَتَاهُ"
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim, dari Al-Musayyab ibnu Rafi', dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang membaca kedua ayat dari akhir surat Al-Baqarah di malam harinya, maka kedua ayat itu mencukupinya.
Hadis kedua diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، حَدَّثَنَا شَيْبَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبعي، عَنْ خَرشة بْنِ الحُر، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُعْطِيتُ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ، لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Mansur, dari Rab'i, dari Kharsyah ibnul Hur, dari Ma'rur ibnu Suwaid, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku dianugerahi ayat-ayat penutup surat Al-Baqarah dari perbendaharaan di bawah Arasy yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku.
وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ، مِنْ حَدِيثِ الْأَشْجَعِيِّ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِي، عَنْ زَيْدِ بْنِ ظِبْيان، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُعْطِيتُ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ"
Ibnu Murdawaih meriwayatkan hadis ini melalui hadis Al-Asyja'i, dari As-Sauri, dari Mansur, dari Rib'i, dari Zaid ibnu Zabyan, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku dianugerahi ayat-ayat penutup surat Al-Baqarah dari perbendaharaan di bawah Arasy.
Hadis ketiga diriwayatkan oleh Imam Muslim.
قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مغْول (ح) وَحَدَّثَنَا ابْنُ نُمَير، وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمير -وَأَلْفَاظُهُمْ مُتَقَارِبَةٌ -قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَل، عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِيٍّ عَنْ طَلْحَةَ، عَنْ مُرَة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: لَمَّا أسْريَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْتُهِيَ بِهِ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، وَهِيَ فِي السَّمَاءِ السَّادِسَةِ إِلَيْهَا يَنْتَهِي مَا يُعْرَج بِهِ مِنَ الْأَرْضِ فَيُقْبَض مِنْهَا، وَإِلَيْهَا يَنْتَهِي مَا يُهْبَطُ بِهِ مِنْ فَوْقِهَا فيُقْبَض مِنْهَا، قَالَ: {إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى} [النَّجْمِ: 16] ، قَالَ: فرَاش مِنْ ذَهَبٍ. قَالَ: وَأُعْطِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثًا: أعْطِيَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وأعْطِي خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، وَغُفِرَ لِمَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ مِنْ أُمَّتِهِ شَيْئًا المُقْحَماتُ
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair serta Zuhair ibnu Harb, semuanya dari Abdullah ibnu Numair, lafaz-lafaz mereka hampir sama. Ibnu Numair mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, dari Az-Zubair ibnu Addi, dari Talhah, dari Murrah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. menjalani Isra, beliau sampai ke Sidratul Muntaha yang terletak di langit ketujuh. Hanya sampai batas Sidratul Muntaha, berhenti segala sesuatu yang naik dari bumi, lalu dihentikan sampai padanya. Hanya sampai kepadanya segala sesuatu turun dari atasnya, lalu dihentikan sampai padanya. Abdullah (Ibnu Mas'ud) mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16) Yang dimaksud dengan 'sesuatu yang meliputinya' adalah kupu-kupu emas. Abdullah Ibnu Mas'ud mengatakan pula bahwa Rasulullah Saw. dianugerahi tiga perkara, yaitu beliau dianugerahi salat lima waktu, dan dianugerahi ayat-ayat yang mengakhiri surat Al-Baqarah, serta diampuni bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun dari kalangan umatnya, dengan ampunan yang menyeluruh.
Hadis keempat.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ مَرْثَد بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْيَزْنِيِّ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اقْرَأِ الْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فَإِنِّي أُعْطِيتُهُمَا مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnul Fadl, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Marsad ibnu Abdullah Al-Yazni, dari Uqbah ibnu Amir Al-Juhanni yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Bacalah dua ayat dari akhir surat Al-Baqarah, karena sesungguhnya Aku memberikan keduanya dari perbendaharaan di bawah Arasy (untuk kamu).
Sanad hadis ini hasan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya di dalam kitab mereka (Jamaah).
Hadis kelima.
قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الْحَرْبِيُّ، أَخْبَرَنَا مُسَدَّد أَخْبَرَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ ربْعِي، عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلَاثٍ، أُوتِيْتُ هَؤُلَاءِ الْآيَاتِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ البقرة من بيت كنز تحت  الْعَرْشِ، لَمْ يُعْطَهَا أَحَدٌ قَبْلِي، وَلَا يُعْطَاهَا أَحَدٌ بَعْدِي"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq Al-Harbi, telah menceritakan kepada kami Marwan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Awwanah, dari Abu Malik, dari Rab'i, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:  Kami diberi keutamaan di atas semua orang karena tiga perkara, yaitu: Aku diberi ayat-ayat yang mengakhiri surat Al-Baqarah dari rumah perbendaharaan di bawah Arasy yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku dan tidak pula diberikan kepada seorang pun sesudahku.
Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui hadis Na'im ibnu Abu Hindun, dari Rab'i, dari Huzaifah dengan lafaz yang semisal.
Hadis keenam.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Nafi', telah menceritakan kepadaku Ismail ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hatim ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, dari Malik ibnu Magul, dari Abi Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan, "Aku tidak pernah melihat seseorang memahami Islam bilamana ia tidur melainkan ia membaca ayat Kursi dan ayat-ayat yang mengakhiri surat Al-Baqarah. Karena sesungguhnya ayat-ayat tersebut berasal dari perbendaharaan yang terletak di bawah Arasy yang diberikan kepada Nabi kalian."
Waki' meriwayatkannya di dalam kitab tafsirnya, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Umair ibnu Amr Al-Mukhariqi, dari Ali yang mengatakan, "Aku belum pernah melihat seseorang yang sampai kepadanya Islam kecuali sebelum tidur ia membaca ayat Kursi dan ayat-ayat terakhir dari surat Al-Baqarah. Karena sesungguhnya ayat-ayat tersebut dari perbendaharaan di bawah Arasy."
Hadis ketujuh.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا بُنْدَار، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَشْعَثَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الجَرْمي عَنْ أَبِي قِلابَة، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يخلق السموات وَالْأَرْضَ بِأَلْفَيْ عَامٍ، أَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، وَلَا يُقْرَأْنَ فِي دَارٍ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَيَقْرَبُهَا شَيْطَانٌ".
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bandar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asy'as ibnu Abdur Rahman Al-Harami, dari Abu Qilabah, dari Abul Asy'as As-San'ani, dari An-Nu'man ibnu Basyir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah menulis Kitab-Nya sebelum menciptakan langit dan bumi dalam jangka dua ribu tahun. Dia menurunkan dua ayat darinya untuk mengakhiri surat Al-Baqarah dengan keduanya. Tidaklah ayat-ayat itu dibaca di dalam sebuah rumah selama tiga malam, melainkan setan tidak ada yang berani mendekatinya.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama. Ia mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hadis kedelapan.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَدْيَنَ، أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْجَهْمِ، أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَمْرٍو، أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنِي يُوسُفُ بْنُ أَبِي الْحَجَّاجِ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إذا قَرَأَ آخِرَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ ضَحِكَ، وَقَالَ: "إِنَّهُمَا مِنْ كَنْزِ الرَّحْمَنِ تَحْتَ الْعَرْشِ". وَإِذَا قَرَأَ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِه} [النِّسَاءِ: 123] ، {وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى * وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى * ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الأوْفَى} [النَّجْمِ:39-41] ، اسْتَرْجَعَ وَاسْتَكَانَ.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Madyan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnul Jahm, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibnu Maryam, telah menceritakan kepadaku Yusuf ibnu Abul Hajjaj, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila membaca ayat terakhir dari surat Al-Baqarah dan ayat Kursi, maka beliau tersenyum, lalu bersabda: Sesungguhnya kedua ayat ini berasal dari perbendaharaan Tuhan Yang Maha Pemurah di bawah Arasy. Apabila beliau Saw. membacakan firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatannya itu. (An-Nisa: 123) Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. (An-Najm: 39-41) Maka beliau membaca istirja' dan diam (tenang).
Hadis kesembilan.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ كُوفِيٍّ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ، عَنْ أَبِي مَلِيح، عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُعْطِيتُ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ، وَخَوَاتِيمَ سُورَةِ البقرة من تحت العرش، والمُفَصل نافلة"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Kufi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Humaid, dari Abu Malih, dari Ma'qal ibnu Yasar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku diberi Fatihatul Kitab dan ayat-ayat terakhir surat Al-Baqarah dari bawah Arasy, sedangkan Al-Mufassal adalah nafilah (tambahannya).
Hadis kesepuluh,
Dalam pembahasan terdahulu mengenai keutamaan surat Al-Fatihah telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Abdullah ibnu Isa ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang menghadapi Malaikat Jibril, tiba-tiba beliau mendengar suara gemerincing di atasnya. Maka Malaikat Jibril mengarahkan pandangannya ke langit, lalu berkata, "Ini adalah sebuah pintu langit dibuka, yang sebelumnya tidak pernah dibuka sama sekali." Kemudian turunlah darinya seorang malaikat, dan malaikat itu mendatangi Nabi Saw., lalu berkata kepadanya:
أبشر بنورين قد أوتيتهما، لم يؤتهما نبي قبلك: فاتحة الكتاب، وخواتيم سُورَةِ الْبَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ حَرْفًا مِنْهُمَا إِلَّا أُوتِيتُهُ،
Bergembiralah kamu dengan dua cahaya yang telah diberikan kepadamu yang tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab dan ayat-ayat terakhir surat Al-Baqarah. Tidak sekali-kali kamu membaca satu huruf dari keduanya melainkan engkau diberinya.
Hadis riwayat Imam Muslim dan Imam Nasai. Hadis ini menurut lafaznya.

Tafsir ayat

Firman Allah Swt.:
آمَنَ الرَّسُولُ بِما أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ
Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 285)
Ayat ini memberitakan perihal Nabi Saw. dalam hal tersebut.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشَرٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: ذُكِرَ لَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: "وَيَحِقُّ لَهُ أَنْ يُؤْمِنَ "
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah yang menceritakan, "Telah diceritakan kepada kami bahwa tatkala diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat ini (Al-Baqarah: 285), maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Dan sudah seharusnya baginya beriman'."
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya,
حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ الْفَقِيهُ: حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ نَجْدَةَ الْقُرَشِيِّ، حَدَّثَنَا خَلَّادُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا أَبُو عَقِيلٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّه} قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "حُقَّ لَهُ أَنْ يُؤْمِنَ".
telah menceritakan kepada kami Abun Nadr Al-Faqih, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Najdah Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa setelah diturunkan kepada Nabi Saw. firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 285), Maka Nabi Saw. bersabda: Sudah merupakan keharusan baginya beriman.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَالْمُؤْمِنُونَ
demikian pula orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 285)
di-ataf-kan kepada lafaz Ar-Rasul, kemudian Allah Swt. memberitakan perihal semuanya (Rasul dan orang-orang mukmin). Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ}
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya." (Al-Baqarah: 285)
Orang-orang mukmin beriman bahwa Allah adalah Satu lagi Maha Esa, dan Tunggal lagi bergantung kepada-Nya segala sesuatu; tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Rabb selain Dia. Mereka percaya kepada semua nabi dan semua rasul, serta semua kitab yang diturunkan dari langit kepada hamba-hamba Allah yang menjadi utusan dan nabi. Mereka tidak membeda-bedakan seseorang pun di antara mereka dari yang lainnya. Mereka tidak beriman kepada sebagian dari mereka, lalu kafir (ingkar) kepada sebagian yang lain.
Bahkan semuanya menurut mereka adalah orang-orang yang sadiq (jujur), berbakti, berakal, mendapat petunjuk, dan menunjukkan ke jalan kebaikan, sekalipun sebagian dari mereka me-nasakh syariat sebagian yang lain dengan seizin Allah, hingga semuanya di-mansukh oleh syariat Nabi Muhammad Saw. yang merupakan pemungkas para nabi dan para rasul; hari kiamat terjadi dalam masa syariatnya, dan masih terus-menerus ada segolongan dari umatnya yang membela perkara yang hak hingga hari kiamat tiba.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَقالُوا سَمِعْنا وَأَطَعْنا
Dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (Al-Baqarah: 285)
Yakni kami mendengar firman-Mu, ya Tuhan kami, dan kami memahaminya; dan kami menegakkan serta mengerjakan amal sesuai dengannya.
غُفْرانَكَ رَبَّنا
Ampunilah kami, ya Tuhan kami. (Al-Baqarah: 285)
Ayat ini mengandung makna permohonan ampun dan rahmat serta belas kasihan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fadl, dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 285) sampai dengan firman-Nya: (Mereka berdoa),  "Ampunilah kami, ya Tuhan kami.” (Al-Baqarah: 285) Maka Allah Swt. berfirman, "Aku telah mengampuni bagi kalian."
وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
dan kepada Engkaulah tempat kembali. (Al-Baqarah: 285)
Yang dimaksud dengan al-masir ialah tempat kembali dan merujuk kelak di hari perhitungan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Sinan, dari Hakim, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat ini, yaitu firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membedabedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya," dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah: 285), Lalu Malaikat Jibril berkata: Sesungguhnya Allah telah memujimu dengan baik dan juga kepada umatmu. Maka mintalah, niscaya kamu akan diberi apa yang kamu minta. Maka Nabi Saw. meminta, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah: 286), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَها
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah: 286)
Dengan kata lain, seseorang tidak dibebani melainkan sebatas kesanggupannya. Hal ini merupakan salah satu dari lemah-lembut Allah Swt. kepada makhluk-Nya dan kasih sayang-Nya kepada mereka, serta kebaikan-Nya kepada mereka.
Ayat inilah yang me-nasakh dan merevisi apa yang sangat dikhawatirkan oleh para sahabat dalam firman-Nya:
{وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّه}
Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu. (Al-Baqarah: 284)
Yakni sesungguhnya Allah Swt. sekalipun melakukan perhitungan hisab dan menanyai, tetapi Dia tidak menyiksa kecuali terhadap hal-hal yang orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menolaknya. Adapun terhadap hal-hal orang yang bersangkutan tidak mempunyai kemampuan untuk menolaknya, seperti bisikan hati; maka manusia tidak dibebaninya, dan benci terhadap bisikan yang jahat termasuk iman.
*******************
Firman Allah Swt.:
لَها مَا كَسَبَتْ
Ia mendapat pahala dari apa yang diusahakannya. (Al-Baqarah: 286)
Yakni dari kebaikan yang diusahakannya.
وَعَلَيْها مَا اكْتَسَبَتْ
Dan ia mendapat siksa dari apa yang dikerjakannya.  (Al-Baqarah: 286)
Yaitu dari kejahatan yang dikerjakannya. Yang demikian itu berlaku atas semua amal perbuatan yang termasuk ke dalam taklif.
Kemudian Allah Swt. memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya, bagaimana cara memohon kepada-Nya dan Dia menjamin akan memperkenankannya, seperti yang diajarkan kepada mereka melalui firman-Nya:
رَبَّنا لَا تُؤاخِذْنا إِنْ نَسِينا أَوْ أَخْطَأْنا
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah, (Al-Baqarah: 286)
Maksudnya, jika kami meninggalkan suatu hal yang difardukan karena lupa, atau kami mengerjakan sesuatu yang haram karena lupa, atau kami keliru dari hal yang dibenarkan dalam beramal, karena kami tidak mengetahui cara yang dianjurkan oleh syariat. Dalam hadis sahih Muslim yang lalu telah disebutkan melalui hadis Abu Hurairah hal seperti berikut: Allah berfirman, "Ya."
Demikian pula dalam hadis Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman: Aku telah melakukan(nya).
Ibnu Majah meriwayatkan di dalam kitab sunnahnya dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui hadis Umar dan Al-Auza'i, dari Ata; menurut Ibnu Majah di dalam riwayatnya menyebutkan dari Ibnu Abbas, dan Imam Tabrani serta Ibnu Hibban mengatakan dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ»
Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku keliru, lupa, dan apa yang dipaksakan kepada mereka untuk melakukannya.
Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur yang lain. Imam Ahmad Ibnu Abu Hatim menilai hadis ini ada celanya.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْهُذَلِيُّ، عَنْ شَهْرٍ، عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي عَنْ ثَلَاثٍ: عَنِ الْخَطَأِ، وَالنِّسْيَانِ، وَالِاسْتِكْرَاهِ" قَالَ أَبُو بَكْرٍ: فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلْحَسَنِ، فَقَالَ: أَجَلْ، أَمَا تَقْرَأُ بِذَلِكَ قُرْآنًا: {رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Huzali, dari Syahr, dari Ummu Darda, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah memaafkan umatku terhadap tiga perkara, yaitu keliru, lupa, dan dipaksa. Abu Bakar mengatakan bahwa lalu ia menuturkan hadis ini kepada Al-Hasan. Maka Al-Hasan menjawab, "Memang   benar, apakah engkau tidak membaca hal tersebut di dalam Al-Qur'an?", yaitu firman-Nya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. (Al-Baqarah: 286)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
رَبَّنا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنا إِصْراً كَما حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنا
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. (Al-Baqarah: 286)
Artinya, janganlah Engkau membebani kami dengan amal-amal yang berat, sekalipun kami sanggup mengerjakannya; seperti yang telah Engkau syariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum kami, berupa belenggu-belenggu dan beban-beban yang dipikulkan di pundak mereka. Engkau telah mengutus Nabi-Mu —yaitu Nabi Muhammad Saw.— sebagai nabi pembawa rahmat yang di dalam syariatnya Engkau telah memerintahkannya untuk menghapus semua beban tersebut, sebagai agama yang hanif, mudah, lagi penuh dengan toleransi.
Telah disebutkan di dalam hadis sahih Muslim, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda bahwa setelah ayat itu diturunkan, Allah berfirman, "Ya."
Disebutkan dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda, "Setelah ayat ini diturunkan, Allah berfirman, 'Aku telah melakukannya'."
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur disebutkan dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
«بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ»
Aku diutus dengan membawa agama yang hanif (cenderung kepada perkara yang hak) lagi samhah (penuh dengan toleransi/keringanan).
*******************
Firman Allah Swt.:
رَبَّنا وَلا تُحَمِّلْنا مَا لَا طاقَةَ لَنا بِهِ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (Al-Baqarah: 286)
Yakni dari beban, musibah, dan cobaan;  atau janganlah Engkau menguji (mencoba) kami dengan cobaan yang tidak kuat kami hadapi.
Makhul telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (Al-Baqarah: 286), Yaitu hidup melajang dan memperturutkan hawa nafsu; riwayat Ibnu Abu Hatim. Allah menjawab, "Ya." Di dalam hadis lain Allah menjawab, "Aku telah melakukan(nya)."
وَاعْفُ عَنَّا
Beri maaflah kami. (Al-Baqarah: 286)
Artinya, maafkanlah semua kelalaian dan kekeliruan kami menurut pengetahuan-Mu menyangkut semua hal yang terjadi antara kami dan Engkau.
وَاغْفِرْ لَنا
ampunilah kami. (Al-Baqarah: 286)
Yaitu atas semua kelalaian dan kekeliruan antara kami dan hamba-hamba-Mu, maka janganlah Engkau menampakkan kepada mereka keburukan-keburukan kami dan amal perbuatan kami yang tidak baik.
وَارْحَمْنا
dan rahmatilah kami. (Al-Baqarah: 286)
Yakni untuk masa datang kami. Karena itu, janganlah Engkau jerumuskan kami ke dalam dosa yang lain berkat taufik dan bimbingan-Mu.
Berangkat dari pengertian inilah maka mereka mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang berdosa itu memerlukan tiga perkara, yaitu pemaafan dari Allah atas dosanya yang terjadi antara dia dengan Allah, dosanya ditutupi oleh Allah dari mata hamba-hamba-Nya hingga ia tidak dipermalukan di antara mereka, dan dipelihara oleh Allah hingga tidak lagi terjerumus ke dalam dosa yang serupa.
Dalam hadis yang lalu telah disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman, "Ya," dan dalam hadis yang lainnya disebutkan bahwa Allah berfirman, "Telah Aku lakukan," sesudah ayat ini diturunkan.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَنْتَ مَوْلانا
Engkaulah Penolong kami. (Al-Baqarah: 286)
Artinya, Engkau adalah Pelindung dan Penolong kami; hanya kepada Engkaulah kami bertawakal, dan Engkaulah yang dimintai pertolongan, dan hanya kepada Engkaulah berserah diri; tiada daya dan tiada kekuatan bagi kami kecuali dengan pertolongan-Mu.
فَانْصُرْنا عَلَى الْقَوْمِ الْكافِرِينَ
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286)
Yakni orang-orang yang ingkar kepada agama-Mu, ingkar kepada keesaan-Mu dan risalah Nabi-Mu, dan mereka menyembah selain-Mu serta mempersekutukan Engkau dengan seseorang di antara hamba-hamba-Mu. Tolonglah kami terhadap mereka, dan jadikanlah akibat yang terpuji bagi kami atas mereka di dunia dan akhirat. Lalu Allah Swt. berfirman, "Ya." Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Ibnu Abbas, Allah Swt. berfirman, "Telah Aku lakukan."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Musanna Ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, bahwa Mu'az r.a. apabila selesai dari bacaan surat ini yang diakhiri dengan fimnan-Nya: Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286), maka ia selalu mengucapkan, "Amin."
Asar ini diriwayatkan pula oleh Waki', dari Sufyan, dari Abu Ishaq, dari seorang lelaki, dari Mu'az ibnu Jabal. Disebutkan bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal apabila mengkhatamkan surat Al-Baqarah selalu mengucapkan, "Amiin."

No comments

Tafsir Jalalain

Tafsir Ibnu Katsir

Back to top