Muslim Notebook Header Ads

007. Al-A'rof Ayat 142 - 143 - 144 - 145 - 146 - 147 - 148 - 149 - 150 - 151 - Tafsir Ibnu Katsir - Muslim Notebook



 

Al-A'raf, ayat 142

{وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لأخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (142) }

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat)  sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun, "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, perbaikilah, dan jangan kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan."

Allah Swt. menceritakan perihal anugerah-Nya yang telah diberikan kepada kaum Bani Israil, yaitu berupa hidayah yang mereka peroleh, Musa a.s, diajak bicara langsung oleh-Nya dan diberi-Nya kitab Taurat yang di dalamnya terkandung hukum-hukum buat mereka dan perincian syariat mereka. Untuk itu, Allah menceritakan bahwa Dia telah menjanji­kan hal itu kepada Musa selang tiga puluh hari kemudian.
Ulama tafsir mengatakan bahwa selama itu Nabi Musa a.s. melaku­kan puasa secara lengkap. Setelah waktu yang telah dijanjikan itu sempurna, maka Musa bersiwak terlebih dahulu dengan akar kayu. Tetapi Allah Swt. memerintahkan kepadanya agar menggenapkannya dengan sepuluh hari lagi hingga genap menjadi empat puluh hari.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan sepuluh hari tambahannya itu, yaitu bulan apa jatuhnya.
Menurut kebanyakan ulama tafsir, yang tiga puluh hari adalah bulan Zul Qa’dah, sedangkan yang sepuluh hari tambahannya jatuh pada bulan Zul Hijjah. Demikianlah menurut Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraij.
Hal yang serupa telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas. Berdasarkan pendapat ini, berarti miqat telah disempurnakan pada Hari Raya Kurban. Pada hari itu pula terjadilah pembicaraan Allah kepada Musa a.s. secara langsung. Dan pada hari itu pula Allah Swt. menyempurnakan agama Islam bagi Nabi Muhammad Saw,, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا}

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. (Al-Maidah: 3)
Setelah masa yang telah dijanjikan tiba dan Musa bersiap-siap hendak berangkat menuju Bukit Tursina, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ قَدْ أَنْجَيْنَاكُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ وَوَاعَدْنَاكُمْ جَانِبَ الطُّورِ الأيْمَنَ}
Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuh kalian, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu. (Tana: 80)
Maka saat itu Musa mengangkat saudaranya, yaitu Harun untuk menggantikan dirinya memimpin kaum Bani Israil. Musa mewasiatkan kepada saudaranya agar berbuat baik terhadap kaumnya dan tidak menimbulkan kerusakan. Hal ini semata-mata hanyalah sebagai peringatan belaka, karena sesungguhnya Harun a.s. adalah seorang nabi yang dimuliakan oleh Allah, sama dengan kedudukan nabi-nabi lainnya.

Al-A'raf, ayat 143

{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (143) }

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, "Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau." Tuhan berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala), niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya menampakkan diri pada gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau, dan aku orang yangpertama-tama beriman."

Allah Swt. menceritakan perihal Musa a.s., bahwa ketika masa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadanya telah tiba, dan pembicaraan langsung kepada Allah sedang berlangsung, maka Musa memohon kepada Allah untuk dapat melihat-Nya. Musa berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي}
Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Tuhan berfirman.”Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku" (Al-A'raf: 143)
Makna huruf lan dalam ayat ini menyulitkan analisis kebanyakan ulama tafsir, mengingat pada asalnya huruf lan diletakkan untuk menunjukkan makna ta-bid (selamanya). Karena itulah orang-orang Mu'tazilah berpendapat bahwa melihat Zat Allah merupakan suatu hal yang mustahil di dunia ini dan di akhirat nanti. Tetapi pendapat ini sangat lemah, mengingat banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Allah di akhirat nanti, pembahasannya akan kami ketengahkan dalam tafsir firman Allah Swt.:
{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ}
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)
Dan firman Allah SWT yang menceritakan perihal orang-orang kafir:
{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)
Menurut suatu pendapat, huruf lan dalam ayat ini menunjukkan makna pe-nafi-an terhadap pengertian ta-bid di dunia, karena menggabungkan antara pengertian ayat ini dengan dalil qat'i yang membenarkan adanya penglihatan kelak di hari akhirat.
Menurut pendapat lain, makna kalimat ayat ini sama dengan makna kalimat yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}
Dan Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 103)
Tafsir ayat ini telah dikemukakan dalam surat Al-An' am.
Menurut yang tertera di dalam kitab-kitab terdahulu, Allah Swt. berfirman kepada Musa a.s., "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat-Ku melainkan pasti mati, dan tiada suatu benda mati pun melainkan ia pasti hancur luluh." Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya:
{فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا}
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143)
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari di dalam kitabnya mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سُهَيْل الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا قُرَّة بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "لما تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ، أَشَارَ بِإِصْبَعِهِ فَجَعَلَهُ دَكًّا" وَأَرَانَا أَبُو إِسْمَاعِيلَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sahl Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Qurah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari seorang lelaki, dari Anas, dari Nabi Saw., "Ketika Tuhannya menampakkan diri­Nya pada gunung itu dan menunjukkan isyarat-Nya ke gunung itu, maka dengan serta merta gunung, itu menjadi hancur karenaNya." Abu Ismail (perawi) menceritakan hadis ini seraya memperlihatkan kepada kami isyarat dengan jari telunjuknya.
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya."
Kemudian Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari mengatakan:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا حجَّاج بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا حَمَّاد، عَنْ لَيْث، عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا} قَالَ: "هَكَذَا بِإِصْبَعِهِ -وَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِصْبَعَهُ الْإِبْهَامَ عَلَى الْمَفْصِلِ الْأَعْلَى مِنَ الْخِنْصَرِ-فَسَاخَ الْجَبَلُ"
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Lais, dari Anas, bahwa Nabi Saw. membaca ayat berikut: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunitng itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Lalu Nabi Saw. mengisyaratkan dengan salah satu jarinya, beliau meletakkan jari jempolnya pada ujung jari kelingkingnya dan bersabda, "Maka hancur luluhlah gunung itu."
Demikianlah sanad yang disebutkan di dalam riwayat ini, yaitu Hammad ibnu Salamah, dari Lais, dari Anas, Tetapi menurut riwayat yang masyhur adalah Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas.
Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا هُدْبَة بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ {فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا} قَالَ: وَضَعَ الْإِبْهَامَ قَرِيبًا مِنْ طَرْفِ خِنْصَرِهِ، قَالَ: فَسَاخَ الْجَبَلُ -قَالَ حُمَيْدٌ لِثَابِتٍ: تَقُولُ هَذَا؟ فَرَفَعَ ثَابِتٌ يَدَهُ فَضَرَبَ صَدَرَ حُمَيْدٍ، وَقَالَ: يَقُولُهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَقُولُهُ أَنَسٌ وَأَنَا أَكْتُمُهُ؟
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman Allah Swt.: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Lalu beliau Saw. meletakkan jari jempolnya pada ujung jari kelingking­nya seraya bersabda, "Maka seketika itu juga gunung itu hancur luluh." Humaid berkata kepada Sabit, "Apakah beliau Saw. mengisyaratkan seperti itu?" Maka Sabit menarik tangannya dan memukulkannya ke dada Humaid seraya berkata, "Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw, diisyaratkan pula oleh Anas, lalu apakah saya menyembunyikannya?"
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya, bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو الْمُثَنَّى، مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ [جَعَلَهُ دَكًّا] } قال: قال هكذا -يعني أنه خرج طَرَفَ الْخِنْصَرِ -قَالَ أَحْمَدُ: أَرَانَا مُعَاذٌ، فَقَالَ لَهُ حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ: مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟ قَالَ: فَضَرَبَ صَدْرَهُ ضَرْبَةً شَدِيدَةً وَقَالَ: مَنْ أَنْتَ يَا حُمَيْدُ؟! وَمَا أَنْتَ يَا حُمَيْدُ؟! يُحَدِّثُنِي بِهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَقُولُ أَنْتَ: مَا تُرِيدُ إِلَيْهِ؟!
telah menceritakan kepada kami Abul Musanna Mu’az ibnu Mu’az Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman­Nya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. (Al-A'raf: 143) Maka Nabi Saw. mengisyaratkan demikian, yakni beliau Saw. mengeluarkan jari kelingkingnya. Ahmad mengatakan bahwa Mu'az memperagakannya kepada kami demikian. Humaid At Tawil berkata kepadanya, "Apakah yang engkau maksudkan dengan isyarat itu, hai Abu Muhammad?" Maka Mu'az memukul dadanya dengan pukulan yang cukup kuat, lalu berkata, "Siapakah engkau ini, hai Humaid; dan mengapa engkau ini, hai Humaid? Yang menceritakan demikian kepadaku ialah Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. Lalu apakah yang kamu maksudkan?"
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dalam tafsir ayat ini, dari Abdul Wahhab ibnul Hakam Al-Warraq, dari Mu'az ibnu Mu'az dengan sanad yang sama. Juga dari Abdullah ibnu Abdur Rahim Ad-Darimi, dari Sulaiman ibnu Harb, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih garib, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Hammad.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui berbagai jalur dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Lalu Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Abu Muhammad Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Ali Al-Khalal telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ali ibnu Suwaid, dari Abul Qasim Al-Bagawi, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah, lalu ia mengetengahkannya. Dan ia mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tidak ada cacatnya.
Daud ibnul Muhabbar telah meriwayatkannya dari Syu'bah, dari Sabit, dari Anas secara marfu'. Tetapi riwayat ini tidak dianggap, mengingat Daud Ibnul Muhabbar seorang pendusta.
Abul Qasim At-Tabrani dan Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui dua jalur, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Anas secara marfu dengan lafaz yang semisal. Ibnu Murdawaih menyandarkannya melalui jalur Ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu', hal ini pun tidak sahih. Imam Turmuzi meriwayatkannya, dan Imam Hakim menilainya sahih, tetapi dengan syarat Imam Muslim.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. (Al-A'raf: 143) Bahwa tiada yang ditampakkan oleh Allah melainkan hanya sebesar jari kelingking. kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Dakkan artinya 'menjadi abu'. dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Yakni jatuh tak sadarkan dirinya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Maksudnya, jatuh dalam keadaan mati.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa bukit itu jebol dan jatuh menggelinding ke laut. Sedangkan Nabi Musa ikut bersama gunung itu.
Sunaid telah meriwayatkan dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Abu Bakar Al-Huzali sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, (Al-A'raf: 143) Disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam bumi dan tidak akan muncul lagi sampai hari kiamat. Di dalam sebagian kisah disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam tanah dan terns amblas ke dalamnya sampai hari kiamat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّة، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى أَبُو غَسَّانَ الْكِنَانِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عِمْرَانَ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْجَلْدِ بْنِ أيوب، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّة، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا تَجَلَّى اللَّهُ لِلْجِبَالِ طَارَتْ لِعَظَمَتِهِ سِتَّةُ أَجْبُلٍ، فَوَقَعَتْ ثَلَاثَةٌ بِالْمَدِينَةِ وَثَلَاثَةٌ بِمَكَّةَ، بِالْمَدِينَةِ: أُحُدٌ، وَوَرْقَانُ، وَرَضْوَى. وَوَقَعَ بِمَكَّةَ: حِرَاءٌ، وثَبِير، وَثَوْرٌ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Abu Gassan Al-Kannani, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Imran, dari Mu'awiyah ibnu Abdullah, dari Al-Jalad ibnu Ayyub, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas ibnu Malik, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Ketika Allah tampak bagi gunung-gunung itu, maka beterbanganlah karena kebesaran-Nya enam buah gunung; tiga di antaranya jatuh di Madinah, dan yang tiga lagi jatuh di Mekah. Di Madinah adalah Uhud, Warqan, dan Radwa; sedangkan yang di Mekah ialah Hira, Sabir, dan Saur.
Hadis ini garib, bahkan munkar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abul Balah, bahwa telah menceritakan kepada kami Ai-Ha isain ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Husain ibnul Allaf, dari Urwah ibnu Ruwayyim yang mengatakan bahwa sebelum Allah menampakkan Diri-Nya kepada Musa di Tursina, gunung-gunung itu dalam keadaan rata lagi licin. Tetapi setelah Allah menampak­kan diri-Nya kepada Musa di Tursina, maka hancur leburlah gunungnya, sedangkan gunung-gunung lainnya terbelah dan retak-retak serta terbentuklah gua-gua.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Bahwa ketika hijab Allah dibuka-Nya kepada gunung itu dan gunung itu melihat cahaya-Nya, maka jadilah bukit itu seperti tepung.
Sebagian ulama ada yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Bahwa makna yang dimaksud dengan dakka ialah fitnah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi melihatiah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala), niscaya kamu dapat melihat-Ku. (Al-A'raf: 143) Menurutnya, dikatakan demikian karena gunung itu lebih besar dan lebih kuat daripada Musa sendiri. Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. kejadian itu menjadikan gunung itu. (Al-A'raf: 143) Allah memandang gunung itu, maka gunung itu tidak kuat, lalu hancur luluh sampai ke akarnya. Melihat pemandangan itu, yakni yang terjadi pada gunung itu, maka Musa pun jatuh pingsan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Bahwa Allah memandang ke gunung itu, maka gunung itu berubah menjadi padang pasir.
Sebagian ulama qiraat membacanya dengan bacaan demikian, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan bacaan ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis marfu' mengenainya yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Pengertian as-sa'qu dalam ayat ini ialah pingsan, menurut tafsiran Ibnu Abbas dan lain-lainnya, tidak seperti penafsiran yang dikemukakan oleh Qatadah yang mengatakan bahwa makna as-sa'qu dalam ayat ini ialah mati, sekalipun tafsir yang dikemukakan oleh Qatadah dibenarkan menurut peristilahan bahasa. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ}
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (Az-Zumar: 68)
Karena sesungguhnya dalam ayat ini terdapat qarinah (bukti) yang menunjukkan makna mati, sebagaimana dalam ayat yang sedang kita bahas terdapat qarinah yang menunjukkan makna pingsan, yaitu firman-Nya:
{فَلَمَّا أَفَاقَ}
Maka setelah Musa sadar kembali. (Al-A'raf: 143)
Al-Ifaqah atau sadar tiada lain dari orang yang tadinya pingsan.
{قَالَ سُبْحَانَكَ}
Musa berkata, "Mahasuci Engkau." (Al-A'raf: 143)
Sebagai ungkapan memahasucikan. mengagungkan, dan memuliakan Allah, bahwa bila ada seseorang yang melihat-Nya di dunia ini niscaya dia akan mati.
*******************
Firman Allah Swt.:
{تُبْتُ إِلَيْكَ}
aku bertobat kepada Engkau. (Al-A'raf: 143)
Mujahid mengatakan makna yang dimaksud ialah 'saya kapok, tidak akan meminta untuk melihat-Mu lagi'.
{وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ}
dan aku orang yang pertama-tama beriman. (Al-A'raf: 143)
Demikianlah menurut takwil Ibnu Abbas dan Mujahid, dari Bani Israil; pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku orang yang pertama-tama beriman. (Al-A'raf: 143) Disebutkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat melihat-Mu.
Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, bahwa sebelum itu memang telah ada orang-orang yang beriman, tetapi makna yang dimaksud di sini ialah "saya orang yang mula-mula beriman kepada Engkau, bahwa tidak ada seorang makhluk-Mu yang dapat melihat-Mu sampai hari kiamat". Pendapat ini cukup baik dan mempunyai alasan.
Muhammad ibnu Jarir di dalam kitab Tafsir-nya. sehubungan dengan ayat ini telah mengetengahkan sebuah asar yang cukup panjang mengenainya di dalamnya terdapat banyak hal yang garib dan ajaib, bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar. Tetapi seakan-akan Muhammad ibnu Ishaq menerimanya dari berita-berita Israiliyat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا}
Dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143)
Sehubungan dengan makna ayat ini terdapat hadis Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw., yang menerangkan tentangnya.
Hadis Abu Sa'id di-sanad-kan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya, dalam bab tafsir ayat ini. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ اليهود إلى النبي صلى الله عليه وسلم قَدْ لُطِمَ وَجْهُهُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِكَ مِنَ الْأَنْصَارِ لَطَمَ وَجْهِي. قَالَ: "ادْعُوهُ" فَدَعَوْهُ، قَالَ: "لِمَ لَطَمْتَ وَجْهَهُ؟ " قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي مَرَرْتُ بِالْيَهُودِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: وَالَّذِي اصْطَفَى مُوسَى عَلَى الْبَشَرِ. قَالَ: قُلْتُ: وَعَلَى مُحَمَّدٍ؟ فَأَخَذَتْنِي غَضْبَةٌ فَلَطَمْتُهُ، قَالَ: "لَا تُخَيِّرُونِي مِنْ بَيْنِ الْأَنْبِيَاءِ، فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ، فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى آخِذٌ بِقَائِمَةٍ مِنْ قَوَائِمِ الْعَرْشِ، فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُوزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Yahya Al-Mazini, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa seorang lelaki Yahudi datang kepada Nabi Saw., sedangkan mukanya baru saja ditampar, lalu ia mengadu, "Hai Muhammad, sesungguhnya seseorang dari sahabatmu dari kalangan Ansar telah menampar wajahku." Nabi Saw. bersabda, "Panggillah dia!" Lalu mereka memanggil lelaki itu dan bersabda kepadanya, "Mengapa engkau tampar mukanya?" Lelaki Ansar menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika saya sedang lewat bersua dengan orang Yahudi, lalu orang Yahudi itu kudengar mengatakan, 'Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas manusia semuanya.' Lalu saya mengatakan kepadanya, 'Dan juga di atas Muhammad?' Lelaki itu menjawab, 'Ya juga di atas Muhammad.' Maka saya menjadi emosi, lalu kutampar mukanya," Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian melebihkan aku di atas para nabi semuanya, karena sesungguhnya manusia pasti pingsan di hari kiamat, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku menjumpai Musa sedang memegang kaki A’rasy. Aku Tidak mengetahui apakah dia sadar sebelumku ataukah dia telah beroleh balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya di berbagai tempat (bab) dari kitab Sahih-nya, dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya dalam pembahasan "Kisah-kisah para Nabi".
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Sunnah-nya melalui berbagai jalur dari Amr ibnu Yahya ibnu Imarah ibnu Abul Hasan Al-Mazini Al-Ansari Al-Madani, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Sa'd ibnu Malik ibnu Sinan Al-Khudri dengan lafaz yang sama.
Adapun mengenai hadis Abu Hurairah, Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya menyebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: اسْتَبَّ رَجُلَانِ: رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، وَرَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَقَالَ الْمُسْلِمُ: وَالَّذِي اصْطَفَى مُحَمَّدًا عَلَى الْعَالَمِينَ. وَقَالَ الْيَهُودِيُّ: وَالَّذِي اصْطَفَى مُوسَى عَلَى الْعَالَمِينَ، فَغَضِبَ الْمُسْلِمُ عَلَى الْيَهُودِيِّ فَلَطَمَهُ، فَأَتَى الْيَهُودِيُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ، فَدَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاعْتَرَفَ بِذَلِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى؛ فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ، فَأَجِدُ مُوسَى مُمْسِكًا بِجَانِبِ الْعَرْشِ، فَلَا أَدْرِي أَكَانَ مِمَّنْ صَعِقَ فَأَفَاقَ قَبْلِي، أَمْ كَانَ مِمَّنِ اسْتَثْنَاهُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ"
telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman dan Abdur Rahman Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki bertengkar, salah seorangnya adalah orang muslim, sedangkan yang lain orang Yahudi. Orang Mus­lim mengatakan, "Demi Tuhan yang telah memilih Muhammad atas semua manusia." Maka si Yahudi berkata, "Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas semua manusia." Maka orang muslim itu marah kepada si Yahudi, lalu ia menamparnya. Kemudian orang Yahudi itu datang kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. menanyakan kedatangannya, maka lelaki Yahudi itu mengadukan perkaranya. Lalu Rasulullah Saw. memanggil si lelaki muslim itu, dan si lelaki muslim mengakui hal tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian melebihkan aku atas Musa, karena sesungguhnya semua orang mengalami pingsan di hari kiamat nanti, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku melihat Musa sedang memegang bagian sisi 'Arasy. Aku tidak mengetahui apakah dia termasuk orang-orang yang pingsan, lalu ia sadar sebelumku, ataukah dia termasuk orang yang dikecualikan oleh Allah Swt. (tidak mengalami pingsan)
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abud Dunya telah meriwayatkan bahwa orang yang menampar si Yahudi itu dalam kasus tersebut adalah sahabat Abu Bakar As- Siddiq r.a. Akan tetapi, menurut keterangan hadis yang terdahulu dari kitab Sahihain disebutkan bahwa lelaki yang menampar si Yahudi itu adalah seorang Ansar; hal ini lebih sahih dan lebih jelas.
Pengertian yang tersirat dari sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"لَا تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى"
Janganlah kalian mengutamakan aku atas Musa.
Sama halnya dengan pengertian yang terkandung di dalam sabdanya yang lain, yaitu:
"لَا تُفَضِّلُونِي عَلَى الْأَنْبِيَاءِ وَلَا عَلَى يُونُسَ بْنِ مَتَّى"
Janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi, jangan pula atas Yunus ibnu Mata
Menurut suatu pendapat, hal ini termasuk ke dalam Bab "Tawadu’ (rendah diri) Nabi Saw.".
Tetapi menurut pendapat lain, hal tersebut diungkapkan oleh Nabi Saw. sebelum Nabi Saw. mengetahui keutamaan dirinya di atas semua makhluk. Menurut pendapat lainnya,-Nabi Saw. melarang bila dirinya paling diutamakan di antara para nabi lainnya dengan cara emosi dan fanatisme. Dan menurut pendapat lainnya lagi, hal tersebut dilarang bila dikatakan hanya sekadar pendapat sendiri dan seenaknya.
Sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Sesungguhnya semua manusia akan mengalami pingsan pada hari kiamat nanti.
Menurut makna lahiriahnya 'pingsan' ini terjadi menjelang hari kiamat, karena pada hari itu terjadilah suatu perkara yang membuat mereka semuanya tidak sadarkan dirinya.
Barangkali pula hal tersebut terjadi di saat Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi datang untuk memutuskan peradilan, lalu Dia menampakkan diri-Nya pada semua makhluk untuk melakukan pembalasan terhadap mereka. Perihalnya sama dengan pingsan yang dialami oleh Musa a.s. karena Tuhan menampakkan diri-Nya. Untuk itulah, maka dalam hadis ini disebutkan melalui sabdanya:
"فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُوزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ"؟
Aku tidak mengetahui apakah Musa sadar sebelumku. ataukah dia sudah cukup mendapat balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.
Al-Qadi Iyad di dalam permulaan kitab Asy-Syifa telah meriwayatkan berikut sanadnya dari Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq:
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا تَجَلَّى اللَّهُ لِمُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ يُبْصِرُ النَّمْلَةَ عَلَى الصَّفَا فِي اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ، مَسِيرَةَ عَشَرَةِ فَرَاسِخَ"
bahwa telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa as., maka Musa dapat melihat semut yang berada di Bukit Safa (Mekah) dalam kegelapan malam sejauh perjalanan sepuluh farsakh (pos).
Kemudian Al-Qadi Iyad mengatakan, "Tidaklah jauh pengertian hal ini dengan apa yang dialami oleh Nabi kita. sebagai keistimewaan buatnya, sesudah beliau mengalami Isra dan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang terbesar."
Demikianlah menurut Al-Qadi Iyad, seakan-akan dia menilai sahih hadis ini. Tetapi kesahihan hadis ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat para perawi yang disebutkan di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak dikenal. Sedangkan hal semisal ini hanya dapat diterima bila diketengahkan melalui periwayatan orang-orang yang adil lagi dabit sampai ke penghujung sumbernya.

Al-A'raf, ayat 144-145

{قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (144) وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ (145) }

Allah berfirman, "Hai Musa. sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepada kalian, dan hendaklah kalian termasuk orang-orang yang bersyukur.” Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman), "Berpeganglah kepadanya dengan teguh, dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada (perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik

Allah Swt. menceritakan bahwa Dia berbicara kepada Musa, Dia memilihnya di atas semua orang-orang yang semasanya untuk membawa risalah-Nya dan untuk berbicara langsung dengan-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah penghulu semua anak Adam dari yang pertama hingga yang terakhir. Karena itulah Allah Swt. menjadikannya sebagai penutup para nabi dan para rasul, dan syariatnya terus berlaku sampai hari kiamat terjadi. Para pengikutnya lebih banyak daripada para pengikut nabi-nabi dan rasul-rasul lainnya. Sesudah beliau Saw. dalam hal kemuliaan dan keutamaan menyusul Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah, kemudian Musa ibnu Imran yang pernah diajak berbicara langsung dengan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dalam ayat ini disebutkan:
{فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ}
sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu. (Al-A'raf: 144)
Yakni pembicaraan dan munajat secara langsung ini.
{وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ}
dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. (Al-A'raf: 144)
Maksudnya, bersyukur atas karunia tersebut, dan janganlah kamu meminta apa yang tidak ada kekuatan bagimu terhadapnya.
Selanjutnya Allah Swt. menceritakan bahwa Dia telah menuliskan untuk Musa di dalam luh-luh (kitab Taurat) segala sesuatunya sebagai pelajaran dan keterangan bagi segala sesuatu. Menurut suatu pendapat, luh-luh tersebut dari pertama, dan bahwa Allah Swt. menuliskan di dalamnya semua pelajaran dan hukum-hukum yang terinci menerangkan tentang halal dan haram. Dan luh-luh tersebut di dalamnya tercakup isi kitab Taurat yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya.
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ}
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia. (Al-Qashash: 43)
Menurut suatu pendapat, luh-luh itu diberikan kepada Musa sebelum dia menerima kitab Taurat.
Pada garis besarnya luh-luh tersebut merupakan pengganti bagi Musa dari permohonan yang dia mintakan untuk dapat melihat Allah, lalu Allah Swt melarangnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ}
Berpeganglah kepadanya dengan teguh. (Al-A'raf: 145)
Yakni dengan tekad yang bulat untuk taat.
{وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا}
dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf: 145)
Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'b, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Musa a.s. diperintahkan (oleh Allah) untuk memegang teguh perintah-perintah yang paling berat yang ia anjurkan kepada kaumnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ}
nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A'raf: 145)
Yaitu kamu akan melihat akibat orang-orang yang menentang perintah­Ku dan menyimpang dari jalan ketaatan kepada-Ku, bagaimanakah kehancuran dan kebinasaan serta kerusakan yang akan mereka alami.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa sesungguhnya dikatakan oleh firman Allah Swt.: nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A'raf: 145) Hal ini perumpamaannya sama dengan perkataan seseorang kepada lawan bicaranya, "Besok saya akan memperlihatkan kepadamu apa yang akan dialami oleh  orang yang menentang perintahku," mengandung nada ancaman dan peringatan terhadap orang yang membangkang dan menentang perintahnya. Kemudian dinukil pula hal yang semisal dari Mujahid dan Al-Hasan Al-Basri.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud oleh firman-Nya: nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik (Al-A'raf: 145) Yakni penduduk negeri Syam, dan Aku akan memberikannya kepadamu.
Sedangkan menurut pendapat lainnya lagi, negeri yang dimaksud ialah negeri tempat tinggal kaum Fir'aun. Tetapi pendapat yang pertamalah yang lebih utama, karena hal ini terjadi setelah Musa dan kaumnya meninggalkan negeri Mesir, sedangkan khitab ini ditujukan kepada kaum Bani Israil sebelum mereka memasuki Padang Tih.

Al-A'raf, ayat 146-147

{سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ (146) وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَلِقَاءِ الآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (147) }

Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya; tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.

Firman Allah Swt.:
{سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ}
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. (Al-A'raf: 146)
Artinya Aku akan mencegah hati orang-orang yang sombong, tidak mau taat kepada-Ku, lagi menyombongkan dirinya terhadap orang lain tanpa alasan yang dibenarkan untuk dapat memahami hujah-hujah dan dalil-dalil yang menunjukkan akan kebesaran-Ku, syariat-Ku, dan hukum-hukum-Ku. Dengan kata lain, sebagaimana mereka menyombongkan dirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka Allah balas menghinakan mereka dengan kebodohan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat-ayat lain melalui firman-Nya:
{وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am: 110)
{فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ}
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memaling­kan hati mereka. (Ash-Shaff: 5)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa orang yang pemalu dan orang yang menyombongkan dirinya tidak akan memperoleh ilmu (agama). Ulama lainnya ada pula yang mengatakan, "Barang siapa yang tidak sabar terhadap kesulitan menuntut ilmu, selama sesaat, niscaya ia  akan tetap berada dalam kehinaan kebodohan selamanya."
Sufyan ibnu Uyaynah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan­Ku. (Al-A'raf: 146) Makna yang dimaksud ialah 'Aku mencabut dari hati mereka pemahaman mengenai Al-Qur'an, dan Aku akan memalingkan mereka dari ayat-ayat-Ku'.
Ibnu Jarir mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa Khitab ayat ini ditujukan kepada umat ini (umat Nabi Saw.)
Menurut hemat kami hal tersebut tidaklah pasti, mengingat Ibnu Uyaynah hanya bermaksud bahwa hal ini berlaku atas semua umat. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara satu individu dengan individu lainnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا}
Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. (Al-A'raf: 146)
Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلا}
Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya. (Al-A'raf: 146)
Maksudnya, apabila mereka melihat jalan yang menuju kepada keselamatan, mereka tidak mau menempuhnya; dan apabila mereka melihat jalan kebinasaan dan kesesatan, maka mereka menjadikannya sebagai jalannya.
Dalam firman berikutnya Allah menyebutkan penyebab mereka terjerumus ke dalam keadaan itu, yaitu:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}
Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-A'raf: 146)
Artinya, hal tersebut terjadi karena hati mereka mendustakan ayat-ayat Allah.
{وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ}
Dan mereka selalu lalai darinya. (Al-A'raf: 146)
Yakni mereka sama sekali tidak mengamalkan apa yang terkandung di dalam ayat-ayat Allah.
*******************
Firman Allah Swt.
{وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَلِقَاءِ الآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ}
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan men­dustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatannya. (Al-A'raf: 147)
Maksudnya, barang siapa yang melakukan hal tersebut di antara mereka, kemudian perbuatannya itu berlangsung sampai ia meninggal dunia, maka semua amalannya sia-sia.
Firman Allah Swt.:
{هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. (Al-A'raf: 147)
Ayat di atas mengandung arti, sesungguhnya Kami membalas mereka hanyalah sesuai dengan amal perbuatan mereka yang telah mereka kerjakan, Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula; sebagaimana engkau berbuat, maka engkau akan mendapat balasannya'.

Al-A'raf, ayat 148-149

{وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ (148) وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (149) }

Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke Gunung Tur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim. Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan menge­tahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata. ”Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi."

Allah Swt. menceritakan perihal kesesatan orang-orang yang sesat dari kalangan kaum Bani Israil karena mereka menyembah patung anak lembu yang dibuat oleh Samiri dari perhiasan bangsa Qibti. Perhiasan emas itu asal mulanya mereka pinjam dari orang-orang Qibti di negeri Mesir, kemudian Samiri meleburnya dan menjadikannya patung anak lembu.    
Kemudian Samiri memasukkan debu dari bekas teracak kuda Malaikat Jibril a.s. ke dalam leburan emas itu sehingga jadilah sebuah patung yang berbentuk dan bersuara. Al-khuwar ialah suara lembu. Hal ini terjadi setelah kepergian Musa untuk memenuhi janji Tuhannya. Maka Allah Swt. memberitahukan hal tersebut kepada Musa ketika Musa berada di Bukit Tur. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt., menceritakan perihal apa yang telah dilakukan oleh diri-Nya:
{قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ}
Allah berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri."(Thaha: 85)
Para ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan anak lembu ini, apakah ia mempunyai darah dan daging serta dapat bersuara, ataukah ujudnya tetap seperti patung emas, hanya di dalam rongganya terdapat udara sehingga bersuara seperti suara sapi. Ada dua pendapat mengenai­nya, hanya Allah yang lebih mengetahui.
Menurut suatu pendapat, ketika anak lembu itu bersuara, maka mereka menari-nari di sekelilingnya dan teperdaya oleh buatan Samiri itu, lalu mereka mengatakan bahwa inilah tuhan kalian dan tuhan Musa, tetapi Musa melupakannya. Maka Allah Swt. berfirman:
{أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا}
Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan. (Thaha: 89)
Dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا}
Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? (Al-A'raf: 148)
Allah Swt. mengingkari kesesatan mereka karena anak lembu itu dan kealpaan mereka kepada Pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu dan yang memilikinya, sebab mereka menyembah dan mempersekutukan-Nya dengan patung anak lembu yang bersuara itu, padahal anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka, tidak pula menunjukkan jalan kebaikan kepada mereka. Tetapi memang gelapnya kebodohan dan kesesatan telah menutupi pandangan hati mereka, seperti yang di­sebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud, dari Abu Darda yang telah menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. pemah bersabda:
"حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمي ويُصِم"
Cintamu kepada sesuatu dapat membualmu buta dan pekak (tuli).
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ}
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya. (Al-A'raf: 149)
Setelah mereka dijatuhkan oleh tangan mereka sendiri, yakni menyesali perbuatannya sendiri.
{وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا}
dan mengetahui bahwa dirinya telah sesat, berkatalah mereka, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami. (Al-A'raf: 149)
Sebagian ulama tafsir ada yang membacanya tarhamna dengan memakai huruf ta, sedangkan lafaz rabbuna dibaca rabbana menjadi munada, dan yagfirlana dibaca tagfir lana.
{لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 149)
Artinya, niscaya kami termasuk orang-orang yang binasa. Hal ini merupakan pengakuan dari mereka tentang dosa yang telah mereka kerjakan dan kesadaran mereka untuk kembali kepada Allah Swt.

Al-A'raf, ayat 150-151

{وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (150) قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (151) }

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia, "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kalian hendak mendahului janji Tuhan kalian?” Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata, "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim." Musa berdoa, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para Penyayang.”

Allah Swt. menceritakan bahwa ketika Musa a.s. kembali kepada kaumnya setelah bermunajat kepada Tuhannya, ia kembali dalam keadaan marah dan bersedih hati. Abu Darda mengatakan, al-asaf artinya sangat marah.
{قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي}
Musa berkata, "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian kerjakan sesudah kepergianku." (Al-A'raf: 150)
Musa mengatakan, "Seburuk-buruk perbuatan adalah apa yang telah kalian lakukan, yaitu karena kalian menyembah patung anak lembu setelah aku pergi meninggalkan kalian."
Firman Allah Swt,:
{أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ}
Apakah kalian hendak mendahului janji Tuhan kalian? (Al-A'raf: 150)
Musa mengatakan, "Kalian membuatku tergesa-gesa kembali kepada kalian lebih cepat daripada waktu yang sebenarnya yang telah ditetapkan oleh Allah Swt."
Firman Allah Swt.:
{وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ}
Dan Musa pun melemparkan lempengan-lempengan (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. (Al-A'raf: 150)
Menurut suatu pendapat, lempengan-lempengan tersebut dari batu Jamrud; sedangkan menurut pendapat yang lain dari batu yaqut. Ada yang mengatakan dari es, ada pula yang mengatakan dari daun sidr. Sehubungan dengan kisah pelemparan luh-luh ini, ada sebuah hadis yang mengatakan bahwasanya berita itu tidaklah seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Kemudian menurut makna lahiriahnya dapat dikatakan bahwa konteks kalimat menunjukkan, 'adakalanya Musa melemparkan luh-luh karena marah kepada kaumnya', seperti apa yang dikatakan oleh jumhur ulama Salaf dan Khalaf.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Jarir telah meriwayatkan suatu pendapat dari Qatadah yang isinya garib, bila dinilai tidak sah penyandarannya kepada hakayat (periwayatan) Qatadah.
Ibnu Atiyyah dan ulama lainnva yang bukan hanya seorang telah membantah pendapat ini, dan memang pendapat ini layak dibantah. Di dalamnya terkandung pengertian seakan-akan Qatadah menerimanya dari sebagian ahli kitab, padahal dikalangan ahli kitab banyak terdapat pendusta, pembuat kisah palsu, pembohong, suka membuat-buat, dan zindiq.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ}
dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. (Al-A'raf: 150)
Musa a.s. bersikap demikian karena merasa khawatir bila saudaranya itu berbuat kelalaian dalam melarang mereka, seperti yang diungkapkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي. قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي}
Berkata Musa, "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” Harun menjawab, "Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pulai) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), 'Kamu telah memecah belah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku'." (Thaha: 92-94)
Sedangkan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 150)
Maksudnya, janganlah engkau masukkan aku ke dalam golongan mereka, jangan pula engkau anggap aku salah seorang dari mereka.
Dan sesungguhnya Harun menyebutnya dengan panggilan 'anak ibuku' dengan maksud agar lebih menyentuh hati Musa, karena sesungguhnya Musa adalah saudara sekandung Harun.
Setelah terbukti bagi Musa bahwa saudaranya —Harun— tidak terlibat dengan mereka dan dirinya bersih dari perbuatan kaumnya, seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي}
Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya, "Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu, dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku." (Thaha: 90)
Maka saat itu Musa berkata:
{رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ}
Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Al-A'raf: 151)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبَاحِ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ أَبِي بِشْر، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "يَرْحَمُ اللَّهُ مُوسَى، لَيْسَ الْمُعَايِنُ كَالْمُخْبَرِ؛ أَخْبَرَهُ رَبُّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، أَنَّ قَوْمَهُ فُتِنُوا بَعْدَهُ، فَلَمْ يُلْقِ الْأَلْوَاحَ، فَلَمَّا رَآهُمْ وَعَايَنَهُمْ أَلْقَى الْأَلْوَاحَ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah. dari Abu Bisyr. dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda :  Semoga Allah merahmati Musa, orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri tidaklah sama dengan orang yang diberi tahu. Tuhannya memberi tahu kepadanya bahwa kaumnya teperdaya sesudah kepergiannya, dan ternyata ia tidak melemparkan luh-luh itu. Tetapi setelah ia melihat mereka dan menyaksikan perbuatan mereka, maka barulah ia melemparkan luh-luh itu.

No comments

Tafsir Jalalain

Tafsir Ibnu Katsir

Back to top